Anda di halaman 1dari 22

PENALARAN

Memenuhi Salah Satu Syarat Mengikuti Mata Perkuliahan Bahasa Indonesia

Dosen Pengampu: Welli Marlisa, M.Pd

Disusun Oleh :

Cici Cahyani (12010327484)

Kartika Putri (12010327482)

PRODI MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGRI SULTAN SYARIF KASIM RIAU

PEKANBARU

T.A 2021/2022
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpah kan
rahmat dan karunia-Nya sehingga kami diberikan waktu dan kesempatan untuk menyelesaikan
makalah Bahasa Indonesia dengan judul Penalaran. Makalah ini diajukan untuk memenuhi tugas
mata kuliah Bahasa Indonesia program studi Manajemen Pendidikan Islam Fakultas Tarbiyah dan
Keguruan UIN Suska Riau. Kami menulis makalah ini untuk membantu mahasiswa supaya lebih
memahami mata kuliah Bahasa Indonesia khususnya mengenal Penalaran.

Terima kasih kami ucapkan kepada Ibu Welli Marlisa M.Pd. yang telah berpartisipasi dalam
membimbing tugas ini sehingga memungkinkan terselesaikan makalah ini, meskipun banyak
terdapat kekurangan. Akhir kata, kami berharap mudah-mudahan makalah ini dapat memberikan
sumbangan pikiran dan bermanfaat khususnya bagi kami dan umumnya bagi pembaca. Kami
menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, mengingat keterbatasan kemampuan dan
pengetahuan kami. Oleh karena itu, dengan terbuka dansenang hati kami menerima kritik dan saran
dari semua pihak.

Pekanbaru, 09 Desember 2021

Penyusun

I
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .........................................................................................................I

DAFTAR ISI ........................................................................................................................II

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................................1

1. Latar Belakang ..........................................................................................................1


2. Rumusan Masalah .....................................................................................................1
3. Tujuan .......................................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN .....................................................................................................3

1. Pengertian Penalaran ..................................................................................................3


2. Penalaran Deduktif ....................................................................................................3
3. Penalaran Induktif .....................................................................................................9
4. Salah Nalar ................................................................................................................11

BAB III PENUTUP .............................................................................................................18

1. Kesimpulan ...............................................................................................................18
2. Saran .........................................................................................................................18

DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................................19

II
BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Pencarian pengetahuan yang benar harus berlangsung menurut prosedur atau kaedah hukum,
yaitu berdasarkan logika. Sedangkan aplikasi dari logika dapat disebut dengan penalaran dan
pengetahuan yang benar dapat disebut dengan pengetahuan ilmiah. Untuk memperoleh
pengetahuan ilmiah dapat digunakan dua jenis penalaran, yaitu Penalaran Deduktif dan Penalaran
Induktif. Penalaran deduktif merupakan prosedur yang berpangkal pada suatu peristiwa umum,
yang kebenarannya telah diketahui atau diyakini, dan berakhir pada suatu kesimpulan atau
pengetahuan baru yang bersifat lebih khusus. Metode ini diawali dari pebentukan teori, hipotesis,
definisi operasional, instrumen dan operasionalisasi. Dengan kata lain, untuk memahami suatu
gejala terlebih dahulu harus memiliki konsep dan teori tentang gejala tersebut dan selanjutnya
dilakukan penelitian di lapangan.

Dengan demikian konteks penalaran deduktif tersebut, konsep dan teori merupakan kata kunci
untuk memahami suatu gejala. Penalaran induktif merupakan prosedur yang berpangkal dari
peristiwa khusus sebagai hasil pengamatan empirik dan berakhir pada suatu kesimpulan atau
pengetahuan baru yang bersifat umum. Dalam hal ini penalaran induktif merupakan kebalikan dari
penalaran deduktif. Dengan demikian, untuk mendapatkan pengetahuan ilmiah kedua penalaran
tersebut dapat digunakan secara bersama-sama dan saling mengisi, dan dilaksanakan dalam suatu
wujud penelitian ilmiah yang menggunakan metode ilmiah dan taat pada hukum-hukum logika

2. Rumusan Masalah
a. Apa yang dimaksud dengan penalaran ?
b. Apa yang dimaksud dengan penalaran Deduktif ?
c. Apa yang dimaksud dengan penalaran Induktif ?
d. Apa yang dimaksud dengan salah nalar ?
3. Tujuan
a. Untuk mengetahui penalaran!
b. Untuk mengetahui penalaran Deduktif!
c. Untuk mengetahui penalaran Induktif!

1
d. Untuk mengetahui salah nalar!

2
BAB II

PEMBAHASAN

1. Pengertian Penalaran

Penalaran adalah proses berpikir yang bertolak dari pengamatan indera (pengamatan empirik)
yang menghasilkan sejumlah konsep dan pengertian. Dalam pengertian yang lain penalaran adalah
suatu proses berfikir untuk menghubung- hubungkan data atau fakta yang ada sehingga sampai
pada suatu kesimpulan. Cara penarikan kesimpulan ini disebut dengan logika. Secara umum,
logika dapat didefinisikan sebagai sarana untuk berfikir secara benar atau sahih. Yang mana
didalam logika itu, menyatakan, menjelaskan, dan mempergunakan prinsip- prinsip abstrak dalam
merumuskan kesimpulan.

Berdasarkan pengamatan yang sejenis juga, maka akan terbentuk proposisi – proposisi yang
sejenis. Berdasarkan sejumlah proposisi yang diketahui atau dianggap benar, orang akan
menyimpulkan sebuah proposisi baru yang sebelumnya tidak diketahui. Dalam penalaran,
proposisi yang dijadikan dasar penyimpulan disebut Premis dan hasil kesimpulannya disebut
konklusi. Berdasarkan jenisnya, proposisi dapat dibedakan menjadi dua jenis.Yakni proposisi
empirik dan proposisi mutlak. Proposisi empirik adalah pernyataan yang dapat diverifikasi secara
empirik. Sedangkan Proposisi mutlak adalah proposisi yang jelas dengan sendirinya sehingga tidak
perlu dibuktikan secara empiris.

Adapun dalam proses bernalar, terdapat dua jenis metode yang dapat digunakan, yaitu bernalar
secara deduktif dan induktif.

2. Penalaran Deduktif

Bernalar secara Deduktif adalah proses penalaran untuk manarik suatu kesimpulan dari suatu
prinsip atau sikap yang berlaku umum untuk kemudian ditarik kesimpulan yang khusus.
Kesimpulan deduktif dibentuk dengan cara deduksi. Yakni dimulai dari hal-hal umum, menuku
kepada hal-hal yang khusus atau hal-hal yang lebih rendah. Contoh: Al- musaddadiyah adalah
sebuah yayasan yang menyediakan berbagai jenjang pendidikan, seperti SD, SMP, MTS, SMA,
MA, SMK, Perguruan Tinggi dan Pesantren.

3
Penarikan simpulan (konklusi) secara deduktif dapat dilakukan secara langsung dan dapat pula
dilakukan secara tak langsung.

A. Menarik Simpulan secara Langsung

Simpulan (konklusi) secara langsung atau entimen, adalah suatu proses penarikan
kesimpulan yang ditarik dari satu premis. Misalnya:

a) Semua S adalah P. (premis)


Sebagian P adalah S. (simpulan)
Contoh:
- Semua ikan berdarah dingin. (premis)
- Sebagian yang berdarah dingin adalah ikan. (simpulan)
b) Tidak satu pun S adalah P. (premis)
Tidak satu pun P adalah S. (simpulan)
Contoh:
- Tidak seekor nyamuk pun adalah lalat. (premis)
- Tidak seekor lalat pun adalah nyamuk. (simpulan)
c) Semua S adalah P. (premis)
Tidak satu pun S adalah tak-P. (simpulan)
Contoh:
- Semua rudal adalah senjata berbahaya. (premis)
- Tidak satu pun rudal adalah senjata tidak berbahaya. (simpulan)
d) Tidak satu pun S adalah P. (premis)
Semua S adalah tak-P. (simpulan)
Contoh:
- Tidak seekor pun harimau adalah singa. (premis)
- Semua harimau adalah bukan singa. (simpulan)
e) Semua S adalah P. (premis)
Tidak satu pun S adalah tak-P. (simpulan)
Tidak satu pun tak-P adalah S. (simpulan)
Contoh:
- Semua gajah adalah berbelalai. (premis)

4
- Tak satu pun gajah adalah takberbelalai. (simpulan
- Tidak satu pu yang takberbelalai adalah gajah. (simpulan)
B. Menarik Simpulan secara Tidak Langsung

Penarikan simpulan secara tidak langsung atau silogisme, adalah suatu proses penarikan
kesimpulan yang memerlukan dua data sebagai data utamanya. Dari dua data ini, akan
dihasilkan sebuah simpulan. Premis yang pertama adalah premis yang bersifat umum dan
premis yang kedua adalah premis yang bersifat khusus.

Untuk menarik simpulan secara tidak langsung ini, kita memerlukan suatu premis
(pernyataan dasar) yang bersifat umum (PU) dan premis yang kedua bersifat khusus (PK).
Sebagai umpama:

- PU : Setiap manusia akan mati


- PK : Pak ujang adalah manusia
- K : Pak ujang akan mati

Hal- hal penting yang harus diperhatikan dalam penyusunan suatu silogisme adalah sebagai
berikut:

a) Silogisme terdiri dari tiga pernyataan.


b) Pernyataan (premis) pertama disebut premis umum.
c) Pernyataan (premis) kedua disebut premis khusus
d) Pernyataan ketiga disebut kesimpulan.
e) Apabila salah satu premisnya negatif, maka kesimpuulannya pasti negatif.
f) Dua premis negatif tidak dapat menghasilkan kesimpulan.
g) Dari dua premis khusus tidak dapat ditarik kesimpulan.

Pola penarikan kesimpulan tidak langsung atau silogisme, dapat dikelompokan kedalam
beberapa jenis:

a) Silogisme Kategorial

Yang dimaksud dengan silogisme kategorial adalah, silogisme yang terjadi dari tiga
proposisi (pernyataan). Dua proposisi merupakan premis dan satu proposisi, merupakan
simpulan. Premis yang bersifat umum, disebut premis mayor. Dan premis yang bersifat

5
khusus disebut premis minor. Dalam simpulan terdapat subjek dan predikat. Subjek
simpulan disebut term minor dan predikat simpulan disebut term mayor. Contoh:

- PU : Semua manusia bijaksana.


- PK : Semua polisi adalah bijaksana.
- K : Jadi, semua polisi bijaksana.

Untuk menghasilkan simpulan harus ada term penengah sebagai penghubung antara
premis mayor dan premis minor. Term penengah adalah silogisme diatas ialah manusia.
Term penengah hanya terdapat pada premis, tidak terdapat pada simpulan. Kalau term
penengah tidak ada, simpulan tidak dapat diambil. Contoh:

- PU : Semua manusia tidak bijaksana.


- PK : Semua kera bukan manusia.
- K : Jadi, (tidak ada kesimpulan).

Aturan umum mengenai silogisme kategorial adalah sebagai berikut:

a) Silogisme harus terdiri atas tiga term. Yaitu term mayor, term minor dan term
penengah.
Contoh :
- PU : Semua atlet harus giat berlatih.
- PK : Yoga adalah seorang atlet.
- K : Yoga harus giat berlatih.
➢ Term mayor = Yoga
➢ Term minor = harus giat berlatih.
➢ Term penengah = atlet.

Kalau lebih dari tiga term, simpulan akan menjadi salah. Contoh:

- Gambar itu menempel di dinding.


- Dinding itu menempel di tiang.

Dalam premis ini terdapat empat term, yaitu gambar yang menempel di dinding dan
dinding menempel ditiang. Oleh sebab itu, disini tidak dapat ditarik kesimpulan.

6
b) Silogisme terdiri atas tiga proposisi, yaitu premis mayor, premis minor dan
simpulan
c) Dua premis yang negatif tidak dapat menghasilkan simpulan.
Contoh:
- Semua semut bukan ulat
- Tidak seekor ulat pun adalah manusia.
d) Bila salah satu premisnya negatif, simpulan pasti negatif.
Contoh :
- PU : Tidak seekor gajah pun adalah singa
- PK : Semua gajah berbelalai
- K : Jadi, tidak seekor singa pun berbelalai.
e) Dari premis yang positif, akan dihasilkan simpulan yang positif
Contoh:
- PU : Semua mahasiswa adalah lulusan SMA
- PK : Ujang adalah mahasiswa
- K : Ujang adalah lulusan SMA
f) Dari dua premis yang khusus, tidak dapat ditarik satu simpulan.
Contoh :
- PU : Sebagian orang jujur adalah petani.
- PK : Sebagian pegawai negeri adalah orang jujur.
- K : Jadi, . . . (tidak ada simpulan)
g) Bila salah satu premis khusus, simpulan akan bersifat khusus.
Contoh:
- PU : Semua mahasiswa adalah lulusan SLTA.
- PK : Sebagian pemuda adalah mahasiswa.
- K : Jadi, sebagian pemuda adalah lulusan SLTA.
h) Dari premis mayor yang khusus dan premis minor yang negatif tidak dapat ditarik
satu simpulan.
Contoh:
- PU : Beberapa manusia adalah bijaksana.
- K : Tidak seekor binatang pun adalah manusia.

7
- K : Jadi, . . . (tidak ada simpulan)
b) Silogisme Hipotesis

Silogisme hipotesis adalah silogisme yang terdiri atas pernyataan umum, pernyataan
khusus, dan kesimpulan. Akan tetapi, premis umumnya bersifat pengandaian. Hal ini
ditandai adanya penggunaan konjungsi jika dalam pernyataannya. Dengan demikian,
pernyataan umumnya dibentuk oleh dua bagian. Bagian pertama disebut anteseden dan
bagian keduanya disebut konsekuensi. Sementara itu, pernyataan khususnya menyatakan
kenyataan yang terjadi, yang kemungkinannya hanya dua: sesuai atau tidak sesuai dengan
yang diandaikannya itu. Contoh :

- PU : jika saya lulus ujian, saya akan melanjutkan kuliah ke (anteseden)


- (konsekuensi) perguruan tinggi.
c) Silogisme Alterntif

Silogisme ini menggunakan pernyataan umum yang memiliki dua alternatif. Jika
alternative satu itu benar menurut pernyaataan khususnya, alternatif yang lain itu salah.
Contoh:

- PU : Lampu tempel ini akan mati apabila minyaknya habis atau sumbunya pendek
- PK : Lampu ini mati, tetapi minyaknya tidak habis.
- K : Lampu ini mati karena sumbunya pendek.
d) Entimen

Sebenarnya silogisme ini jarang ditemukan dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam
tulisan maupun dalam lisan. Akan tetapi, ada bentuk silogisme yang tidak mempunyai
premis mayor karena premis mayor itu sudah diketahui secara umum. Yang dikemukakan
hanya premis minor dan simpulan. Contoh:

- PU : Semua sarjana adalah orang cerdas.


- PK : Ali adalah seorang sarjana.
- K : Jadi, Ali adalah orang cerdas.

Dari silogisme ini dapat ditarik satu entimen, yaitu “Ali adalah orang cerdas karena dia
adalah seorang sarjana”. Beberapa contoh entimen:

8
- Dia menerima hadiah pertama karena dia telah menang dalam sayembara itu.

Dengan demikian, silogisme dapat dijadikan entimen. Sebaliknya, sebuah entimen


juga dapat diubah menjadi silogisme.

3. Penalaran Induktif

Penalaran induktif dilakukan terhadap fakta-fakta khusus untuk kemudian dirumuskan


sebuah kesimpulan. Kesimpulan ini mencakup semua fakta yang khusus.

Contoh : Sejak suaminya meninggal dunia dua tahun yang lalu, Ny. Ahmad sering sakit.
Setiap bulan ia pergi ke dokter memeriksakan sakitnya. Harta peninggalan suaminya semakin
menipis untuk membeli obat dan biaya pemeriksaan, serta untuk biaya hidup sehari-hari
bersama tiga orang anaknya yang masih sekolah. Anaknya yang tertua dan adiknya masih
kuliah di sebuah perguruan tinggi swasta, sedangkan yang nomor tiga masih duduk di bangku
SMA. Sungguh (kata kunci) berat beban hidupnya. (Ide pokok).

Seperti halnya penalaran deduktif, cara bernalar induktif juga terbagi kedalam beberapa
macam. Yakni:

a. Generalisasi

Generalisasi ialah proses penalaran yang megandalkan beberapa pernyataan yang


mempunyai sifat tertentu untuk mendapatkan simpulan yang bersifat umum. Dari beberapa
gejala dan data, kita ragu-ragu mengatakan bahwa “Lulusan sekolah A pintar-pintar.” Hal
ini dapat kita simpulkan setelah beberapa data sebagai pernyataan memberikan gambaran
seperti itu. Contoh:

- Jika dipanaskan, besi memuai.


- Jika dipanaskan, tembaga memuai.
- Jika dipanaskan, emas memuai.

Jadi, jika dipanaskan semua logam akan memuai.

Benar atau tidak benarnya rumusan kesimpulan secara generalisasi, itu dapat dilihat
dari hal-hal berikut.:

9
a) Data itu harus memadai jumlahnya. Semakin banyak data yang dipaparkan,
semakin benar simpulan yang diperoleh.
b) Data itu harus mewakili keseluruhan. Dari data yang sama itu akan dihasilkan
simpulan yang benar.
c) Pengecualian perlu diperhitungkan karena data-data yang mempunyai sifat khusus
tidak dapat dijadikan data.

Contoh generalisasi yang tidak sahih;

a) Orang garut suka rujak


b) Makan daging dapat menyebabkan penyakit darah tinggi
c) Orang malas akan kehilangan banyak rejeki.
b. Analogi

Analogi adalah cara bernalar dengan membandingkan dua hal yang mempunyai sifat
yang sama. Contoh:

- Nina adalah lulusan akademi A.


- Nina dapat menjalankan tugasnya dengan baik.
- Ali adalah lulusan akademi A.

Oleh sebab itu, Ali dapat menjalankan tugasnya dengan baik.

Tujuan penalaran secara analogi adalah sebagai berikut :

- Analogi dilakukan untuk meramalkan sesuatu


- Analogi dilakukan untuk menyingkap suatu kekeliruan.
- Analogi digunakan untuk menyusun klasifikasi.
c. Hubungan Kausal

Hubungan kausal adalah penalaran yang diperoleh dari gejala-gejala yang memiliki
pola hubungan sebab akibat. Misalnya, tombol ditekan, akibatnya bel berbunyi. Dalam
kehidupan kita sehari-hari, hubungan kausal ini sering kita temukan. Hujan turun dan jalan-
jalan becek. Ia kena penyakit kanker darah dan meninggal dunia. Dalam kaitannya dengan
hubungan kausal ini, terdapat tiga pola hubungan kausalitas. Yaitu sebagai berikut:

- Sebab-Akibat

10
Sebab-akibat ini berpola A menyebabkan B. Disamping itu, hubungan ini dapat
pula berpola A menyebabkan B, C, D, dan seterusnya. Jadi, efek dari satu peristiwa
yang dianggap penyebab kadang-kadang lebih dari satu.

Dalam kaitannya dengan hubungan kausal ini, diperlukan kemampuan penalaran


seseorang untuk mendapatkan simpulan penalaran. Hal ini akan terlihat pada suatu
penyebab yang tidak jelas terhadap sebuah akibat yang nyata. Kalau kita melihat sebiji
buah mangga terjatuh dari batangnya, kita akan memperkirakan beberapa kemungkinan
penyebabnya. Mungkin mangga itu ditimpa hujan, mungkin dihempas angin, dan
mungkin pula dilempari anak-anak. Pastilah salah satu kemungkinana itu yang menjadi
penyebabnya.

- Akibat-Sebab

Dalam pola ini kita memulai dengan peristiwa yang menjadi akibat. Peristiwa itu
kemudian kita analisis untuk dicari penyebabnya. Contoh :

➢ Kemarin pak maman tidak masuk kantor. Hari inipun tidak. Pagi tadi istrinya
pergi ke apotek membeli obat. Oleh karena itu, pasti Pak Maman sedang sakit.
- Sebab Akibat -1 Akibat -2

Suatu penyebab dapat menyebabkan serangkaian akibat. Akibat pertama berubah


menjadi sebab yang menimbulkan akibat kedua. Demikianaalah seterusnya, hingga
timbul arangkaian beberapa akibat. Contoh:

Mulai bulan mei 2012, harga beberapa jenis BBM direncanakan akan mengalami
kenaikan. Terutama premium dan solar. Hal ini karena pemerintah ingin mengurangi
subsidi dengan harapan supaya ekonomi Indonesia kembali berlangsung normal.
Dikarenakan harga bahan bakar naik, sudah barang tentu biaya angkutan pun akan
naik pula. Jika biaya angkutan naik, harga barang pasti ikut naik. Naiknya harga
barang akan dirasakan berat oleh masyarakat. Oleh karena itu, kenaikan harga
barang harus diimbangi dengan usaha menaikan pendapatan rakyat.

4. Salah Nalar
A) Pengertian Salah Nalar

11
Salah nalar merupakan Gagasan, pikiran, kepercayaan, atau simpulan yang salah,
keliru, atau cacat. Dalam proses berpikir sering sekali kita keliru menafsirkan atau menarik
kesimpulan, kekeliruan ini dapat terjadi karena faktor emosional, kecerobohan, atau
ketidaktahuan.

B) Macam-macam salah nalar

Komunikasi yang baik adalah komunikasi yang tepat pada sasarannya. Oleh karena itu,
dalam berkomunikasi perlu untuk kita perhatikan kalimat dalam berbahasa Indonesia
secara cermat sehingga salah nalar dapat terminimalisasikan. Ada beberapa macam salah
nalar, yaitu sebagai berikut :

1. Generalisasi yang Terlalu Luas

Salah nalar jenis ini disebabkan oleh jumlah premis yang mendukunggeneralisasi
tidak seimbang dengan besarnya generalisasi tersebut sehingga kesimpulan yang
diambil menjadi salah. Selain itu, salah nalar jenis ini terjadi dikarenakan kurangnya
data yang dijadikan dasar generalisasi, sikap “menggampangkan”, malas untuk
mengumpulkan dan menguji data secara memadai, atau ingin segera meyakinkan orang
lain dengan bahan yang terbatas.

Premis adalah kalimat atau proposisi yang dijadikan dasar penarikan simpulan di
dalam logika. Sementara itu yang dimaksud dengan generalisasi adalah perihal membuat
suatu gagasan lebih sederhana dari pada yang sebenarnya. Contoh Generalisasi yang
terlalu luas sebagai berikut:

- Setiap orang yang telah mengikuti Penataran P4 akan menjadi manusia


Pancasilais sejati.
- Anak-anak tidak boleh memegang barang porselen karena barang itu cepat
pecah

Ada dua bentuk kesalahan generalisasi yang biasa muncul. Dua bentuk kesalahan
tersebut adalah sebagai berikut:

1) Generalisasi Sepintas

12
Kesalahan ini terjadi dikarenakan penulis membuat generalisasi berdasarkan data
atau evidensi yang sangat sedikit.

Contoh: Semua anak yang jenius akan sukses dalam belajar.

Pernyataan tersebut tidaklah benar karena kejeniusan atau tingkat intelegensi yang
tinggi bukan satu-satunya faktor penentu kesuksesan belajar anak. Masih banyak faktor
penentu lain yang terlibat seperti: motivasi belajar, sarana prasarana belajar, keadaan
lingkungan belajar, dan sebagainya.

2) Generalisasi Apriori

Salah nalar ini terjadi ketika seorang penulis melakukan generalisasi atas gejala
atau peristiwa yang belum diuji kebenaran atau kesalahannya. Kesalahan corak
penalaran ini sering ditimbulkan oleh prasangka. Karena suatu anggota dari suatu
kelompok, keluarga, ras atau suku, agama, negara, organisasi, dan pekerjaan atau
profesi, melakukan satu atau beberapa kesalahan, maka semua anggota kelompok itu
disimpulkan sama. Contoh: semua pejabat pemerintah melakukan tindakan korupsi.
Benarkah pernyataan tersebut? Silahkan Anda jawab.

2. Kerancuan Analogi

Salah nalar ini dapat terjadi bila orang menganalogikan sesuatu dengan yang lain
dengan anggapan persamaan salah satu segi akan memberikan kepastian persamaan
pada segi yang lain. Analogi adalahpersamaan atau persesuaian antara dua benda atau
hal yg berlainan, kiasan. Contoh dari kerancuan analogi adalah sebagai berikut:

- Anto walaupun lulusan Akademi Amanah tidak dapat mengerjakan tugasnya


dengan baik
- Pada hari senin Patriana kuliah mengendarai sepeda motor. Pada hari selasa
Patriana kuliah juga mengendarai sepeda motor. Pada hari rabu patriana kuliah
pasti mengendarai sepeda motor.
- Rektor harus memimpin universitas seperti jenderal memimpin devisi.
3. Kekeliruan kausalitas (sebab-akibat)

13
Kekeliruan kausalitas terjadi karena kekeliruan menentukan dengan tepat sebab
dari suatu peristiwa atau hasil (akibat) dari suatu peristiwa atau kejadian. Contoh dari
kekeliruan kausalitas (sebab-akibat) adalah sebagai berikut:

- Saya tidak bisa berenang karena tidak ada satupun keluarga saya yang dapat
berenang.
- Saya tidak dapat mengerjakan ujian karena lupa tidak sarapan.
4. Kesalahan Relevansi

Kesalahan ini akan terjadi jika antar premis tidak punya hubungan logika dengan
kesimpulan. Misalnya, bukti peristiwa atau alasan yang diajukan tidak berhubungan
atau tidak menunjang konklusi. Jadi, perlu berhati-hati, ketika sebuah argumen
bergantung pada premis yang tidak relevan dengan konklusi, maka tidak mungkin
dibangun kebenarannya. Terdapat beberapa jenis kesesatan relevansi yang umum
dikenal, berikut penjelasannya :

a) Argumentum ad hominem: terjadi jika kita berusaha agar orang lain menerima atau
menolak suatu usulan, tidak berdasarkan alasan penalaran, akan tetapi karena
alasan yang berhubungan dengan kepentingan si pembuat usul.
b) Argumentum ad verecundiam: terjadi karena orang yang mengemukakannya
adalah orang yang berwibawa dan dapat dipercaya, jadi bukan terjadi karena
penalaran logis.
c) Argumentum ad baculum (menampilkan kekuasaan): terjadi apabila orang menolak
atau menerima suatu argumen bukan atas dasar penalaran logis, melainkan karena
ancaman atau terror (bisa juga karena faktor kekuatan/kekuasaan).
d) Argumentum ad populum (menampilkan emosi): artinya ialah ditujukan untuk
massa/rakyat. Pembuktian secara logis tidak diperlukan, dan mengutamakan
prinsip menggugah perasaan massa sehingga emosinya terbakar dan akhirnya akan
menerima sesuatu konklusi tertentu. Contoh sederhananya seperti demonstrasi dan
propaganda.
e) Argumentum ad misericordian (menampilkan rasa kasihan): disebabkan karena
adanya rasa belas kasihan. Maksudnya, penalaran ini ditunjukkan untuk

14
menimbulkan belas kasihan sehingga pernyataan dapat diterima, dan biasanya
berhubungan dengan usaha agar suatu perbuatan dimaafkan.
f) Post hoc propter hoc: terjadi karena orang menganggap sesuatu sebagai sebab,
padahal bukan. Pada suatu urutan peristiwa, orang menunjukkan apa yang terjadi
lebih dahulu adalah penyebab peristiwa yang terjadi sesudahnya, padahal bukan.
g) Petitio principii: berarti mengajukan pertanyaan dengan mengamsusikan kebenaran
dari apa yang berusaha untuk dibuktikan, dalam upaya untuk membuktikannya.
Dikenal dengan pernyataan berupa pengulangan prinsip dengan prinsip.
h) Argumentum ad ignorantiam (argumen dari keridaktahuan): kesalahan terjadi
ketika berargumen bahwa proposisi adalah benar hanya atas dasar bahwa belum
terbukti salah, atau bahwa itu adalah salah karena belum terbukti benar.
i) Ignorantia elenchi: terjadi karena tidak adanya hubungan logis antara premis dan
konklusif.
5. Penyandaran Terhadap Prestise Seseorang

Salah nalar disini terjadi karena penulis menyandarkan pada pendapat seseorang
yang hanya karena orang tersebut terkenal atau sebagai tokoh masyarakat namun bukan
ahlinya.

Agar tidak terjadi salah nalar karena faktor penyebab ini, maka perlu di patuhi
rambu-rambu sebagai berikut:

- Orang itu diakui keahliannya oleh orang lain.


- Pernyataan yang dibuat berkenaan dengan keahliannya, dan relevan dengan
persoalan yang dibahas.
- Hasil pemikirannya dapat diuji kebenarannya.

Hal tersebut mengindikasikan kita sebagai penulis tidak boleh asal mengutip semata-
mata karena orang tersebut merupakan orang terpandang, terkenal atau kaya raya dan baik
status sosial ekonominya.

C) Mengapa salah Nalar Terjadi

15
Salah nalar sering terjadi karena disebabkan oleh kesalahan menilai sesuatu sehingga
mengakibatkan terjadinya pergeseran maksud. Contoh penyebab yang salah nalar adalah
sebagai berikut:

- Hendra mendapat kenaikan jabatan setelah ia memperhatikan dan mengurusi


makam leluhurnya.
- Anak wanita dilarang duduk di depan pintu agar tidak susah jodohnya.
D) Faktor Penyebab Terjadinya Salah Nalar

Terjadinya salah nalar, disebabkan oleh beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut adalah
sebagai berikut:

a. Analogi yang Salah

Salah nalar ini dapat terjadi bila orang menganalogikan sesuatu dengan yang lain
dengan anggapan persamaan salah satu segi akan memberikan kepastian persamaan
pada segi yang lain. Contoh: Anto walaupun lulusan Akademi Amanah tidak dapat
mengerjakan tugasnya dengan baik.

b. Argumentasi Bidik Orang

Salah nalar jenis ini disebabkan oleh sikap menghubungkan sifat seseorang dengan
tugas yang diembannya. Contoh: Program keluarga berencana tidak dapat berjalan di
desa kami karena petugas penyuluhannya memiliki enam orang anak

E) Cara Mengatasi dan Menghindari Salah Nalar

Ada beberapa cara untuk mengatasi dan menghindari salah nalar. Cara-cara tersebut
adalah sebagai berikut:

- Memilih kata dengan baik;


- Harus mengetahui teori dasar dalam berpikir;
- Sering membaca buku agar memiliki wawasan yang luas;
- Memikirkan perkataan atau kalimat sebelum diucapkan;
- Menguasai bahasa Indonesia dengan baik dan benar;
- Jangan menyimpulkan premis dengan cepat;
- Dapat berkomunikasi dengan baik;

16
- Tidak cepat menafsirkan atau menarik kesimpulan sebelum dikaji terlebih
dahulu kebenarannya; dan lain-lain.

17
BAB III

PENUTUP

1. Kesimpulan

Dari berbagai penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa penalaran dalam prosesnya ada 2
macam yaitu penalaran Deduktif dan Induktif .

Penalaran Deduktif adalah metode berpikir yang menerapkan hal-hal yang umum terlebih
dahulu, untuk seterusnya diambil kesimpulan yang khusus. Penalaran Induktif adalah metode yang
digunakan dalam berpikir dengan bertolak dari bentuk penalaran deduktif. Yakni menarik
kesimpulan dari fakta yang sifatnya khusus, untuk kemudian ditarik kesimpulan yang sifatnya
umum.

2. Saran

Penulis banyak berharap kepada para pembaca yang budiman memberikan kritik saran yang
membangun kepada kami demi sempurnanya makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat
bagi para pembaca khusus pada penulis. Sekian penutup dari kami semoga dapat diterima di hati
dan kami ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya.

18
DAFTAR PUSTAKA

Akhadiah M.K., Sabarti dkk. 1991/1992. Bahasa Indonesia I. Jakarta: Ditjen Dikti Depdikbud.

Rahardi, R Kunjana. 2009. Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi. Jakarta : Erlangga.

Tarigan, Djago. 2008. Menulis Paragraf dan Pengembangannya. Bandung : Angkasa.

Widjono Hs. 2007. Bahasa Indonesia : Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian di Perguruan
Tinggi. Jakarta: PT: Grasindo.

19

Anda mungkin juga menyukai