Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

METODOLOGI PENELITIAN

tentang

oleh:

Kelompok II

Annisa Prihartini : 412.291

Kouwamin : 412.441

Yessy Azwarni : 412.635

Lisa Sefrita : 412.

Dosen Pembimbing:
Dr. Remiswal, S.Ag, M.Pd

Jurusan Tadris Matematika B Fakultas Tarbiyah dan Keguruan


Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Imam Bonjol Padang
1435 H/ 2014 M
BAB I

PENGANTAR

Alhamdulilláh segala puji syukur selalu kami haturkan kehadirat Allah Swt. yang mana
karena berkat, rahmat dan ridho-Nyalah kami dapat menyelesaikan makalah ini untuk memenuhi
tugas mata kuliah Metodologi Penelitian yang berjudul “Kerangka Pikir dan Alur Pikir Ilmiah”.
Shalawat beserta salam kami ucapkan kepada Allah Swt. semoga disampaikan kepada nabi
Muhammad Saw..

Kami selaku penulis dan penyusun makalah mengucapkan terima kasih kepada dosen mata
kuliah Metodologi Penelitian, Dr. Remiswal, S.Ag, M.Pd, yang telah memberikan tugas kepada
kami serta dukungan dan arahannya dalam menyelesaikan makalah ini, orang tua yang selalu
mendukung kelancaran tugas kami, serta pada tim anggota kelompok yang selalu kompak dan
konsisten dalam penyelesaian tugas ini.

Dalam makalah dengan tema Kerangka Pikir dan Alur Pikir Ilmiah ini akan membahas
materi tentang Logika berpikir dalam metode penelitian, diantaranya adalah logika berpikir
deduktif, logika berpikir induktif, logika berpikir reflektif, logika berpikir ilmiah dan alur piker
ilmiah.

Dalam penyusunan makalah ini, kami menyadari karena semakin luas pembicaraan semakin
terlihat jelas segi-segi kelemahan dari makalah ini. Tetapi hal itu merupakan sebagai jalan yang
tidak bisa dihindari untuk perbaikan kedepannya. Oleh karena itu, kami tidak menutup diri dari
para pembaca akan saran dan kritik yang sifatnya membangun demi perbaikan dan peningkatan
kualitas penyusunan makalah dimasa yang akan datang.

Dan kami berharap, semoga makalah ini bisa memberikan suatu kemanfaatan bagi kami
penyusun dan para pembaca semuanya. Amin.

Padang, September 2014

Penyusun

i
BAB II

PEMBAHASAN

KERANGKA PIKIR dan ALUR PIKIR ILMIAH

Kerangka pikir dan alur pikir ilmiah merupakan model konseptual tentang bagaimana teori
berhubungan dengan berbagai faktor yang telah diidentifikasi sebagai masalah yang penting.
Kerangka berpikir yang baik akan menjelaskan secara teoritis pertautan antar variabel yang akan
diteliti. Kerangka pikir tersebut seperti logika berpikir induktif, deduktif, reflektif dan ilmiah.
Berbicara tentang logika, perkataan logika itu sendiri diturunkan dari kata logike dalam bahasa
Yunani, yang berhubungan dengan kata benda logos, berarti pikiran atau perkataan sebagai
pernyataan dari pikiran. Hal ini membuktikan bahwa ternyata ada hubungan yang erat antara
pikiran dan perkataan yang merupakan pernyataan dalam bahasa. Dengan kata lain, logika
dianggap membahas tentang persoalan berpikir, pemikiran atau pikiran.

Dalam metode penelitian, logika dikelompokkan dalam kerangka pikir dan alur pikir ilmiah.
Berikut pembahasannya.

A. Logika Berpikir Induktif


Induktif merupakan bentuk penalaran atau penyimpulan yang berdasarkan pengamatan
terhadap sejumlah kecil hal, atau anggota sesuatu himpunan, untuk tiba pada suatu kesimpulan
yang diharapkan berlaku umum untuk semua hal, atau seluruh anggota himpunan itu, tetapi yang
kesimpulannya hanya bersifat boleh jadi saja atau boleh jadi benar (probabilitas). Logika induktif
merupakan suatu ragam logika yang mempelajari asas pelajaran yang betul dari sejumlah sesuatu
yang khusus sampai pada suatu kesimpulan yang umum.1 Jadi dapat disimpulkan bahwa logika
berpikir induktif adalah suatu cara atau jalan berpikir yang dipakai untuk mendapatkan ilmu
pengetahuan ilmiah dengan bertitik tolak dari pengamatan atas hal-hal atau masalah yang bersifat
khusus, kemudian menarik kesimpulan yang bersifat umum.
Induktif atau induksi dikenal juga dengan istilah generalisasi, yaitu proses peningkatan dari
hal-hal yang bersifat individual kepada yang bersifat universal. Disini premisnya berupa
proposisi-proposisi singular, sedangkan kesimpulannya sebuah proposisi universal yang berlaku

1
Surajiyo, dkk, Dasar-dasar Logika, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2005), h. 18

1
secara umum. Seseorang yang menerapkan cara penalaran yang bersifat induktif berarti orang
tersebut bergerak dari bawah menuju keatas. Artinya, dalam hal ini orang mengawali suatu
penalaran dengan memberikan contoh-contoh tentang peristiwa-peristiwa yang khusus yang
sejenis, kemudian menarik kesimpulan yang bersifat umum.
Salah satu contoh logika berpikir induktif adalah sebagai berikut.
“Anggaplah kita mengunjungi warung buah-buahan karena ingin membeli jeruk. Kita ambil
satu buah jeruk, lalu kita cicipi. Ketika mencicipinya, ternyata jeruk tersebut masam. Kita
perhatikan jeruk itu dan terbukti bahwa jeruk tersebut keras dan hijau. Kita ambil sebuah jeruk
yang lain, lalu mencicipinya. Dan ternyata sama dengan jeruk pertama, keras, hijau dan masam.
Si pedagang menawarkan jeruk ketiga. Akan tetapi sebelum mencicipinya kita
memperhatikannya dan ternyata yang itu pun keras dan hijau, dan seketika itu kita beritahukan
bahwa kita tidak mau lagi untuk mencicipinya, karena yang itu pun pasti masam, seperti jeruk
pertama dan kedua.”
Kalau dirumuskan secara formal, penalaran contoh diatas adalah sebagai berikut:
Jeruk 1 keras dan hijau adalah masam.
Jeruk 2 keras dan hijau adalah masam.
Semua jeruk keras dan hijau adalah masam.
Dari contoh dapat diketahui ciri-ciri induktif yaitu:
a. Premis-premis dari induksi adalah proposisi empiris yang langsung kembali kepada suatu
observasi indra atau proposisi dasar. Proposisi dasar menunjuk kepada fakta, yaitu
observasi yang dapat diuji kecocokannya dengan tangkapan indra. Pikiran tidak dapat
mempersoalkan benar tidaknya fakta akan tetapi hanya dapat menerimanya. Bahwa jeruk
1 itu keras, hijau dan masam, hany indralah yang dpat menangkapnya.
b. Kesimpulan penalaran induksi itu lebih luas daripada apa yang dinyatakan dalam premis-
premisnya.
c. Kesimpulan induksi itu memiliki kredibilitas rasional yang disebut probabilitas, yang
didukung oleh pengalaman. Artinya kesimpulan induksi menurut pengalaman biasanya
cocok dengan observasi indra atau bisa juga tidak cocok.2

2
Ibid., h. 60

2
B. Logika Berpikir Deduktif
Jika induktif adalah suatu bentuk penalaran yang menyimpulkan proposisi umum dari
sejumlah proposisi khusus, maka deduktif adalah mengambil suatu kesimpulan yang hakikatnya
sudah tercakup di dalam suatu proposisi atau lebih. Dengan kata lain, deduktif sebagai penalaran
yang menyimpulkan hal yang khusus dari sejumlah proposisi yang umum. Sedangkan logika,
menganalisis dan merekonstruksikan penalaran. Jadi logika berpikir deduktif adalah suatu cara
atau jalan yang dipakai untuk mendapatkan pngetahuan ilmiah dengan bertitik tolak dalam
pengamatan atas hal-hal atau msalah yang bersifat umum kemudian menarik kesimpulan yang
bersifat khusus.
Dalam deduktif, hasil usaha itu berupa ketentuan mengenai deduksi yang sahih, yaitu bentuk
deduksi, yang kalau premisnya benar, kesimpulannya tentu juga benar. Dalam induktif tidak ada
konklusi yang mempunyai nilai kebenaran yang pasti. Yang ada hanya konklusi dengan
probabilitas rendah atau tinggi. Maka hasil usaha analisi dan rekonstruksi penalaran induktif itu
hanya berupa ketentuan mengenai bentuk induksi yang menjamin konklusi dengan probabilitas
setinggi-tingginya. Semakin banyak jumlah fakta yang dijadikan dasar penalaran induksi maka
semakin tinggi probabilitas konklusinya, dan begitu pula sebaliknya.
Seseorang yang menerapkan cara penalaran yang bersifat deduktif berarti orang tersebut
bergerak dari atas menuju ke bawah. Artinya, sebagai langkah pertama orang perlu menentukan
satu sikap tetentu dalam menghadapi masalah tertentu, dan berdasarkan atas penentuan sikap tadi
kemudian mengambil langkah kesimpulan dalam tingkatan yang lebih rendah.
Contoh penarikan kesimpulan secara khusus itu adalah sebagai berikut:
Semua logam dipanasi memuai.
Seng termasuk logam.
Jadi seng jika dipanasi pasti memuai.
Dalam contoh tersebut, proposisi ‘semua logam bila dipanasi akan memuai’ adalah proposisi
yang universal atau umum, dan kesimpulannya seng dipanasi pasti memuai adalah proposisi
yang lebih khusus dibandingkan premisnya. Sifat kesimpulan dengan penalaran deduktif bukan
probabilitas tinggi atau rendah, melainkan langsung benar atau salah. Dalam contoh tersebut,
seng dipanasi pasti memuai adalah keharusan dari premis semua logam dipanasi memuai dan
seng itu termasuk logam.
Penerapan logika berpikir deduktif ini harus melalui setidaknya dua tahap, yaitu:

3
a. Dari pemahaman yang telah digeneralisasi dapat dibuat deduksi mengenai sifat-sifat yang
lebih khusus yang mengalir dari yang umum, tetapi segi khusus ini masih tetap
merupakan pengertian umum.
b. Yang umum, semuanya harus dilihat kembali dalam skala yang individual. Oleh
pemahaman universal tadi, individu disoroti dan dijelaskan. Dengan demikian
generalisasi yang dahulu dikaji kembali, apakah hal itu memang sesuai dengan kenyataan
riil kemudian direfleksi kembali. Sebenarnya dari metode induksi maupun deduksi, tidak
dapat dikatakan yang mana yang lebih dulu. Jadi antara induksi dan deduksi terdapat
suatu lingkaran hermeneutic, dari umu ke khusus dan dari khusus ke umum.3

C. Logika Berpikir Reflektif

Berpikir reflektif (reflective thinking) merupakan bagian dari metode penelitan yang
dikemukakan oleh John Dewey. Pendapat Dewey menyatakan bahwa pendidikan merupakan
proses sosial dimana anggota masyarakat yang belum matang (terutama anak-anak) diajak ikut
berpartisipasi dalam masyarakat. Tujuan pendidikan adalah memberikan kontribusi dalam
perkembangan pribadi dan sosial seseorang melalui pengalaman dan pemecahan masalah yang
berlangsung secara reflektif (Reflective Thinking).
Menurut John Dewey metode reflektif di dalam memecahkan masalah, yaitu suatu proses
berpikir aktif, hati-hati, yang dilandasi proses berpikir ke arah kesimpulan-kesimpulan yang
definitif melalui lima langkah yaitu :

a. Siswa mengenali masalah, masalah itu datang dari luar diri siswa itu sendiri.
b. Selanjutnya siswa akan menyelidiki dan menganalisa kesulitannya dan menentukan
masalah yang dihadapinya.
c. Lalu dia menghubungkan uraian-uraian hasil analisisnya itu atau satu sama lain, dan
mengumpulkan berbagai kemungkinan guna memecahkan masalah tersebut. Dalam
bertindak ia dipimpin oleh pengalamannya sendiri.
d. Kemudian ia menimbang kemungkinan jawaban atau hipotesis dengan akibatnya masing-
masing.

3
Sudarto, Metodologi Penelitian Filsafat, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2002), h. 58-59

4
e. Selajutnya ia mencoba mempraktekkan salah satu kemungkinan pemecahan yang
dipandangnya terbaik. Hasilnya akan membuktikan betul-tidaknya pemecahan masalah
itu. Bilamana pemecahan masalah itu salah atau kurang tepat, maka akan di cobanya
kemungkinan yang lain sampai ditemukan pemecahan masalah yang tepat.

Konsep reflektif dari John Dewey berkenaan dengan kemampuan berfikir reflektif dan
bersikap reflektif. Kemampuan berfikir reflektif terdiri atas lima komponen yaitu:
a. recognize or felt difficulty/problem, merasakan dan mengidentifikasikan masalah;
b. location and definition of the problem, membatasi dan merumuskan masalah;
c. suggestion of posible solution, mengajukan beberapa kemungkinan alternatif solusi
pemecahan masalah;
d. rational elaboration of an idea, mengembangkan ide untuk memecahkan masalah dengan
cara mengumpulkan data yang dibutuhkan;
e. test and formation of conclusion, melakukan tes untuk menguji solusi pemecahan
masalah dan menggunakannya sebagai bahan pertimbangan membuat kesimpulan.4

Sikap reflektif yang tidak dapat dilepaskan dari kemampuan berfikir reflektif, dikembangkan
berdasarkan konsep awal dari Dewey yang telah diperluas dan diaplikasikan oleh beberapa
praktisi di bidang pendidikan guru.
Dalam artikel jurnal Teaching and Teacher Education (vol.12.no.1, Januari 1996), Helen L.
Harrington cs mengemukakan dan mengembangkan tiga komponen sikap reflektif yaitu:

a. Open mindedness atau keterbukaan, sebagai refleksi mengenai apa yang diketahui, dalam
pembelajaran ada tiga pola dasar yaitu pola berfokus pada guru, siswa, dan inklusif;
b. Responsibility atau tanggung jawab, sebagai sikap moral dan komitmen profesional
berkenaan dengan dampak pembelajaran pada siswa saja, siswa dan guru, serta siswa,
guru dan orang lainnya;
c. Wholeheartedness atau kesungguhan dalam bertindak dan melaksanakan tugas, dengan
cara pembelajaran langsung guru, proses interaktif, dan proses interaktif yang kompleks.

4
http://dahli-ahmad.blogspot.com/2011/05/berfikir-reflektif.html

5
Kemampuan berpikir reflektif terdiri dari kemampuan berpikir kritis dan berpikir kreatif
sama seperti kemampuan berpikir lainnya.

a. Berpikir Kritis
Krulik dan Rudnick (NCTM, 1999) mengemukakan bahwa yang termasuk berpikir kritis
adalah berpikir yang menguji, mempertanyakan, menghubungkan, mengevaluasi semua
aspek yang ada dalam suatu situasi ataupun suatu masalah. Sebagai contoh, ketika seseorang
sedang membaca suatu naskah ataupun mendengarkan suatu ungkapan atau penjelasan ia
akan berusaha memahami dan coba menemukan atau mendeteksi adanya hal-hal yang
istimewa dan yang perlu ataupun yang penting. Demikian juga dari suatu data ataupun
informasi ia akan dapat membuat kesimpulan yang tepat dan benar sekaligus melihat adanya
kontradiksi ataupun ada tidaknya konsistensi atau kejanggalan dalam informasi itu. Jadi
dalam berpikir kritis itu orang menganalisis dan merefleksikan hasil berpikirnya. Tentu
diperlukan adanya suatu observasi yang jelas serta aktifitas eksplorasi, dan inkuiri agar
terkumpul informasi yang akurat yang membuatnya mudah melihat ada atau tidak ada suatu
keteraturan ataupun sesuatu yang mencolok.

b. Berpikir Kreatif
Berpikir kreatif adalah suatu kemampuan berpikir yang berawal dari adanya kepekaan
terhadap situasi yang yang sedang dihadapi, bahwa di dalam situasi itu terlihat atau
teridentifikasi adanya masalah yang ingin atau harus diselesaikan. Berpikir kreatif
merupakan keterampilan individu dalam menggunakan proses berpikirnya untuk
menghasilkan suatu ide yang baru, konstruktif, dan baik, berdasarkan konsep-konsep rasional,
persepsi dan intuisi individu.5
Selanjutnya ada unsur originalitas gagasan yang muncul dalam benak seseorang terkait
dengan apa yang teridentifikasi. Hasil yang dimunculkan dari berpikir kreatif itu
sesungguhnya merupakan suatu yang baru bagi yang bersangkutan serta merupakan sesuatu
yang berbeda dari yang biasanya dia lakukan. Untuk mencapai hal ini orang harus melakukan
sesuatu terhadap permasalahan yang dihadapi, dan tidak tinggal diam saja menunggu. Dalam
keadaan yang ideal, manakala siswa dihadapkan (oleh guru) pada suatu situasi, siswa diminta

5
Darmiyati Zuchdi, Humanisasi Pendidikan, (Jakarta:Bumi Aksara, 2010), h. 127

6
untuk melakukan suatu observasi, eksplorasi, dengan menggunakan intuisi serta pengalaman
belajar yang mereka miliki, dengan hanya sedikit panduan atau tanpa bantuan guru (Sobel,
dan Maletsky, 1988). Tetapi pendekatan seperti ini khususnya tidak hanya cocok bagi siswa
yang pandai, namun memberikan suatu pengalaman yang diperlukan bagi mereka di
kemudian hari dalam melakukan penelitian.

D. Logika Berpikir Ilmiah


Berpikir merupakan proses bekerjanya akal, manusia dapat berpikir karena manusia berakal.
Akal merupakan salah satu unsur kejiwaan manusia untuk mencapi kebenrann disamping rasa
dan kehendak untuk mencapai kebaikan “. Dengan demikian, “ ciri utama dari berpikir adalah
adanya abstraksi.6

Maka dalam arti yang luas kita dapat mengatakan berpikir adalah bergaul dengan abstraksi-
abstraksi. Sedangkan dalam arti yang sempit berpikir adalah meletakkan atau mencarai hubungan
atau pertalian antara abstraksi – abstaksi. “ secara garis besar berpikir dapat dibedakan menjadi
dua, yaitu : bepikir alamiah dan berpikir ilmiah.

Berpikir ilmiah adalah landasan atau kerangka bepikir penelitian ilmiah. Untuk melakukan
kegiatan ilmiah secara baik diperlukan sarana penelaahan ilmiah secara teratur dan cermat.
Penguasaan sarana berpikir ilmiah ini merupakan suatu hal yang bersifat imperatif bagi seorang
ilmuwan. Tanpa menguasai hal ini maka kegiatan ilmiah yang baik tak dapat dilakukan.

Ciri-ciri berpikir ilmiah diantaranya sebagai berikut:


a. Harus Objektif
Seorang ilmuwan dituntut harus mampu berpikir objektif atau apa adanya. Seorang yang
berpikir objektif harus selalu menggunakan data yang benar, artinya data tersebut harus
diperoleh dari sumber dan cara yang benar. Sebaliknya, data yang tidak benar adalah data
yang diperoleh dengan cara yang tidak benar pula atau data yang dibuat-buat. Misalnya:
data yang benar yaitu data yang benar-benar sesuai dengan kenyataan yang ada, tidak
lebih dan tidak kurang.

6
http://notokusnoto.blogspot.com/2010/01/metode-berpikir-ilmiah.html

7
b. Rasional atau masuk akal
Orang berpikir ilmiah tidak akan terjebak atau terpengaruh oleh hal-hal yang tidak masuk
akal. Informasi, pendapat atau pandangan baru bagi seseorang yang berpikir ilmiah tidak
segera diterimanya. Mereka akan mencari tahu informasi itu darimana sumbernya, siapa
yang membawa dan kalau perlu diuji terlebih dahulu atas kebenarannya.
c. Terbuka
Seorang yang terbuka adalah selalu siap mendapatkan masukan, baik berupa pikiran,
pandangan, pendapat dan bahkan fakta atau data (informasi) baru dari manapun asal atau
sumbernya. Ia tidak segera manutup diri atau bahkan beranggapan bahwa diri atau
pendapatnyalah yang benar.

8
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dalam metode penelitian, logika dikelompokkan dalam kerangka pikir dan alur pikir ilmiah.
1. Logika Berpikir Induktif
Induktif merupakan bentuk penalaran atau penyimpulan yang berdasarkan pengamatan
terhadap sejumlah kecil hal, atau anggota sesuatu himpunan, untuk tiba pada suatu
kesimpulan yang diharapkan berlaku umum untuk semua hal, atau seluruh anggota himpunan
itu, tetapi yang kesimpulannya hanya bersifat boleh jadi saja atau boleh jadi benar
(probabilitas). Logika induktif merupakan suatu ragam logika yang mempelajari asas
pelajaran yang betul dari sejumlah sesuatu yang khusus sampai pada suatu kesimpulan yang
umum. Jadi dapat disimpulkan bahwa logika berpikir induktif adalah suatu cara atau jalan
berpikir yang dipakai untuk mendapatkan ilmu pengetahuan ilmiah dengan bertitik tolak dari
pengamatan atas hal-hal atau masalah yang bersifat khusus, kemudian menarik kesimpulan
yang bersifat umum.

2. Logika Berpikir Deduktif


Jika induktif adalah suatu bentuk penalaran yang menyimpulkan proposisi umum dari
sejumlah proposisi khusus, maka deduktif adalah mengambil suatu kesimpulan yang
hakikatnya sudah tercakup di dalam suatu proposisi atau lebih. Dengan kata lain, deduktif
sebagai penalaran yang menyimpulkan hal yang khusus dari sejumlah proposisi yang umum.
Sedangkan logika, menganalisis dan merekonstruksikan penalaran. Jadi logika berpikir
deduktif adalah suatu cara atau jalan yang dipakai untuk mendapatkan pngetahuan ilmiah
dengan bertitik tolak dalam pengamatan atas hal-hal atau msalah yang bersifat umum
kemudian menarik kesimpulan yang bersifat khusus.

3. Logika Berpikir Reflektif

Berpikir reflektif (reflective thinking) merupakan bagian dari metode penelitan yang
dikemukakan oleh John Dewey. Pendapat Dewey menyatakan bahwa pendidikan merupakan
proses sosial dimana anggota masyarakat yang belum matang (terutama anak-anak) diajak

ii
ikut berpartisipasi dalam masyarakat. Tujuan pendidikan adalah memberikan kontribusi
dalam perkembangan pribadi dan sosial seseorang melalui pengalaman dan pemecahan
masalah yang berlangsung secara reflektif (Reflective Thinking).

4. Logika Berpikir Ilmiah


Berpikir merupakan proses bekerjanya akal, manusia dapat berpikir karena manusia
berakal. Akal merupakan salah satu unsur kejiwaan manusia untuk mencapi kebenrann
disamping rasa dan kehendak untuk mencapai kebaikan “. Dengan demikian, “ ciri utama
dari berpikir adalah adanya abstraksi. Maka dalam arti yang luas kita dapat mengatakan
berpikir adalah bergaul dengan abstraksi-abstraksi. Sedangkan dalam arti yang sempit
berpikir adalah meletakkan atau mencarai hubungan atau pertalian antara abstraksi – abstaksi.
“ secara garis besar berpikir dapat dibedakan menjadi dua, yaitu : bepikir alamiah dan
berpikir ilmiah.

B. Saran
Dalam penyusunan makalah ini, kami menyadari karena semakin luas pembicaraan semakin
terlihat jelas segi-segi kelemahan dari makalah ini. Tetapi hal itu merupakan sebagai jalan yang
tidak bisa dihindari untuk perbaikan kedepannya. Oleh karena itu, kami tidak menutup diri dari
para pembaca akan saran dan kritik yang sifatnya membangun demi perbaikan dan peningkatan
kualitas penyusunan makalah dimasa yang akan datang. Dan kami berharap, semoga makalah ini
bisa memberikan suatu kemanfaatan bagi kami penyusun dan para pembaca semuanya. Amin.

iii
Daftar Pustaka

http://notokusnoto.blogspot.com/2010/01/metode-berpikir-ilmiah.html.

http://dahli-ahmad.blogspot.com/2011/05/berfikir-reflektif.html

Sudarto. 2002. Metodologi Penelitian Filsafat. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.

Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta.

Sukardi. 2013. Metode Penelitian Pendidikan Tindakan Kelas Implementasi dan


Pengembangannya. Jakarta: Bumi Aksara.

Surajiyo, dkk,. 2005. Dasar-dasar Logika. Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Zuchdi, Darmiyati,. 2010. Humanisasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

iv

Anda mungkin juga menyukai