Anda di halaman 1dari 30

TUGAS LITERASI BUKU

“THE ART OF THINKING CLEARLY”

(RESUME+NARASI)

IHSANU RAMDAN MUSTOFA

5-02 DIV AKUNTANSI REGULER/17

1401170016
THE ART OF THINKING CLEARLY
Pendahuluan

Kegagalan untuk berpikir jernih, atau yang para ahli sebut “kesalahan kognitif”, adalah
penyimpangan sistematis dari pemikiran dan tingkah laku yang optimal, rasional, dan masuk akal. Yang
dimaksud dengan sistematis disini adalah semua kegagalan yang akan dibahas dalam buku ini bukan
hanya kesalahan yang terjadi sesekali saja, melainkan kesalahan yang rutin terjadi, dan polanya terus
berulang dari generasi ke generasi.

Buku ini memuat daftar daftar terkait dengan 99 kesalahan kognitif sistematis yang disertai
dengan beberapa catatan dan anekdot dari sang penulis. Daftar ini memuat sesat pikir yang sudah terjadi
dari zaman dahulu hingga yang terjadi baru baru ini, serta meliputi pengambilan keputusan dalam
investasi, bisnis, hingga kehidupan pribadi. Penulis berharap kita sebagai pembaca dapat belajar untuk
menyadari dan menghindari kesalahan terbesar dalam berpikir, baik dalam kehidupan pribadi, di
lingkungan kerja, atau bahkan di pemerintahan.

1. Anda Harus Mengunjungi Makam: Bias Bertahan Hidup (Survivorship Bias)

Dalam kehidupan, kejayaan akan lebih di ekspos daripada kegagalan. Oleh karena itu secara
tidak sadar kita akan meng overestimate kemungkinan kita untuk sukses, disitulah kita sudah terjerumus
dalam ilusi dan melakukan kesalahan fatal karena tidak menyadari bahwa sangatlah kecil kemungkinan
kita untuk menjadi sukses. Orang orang seperti itu adalah korban dari survivorship bias.

Dibalik sosok orang orang sukses tentunya akan ada banyak sekali orang yang gagal. Namun
media tidak akan mau untuk menggali informasi terkait orang orang yang gagal tersebut karena akan
sangat tidak menarik. Kita sendirilah yang harus menggali informasi tersebut. Tidak akan ada orang
gagal yang membuat buku terkait kegagalan mereka.

Survivorship bias akan menjadi sangat buruk apabila kita berada di pihak yang “dimenangkan”,
bahkan disaat kemenangan itu diraih dengan kebetulan murni, kita akan menemukan kesamaan dari
pemenang lainnya dan mengklaim bahwa itu adalah “faktor kesuksesan” kita. Padahal ketika kita
mengunjungi kuburan dan melihat orang yang gagal ini serta mencari tahu terkait mereka, kita akan
menemukan lebih banyak kesamaan yang kita miliki dengan mereka.

Kesimpulannya, survivorship bias berarti bahwa orang secara sistematik meng overestimate
kemungkinan mereka untuk sukses. Lindungi diri dari sesat pikir tersebut dengan secara berkala
mengunjungi makam. Itu adalah kegiatan yang menyedihkan namun akan menjernihkan pikiran.
2. Apakah Harvard Membuatmu Semakin Pintar (Swimmer Body Illusion)

Dalam kehidupan, atlet olahraga yang hebat itu bukan hanya karena mereka banyak berlatih.
Namun mereka menjadi atlet karena memang mereka sudah memiliki fisik yang sesuai dengan
olahraganya. Sama halnya dengan wanita yang jadi model iklan kosmetik, lalu orang orang percaya
bahwa produk itu yang membuat model tadi menjadi seperti itu. Nyatanya model tersebut memang
sudah terlahir dengan penampilan menarik. Serupa dengan fisik dari atlet olahraga, cantik adalah faktor
untuk membuat orang itu dipilih dan bukanlah hasil.

Ketika kita merasa bingung antara faktor seleksi, kita menjadi mangsa dari apa yang disebut
dengan “swimmer’s body illusion”. Tanpa adanya ilusi ini, semua kegiatan periklanan tidak akan
berguna.

3. Kenapa Kamu Melihat Suatu Bentuk di Awan (Clustering Illusion)

Ketika kita menyadari adanya suatu pola tertentu yang menarik, kita akan merasa sensitif. Maka
munculkan kembali rasa skeptismu. Jika kita menemukan suatu pola, anggaplah itu adalah
keberuntungan semata. Dan apabila itu terlalu bagus untuk menjadi nyata, carilah ahli matematika dan
tes data yang ada secara statistik.

4. Jika 50 Juta Orang Mengatakan Sesuatu yang Bodoh, Itu akan Tetap Bodoh (Social Proof)

Ketika kita melihat kumpulan orang melihat langit, tanpa memikirkan apa artinya hal tersebut
kita akan melihat keatas juga. Hal ini terjadi karena social proof, yaitu kondisi psikologis disaat kita
merasa, bersikap dan berperilaku benar jika kita bertindak sama dengan kebanyakan yang orang lain
lakukan.

Social proof adalah kejahatan di balik bubbles dan kepanikan pasar saham. Itu ada dalam
fashion, teknik manajemen, hobi, agama, pola makan, serta masih banyak bidang lainnya. Industri
periklanan sangat diuntungkan dari kelemahan kita dalam social proof. Ini bekerja dengan baik ketika
situasi tidak jelas (seperti memutuskan di antara berbagai merek mobil, produk pembersih, produk
kecantikan, dan sebagainya, tanpa keuntungan atau kerugian yang jelas), dan di mana orang-orang
"seperti kita" muncul.

Jadi selalu bersikap skeptis ketika suatu perusahaan mengklaim bahwa produk mereka itu lebih
baik dari produk lainnya karena produk mereka itu “paling populer”. Bagaimana suatu produk itu lebih
baik tidak sesimpel karena produk tersebut terjual paling banyak diantara produk saingannya.
5. Kenapa Kamu Harus Melupakan Masa Lalu (Sunk Cost Fallacy)

Ketika kita sedang menonton film, setelah sejam berlalu kita sadar bahwa film itu mengerikan
dan tidak menarik untuk ditonton, namun kita tetap saja menontonnya hingga film itu selesai karena
kita sudah mengeluarkan uang untuk membayar tiket bioskopnya dan tidak ingin menyia-nyiakannya.
Itu adalah salah satu dari kasus sunk cost fallacy yang terjadi di kehidupan kita.

Sunk cost fallacy yang paling berbahaya adalah ketika kita sudah menginvestasikan banyak
waktu, uang, energi, atau cinta pada sesuatu. Investasi ini menjadi alasan untuk melanjutkan, bahkan
jika tujuan sebenarnya sudah hilang. Semakin banyak kita berinvestasi, semakin besar biaya yang harus
ditanggung, dan semakin besar keinginan untuk melanjutkan.

Investor sering menjadi korban dari sunk cost fallacy. Seringkali mereka mendasari keputusan
perdagangan mereka pada harga perolehan. "Saya kehilangan begitu banyak uang dengan saham ini,
saya tidak bisa menjualnya sekarang," kata mereka. Padahal seharusnya harga akuisisi tidak berperan.
Yang penting adalah kinerja masa depan saham. Ironisnya, semakin banyak uang yang hilang, semakin
banyak investor yang cenderung mematuhinya.

Tentu saja, mungkin ada alasan bagus untuk terus berinvestasi dalam sesuatu sebelum
menyelesaikannya. Namun berhati-hatilah karena alasan yang salah, pengambilan keputusan yang
rasional mengharuskan Anda untuk melupakan biaya yang dikeluarkan hingga saat ini. Tidak peduli
berapa banyak yang telah Anda investasikan, hanya penilaian Anda tentang biaya dan manfaat di masa
depan yang penting.

6. Jangan Menerima Minuman Gratis (Reciprocity)

Timbal balik (Reciprocity) adalah strategi bertahan hidup yang sangat berguna, suatu bentuk
manajemen risiko. Tanpanya, manusia dan spesies hewan yang tak terhitung jumlahnya akan lama
punah. Ini adalah inti dari kerja sama antara orang-orang (yang tidak terkait) dan unsur yang diperlukan
untuk pertumbuhan ekonomi dan penciptaan kekayaan. Tanpanya tidak akan ada ekonomi sama sekali.
Itulah sisi timbal balik yang baik.

Namun ada juga sisi buruk dari hubungan timbal balik ini, yaitu pembalasan (retaliation)
dimana ketika orang lain memberi sesuatu pada kita, maka dalam diri kita akan muncul rasa tanggung
jawab untuk membalas pemberian mereka yang mana terkadang kita akan lakukan secara terpaksa
karena sebenarnya kita tidak menginginkan pemberian dari orang tersebut.

Oleh karena itu kita harus menolak sesuatu dari awal apabila kita memang tidak menyukainya
atau bahkan tidak membutuhkannya, hal tersebut akan mengurangi beban tanggung jawab kita kepada
orang lain.
7. Waspadai “Kasus Khusus” (Bias Konfirmasi-Bagian 1)

Bias adalah kecenderungan untuk menafsirkan informasi baru sehingga menjadi selaras dengan
teori, kepercayaan, dan keyakinan kita yang ada. Dengan kata lain, kita menyaring semua informasi
baru yang bertentangan dengan pandangan kita yang ada ("membongkar bukti").

8. Buang Kesayanganmu (Bias Konfirmasi-Bagian 2)

Keyakinan dan filosofi merupakan tempat bias konfirmasi seringkali ditemukan. Kita dapat
menemukannya pada ramalan bintang hingga opini pakar ekonomi. Salah satu profesi yang dirugikan
terkait dengan bias konfirmasi adalah pada wartawan bisnis dimana mereka merumuskan suatu teori
sederhana kemudian didukung dengan beberapa “bukti” berita lalu menganggapnya selesai. Bukti bukti
ini tentunya disaring yang sesuai dengan teori saja, sedangkan sisi kontradiktif nya diabaikan.

Hal ini perlu diwaspadai mengingat zaman sekarang begitu kuatnya arus informasi dan berita
serta opini dari para penulisnya. Ditakutkan terdapat bias konfirmasi sehingga dapat menyesatkan
pandangan publik atas suatu kejadian atau berita. Kita dapat jumpai ketika membaca berita lewat media
daring (online), apabila kita sering membaca berita sejenis yang kita sukai secara terus menerus, maka
algoritmanya akan membuat kita akan selalu direkomendasikan berita berita yang tidak jauh berbeda
dengan berita sebelumnya, sehingga kita tidak dapat menemukan berita lain yang kontradiktif.

9. Jangan Tunduk pada Otoritas (Authority Bias)

Otoritas menginginkan pengakuan dan terus-menerus mencari cara untuk menegaskan status
mereka. Beberapa atribut dipakai untuk menunjukkan identitas mereka. Orang-orang akan tunduk dan
patuh pada orang yang memiliki otoritas. Bias otoritas sudah terjadi sejak lama, dimana seorang
penguasa akan selalu dituruti baik perkataan maupun perbuatannya, padahal terkadang hal tersebut
tidak selamanya benar namun kita tidak berani dan tidak berbuat apa apa.

10. Tinggalkan Teman Supermodelmu di Rumah (Contrast Effect)

Efek kontras (contrast effect) merupakan suatu keadaan dimana kita menilai sesuatu itu indah,
mahal, atau besar jika di hadapan kita ada sesuatu yang jelek, murah, atau kecil, walaupun sebenarnya
bisa jadi tidak demikian. Efek kontras dapat terjadi ketika kita melihat potongan harga. Produk yang
mengalami diskon dari harga $100 menjadi $70 seolah memiliki nilai yang lebih baik dari pada produk
yang selalu berharga $70. Ini adalah strategi pemasaran yang dapat membuat suatu produk menjadi
lebih laku..

Dalam kehidupan pribadi, jika Anda sedang mencari pasangan, jangan pernah pergi dengan
ditemani teman-teman Anda yang supermodel; memiliki wajah yang sangat tampan atau cantik. Orang
akan memandang Anda lebih tidak menarik daripada yang sebenarnya. Pergilah sendiri, atau lebih baik
lagi: ajak dua teman Anda yang buruk rupa.
11. Alasan Kita Lebih Memilih Peta yang Salah daripada Tanpa Peta Sama Sekali: Bias
Ketersediaan

Bias ketersediaan (availability bias) adalah dimana kita menciptakan gambaran dunia
menggunakan contoh-contoh yang paling mudah untuk kita ingat, Kita lebih memilih informasi yang
salah daripada tidak ada informasi sama sekali. Seringkali kita melebih-lebihkan risiko menjadi korban
kecelakaan pesawat, kecelakaan mobil, atau pembunuhan dan cenderung meremehkan risiko kematian
akibat diabetes, kanker, depresi, atau hal-hal yang tidak terlalu spektakuler. Hal ini disebabkan karena
informasi yang spektakuler tersebut tersedia lebih banyak (dan mudah diakses) dibandingkan informasi
yang kurang spektakuler.

Profesi dokter sering mengalami bias ketersediaan ini, ketika ia menemui pasien yang belum ia
ketahui secara pasti cara untuk menyembuhkan penyakitnya, maka ia akan memberi penanganan seperti
yang biasa ia lakukan terhadap pasien sebelumnya yang sembuh karena penanganannya. Padahal
mungkin saja ada jenis penanganan lainnya yang lebih mujarab secara spesifik terhadap penyakit
pasiennya ini.

Untuk mencegah diri kita agar tidak berlarut larut dalam bias ketersediaan, kita harus banyak
menghabiskan waktu dengan orang lain dengan banyaknya variasi sudut pandang dan pola pikir,
terkadang mereka memiliki lebih banyak pengalaman dan pengetahuan atas masalah yang kita hadapi,
masukan dari mereka dapat membantu kita mengatasi bias ketersediaan yang kita alami.

12. Kenapa “No Pain, No Gain” Harus Diatur Lagi: Sesat Pikir “Buruk Dulu Baru Baik”

Sesat pikir “buruk dulu baru baik” (it’ll-get-worse-before-it-gets-better fallacy) adalah variasi
pada bias konfirmasi dimana kita meyakini bahwa untuk mendapatkan sesuatu yang lebih baik, harus
ada masa-masa buruk yang dilalui. Atau kita diminta untuk percaya bahwa setelah masa-masa sulit
berakhir akan ada kemudahan, padahal kenyataannya bisa jadi tidak demikian dan malah akan menjadi
semakin buruk lagi.

Logika semacam ini sering digunakan dan bekerja dengan baik, dimana apabila suatu hal telah
diprediksi bahwa akan menjadi buruk dulu hingga selanjutnya akan menjadi baik, ketika hal tersebut
benar terjadi, prediksinya menjadi benar. Dalam kasus dimana hal tersebut secara tak terduga menjadi
sangat baik, maka orang yang menggunakan jasa konsultasinya tadi akan senang, dan pakar yang
melakukan prediksi tadi akan menghubungkan hal tersebut dengan kecakapannya. Dalam berbagai hal,
pakar ini akan untung.
13. Kisah Sejati Hanyalah Dongeng: Bias Cerita

Kita ingin hidup kita membentuk pola yang dapat diikuti dengan mudah. Kita senang
menghubungkan rincian yang bercampur aduk menjadi suatu cerita yang indah. Mungkin jika kita
membuka catatan keseharian yang pernah kita tulis dulu, hidup kita tidak mengikuti garis lurus yang
mengarah ke hari ini, tapi merupakan rangkaian kejadian-kejadian dan pengalaman-pegalaman yang
tidak terencanakan dan tidak berhubungan. Tidak seperti yang ada pada novel fiksi maupun berita
terhangat yang dilebih lebihkan kronologisnya, karena suatu karangan tulisan seperti ini akan semakin
menarik bila menyajikan sisi entertaining dari suatu kejadian dan akan menonjolkan hal tersebut
dibandingkan dengan fakta yang relevan.

Ketika kita mendengar suatu cerita, tanyakan dulu pada diri sendiri: Siapa pengirimnya, apa
intensinya, dan apa yang sedang ia sembunyikan dari cerita tersebut. Elemen yang dihilangkan tersebut
bisa jadi tidak memiliki relevan dengan ceritanya. Tapi elemen tersebut bisa jadi lebih relevan jika
dibandingkan dengan elemen yang disediakan pada cerita, seperti ketika menjelaskan terkait krisis
keuangan atau penyebab dari perang; yang biasanya akan dilebih lebihkan dari kejadian aslinya.

14. Sebaiknya Simpanlah Catatan Harian: Bias Kilas Balik

Bias kilas balik (hindsight bias) adalah salah satu kekeliruan yang paling banyak terjadi. Kita
dapat dengan persis menggambarkannya sebagai fenomena “sudah kukatakan kepadamu”, dalam kilas
balik, semua hal terlihat jelas dan tak terelakkan. Bias itu dapat membuat kita menganggap diri kita
sebagai peramal yang lebih hebat daripada yang sebenarnya, membuat kita menjadi arogan mengenai
pengetahuan kita dan akhirnya terlalu banyak mengambil risiko.

15. Alasan Anda Secara Sistematis Menilai Terlalu Tinggi Pengetahuan dan Kemampuan Anda:
Efek Terlalu Percaya Diri

Efek terlalu percaya diri (overconfidence effect) merupakan efek yang terjadi ketika kita dalam
menentukan suatu hal dilakukan dengan rasa percaya diri yang berlebihan, efek yang terjadi adalah kita
jadi berpikir bahwa kita mengetahui lebih banyak tentang sesuatu, padahal sebenarnya kita tidak
mengetahui sebanyak itu. Efek ini dapat terjadi pada ramalan, misalnya performa bursa saham selama
satu tahun atau keuntungan perusahaan selama tiga tahun. Secara sistematis kita menilai terlalu tinggi
pengetahuan dan kemampuan kita untuk meramal. Fakta mengejutkan dari efek ini adalah para ahli
bahkan lebih menderita efek terlalu percaya diri ini dibandingkan kaum awam karena mereka merasa
lebih banyak tahu terkait sesuatu yang ternyata kenyataannya tidak sebanyak itu, beda dengan orang
awam yang memang tidak tahu terkait sesuatu tersebut sehingga apa yang mereka pikir mereka tahu
dengan kenyataan yang sebenarnya mereka ketahui tidak berbeda jauh.

16. Jangan Tanggapi Pembaca Berita dengan Serius: Pengetahuan Sopir


Menurut Charlie Munger, salah satu investor terhebat di dunia, ada dua tipe pengetahuan. Yang
pertama adalah pengetahuan nyata/sebenarnya, yaitu pengetahuan atas sesuatu yang memang benar-
benar kita pahami dan kuasai karena sudah didalami selama bertahun tahun. Yang kedua adalah tipe
pengetahuan sopir (chauffeur’s knowledge), yaitu pengetahuan milik mereka yang telah belajar untuk
tampil, biasanya mereka berpenampilan menarik dan menghafal teks. Keduanya ini mirip jika
ditampilkan di publik sehingga kita semakin sulit untuk membedakan pengetahuan yang sebenarnya
dengan “pengetahuan sopir”.

17. Anda Mengendalikan Lebih Sedikit daripada yang Anda Kira: Ilusi Kendali

Ilusi kendali (illusion of control) adalah kecenderungan untuk percaya bahwa kita dapat
mempengaruhi sesuatu yang sebenarnya sudah jelas bahwa tidak kita kuasai. Oleh karena itu, fokuslah
hanya kpada hal penting yang benar benar dapat kita kuasai atau pengaruhi, dan masa bodoh dengan
yang lain.

18. Jangan Bayar Pengacara dengan Tarif Per Jam: Kecenderungan Tanggapan Super terhadap
Insentif

Contoh kecenderungan tanggapan super terhadap insentf (incentive super-response tendency)


adalah ketika orang-orang menanggapi insentif dengan melakukan apa yang paling menguntungkan
bagi dirinya. Yang perlu dicatat, pertama, adalah betapa cepat dan radikalnya perilaku manusia berubah
karena adanya insentif atau diubahnya insentif; dan kedua, fakta bahwa manusia bereaksi semata mata
hanya terhadap insentif dan bukan kepada tujuan lebih besar yang mendasarinya.

19. Meragukan Keahlian Dokter, Konsultan, dan Psikoterapis: Regresi Menuju Rata-rata

Delusi regresi menuju rata-rata (regression to mean) dapat terjadi manakala kita mengalami
suatu kondisi ekstrem yang kemudian kembali kepada kondisi normalnya. Misalnya wilayah Anda
mengalami musim dingin yang sangat hebat. Kemungkinannya termperatur akan meningkat dalam
beberapa hari yang akan datang, semua kejadian yang terjadi dalam tahun itu hanya berkutat diantara
angka rata-rata, oleh karena itu bisa jadi cuaca di daerah tersebut menjadi sangat dingin, sangat panas,
atau seimbang saja. Contoh yang lain ada di Boston, sekolah-sekolah dengan prestasi paling rendah
dimasukkan ke dalam program dukungan yang kompleks. Tahun berikutnya, peringkat sekolah tersebut
meningkat, dan peningkatan itu dihubungkan pemerintah dengan program dukungan, bukan regresi
menuju rata-rata yang alami.
20. Jangan Pernah Menilai Keputusan dari Hasilnya: Bias Hasil

Bias hasil (outcome bias) adalah suatu sesat pikir dimana kita cenderung mengevaluasi
keputusan berdasarkan hasil, dibandingkan proses memutuskan. Kekeliruan ini juga dikenal sebagai
“kesalahan ahli sejarah”. Jangan pernah menilai suatu keputusan hanya dari hasilnya, terutama jika
keacakan dan “faktor eksternal” sangat berperan. Hasil yang buruk tidak otomatis menandakan
keputusan yang buruk, dan sebaliknya. Jadi daripada merasa frustasi mengenai keputusan yang salah,
atau memuji diri sendiri untuk sesuatu yang mungkin secara kebetulan mengarahkan Anda kepada
sukses, ingatlah mengapa Anda memilih apa yang Anda lakukan.

21. Lebih Sedikit adalah Banyak: Paradoks Pilihan

Bila dibandingkan dengan zaman dahulu, pada masa sekarang ini kita memiliki lebih banyak
pilihan. Banyaknya pilihan dapat membuat kita senang, akan tetapi sering kali banyaknya pilihan dapat
mengarah pada buruknya kualitas hidup. Hal ini disebut paradoks pilihan (paradox of choice).
Banyaknya pilihan dapat mengarahkan pada kelumpuhan jiwa dan keputusan yang lebih buruk.

22. Anda Menyukai Saya, Anda Sangat, Sangat Menyukai Saya: Bias Menyukai

Joe Girard, seorang salesman mobil paling paling sukses di dunia, mempunyai kiat sukses,
bahwa dalam menjual apapun, tidak ada yang lebih efektif daripada membuat pembeli percaya, sangat
percaya, bahwa kita menyukai dia dan peduli dengan dia. Bias menyukai (liking bias) dapat diartikan
bahwa semakin kita menyukai seseorang, semakin cenderung kita membeli darinya atau menolong
orang tersebut. Yang membuat Multi-Level Marketing berhasil adalah karena bias menyukai.

23. Efek Berpegangan pada Sesuatu: Efek Keengganan Melepaskan

Efek keengganan melepaskan (endowment effect) terjadi ketika kita merasa sesuatu menjadi
lebih berharga ketika kita memilikinya. Misalnya dalam real estate, penjual menjadi terikat secara
emosional pada rumahnya dan secara sistematis menghargainya lebih tinggi. Mereka tak peduli dengan
harga pasar dan berharap pembeli membayar lebih, benar-benar aneh karena kelebihan itu sebenarnya
hanyalah nilai sentimental. Dapat dikatakan bahwa kita lebih baik dalam mengumpulkan sesuatu
daripada membuangnya, sehingga kita sangat sulit melepaskan apa yang kita miliki. Dalam hal
pelelangan, seringkali kita melihat kutukan pemenang (the winner’s curse): penawar yang menang
ternyata rugi secara ekonomi ketika ketahuan terlalu bersemangat dan menawar terlalu tinggi.

Kesimpulannya adalah jangan terlalu “berpegang” pada sesuatu. Anggap barang milik kita itu
sesuatu yang “alam semesta” berikan untuk sementara kepada kita. Ingatlah bahwa alam dapat
mengambilnya (atau lebih dari yang kita miliki) dalam sekejap.
24. Peristiwa Langka yang Tak Terelakkan: Kebetulan

Kita harus dapat membedakan dua peristiwa yang terjadi itu apakah karena adanya hubungan
sebab-akibat atau hanya kebetulan semata. Kita cenderung tersandung saat memperkirakan
kemungkinan. Jika seseorang berkata “tidak pernah” bukan berarti kemungkinannya nol, tapi mungkin
sangat kecil di atas nol. Kata “tidak pernah” tidak dapat dikompensasi dengan kemungkinan negatif.
Jangan terlalu bersemangat. Kebetulan yang langka memang seperti adanya, yaitu jarang, tapi masih
mungkin terjadi.

25. Bencana Keselarasan: Pemikiran Berkelompok

Pemikiran berkelompok (groupthink) terjadi saat sekelompok orang-orang yang cerdas


membuat keputusan yang sembrono karena semua orang menyesuaikan pendapat mereka dengan apa
yang dianggap mufakat. Pemikiran berkelompok adalah cabang dari pengakuan sosial. Profesor
psikologi Irving Janis mempelajari banyak kegagalan dan menyimpulkan bahwa kegagalan mempunyai
pola yang sama, yaitu anggota kelompok yang erat dapat menumbuhkan semangat kelompok dengan
ilusi-ilusi. Salah satu fantasi itu adalah keyakinan bahwa mereka tidak akan terkalahkan dan yang paling
benar. Selain itu, muncul ilusi suara bulat, dimana jika semua yang lain memliki pendapat yang sama,
maka pandangan yang berbeda pasti salah.

Maka jika kita memimpin satu kelompok, tunjuk seseorang sebagai devil’s advocate (pihak
yang berlawanan). Orang tersebut tidak akan menjadi yang paling populer di dalam kelompok, tapi
mungkin yang paling penting. Hal ini membuat kita bisa memperoleh sudut pandang lain yang kadang
kadang bisa menjadi jawaban terbaik dari semua persoalan yang ada.

26.Alasan Anda Lebih Memilih Mega Triliun: Mengabaikan Kemungkinan

Terkadang kita lebih bereaksi pada besarnya suatu kejadian tapi tidak pada kemungkinannya.
Dengan kata lain, kita kekurangan naluri untuk memahami kemungkinan. Istilah yang tepat untuk ini
adalah mengabaikan kemungkinan (neglect of probability), dan dapat mengarahkan pada kesalahan-
kesalahan dalam pengambilan keputusan. Selain itu, sering juga terjadi “bias risiko nol” dimana
penurunan 1% ke 0% dianggap lebih dahsyat jika dibandingkan dari 5% ke 2% yang sebenarnya nilai
penurunannya lebih besar. Peneliti di Universitas Chicago juga telah menunjukkan bahwa manusia
sama takutnya terhadap peluang 99% dengan peluang 1% tertular racun kimia, sebuah reaksi yang tidak
rasional namun umum terjadi.
27. Mengapa Kue Terakhir dalam Toples Menggiurkan: Kekeliruan Kelangkaan

“Langka itu berharga” menimbulkan kekeliruan kelangkaan (scarcity error). Kalimat-kalimat


promosi seperti “selama persediaan masih ada” atau “hanya hari ini” membuat efek seolah barang yang
sedang dipromosikan tersebut langka dan berharga sehingga kita harus segera membelinya. Dalam
istilah psikologi, ada yang disebut sebagai “reaktans” dimana ketika kita kehilangan pilihan, tiba-tiba
kita menganggapnya lebih menarik. Mirip seperti tindakan membangkang, dan dikenal pula dengan
“efek Romeo dan Juliet” yang karena cintanya dilarang, cinta yang tragis di antara mereka itu tidak
mengenal batas. Kesimpulannya adalah reaksi tipikal terhadap kelangkaan adalah berhentinya pikiran
jernih. Nilailah produk dan layanan hanya berdasarkan harga dan keuntungannya, seharusnya tidak
penting jika barang barang itu menghilang dengan cepat.

28. Jika Anda Mendengar Bunyi Berderap, Jangan Harapkan Zebra: Pengabaian Rata-rata
Dasar

Mark adalah seorang laki-laki dari Jerman bertubuh kurus, berkacamata, serta senang
mendengarkan Mozart. Mana yang paling mungkin? (a) Dia seorang supir truk atau (b) dia seorang
profesor sastra di Frankfurt. Sebagian besar akan menjawab B, dan itu salah. Di Jerman ada sepuluh
ribu kali lebih banyak supir truk daripada profesor sastra di Frankfurt.

Deskripsi rinci membuat kita mengabaikan realita statistik. Peneliti menyebut kesalahan ini sebagai
pengabaian rata-rata dasar (base-rate neglect). Kenyataannya, semua wartawan, ahli ekonomi, dan
politikus dapat secara rutin terjebak di dalamnya.

29. “Keseimbangan Alam” Adalah Omong Kosong: Sesat Pikir Penjudi

Orang percaya pada “keseimbangan alam” bahwa sesuatu harus berubah. Ini adalah sesat pikir
penjudi (gambler’s fallacy), yaitu pada kejadian-kejadian terpisah, tidak ada kekuatan yang
menyeimbangkan, kita dibuat berpikir bahwa apabila ada kejadian janggal yang secara sangat misterius
terjadi secara terus menerus, kita secara tidak sadar akan berharap bahwa selanjutnya akan terjadi
kejadian yang berlawanan dengan kejadian sebelumya, supaya keseimbangan alam padahal. Ingatlah
bahwa keping koin tidak dapat mengingat berapa kali dia memunculkan gambar pada sisi atas ketika
ditos.

Jika sebuah koin ditos 50 kali dan semuanya menampakkan angka, untuk tos berikutnya apakah
tebakan Anda? Mungkin Anda berharap agar tos berikutnya memunculkan gambar (sesat pikir penjudi).
Akan tetapi ada jebakan lainnya yakni deformation professionnelle klasik dari ahli matematika: Akal
sehat akan memberitahukan Anda bahwa angka adalah pilihan yang lebih bijaksana, karena koinnya
mungkin diakali.
30. Alasan Roda Keberuntungan Membuat Kepala Kita Berputar: Jangkar

Jika kita harus menebak sesuatu, misalnya panjang sungai Missisippi atau kepadatan penduduk
di Rusia, kita menggunakan “jangkar” (anchor), maksudnya adalah kita akan mulai dengan sesuatu
yang kita yakini dan dari situ berspekulasi ke dalam wilayah yang asing. Bagaimana lagi cara kita
melakukannya? Pilih saja satu angka dari dalam kepala kita? Itu tidak rasional. Sayangnya, kita juga
menggunakan “jangkar” saat kita tidak membutuhkannya.

31. Cara Mengambil Kekayaan Orang: Induksi

Pemikiran induktif (inductive thinking) adalah kecenderungan untuk menarik kepastian


universal atau mengambil kesimpulan yang akan terus berlaku secara umum dari pengamatan
individual. Bias seperti “Saham ini mungkin tidak akan pernah jatuh harganya.” Terlebih memang
seperti itu kejadiannya setiap hari hingga dapat menarik Anda untuk berinvestasi banyak pada saham
itu, dan Anda akan begitu terkejut ketika harga sahamnya tiba-tiba jatuh.

32. Mengapa Sesuatu yang Buruk Lebih Mencolok daripada yang Baik: Menghindari Kerugian

Beberapa penelitian telah membuktikan bahwa satu kerugian memiliki bobot sekitar dua kali
keuntungan dengan nilai yang sama. Hal ini disebut menghindari kerugian (loss aversion). Tak hanya
perihal kerugian, sesuatu yang bersifat negatif (keburukan) dapat lebih mencolok atau lebih berbobot
daripada hal yang positif (kebaikan).

33. Bekerja Kelompok Membuat Malas: Kemalasan Sosial

Kemalasan sosial (social loafing) terjadi ketika usaha individu tak terlihat secara langsung dan
bercampur dalam usaha kelompok. Mengapa harus memberi semua energi ketika hanya setengahnya
saja sudah cukup atau ketika ada orang lain yang bisa mengerjakannya? Kemalasan sosial dapat
menyebabkan implikasi-implikasi seperti misalnya di dalam kelompok kita cenderung untuk menahan
diri, bukan hanya dalam hal partisipasi, melainkan juga dalam hal akuntabilitas/tanggung jawab.

34. Tersandung Selembar Kertas: Pertumbuhan Eksponensial

Kita memahami pertumbuhan linear secara intuitif (memahami sesuatu tanpa melalui penalaran
rasional dan intelektualitas). Tapi kita tidak memiliki pemahaman atas pertumbuhan eksponensial (atau
persentase) karena masih belum terbiasa dengan pertumbuhan semacam ini, bahkan orang pada zaman
dahulu hampir tidak pernah bersentuhan dengan pertumbuhan eksponensial, misalnya ketika mereka
menghabiskan waktu dua kali lebih banyak untuk bekerja, maka mereka akan mendapat dua kali lipat
hasilnya, sesederhana itu. Pertumbuhan seperti populasi, inflasi, atau tingkat kecelakaan bisa saja lebih
mencengangkan daripada yang kita duga.
35. Kendalikan Antusiasme Anda: Kutukan Pemenang

Kutukan pemenang (winner’s curse) menyatakan bahwa pemenang lelang sering kali berakhir
sebagai yang kalah, maksudnya kalah disini adalah kedepannya dia tidak menjadi sukses disebabkan
oleh biaya yang dikeluarkan untuk memenangkan lelang terlalu besar dibandingkan dengan nilai asli
dari barangnya. Beberapa perusahaan yang memenangkan tender suatu proyek juga kadang merayakan
kemenangannya terlalu mahal. Mengapa kita jatuh sebagai korban kutukan pemenang? Pertama, nilai
sejati banyak hal tidaklah jelas. Selain itu, semakin banyak pihak yang tertarik, semakin besar
kemungkinannya terjadi penawaran yang terlalu “antusias”. Kedua, kita ingin mengalahkan pesaing
sehingga kadang apa yang kita korbankan terlalu berlebihan dari yang seharusnya.

36. Jangan Pernah Tanyakan Seorang Penulis Apakah Novelnya Autografi: Kesalahan Atribusi
Dasar

Kesalahan atribusi dasar (fundamental attribution error) menggambarkan kecenderungan


untuk menilai terlalu tinggi pengaruh individu dan menganggap enteng faktor-faktor eksternal dan
situasional. Kita kadang menilai sesuatu yang terjadi pada seseorang diakibatkan oleh faktor internal
orang tersebut, dan cenderung mengabaikan faktor lain di luar itu. Kemenangan atau keberhasilan
berkat si X atau kejatuhan perusahaan akibat ulah si Y, dan seterusnya.

37. Jangan Percaya Burung Bangau: Sebab-Akibat yang Salah

Suatu hubungan bukan berarti selalu sebab-akibat. Cermati kejadian-kejadian yang


berhubungan, kadang-kadang apa yang disebut sebagai sebab ternyata adalah akibat dan sebaliknya.
Dan kadang-kadang tidak ada hubungannya sama sekali, seperti contohnya hubungan antara kelahiran
bayi dan jumlah pasangan bangau di Jerman yang keduanya menurun. Apakah ini artinya bangau benar-
benar mengantarkan bayi? Tentu saja tidak.

38. Mengapa Mereka yang Berpenampilan Menarik Lebih Cepat Mendaki Tangga Karier: Efek
Silau

Efek silau (halo effect) terjadi ketika satu aspek tunggal menyilaukan kita dan mempengaruhi
cara kita melihat keseluruhan gambar. Efek silau selalu terjadi dengan cara yang sama, dimana kita
mengambil fakta atau rincian yang mudah diperoleh atau yang sangat luar biasa, seperti situasi finansial
perusahaan, dan menarik kesimpulan yang sulit untuk dipastikan, seperti keunggulan manajemennya
atau kelayakan strateginya, yang sebenarnya kesimpulan ini tidak dapat ditemukan secara mudah hanya
dengan melihat satu fakta dari perusahaan itu saja. Suatu ciri (misalnya kecantikan, status sosial, usia)
menghasilkan kesan positif atau negatif yang bersinar melebihi yang lain, dan efek keseluruhannya
menjadi tidak seimbang. Efek silau dapat mengarah pada ketidakadilan yang luar biasa, dan bahkan
pada stereotipe, ketika kebangsaan, jenis kelamin, atau ras menjadi pertimbangan utama. Untuk
menetralkannya, singkirkan faktor yang mencolok.
39. Selamat! Anda Menang Russian Roulette: Jalur Alternatif

Jalur alternatif (alternative path) adalah semua dampak yang seharusnya dapat terjadi tapi
tidak. Jalur alternatif kadang tak terlihat sehingga kita jarang merenungkannya. Sukses yang dihasilkan
dari jalan berisiko (memenangkan permainan rolet Rusia misalnya), bagi orang yang berpikir rasional,
tidak senilai dengan sukses yang dicapai dengan cara yang “membosankan” (misalnya profesi seperti
akuntan, pengacara, atau pegawai).

40. Nabi Palsu: Ilusi Ramalan

Ada dua jenis peramal, yaitu mereka yang tidak tahu, dan mereka yang tidak tahu bahwa mereka
tidak tahu. Berdasarkan penelitian yang mengevaluasi puluhan prediksi/ramalan dari orang orang yang
mengaku dirinya seorang professional dalam meramal, hasil dari ramalan mereka hanya sedikit lebih
baik daripada orang yang meramal asal-asalan saja. Maka, bersikaplah kritis terhadap ramalan. Insentif
apa yang dimiliki sang ahli? Seberapa baik tingkat kesuksesannya?

41. Tipuan Kasus Khusus: Sesat Pikir Konjungsi

Sesat pikiran konjungsi (conjuction fallacy) berperan ketika satu bagian terlihat lebih besar
daripada keseluruhan, yang berdasarkan definisi tidak mungkin terjadi. Kita adalah mangsa empuk sesat
pikir konjungsi karena kita memiliki ketertarikan bawaan kepada cerita-cerita yang “harmonis” atau
“masuk akal”. Bahkan para ahli tidak kebal terhadap sesat pikir ini. Kahneman yakin terdapat dua tipe
berpikir: Yang pertama intuitif otomatis, dan langsung. Yang kedua sadar, rasional, lambat, melelahkan,
dan logis. Sayangnya, pemikiran intuitif menarik kesimpulan terlebih dahulu jauh sebelum pikiran yang
sadar.

42. Bukan Apa yang Anda Katakan, Melainkan Cara Anda Mengatakannya: Pembingkaian

Suatu pesan, jika dikomunikasikan dengan cara yang berbeda, maka akan diterima dengan cara
yang berbeda pula. Dalam psikologi, teknik ini disebut pembingkaian (framing). “Penghalusan istilah”
adalah tipe populer pembingkaian. Sadari bahwa apapun yang Anda komunikasikan mengandung
beberapa elemen pembingkaian, dan fakta itu (bahkan jika Anda mendengarnya dari teman yang
dipercaya atau membacanya di dalam koran terkenal) juga tunduk pada efek tersebut.

43. Alasan Menonton dan Menunggu Terasa Menyiksa: Bias Aksi

Bias aksi (action bias) adalah sesat pikir dimana kita merasa bahwa kita harus tampil aktif,
bahkan jika tidak ada hasilnya. Penelitian Michael Bar-Eli yang mengevaluasi ratusan tendangan penalti
dalam permainan sepak bola menyatakan bahwa penjaga gawang menjadi korban bias aksi. Mereka
lebih memilih untuk bergerak ke lain arah ketimbang hanya berdiam diri di tengah gawang ketika bola
ditendang oleh pihak lawan. Bias aksi makin kuat di situasi baru atau tidak jelas. Para investor pemula
kadang bertingkah hiper-aktif mengawasi pergerakan investasinya.
44. Alasan Anda Adalah Solusi –Atau Masalahnya: Bias Kelalaian

Bias kelalaian (omission bias) muncul apabila jika kita bertindak ataupun tidak bertindak,
konsekuensinya yang kejam. Hal ini yang dapat menyebabkan adanya perbedaan perasaan pada dua
skenario berbeda namun berujung pada hal yang sama: a) teman Anda terpeleset dan jatuh ke jurang
namun Anda tidak bertindak apapun atau memanggil bantuan, dan gagal menyelematkan nyawanya, b)
Anda mendorong dengan sengaja teman Anda ke jurang hingga meninggal. Entah mengapa dengan
sengaja memilih untuk tidak bertindak apapun kelihatannya tidak seburuk tindakan yang mirip.

45. Jangan Salahkan Aku: Bias Mementingkan Diri

Bias mementingkan diri (self-serving bias) adalah ketika kita mengaitkan sukses kepada diri
kita sendiri dan kegagalan kepada faktor-faktor eksternal. Penjelasan paling sederhana atas bias ini
adalah rasa menyenangkan dan tidak ada kerugian besar.

46. Hati-hati dengan yang Anda Harapkan: Treadmill Hedonis

Efek treadmill hedonis ini adalah dimana kita bekerja keras, maju, dan mampu membeli lebih
banyak barang yang bagus, tapi itu tidak membuat kita lebih bahagia. Tips mengatasi efek ini: (a)
hindari hal-hal negatif yang tidak akan bisa terasa biasa seperti perjalanan bolak-balik, bunyi berisik,
atau stres kronis. (b) harapkan hanya kebahagiaan jangka pendek dari hal-hal material seperti mobil,
rumah, memenangkan lotere, bonus, dan hadiah. (c) kejarlah sebanyak mungkin waktu luang dan
kebebasan karena efek positif yang bertahan lama biasanya datang dari apa yang Anda lakukan secara
aktif. Ikuti passion Anda, bahkan jika Anda harus kehilangan sebagian pendapatan Anda untuk
melakukannya.

47. Jangan Kagum Akan Keberadaan Anda: Bias Seleksi-Diri

Seringkali kita mengeluh apabila kesialan datang pada kita, dan bertanya tanya mengapa kita
yang harus mengalami semuanya. Setiap kita mengeluh mengenai nasib buruk, kita harus waspada
terhadap apa yang disebut dengan bias seleksi diri (self-selection bias). Bias ini membuat kita berpikir
untuk menyeleksi diri kita sendiri tanpa melihat lingkungan sekitar. Misalnya ada seorang lelaki yang
mengeluh karena wanita di perusahaannya terlalu sedikit lalu merasa dirinya kurang beruntung. Padahal
memang secara statistik didaerah itu menunjukkan bahwa proporsi laki-laki memang lebih besar
dibandingkan perempuan.

48. Mengapa Pengalaman Dapat Merusak Penilaian Anda: Bias Asosiasi

Otak kita adalah mesin penghubung. Jika kita memakan buah yang tidak dikenal dan setelah
itu kita merasa sakit perut, maka kedepannya kita akan menghindari buah itu dan memberi label beracun
atau setidaknya tidak enak pada buah tersebut. Dari sini pengetahuan kita datang, yang tentunya tidak
benar jika kita menggeneralisasi bahwa buah itu pasti rasanya seperti itu. Hubungan ini dan mungkin
beberapa hubungan lain bisa saja palsu, adalah hasil dari bias asosiasi (association bias) yang dapat
mempengaruhi kualitas dari keputusan kita.

49. Waspadalah Ketika Sesuatu Awalnya Baik: Keberuntungan Pemula

Cabang bias asosiasi yang menjebak: Menciptakan hubungan (palsu) dengan masa lalu. Penjudi
di kasino mengenalnya dengan baik; mereka menyebutnya keberuntungan pemula (beginner’s luck).
Mereka yang baru pertama bermain dan menang di ronde-ronde pertama merasa dirinya memiliki
kemampuan di atas rata-rata, dan para amatir itu menaikkan taruhannya. Keuntungan luar biasa yang
mereka dapatkan saat itu tidak ada hubungannnya dengan kemampuan mereka bermain. Dan akhirnya
dia akan menghabiskan banyak uangnya.

50. Kebohongan Kecil yang Manis: Disonansi Kognitif

Disonasi kognitif (cognitive dissonance) merupakan sebuah bias yang terjadi dengan
menafsirkan kembali apa yang terjadi secara retrospektif. Misalnya kita mebeli sebuah barang dan tak
lama kemudian kita menyesal telah membelinya karena ternyata Anda menemukan beberapa
“kesalahan”. Mengembalikan barang tersebut membuat Anda seolah bersalah dan mengakui bahwa
keputusan yang Anda ambil tidak benar, tentunya kita tidak mau hal ini terjadi, dan pihak penjual tidak
akan mengembalikan uangnya secara utuh. Sebagai gantinya, Anda membuat beberapa pembenaran
atas kesalahan tersebut sehingga anda tetap percaya diri dengan keputusan yang Anda ambil.

51. Jalani Setiap Hari Seakan Itu Hari Terakhir Anda –Tapi Hanya Setiap Hari Minggu: Diskon
Hiperbolis

Diskon hiperbolis (hyperbolic discounting) penjelasannya adalah , semakin dekat suatu hadiah,
semakin tinggi “suku bunga emosional” kita meningkat dan kita semakin bersedia menyerah sebagai
imbalannya. Kita sangat bereaksi subjektif dan tidak konsisten terhadap suku bunga. Sebagian besar
orang akan rela menunggu untuk mendapatkan $1,100 dalam waktu 13 bulan ketimbang $1,000 dalam
waktu 12 bulan. Akan tetapi, orang-orang lebih memilih untuk mendapatkan $1,000 sekarang daripada
$1,100 satu bulan lagi.

52. Alasan Payah Apa Saja: Pembenaran “Karena”

Jika seseorang ingin menyela antrian dengan alasan bahwa dirinya sedang terburu-buru, kita
seringkali mengizinkan mereka untuk menyelak antrian. Adanya alasan untuk kita berbuat sesuatu baik
yang benar maupun tidak, memberikan kesan pembenaran atas kalimat itu. Ketika kita memberi
pembenaran atas tindakan kita, kita akan mendapat lebih banyak toleransi dan pertolongan.
53. Putuskan Lebih Baik –Putuskan Lebih Sedikit: Kelelahan Keputusan

Mengambil keputusan itu melelahkan. Setelah semua pertimbangan, perbandingan, dan


penilaian, kita kelelahan. Sains menyebutnya kelelahan keputusan (decision fatigue). Kelelahan
keputusan dapat menyebabkan buruknya keputusan yang akan kita ambil. Jika Anda merasa lelah,
sebaiknya jangan segera mengambil keputusan, beristirahat dan isi ulang gula darah Anda.

54. Maukah Anda Mengenakan Baju Hangat Hitler?: Bias Penularan

Bias penularan (contagion effect) menggambarkan bagaimana kita tidak mampu mengabaikan
hubungan yang kita rasakan dengan beberapa hal tertentu, apakah mungkin dari masa lalu atau hanya
berhubungan secara tidak langsung (seperti dengan foto-foto). Jika kita tidak mau mengenakan baju
hangat Hitler hanya karena kita takut tertular sifatnya, ini jelas sangat konyol karena sebenarnya tidak
ada hubungan yang nyata, hanya perasaan kita saja yang membuat hubungan itu.

55. Alasan Tidak Ada yang Namanya Perang Rata-rata: Masalah Rata-rata

Berhubungan dengan rata-rata adalah usaha yang berisiko karena seringkali menutupi distribusi
yang utama (sebaran angka-angka sebenarnya). Beberapa ekstrem mendominasi distribusi dan konsep
rata-rata menjadi tidak berguna, misalnya rata rata 50 orang random memiliki kekayaan $54.000, lalu
Bill Gates dimasukkan ke kumpulan 50 orang itu, yang mana kekayaannya sebesar $59 miliar, sehingga
rata ratanya 51 orang ini menjadi $1,9 miliar. Peningkatan yang drastis dan tidak mencerminkan
distribusi yang benar benar terjadi. Jika seseorang meggunakan kata “rata-rata”, berpikirlah dua kali.
Coba cari tahu distribusi dasarnya. Jika hampir tidak ada pengaruh anomali tunggal, konsepnya masih
bermanfaat.

56. Cara Bonus Menghancurkan Motivasi: Serbuan Motivasi

Uang tidak selalu memotivasi. Bahkan di dalam banyak kasus, justru kebalikannya. Sains
memberi nama fenomena ini: serbuan motivasi (motivation crowding). Ketika seseorang melakukan
sesuatu untuk maksud baik, bukan alasan keuangan (bisa dikatakan karena kebaikan dalam hidupnya),
maka pembayaran dapat menggagalkan maksud baik itu.

57. Jika Tidak Ada yang Ingin Anda Katakan, Jangan Katakan Apa-apa: Kecenderungan
Omong Kosong

Dalam kecenderungan omong kosong (twaddle tendency), kata-kata dalam jumlah besar
digunakan untuk menyamarkan kemalasan intelektual, kebodohan, atau gagasan yang tidak
dikembangkan. Jika digunakan bersama bias otoritas, omong kosong semacam itu bisa sangat
berbahaya.
58. Cara Meningkatkan IQ Rata-rata di Dua Negara Bagian: Fenomena Will Rogers

Efek “migrasi bertahap” atau fenomena Will Rogers, mengikuti nama komedian Amerika dari
Oklahoma, berasal dari perkataannya bahwa orang Oklahoma yang pindah ke California meningkatkan
rata-rata IQ kedua negara bagian tersebut. Jadi angka yang dimainkan disini hanya angka rata-ratanya
saja. Strategi pemindahan atau pertukaran seperti itu tidak mengubah apapun secara keseluruhan,
namun menciptakan ilusi yang mengagumkan.

59. Jika Anda Punya Musuh, Beri Dia Informasi: Bias Informasi

Bias informasi (information bias) dalam kasus ekstrem dapat menyebabkan khayalan bahwa
semakin banyak informasi yang kita miliki akan menjamin keputusan yang lebih baik. Padahal dalam
kenyataannya, kita pasti sering mengalami saat kita ingin membeli suatu pakaian, kita sudah
menemukan satu pakaian yang menarik, lalu kita mencari informasi tambahan terkait pakaian lainnya
untuk mendapatkan pakaian yang lebih cocok, hingga akhirnya sudah dapat banyak informasi dan kita
tetap memilih pakaian yang pertama. Dalam kasus ini informasi yang banyak tidak membantu kita
mendapat keputusan yang lebih baik, malah banyak waktu yang terbuang secara percuma untuk mencari
informasi tersebut.

60. Sakitnya Menyenangkan: Pembenaran Upaya

Pembenaran upaya (effort justification) merupakan suatu bias ketika kita menyalurkan banyak
energi ke dalam suatu pekerjaan, kita cenderung menilai hasilnya terlalu tinggi. Pembenaran upaya
adalah kasus istimewa dari disonansi kognitif.

61. Mengapa Hal Kecil Terasa Besar: Hukum Jumlah Kecil

Hukum jumlah kecil (law of small numbers) merupakan suatu bias atas proporsi suatu kejadian
yang dibandingkan dengan total populasi yang kecil, sehingga perubahan jumlah unit populasi sedikit
saja membuat proporsi atas suatu kejadian berubah secara signifikan.

62. Tangani dengan Hati-hati: Ekspektasi

Bagaimana reaksi kita terhadap harapan-harapan pribadi? Ada yang namanya “efek plasebo”
(placebo effect), dimana pil dan terapi yang sepertinya tidak akan meningkatkan kesehatan, tapi malah
berefek demikian. Ekspektasi itu tak berwujud tapi efeknya terlihat nyata. Ekspektasi memiliki
kekuatan untuk merubah kenyataan. Kita tidak dapat hidup tanpa adanya ekspektasi dalam diri kita,
namun kita dapat menyesuaikan penggunaannya dengan hati hati. Tingkatkan ekspektasi terhadap diri
kita dan orang orang yang kita cintai, maka hal ini akan meningkatkan motivasi, lalu kurangi ekspektasi
terhadap sesuatu yang tidak dapat kita kendalikan, seperti harga saham.
63. Perangkap Kecepatan di Depan! : Logika Sederhana

Dalam beberapa kasus, bagian otak kita yang bersifat intuitif dan cepat muncul terlebih dahulu
ketimbang sistem yang lebih rasional dan berjalan lambat. Hal ini disebabkan karena berpikir rasanya
melelahkan daripada merasakan: Pemikiran rasional membutuhkan lebih banyak tekad daripada hanya
menyerah kepada intuisi.

64. Cara Membongkar Tipuan: Efek Forer

Orang-orang cenderung untuk mengidentifikasi sifat-sifat mereka sendiri ke dalam deskripsi


universal, seperti membenarkan ramalan astrologi, astroterapi, tulisan tangan, bioritme, dan sebagainya.
Sains menamakan kecenderungan ini sebagai efek Forer. Mengapa hal ini dapat terjadi? Pertama,
sesuatu yang kita lihat (seperti ramalan tentang kita) merupakan hal yang sangat umum dan
berhubungan dengan semua orang. Selain itu, terdapat pula bias konfirmasi: kita menerima apa saja
yang sesuai dengan citra pribadi kita dan tanpa sadar menyaring semua hal lainnya ke luar.

65. Pekerjaan Sukarela adalah untuk Burung: Kebodohan Relawan

Kebodohan relawan (volunteer’s folly) adalah sebuah fenomena dimana seseorang rela menjadi
relawan dengan melakukan suatu pekerjaan namun dia tidak memiliki keterampilan yang memadai atau
ada cara lain yang lebih baik. Contoh dari sesat pikir ini adalah ketika ada seorang fotografer
professional dengan gaji $500 per jam, saat itu dia merenungi hidupnya karena ia bekerja hanya untuk
dirinya sendiri, dia ingin lebih kontribusi kepada masyarakat. Lalu ada organisasi yang menawarkan
kita untuk membantu pembangunan semacam habitat bagi spesies yang dilindungi. Yang seharusnya ia
lakukan adalah bekerja sebagai fotografer lebih giat lalu menyewa tukang kayu handal untuk membuat
habitat spesies tersebut, dan juga berdonasi kepada organisasi untuk pemeliharaan habitatnya. Namun
kemungkinan besar orang akan memilih untuk menjadi relawan dan membuat habitatnya padahal dia
tidak ahli di bidang tersebut.

66. Alasan Anda Menjadi Budak Emosi Anda: Heuristik Afeksi

Kita adalah keturunan pembuat keputusan cepat, dan kita bergantung kepada jalan pintas
mental yang disebut heuristik. Salah satu yang paling populeradalah heuristik afeksi (affect heuristic).
Afeksi adalah penilaian sementara, yaitu sesuatu yang Anda sukai atau tidak sukai. Baik kita suka atau
tidak, kita adalah boneka emosi kita. Kita membuat keputusan yang rumit dengan berkonsultasi kepada
perasaan kita, bukan pikiran kita.

67. Ragukanlah Diri Anda Sendiri: Ilusi Introspeksi

Introspeksi tidak dapat diandalkan. Ketika kita menganalisis diri kita sendiri, kita membuat-
buat hasilnya. Keyakinan bahwa refleksi berujung pada kebenaran atau ketepatan disebut ilusi
introspeksi (introspection illusion). Ini bukan sekadar cara pikir yang menyesatkan. Karena kita begitu
yakin akan keyakinan kita, kita mengalami tiga reaksi saat seseorang tidak sependapat dengan kita.
Reaksi 1: Asumsi ketidakpedulan. Reaksi 2: Asumsi kebodohan. Reaksi 3: Asumsi niat jahat.

68. Bakarlah Kapal Anda: Ketidakmampuan Menolak

Kita terobsesi dengan banyaknya peluang yang datang pada waktu bersamaan,
mempertimbangkan semua peluang, dan menjadi terbuka atas segalanya. Namun itu dapat
menghancurkan kesuksesan kita dengan mudah. Kita harus belajar menolak peluang. Ambillah
keputusan terencana untuk mengabaikan kemungkinan tertentu, dan ketika pilihan itu datang, cari tahu
apakah pilihan tersebut ada di daftar jangan-kejar Anda.

69. Abaikan yang Baru: Neomania

Neomania adalah maniak terhadap segala sesuatu yang berkilau dan baru. Kita melihat betapa
cepatnya sebuah produk canggih bermunculan ke permukaan lalu tenggelam begitu saja dalam waktu
yang singkat. Ada yang baru, ada yang hilang. Namun semakin hari siklus ini semakin cepat. Dan
membuat perilaku manusia menjadi semakin konsumtif.

70. Mengapa Propaganda Berhasil: Efek Pesan Tahan Lama

Fenomena efek pesan tahan lama (sleeper effect) terjadi karena dalam ingatan kita, sumber
pesan memudar lebih cepat daripada pesan itu sendiri. Dengan kata lain, otak Anda dengan cepat
melupakan asal informasi . Sementara, pesan itu sendiri memudar secara perlahan atau malah bertahan
lama. Jangan menerima saran apapun yang datang tanpa diminta, sekalipun saran itu terlihat bermaksud
baik. Hindari sumber yang ternodai iklan. Cobalah untuk mengingat semua sumber pendapat yang Anda
terima, dan cek apa kepentingan mereka.

71. Alasan Tidak Pernah Ada Perlombaan Dua Kuda Saja: Buta Alternatif

Buta alternatif (alternative blindness) adalah suatu keadaan dimana kita secara sistematis lupa
untuk membandingkan tawaran terbaik dengan alternatif terbaik berikutnya. Kadang kita tidak
menyadari bahwa ada alternatif terbaik kedua di antara pilihan-pilihan sehingga kita cenderung melihat
sesuatu sebagai yang terbaik dan sisanya sebagai sesuatu yang tidak baik.

72. Alasan Kita Mengincar Pesaing: Bias Perbandingan Sosial

Bias perbandingan sosial (social comparison bias) adalah kecenderungan untuk menolak
memberikan bantuan kepada orang yang mungkin mengalahkan Anda, sekalipun Anda bakal terlihat
sebagai orang bodoh pada akhirnya.
73. Mengapa Kesan Pertama Menipu: Efek Pertama dan Efek Baru

Efek pertama (primary effect) adalah kecenderungan untuk memberikan perhatian pada hal-hal
pertama yang disebutkan, diucapkan, dilihat, atau diamati sehingga menimbulkan bias atas observasi
hal-hal selanjutnya. Efek pertama tidak selalu menjadi pelaku dalam kesan pertama yang menipu, bisa
jadi pelaku lainnya adalah kesan terbaru (recency effect). Semakin baru informasinya, semakin baik kita
mengingatnya. Kesimpulannya adalah kesan pertama dan terakhir lebih mendominasi dibandingkan
informasi ditengah-tengahnya.

74. Alasan Anda Tak Mampu Mengalahkan Buatan Rumah (Not Invented Here Syndrome)

Sindrom tidak-diciptakan-di-sini (NIH syndrome) adalah sindrom yang membuat kita berpikir
segala yang kita ciptakan sendiri tidak bisa terkalahkan. Sindrom NIH membuat Anda jatuh cinta
dengan gagasan Anda sendiri. Di tingkat masyarakat, sindrom NIH dapat memiliki dampak serius. Kita
mengabaikan gagasan cerdas hanya karena gagasan tersebut berasal dari kebudayaan lain.

75. Cara Mendapatkan Untung dari Peristiwa Langka: Angsa Hitam

Angsa hitam menjadi simbol peristiwa langka (improbable). Fenomena anjloknya pasar saham
pada tangal 19 Oktober 1987 disebut oleh Nassim Taleb sebagai Angsa Hitam (Black Swan). Angsa
hitam adalah peristiwa yang tak terpikirkan yang mempengaruhi kehidupan Anda, karier Anda,
perusahaan Anda, dan negara Anda.

Ada hal-hal yang kita ketahui (“known facts”), ada hal yang tidak kita ketahui (“known
unknowns”), dan ada hal yang kita tidak ketahui bahwa kita tidak tahu (“unknown unknowns”). Yang
terakhir ini disebut dengan angsa hitam. Angsa hitam semakins ering muncul tanpa peringatan dan
cenderung lebih berpengaruh, entah itu positif maupun negatif. Maka ada baiknya adalah kita terus
berusaha dan konsisten pada pekerjaan supaya akan memperbesar kemungkinan kejadian angsa hitam
yang positif kepada kita , serta kurangi kemungkinan angsa hitam yang negative dengan menghindari
utang, investasi tabungan sekonservatif mungkin, dan beradaptasi dengan standar kehidupan sekarang.

76. Ilmu Tidak Dapat Ditransfer: Ketergantungan Ranah

Ketika berpidato di hadapan para investor, jika kita menggunakan contoh-contoh dari bidang
keuangan, mayoritas akan segera mengerti. Namun ketika memberikan contoh dari bidang biologi,
mereka kebingungan. Pengetahuan tidak dapat ditularkan dengan baik dari satu bidang ke bidang lain.
Efek ini disebut ketergantungan ranah (domain dependence). Fenomena yang sering terjadi misalnya
kegagalan mentransfer ilmu dari dunia akademisi (seperti pengetahuan yang kita dapat di dunia
perkuliahan) ke dunia nyata.
77. Mitos Satu Pemikiran: Efek Konsensus Palsu

Kita sering kali menilai terlalu tinggi kesamaan pendapat dengan orang lain dengan meyakini
bahwa orang lain pasti berpikir dan merasakan sama seperti kita. Sesat pikir ini dikenal dengan efek
konsensus palsu (false consensus effect). Efek konsensus palsu tumbuh dalam kelompok kepentingan
dan fraksi politik yang secara konsisten menganggap kepentingan mereka populer. Berbeda dengan
pengakuan sosial, efek konsensus palsu tidak melibatkan pengaruh luar.

78. Anda Benar Sejak Awal: Penyangkalan Sejarah

Kita menghindari bukti memalukan kekeliruan kita dengan tanpa sadar menyesuaikan
pandangan masa lalu agar sesuai dengan kondisi sekarang. Terkadang ada beberapa memori yang masih
sangat melekat kuat dalam ingatan kita. Para ahli psikologi menyebutnya “memori lampu kilat”
(flashbulb memories), dan memori itu terasa sama tidak meragukannya dengan foto.

79. Alasan Anda Mengidentifikasi Diri dengan Tim Sepakbola (In-group Out-group Bias)

Bias dalam-kelompok luar-kelompok (in-group out-group bias) dapat terbentuk berdasarkan


kriteria kecil, bahkan sepele. Orang-orang yang mempunyai kesamaan kriteria seolah menjadi bagian
dari kelompok kita (in-group) sementara yang lainnya adalah bukan bagian dari kelompok atau luar-
kelompok (out-group). Stereotipe dan prasangka terhadap kelompok luar dapat timbul akibat bias ini.

80. Perbedaan Antara Risiko dan Ketidakpastian: Penolakan Ambiguitas

Kita diberikan dua buah kotak, A dan B, yang masing-masing berisi 100 bola. Kotak A
mempunyai 50 bola merah dan 50 bola hitam. Dalam kotak B terdapat bola merah dan bola hitam namun
jumlahnya tidak diketahui. Kita diminta untuk memilih satu kotak lalu mengambil satu bola dari kotak
tersebut. Jika bola yang kita dapatkan berwarna merah maka kita akan mendapatkan hadiah 100 dollar.
Kotak mana yang akan kita pilih? Mayoritas orang akan memilih kotak A.

Asumsikan Anda memilih kotak A dan Anda menang 100 dollar. Permainan berlanjut, namun
kali ini peraturannya adalah hadiah 100 dollar adalah untuk bola hitam yang berhasil di dapatkan. Kotak
mana yang akan dipilih? Paling mungkin Anda akan memilih kotak A lagi. Namun ini tidak logis,
karena ketika pengambilan yang pertama kita mengambil bola merah di kotak A, berarti kita
mengasumsikan bahwa di kotak B memiliki bola merah lebih sedikit dan bola hitam lebih banyak, oleh
karena itu harusnya pada pengambilan yang kedua kita mengambil bola hitam. Namun kenyataannya
kita akan cenderung memilih kotak A karena jumlah dari masing-masing bola lebih diketahui.

Paradoks Ellsberg memberikan bukti empiris bahwa kita lebih menyukai peluang yang
diketahui daripada peluang yang tidak diketahui. Risiko berarti kemungkinannya diketahui, sementara
ketidakpastian berarti kemungkinannya tidak diketahui.
81. Mengapa Anda Memilih Status Quo: Efek Standar

Efek standar (default effect) membuat kita menjadikan masa lalu sebagai setelan standar
sehingga kita memperpanjang dan memurnikan status quo. Selain kenyamanan, penolakan kerugian
juga berperan dalam bias status quo. Baik efek standar maupun efek status quo, keduanya
mengungkapkan bahwa kita punya kecenderungan kuat untuk berpegang pada situasi yang berlaku
sekarang, sekalipun situasi itu merugikan kita.

82. Alasan “Kesempatan Terakhir” Membuat Kita Panik: Takut Menyesal

Kita akan merasa lebih menyesal ketika kita salah mengambil keputusan secara aktif daripada
secara pasif, dalam kasus pembelian saham, si A memilih untuk bertahan dengan saham X membuatnya
kehilangan $1200 apabila dia menjual saham X lalu beli saham Y. Si B justru menjual saham Y untuk
membeli saham X, sehingga sama-sama kehilangan keuntungan yang harusnya bisa didapat sebesar
$1200 juga, ketika dihadapkan dengan dua kasus seperti ini, lebih banyak orang akan berkata bahwa
orang B lebih merasa menyesal daripada A, padahal keduanya mengalami kerugian yang sama.

Di dunia nyata, tidak selalu orang yang bertindak aktif akan menyesal lebih berat. Terkadang,
memilih untuk tidak bertindak justru menjadi penyesalan yang lebih berat. Takut menyesal dapat
membuat kita bertindak irasional. Takut menyesal (fear of regret) mencegah kita membuang barang
yang tidak lagi kita butuhkan. Takut menyesal menjadi sangat menjengkelkan ketika digabung dengan
tawaran “kesempatan terakhir”. Tawaran ini menyebabkan kita tidak memiliki kesempatan lagi dilain
waktu, sehingga apabila kita tidak melakukan apa apa, kesempatan ini akan hilang.

83. Rincian Menarik Membuat Kita Buta: Efek Menonjol

Efek menonjol (salience effect) memastikan bahwa ciri luar biasa menerima perhatian yang
jauh lebih banyak dari yang pantas didapatkannya. Kita selalu mengingat pengecualian yang tidak
menyenangkan, terlebih lagi pengecualian yang khususnya menonjol, seperti misalnya promosi seorang
wanita menjadi CEO sebuah perusahaan. Efek menonjol mempengaruhi tidak hanya cara kita
menerjemahkan masa lalu, tapi juga cara kita membayangkan masa depan.

84. Uang Bukan Hanya Uang: Efek Uang Panas

Uang bukan hanya sekadar kertas, uang diselimuti selubung emosional. Kita memperlakukan
uang yang kita menangkan, temukan, atau warisi dengan lebih gegabah daripada uang yang diperoleh
dengan susah payah.
85. Alasan Resolusi Tahun Baru Tidak Berhasil: Penundaan

Penundaan (procrastination) adalah kecenderungan untuk menunda tindakan penting yang


tidak menyenangkan. Seringkali orang cepat menyerah ketika baru pertama atau kedua kalinya
melakukan sesuatu sehingga banyak resolusi tahun baru yang tidak tercapai, seperti rajin berolahraga
ke gym, diet, membaca buku, dan sebagainya.

86. Bangun Istana Anda Sendiri: Iri

Iri menciptakan rantai perilaku yang tidak rasional. Kita tidak menyukai seseorang, kita tidak
mau membantunya, bahkan ekstrimnya, kita bisa saja berusaha untuk menghancurkannya. Iri adalah
sifat buruk yang paling bodoh karena tidak ada untungnya. Iri seringkali tertukar dengan cemburu,
meskipun reaksi yang dihasilkan serupa. Subjek rasa iri adalah benda (status, uang, kesehatan, dsb.).
Subjek rasa cemburu adalah perilaku orang ketiga. Bagaimana meredakan rasa iri? Pertama, berhenti
membandingkan diri kita dengan orang lain. Kedua, carilah “lingkaran kompetensi” dan isi dengan hal-
hal yang memang menjadi keahlian kita.

87. Alasan Anda Lebih Menyukai Novel daripada Statistik: Personifikasi

Dalam sebuah percobaan yang dilakukukan oleh Paul Slovic, para responden menyumbang
lebih banyak uang untuk amal ketika diperlihatkan foto seorang bocah kurus dengan mata mengiba dari
Malawi. Hal yang mengejutkan adalah angka sumbangan turun hingga 50% ketika yang diperlihatkan
adalah statistik tentang kelaparan di Malawi, bahwa lebih dari 3 juta anak mengalami kekurangan gizi.

Kita lebih terpicu oleh orang nyata, gambaran yang jelas atas suatu kejadian, namun tidak
dengan statistik. Waspadalah ketika Anda menjumpai cerita-cerita humanis. Mintalah fakta dan
distribusi statistik dibaliknya.

88. Anda Tidak Tahu Apa yang Anda Abaikan: Ilusi Perhatian

Ilusi perhatian (illusion of attention) menyatakan bahwa kita yakin bahwa kita menyadari segala
yang terjadi di depan kita. Namun pada kenyataannya kita seringkali hanya melihat apa yang ada dalam
fokus kita. Ilusi perhatian bisa sangat berbahaya, misalnya pada saat menelepon sambil menyetir.
Apabila lengah sedikit saja, habis sudah nyawa kita.

89. Omong Kosong: Omong Besar Strategis

Omong besar strategis (strategic misrepresentation) maksudnya adalah semakin besar hal yang
dipertaruhkan, semakin besar penyataan kita. Hal ini terjadi misalnya saja pada sebuah megaproyek
dengan nilai yang sangat tinggi. Ketika kita ditanya kapan kita dapat menyelesaikannya, kita menjawab
dengan mantap, meskipun tidak demikian kondisi yang sesungguhnya.
90. Di mana Tombol untuk Mematikan?: Berpikir Berlebihan

Pada dasarnya, jika kita berpikir berlebihan, kita menutup pikiran dari pertimbangan kata hati.
Seorang pegolf profesional sedang berada di final kejuaraan golf. Sebelumnya ia sudah bermain tanpa
cela hingga hole terakhir. Ia berpikiran berlebihan, gugup, dan pada akhirnya ia justru bermain seperti
seoranga amatiran. Dalam kondisi tertentu, saat tertekan misalnya, kadang emosi lebih mendominasi
dibandingkan pikiran rasional yang jernih.

91. Alasan Anda Terlalu Banyak Bekerja: Sesat Pikir Perencanaan

Sesat pikir perencanaan (planning fallacy), istilah yang disebut Daniel Kahneman, adalah suatu
keadaan dimana kita terlalu tinggi menilai kemampuan kita dalam melaksakan tugas. Ketika kita
memulai hari dengan daftar yang ingin kita kerjakan, seberapa banyak di antaranya yang berhasil kita
kerjakan? Semua? Setiap hari? Kebanyakan orang mencapai kondisi langka itu sebulan sekali karena
rencananya tergolong ambisius dan tidak masuk akal.

Sesat pikir perencanaan khususnya terlihat kala sekelompok orang bekerja sama. Kelompok
menilai tinggi durasi dan manfaat, tetapi secara sistematik meremehkan biaya dan risiko. Mengapa kita
tidak punya bakat perencanaan? Pertama, kita terlalu berharap. Kita ingin berhasil dan meraih segalanya
yang kita kerjakan. Kedua, kita terlalu berfokus pada proyek, dan mengabaikan pengaruh luar.

92. Yang Memegang Palu Hanya Melihat Paku: Deformasi Profesional

Kata Mark Twain, “Jika peralatan Anda hanyalah palu, semua masalah Anda adalah paku.”
Kutipan tersebut menyimpulkan deformasi prefesional (deformation profesionelle) dengan sempurna.
Singkatnya adalah jika kita menanyai seseorang mengenai inti masalah tertentu, biasanya mereka
menghubungkannya dengan wilayah keahlian mereka sendiri. Jika kita membawa suatu masalah yang
kita alami kepada seorang ahli, jangan harap solusi terbaik secara menyeluruh, karena dia hanya bisa
memberi solusi atas keahlian mereka.

93. Misi Berhasil: Efek Zeigarnik

Kita jarang melupakan tugas yang belum selesai: kita membiarkannya terus ada di dalam
kesadaran kita dan tidak mengizinkannya pergi, menarik-narik kita seperti anak kecil, sampai kita
memberikan perhatian. Di sisi lain, begitu kita menyelesaikan pekerjaan dan memberi tanda selesai
pada daftar mental kita, pekerjaan itu terhapus dari ingatan kita. Inilah yang disebut efek Zeigarnik.

94. Perahu Lebih Penting daripada Dayung: Ilusi Keterampilan

Ilusi keterampilan (illusion of skill) membuat kita bertanya apakah kesuksesan yang kita raih
adalah hasil keterampilan kita sendiri ataukah hanya kebetulan. Kerja keras maupun keahlian bukanlah
kriteria kunci untuk sukses. Keduanya perlu, tapi tidak cukup.
95. Alasan Daftar Cek Menipu Anda: Efek Fitur Positif

Ketiadaan lebih sulit dideteksi daripada kehadiran. Dengan kata lain, kita lebih megutamakan
apa yang ada dibanding apa yang tidak ada. Inilah yang disebut efek fitur positif (feature-positive
effect): apa yang ada berarti lebih besar dibandingkan apa yang tidak ada. Efek ini mempunyai
konsekuensi bahwa kita jauh lebih terbuka kepada nasihat positif (lakukan X) daripada kepada saran
negatif (lupakan tentang Y), tidak peduli kemungkinan betapa bergunanya yang terakhir.

96. Menggambar Sasaran di Sekitar Panah: Tebang Pilih

Menurut Nassim Thaleb, tebang pilih (cherry picking) adalah memilih ciri yang paling menarik
dan menyembunyikan sisanya. Misalnya saja situs web suatu hotel hanya menampilkan sisi kemewahan
dan gambar-gambar yang indah, namun tidak menampilkan pipa bocor atau ruangan sarapan yang
membosankan.

97. Perburuan Kambing Hitam: Sesat Pikir Penyebab Tunggal

Ketika apel matang dan jatuh, apa yang membuatnya jatuh? Apakah karena tertarik ke tanah,
apakah karena batang yang layu, apakah karena matahari membuatnya kering, karena beratnya
bertambah, karena angin menggoyangnya, karena nak laki-laki yang berdiri di bawah ingin
memakannya? Penyebabnya bukan satu hal.

Sesat pikir pengebab tunggal (fallacy of the single cause) membuat kita selama ini percaya
bahwa hanya ada satu alasan tunggal, kita akan selalu bisa melacak kemenangan atau bencana dikaitkan
dengan satu faktor tertentu, dan membuat faktor tersebut menjadi bertanggung jawab atas seluruh
kejadian tersebut.

98. Mengapa Pengendara Ugal-Ugalan Terlihat Sebagai Pengemudi yang Lebih Aman:
Kesalahan Niat Memperbaiki

Hati-hati terhadap penelitian yang menyatakan bahwa pengemudi ugal ugalan menyetir dengan
lebih aman dibandingkan dengan pengemudi yang berhati-hati, atau perusahaan yang memiliki utang
di neraca keuangan secara signifikan lebih menguntungkan daripada perusahaan-perusahaan yang tidak
memiliki utang (hanya ekuitas), atau pengembangan obat baru secara signifikan menurunkan angka
kematian pasien. Ini bisa jadi merupakan kekeliruan yang disebut kesalahan niat-memperbaiki
(intention-to-treat error). Berjaga-jagalah dengan selalu memeriksa apakah subjek penelitian (seperti
pengemudi yang mengalami kecelakaan, perusahaan yang bangkrut, atau pasien yang sakit kritis) telah
-untuk alasan apapun- menghilang dari sampel. Jika iya, kita harus membuang hasil penelitian itu.
99. Tidak Usah Membaca Berita: Ilusi Berita

Apakah kita perlu mengetahui semua kejadian yang terjadi di dunia ini? Berdasarkan
pengalaman pribadi dari pembuat buku ini, selama tiga tahun ia berhenti membaca dan mendengarkan
berita, namun ia tetap tidak melewatkan sesuatu yang penting dari jejaring sosial nyata (buka sosial
media seperti Facebook). Hasil yang didapatkannya adalah: pikiran yang lebih jernih, pandangan yang
lebih berharga, keputusan-keputusan yang lebih baik, dan lebih banyak waktu.

Beberapa alasan yang muncul untuk menjaga jarak dengan berita adalah: pertama, otak kita
berekasi secara tidak seimbang kepada tipe informasi yang berbeda. Banyak berita yang merangsang
reaksi kita seperti cerita yang mencengkeram atau “fakta-fakta” sensasional. Kedua, berita tidaklah
relevan untuk mengambil keputusan –hidup Anda, karier Anda, atau bisnis Anda. Ketiga, berita hanya
membuang-buang waktu.

Sesat pikir itu memang sering terjadi pada hidup kita. Namun setelah membaca buku ini, maka
harusnya kita menjadi paham akan apa hal yang harus dilakukan dan tidak boleh dilakukan agar dapat
meminimalisasi terjadinya sesat pikir dalam kehidupan kita masing-masing.
NARASI BUKU THE ART OF THINKING CLEARLY
Awal mengetahui adanya buku ini, saya benar- benar tertarik untuk membaca bukunya karena
saya penasaran mengapa ada begitu banyak sekali Logical Fallacy atau yang biasanya disebut juga
dengan sesat pikir, padahal selama ini saya tidak menyadarinya. Setelah membaca buku ini saya baru
sadar bahwa ternyata saya pun juga sering terjerumus kepada sesat pikir yang ada pada buku ini, mulai
dari kehidupan diri pribadi, keluarga, teman teman, sampai pada orang lain. Selain yang saya alami
sendiri, saya juga mengamati orang lain selain saya juga mengalaminya. Baik mengamati secara
langsung maupun dengan melihat berita ataupun media sosial.

Dalam kehidupan diri pribadi, saya sering mengalami kejadian-kejadian dan melakukan sesat
pikir persis seperti yang disampaikan pada buku ini, namun pemikiran-pemikiran yang muncul di kepala
saya dulunya tidak saya anggap sebagai sesat pikir, karena saya merasa apa yang saya pikirkan ini sudah
benar dan sesuai dengan logika pemikiran yang seharusnya berlaku. Saya ingin awali cerita pengalaman
saya dimulai dari ketika saya mulai mendaftar dan masuk kedalam dunia perkuliahan, karena tentunya
bila saya tarik lagi kronologisnya lebih jauh kebelakang, akan semakin banyak pengalaman sesat pikir
yang saya alami dan tidak mungkin saya ceritakan semua pada narasi ini.

Dimulai dari senior yang memberikan informasi terkait dengan pengalaman mereka di dunia
perkuliahan, mereka menceritakan hal-hal yang menarik saja tertarik dengan kehidupan kuliah mereka
dan melebih-lebihkan hal yang menarik tersebut. Waktu itu para senior dari PKN STAN menceritakan
semua hal yang menarik di kampus, seperti keuntungan masuk PKN STAN yang bebas dari biaya UKT,
pekerjaan terjamin, idaman mertua, dan keuntungan-keuntungan lainnya, selain itu mereka juga
menyampaikan terkait dengan fasilitas yang didapatkan di kampus, seperti kelas yang ber-AC dan
tempat duduk nyaman, lalu ada perpustakaan dan poliklinik, serta berbagai fasilitas yang menarik.
Hampir semua hal yang menarik tentang PKN STAN telah mereka ceritakan, namun ketika ada yang
bertanya terkait apa “nggak enak” nya di PKN STAN, mereka tidak menjelaskan semuanya secara
terperinci, dan terkesan membuat hal-hal yang tidak menyenangkan itu bukan merupakan suatu
hambatan yang berarti ketika kuliah di PKN STAN. Disini saya lalu tidak mencari informasi lebih lanjut
lagi dari cerita para senior tersebut, sehingga saya langsung mantap untuk mendaftar ke PKN STAN.
Saya terjerat dalam bias cerita yang menganggap cerita dari para senior ini mencerminkan realita yang
sebenarnya, padahal realita yang sebenarnya tidak mungkin hanya berjalan lurus begitu saja. Pasti akan
ada elemen lainnya yang mungkin kurang relevan apabila dimasukkan kedalam cerita yang
menyenangkan dari para senior ini, namun elemen ini bisa jadi malah lebih relevan jika dibandingkan
dengan elemen yang disediakan pada cerita, seperti sistem Drop Out di kampus dan informasi terkait
dengan penempatan.
Setelah saya menjalani beberapa tes masuk perguruan tinggi dan menerima hasilnya, ternyata
saya secara kebetulan diterima di hampir semua tes yang saya ikuti. Banyaknya pilihan seperti ini malah
membuat saya semakin bingung untuk menentukan pilihan dan mungkin berpengaruh kedalam kualitas
hidup saya kedepannya atau bahkan saya bisa saja mengalami paradoks pilihan (paradox of choice).
Semakin banyak pilihan yang tersedia, akan membuat pertimbangan kriteria bagi saya dalam
mengambil keputusan semakin banyak dan pada akhirnya tidak semua kriteria dipakai karena begitu
sulitnya melakukan penilaian. Dan juga semakin banyak pilihan, malah membuat saya semakin tidak
yakin dan akhirnya malah tidak puas dengan keputusan yang saya pilih. Setelah berpikir lama akhirnya
saya memilih PKN STAN berdasarkan saran dari banyak orang serta keputusan diri saya sendiri, hingga
sekarang pun saya belum menyesalinya.

Dan akhirnya saya pun menjalani aktivitas perkuliahan di PKN STAN, namun selama saya
menjalani perkuliahan di PKN STAN, saya baru menyadari bahwa banyak sekali kejadian sesat pikir
yang terjadi dan semuanya tentu merugikan semua pihak, seperti ketika ada pekerjaan kelompok untuk
tugas perkuliahan, seluruh anggota kelompok tersebut tidak mengeluarkan kemampuan terbaiknya dan
membuat hasil dari pekerjaan kelompoknya menjadi tidak maksimal. Saya juga sering menemui dalam
kepanitiaan, ketika tiap anggota dari satu bidang tidak menjalankan tugasnya secara benar sehingga
ketika pelaksanaan hasilnya tidak memuaskan. Kejadian seperti ini di buku dikategorikan kedalam
bentuk kemalasan sosial (social loafing). Kemalasan sosial dapat menyebabkan implikasi-implikasi
seperti misalnya di dalam kelompok kita cenderung untuk menahan diri, bukan hanya dalam hal
partisipasi, melainkan juga dalam hal akuntabilitas/tanggung jawab.

Selain sesat pikir yang sudah saya alami diatas, saya juga sering melihat banyak kejadian sesat
pikir yang terjadi di lingkungan saya, misalnya ada kejadian dimana tetangga kita memberi kita
makanan seperti oleh-oleh dari daerahnya, maka kita akan merasa berkewajiban untuk mengembalikan
makanannya itu dengan oleh-oleh dari daerah kita juga, atau makanan lainnya. Ini merupakan sisi buruk
dari hubungan timbal balik apabila kita tidak menyukai makanan yang diberikan tetangga, namun kita
merasa harus mengembalikan kebaikan dari tetangga. Ada juga kejadian lainnya dimana saya
membandingkan harga susu UHT antara toko A dan supermarket B, di toko A tidak di diskon dan di
supermarket B di diskon, namun harga akhirnya sama, kalau orang-orang tidak sadar pasti akan banyak
yang memilih untuk beli susu UHT di supermarket B, ini merupakan bias kontras. Selain itu saya juga
tidak jarang menemui orang yang suka sekali menyalahkan orang lain atau faktor eksternal lainnya saat
dia gagal, padahal itu merupakan kesalahannya sendiri, misalnya ada teman yang mendapatkan nilai
jelek lalu dia menyalahkan dosen yang pelit memberikan nilai atau soalnya memang terlalu sulit,
padahal dia sendiri yang memang kurang serius saat belajar. Kejadian ini disebut dengan bias
mementingkan diri.
Kesimpulannya, memang sesat pikir itu sering terjadi pada hidup saya. Baik hasil pengalaman
saya sendiri maupun hasil pengamatan kepada orang lain. Namun karena saya telah membaca buku ini,
maka saya menjadi tahu apa hal yang harus dilakukan dan tidak boleh dilakukan agar dapat
meminimalisasi terjadinya sesat pikir dalam kehidupan saya. Karena kejadian sesat pikir seperti ini
hampir selalu mendatangkan efek buruk dalam kehidupan.

Anda mungkin juga menyukai