Anda di halaman 1dari 13

Etika Deontologi

Etika Deontologi adalah sebuah istilah yang berasal dari kata Yunani ‘deon’
yang berarti kewajiban dan ‘logos’ berarti ilmu atau teori. Mengapa
perbuatan ini baik dan perbuatan itu harus ditolak sebagai keburukan,
deontologi menjawab, ‘karena perbuatan pertama menjadi kewajiban kita
dan karena perbuatan kedua dilarang’.
Sejalan dengan itu, menurut etika deontologi, suatu tindakan dinilai baik
atau buruk berdasarkan apakah tindakan itu sesuai atau tidak dengan
kewajiban.Karena bagi etika deontology yang menjadi dasar baik buruknya
perbuatan adalah kewajiban.Pendekatan deontologi sudah diterima dalam
konteks agama, sekarang merupakan juga salah satu teori etika yang
terpenting.
Ada tiga prinsip yg harus dipenuhi :
1. Supaya tindakan punya nilai moral, tindakan ini harus dijalankan
berdasarkan kewajiban.
2. Nilai moral dari tindakan ini tidak tergantung pada tercapainya tujuan dari
tindakan itu melainkan tergantung pada kemauan baik yang mendorong
seseorang untuk melakukan tindakan itu, berarti kalaupun tujuan tidak
tercapai, tindakan itu sudah dinilai baik.
3. Sebagai konsekuensi dari kedua prinsip ini, kewajiban adalah hal yang
niscaya dari tindakan yang dilakukan berdasarkan sikap hormat pada hukum
moral universal.Etika Deontologi
Etika Deontologi adalah sebuah istilah yang berasal dari kata Yunani ‘deon’
yang berarti kewajiban dan ‘logos’ berarti ilmu atau teori. Mengapa
perbuatan ini baik dan perbuatan itu harus ditolak sebagai keburukan,
deontologi menjawab, ‘karena perbuatan pertama menjadi kewajiban kita
dan karena perbuatan kedua dilarang’.
Sejalan dengan itu, menurut etika deontologi, suatu tindakan dinilai baik
atau buruk berdasarkan apakah tindakan itu sesuai atau tidak dengan
kewajiban.Karena bagi etika deontology yang menjadi dasar baik buruknya
perbuatan adalah kewajiban.Pendekatan deontologi sudah diterima dalam
konteks agama, sekarang merupakan juga salah satu teori etika yang
terpenting.
Ada tiga prinsip yg harus dipenuhi :
1. Supaya tindakan punya nilai moral, tindakan ini harus dijalankan
berdasarkan kewajiban.
2. Nilai moral dari tindakan ini tidak tergantung pada tercapainya tujuan dari
tindakan itu melainkan tergantung pada kemauan baik yang mendorong
seseorang untuk melakukan tindakan itu, berarti kalaupun tujuan tidak
tercapai, tindakan itu sudah dinilai baik.
3. Sebagai konsekuensi dari kedua prinsip ini, kewajiban adalah hal yang
niscaya dari tindakan yang dilakukan berdasarkan sikap hormat pada hukum
moral universal.

Dengan kata lain, suatu tindakan dianggap baik karena tindakan itu memang
baik pada dirinya sendiri, sehingga merupakan kewajiban yang harus kita
lakukan. Sebaliknya, suatu tindakan dinilai buruk secara moral sehingga
tidak menjadi kewajiban untuk kita lakukan.Bersikap adil adalah tindakan
yang baik, dan sudah kewajiban kita untuk bertindak demikian. Sebaliknya,
pelanggaran terhadap hak orang lain atau mencurangi orang lain adalah
tindakan yang buruk pada dirinya sendiri sehingga wajib dihindari.

Dengan demikian, etika deontologi sama sekali tidak mempersoalkan akibat


dari tindakan tersebut, baik atau buruk. Akibat dari suatu tindakan tidak
pernah diperhitungkan untuk menentukan kualitas moral suatu tindakan. Hal
ini akan membuka peluang bagi subyektivitas dari rasionalisasi yang
menyebabkan kita ingkar akan kewajiban-kewajiban moral.

Contoh kasus dari etika deontologi :


1. Jika seseorang diberi tugas dan melaksanakannya sesuai dengan tugas
maka itu dianggap benar, sedang dikatakan salah jika tidak melaksanakan
tugas.
Etika Teleologi
Teleologi berasal dari bahas kata Yunani telos (τέλος), yang berarti akhir,
tujuan, maksud, dan logos (λόγος), perkataan.Teleologi adalah ajaran yang
menerangkan segala sesuatu dan segala kejadian menuju pada tujuan
tertentu.Etika teleologi mengukur baik dan buruknya suatu tindakan
berdasarkan tujuan yang ingin dicapai dengan tindakan itu atau berdasarkan
akibat yang ditimbulkan oleh tindakan itu. Artinya, teleologi bisa diartikan
sebagai pertimbangan moral akan baik buruknya suatu tindakan yang
dilakukan. Teleologi mengerti benar mana yang benar, dan mana yang salah,
tetapi itu bukan ukuran yang terakhir.Yang lebih penting adalah tujuan dan
akibat.Walaupun sebuah tindakan dinilai salah menurut hukum, tetapi jika
itu bertujuan dan berakibat baik, maka tindakan itu dinilai baik.Namun
dengan demikian, tujuan yang baik tetap harus diikuti dengan tindakan yang
benar menurut hukum.

Contoh kasus dari etika teleologi :


1. Seorang anak mencuri untuk membeli obat ibunya yang sedang sakit.
Tindakan ini baik untuk moral dan kemanusiaan tetapi dari aspek hukum
tindakan ini melanggar hukum sehingga etika teleologi lebih bersifat
situasional, karena tujuan dan akibatnya suatu tindakan bisa sangat
bergantung pada situasi khusus tertentu.

Intuisionisme adalah sistem etika yang tidak mengukur baik atau buruk sesuatu perbuatan
berdasarkan hasilnya tetapi berdasarkan niat dalam melaksanakan perbuatan tersebut [2].Dalam
bahasa Inggris Intuisionisme berasal kata Intuiton yang berarti manusia memliki gerak hati atau
disebut hati nurani [2].Gerak hati mampu membuat manusia melihat suatu perkara benar atau salah,
jahat atau baik [2]. Intuisionisme juga merupakan suatu proses melihat dan memahami
secara spontan dan intelek [2]. Organ fiskal yang berkaitan dengan gerak hati atau intuisi tidak
diketahui secara jelas [2]. Namun, setengah ahli filsafat menyebutkan jantung dan otak
kanan sebagai organ fiskal yang menggerakan intuisi[2].
KONSEP HAM

Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan
keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan
merupakan anugerah-Nya wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh
negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta
perlindungan harkat dan martabat manusia. Oleh karena itu Deklarasi
Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) menunjukan nilai normatifnya Hak
Asasi Manusia sebagai hak yang fundamental.Sebagaimana ditegaskan
dalam Pasal 1 “semua manusia dilahirkan bebas dan sama dalam martabat
dan hak.Mereka dikaruniai akal dan hati nurani dan harus bertindak sesama
manusia dalam semangat persaudaraan.”

Di Indonesia, pengertian Hak Asasi Manusia (HAM) ditegaskan dalam Pasal 1


Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM “Hak Asasi Manusia
adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia
sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang
wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum dan
pemerintahan, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat
dan martabat manusia.”
IMPLEMENTASI HAM

I
Konsep-konsep Kekuasaan
 Kewenangan
Kewenangan adalah kekuasaan, tetapi merupakan kekuasaan yang memiliki legitimasi. Tidak
semua kekuasaan memiliki legitimasi, baik legitimasi prosedural maupun hasil atau akibat.
 Legitimasi
Legitimasi yakni suatu tindakan perbuatan dengan hukum yang berlaku atau perbuatan yang ada
baik secara hukum formal, etis, adat istiadat, maupun hukum kemasyarakatan dan sudah lama
tercipta secara sah.
 Konflik
Konflik yakni suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok) dimana salah
satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak
berdaya.
 Konsensus
Konsensus adalah sebuah frase untuk menghasilkan atau menjadikan sebuah kesepakatan yang
disetujui secara bersama-sama antarkelompok atau individu setelah adanya perdebatan dan
penelitian yang dilakukan dalam kolektif intelijen untuk mendapatkan konsensus pengambilan
keputusan.
 Ideologi
Ideologi adalah sekumpulan ide, gagasan, keyakinan, kepercayaan yang menyeluruh dan sistematis
dalam bidang politik, ekonomi, sosial, budaya dan keagamaan yang melahirkan aturan-aturan dalam
kehidupan . Ideologi merupakan alat untuk mencapai kesetaraan dan kesejahteraan bersama dalam
masyarakat

Dari kelima konsep di atas, dapat disimpulkan bahwa ada keterkaitan antar konsep tersebut, yakni
interaksi antara pemerintah dan masyarakat, dalam rangka proses pembuatan dan pelaksanaan
keputusan yang mengikat tentang kebaikan bersama masyarakat yang tinggal dalam suatu wilayah
tertentu , yang didalamnya mengandung interaksi, pemerintah, masyarakat, proses pembuatan, dan
pelaksanaan keputusan, yang mengikat kebaikan bersama dalam wilayah tertentu.
LEGISLASI PEMERINTAHAN

Dalam teori pembagian kekuasaan, Montesquieu membagi


kekuasaan pemerintahan menjadi tiga, yaitu kekuasaan
legislatif, eksekutif dan yudikatif. Ketiga kekuasan itu
terpisah satu sama lain, baik mengenai fungsi maupun
lembaga yang menyelenggarakannya.

1. 1. Fungsi Legislasi
kata legislasi berasal dari bahasa inggris “legislation”
yang berati perundang-undangan dan pembuatan undang-
undang. Dalam kamus besar bahasa Indonesia (KBBI), kata
legislasi berarti pembuatan undang-undang.Dengan
demikian fungsi legislasi adalah fungsi membuat undang-
undang. Sebagai sebuah fungsi untuk membentuk undang-
undang, legislasi merupakan sebuah proses. Fungsi legislasi
merupakan fungsi dalam pembentukan undang-undang.

1. 2. Fungsi Legislasi Dalam Sistem Pemerintahan


Parlementer
Menurut T.A Legowo, penggabungan antara cabang
eksekutif dan cabang legislative menjadi ciri kuat yang
membedakan sistem pemerintahan parlementer dengan
sistem pemerintahan yang lain. Bagiamanapun posisi
eksekutif sekaligus anggota legislative, menjadi lebih mudah
untuk menyelesaikan pembahasan rancangan undang-
undang dalam proses legislasi.

Berdasarkan data Inter-Parliementary Union (IPU)


dalam parliament of the world (1992), pengalaman sejumlah
Negara menunjukan bahwa tingkat sukses rancangan
undang-undang menjadi undang-undang yang diprakarsai
eksekutif sangat tinggi, yaiut lebih dari 80 persen. Dari 15
negara yang memakai sistem parlemeter, hanya Irlandia
dan Portugal dengan tingkat keberhasilan rancangan
undang-undang yang diprakarsai eksekutif menjadi undang-
undang kurang dari 50 persen.Sementara itu, lebih dari 50
persen (8 negara) dengan tingkat keberhasilannya diatas 90
persen.

Dengan posisi eksekutif sekaligus menjadi anggot


legislative, legowo menambahkan bahwa dalam sistem
pemerintahan parlementer, eksekuif (perdana menteri,
kabinet, dan birokrasi) mengontrol agenda legislative dan
anggota badan legislative mempunyai sedikit kekuasaan
untuk mengajukan inisiatif legislasi. Dengan demikian
hampir tidak terjadi hambatan berarti dalam proses legislasi
di parlemen. Disamping itu, tambah T.A Legowo, setidaknya
ada tiga factor lain yang menetukan fungsi legislasi dalam
sistem pemerintahan parlementer yaitu :

1. Kepala eksekutif dan anggota kabinetnya menginisiasi setiap


legislasi yang berpengaruh terhadap anggaran pengeluaran
Negara.
2. Hanya terdapat sedikit komisi permanen dengan dukungan
sedikti staf professional untuk membantu merancang dan
menilai kembali legislasi.
3. Keputusan-keputusan kebijakan penting dapat dan sering kali
dibuat pada tingkat kaukus partai dari pada di dalam komisi-
komisi.
Penjelasan diatas meneguhkan pendapat bahwa
fungsi legislasi dalam sistem pemerintahan parlementer
merupakan hasil kerja sama antara kekuasaan eksekutif dan
legislaif.

1. 3. Fungis Legislasi Dalam Sistem Pemerirntahan


Presidensial
Sistem pemerintahan presidensial adalah sistem
pemerintahan dimana badan eksekutif dan legislatif
memiliki kedudukan yang independen.Kedua badan
tersebut tidak berhubungan secara langsung seperti dalam
sistem pemerintahan parlementer.Mereka dipilih oleh
rakyat secara terpisah.Sistem presidensial tidak mengenal
adanya lembaga pemegang supremasi tertinggi. Kedaulatan
negara dipisahkan (separation of power) menjadi tiga
cabang kekuasaan, yakni legislatif, eksekutif, dan yudikatif,
yang secara ideal diformulasikan sebagai ”Trias Politica”
oleh Montesquieu.

Pemisahan yang tegas antara cabang kekuasaan


eksekutif dan cabang kekuasaan legislative menjadi titik
penting untuk menjelaskan fungsi legislasi dalam sistem
pemerintahan presidensial.

Lembaga eksekutif dapat mengusulkan rancangan undang-


undang dan lembaga legislatif cenderung mempunyai
kekuasaan besar dalam proses legislasi. Namun dalam
prakteknya kekuasaan tersebut bisa berkurang karena
faktor keterbatasan sumberdaya manusia, kekuatan parpol
pendukung presiden di lembaga legislatif, atau sistem
kepartaian dominan, fungsi legislasi berada ditangan
lembaga legislatif.Oleh karena itu, Presiden mempunyai hak
untuk menulak rancangan undang-undang yang sudah
disetujui legislatif.

Meskipun kekuasaan membentuk undang-undang


berada dilembaga legislative, eksekutif dapat mengusulkan
rancangan undang-undang tersebut disampaikan kepad
anggota-anggota legislative atau melalui partai politik untuk
diajukan di lembaga legislative. Khusus untuk rancangan
anggaran belanja negara, dibeberapa sistem pemerintahan
presidensial, kekuasaan legislative untuk mengubah
rancangan undang-undang yang diajukan eksekutif dibatasi
dan presdien dapat memaksa lembaga legislative untuk
melakukan proses legislasi dalam kurun waktu tertentu.
Namaun demikaian, secara umum karakter fungsi legislasi
dalam sistem pemerintahan presidensial adalah sebgai
berikut.

1. Badan legislatif cenderung memiliki kekuatan yang luas untuk


mengubah undang-undang apapun, kurangnya sumber daya,
dan faktor lainnya dapat bertindak untuk menumpulkan
kekuatan ini.
2. Potensi ketegasan legislatif lebih besar dalam sistem
presidensial, tetapi realisasi yang sebenarnya (dan staf untuk
asserteveness) tergantung pada keberadaan kondisi lain.
3. Legislatif dalam sistem presidensial yang lebih mungkin untuk
memiliki komite khusus dan berdiri permanen dan subkomite
dengan sejumlah staf profesional untuk membantu rancangan,
meninjau dan mengubah undang-undang.
4. Melalui sistem komisi, badan legislatif memiliki kekuatan
axtensive untuk memanggil saksi ahli, anggota kabinet,
penasihat presiden, dll untuk angkutan umum yang
pendengaran atau swasta sebelum legislatif.
5. Presiden dapat memveto undang-undang, yang hanya dapat
diganti dengan suara 2/3 dalam undang-undang.

Karakter umum tersebut menjelaskan, lembaga


legislative cenderung mempunyai kekuasaan besar dalam
proses legislasi. Dengan gambaran karakter itu, dalam
penggunaan fungsi legislasi terjadi pemisahan antara
lembaga legislative dan pemegang kekuasaan
eksekutif.Menurut Jhon H Garvey dan T. Alexander
Alinikoff, ada empat konsekuensi pemisahan secara tegas
antara legislative dan eksekutif dalam fungsi legislasi.
Konsep demokrasi

demokrasi asal katanya yaitu dari bahasa Yunani tepatnya kata demokratia
yang artinya adalah kekuasaan rakyat. Demokratis sendiri terbagi atas dua
kata yaitu Demos yang memiliki arti “rakyat” sedangkan Kratos berarti
kekuasaan atau kekuatan.
Demokrasi meliputi keadaan ekonomi budaya serta sosial yang
sekiranya Berlangsungnya praktek kebebasan politik baik dengan bebas
maupun setara.
Pada umumnya pengertian demokrasi adalah suatu format pemerintahan
yang mana masing-masing warga negara memiliki hak yang seimbang dan
setara terkait penentuan dan pemilihan sebuah keputusan yang nantinya
akan membawa dampak pada kehidupan warga negara.
Pengertian demokrasi pula dapat dimaknai sebagai bentuk kekuasaan
paling tinggi yang ada ditangan rakyat.
Mengenai demokrasi warga negara boleh ikut ambil bagian dengan
langsung maupun pula lewat perwakilan terkait melaksanakan perumusan,
pengembangan dan penyusunan hukum.

Abraham Lincoln
Demokrasi adalah sistem pemerintahan yang diselenggarakan dari rakyat, oleh rakyat, dan
untuk rakyat.
Charles Costello
Demokrasi adalah sistem sosial dan politik pemerintahan diri dengan kekuasaan-kekuasaan
pemerintah yang dibatasi hukum dan kebiasaan untuk melindungi hak-hak perorangan
warga negara.
John L. Esposito
Demokrasi pada dasarnya adalah kekuasaan dari dan untuk rakyat.Oleh karenanya,
semuanya berhak untuk berpartisipasi, baik terlibat aktif maupun mengontrol kebijakan yang
dikeluarkan oleh pemerintah.Selain itu, tentu saja lembaga resmi pemerintah terdapat
pemisahan yang jelas antara unsur eksekutif, legislatif, maupun yudikatif.
mplementasi Hak Asasi Manusia secara tersirat sebenarnya sudah diakui
dalam KUHAP. Menurut ketentuan Pasal 117 ayat 1, “keterangan tersangka
dan atau saksi kepada penyidik diberikan tanpa tekanan dari siapapun dan
atau dalam bentuk apapun.”Artinya dengan adanya Pasal tersebut,
pemeriksaan oleh penyidik untuk kepentingan penyidikan harus sesuai dan
menghormati HAM.

Selain itu, pemuatan hak asasi dalam tugas kepolisian sebagai penyidik, juga
ditegaskan dalam Pasal 4 Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang
Kepolisian, “Kepolisian Negara Republik Indonesia bertujuan untuk
mewujudkan keamanan dalam negeri yang meliputi terpeliharanya keamanan
dan ketertiban masyarakat, tertib dan tegaknya hukum, terselenggaranya
perlindungan, pengayoman, dan pelayanan terhadap masyarakat, serta
terbinanya ketenteraman masyarakat dan menjunjung tinggi Hak Asasi
Manusia.” Kemudian juga ditegaskan dalam Pasal 19 ayat 1 “bahwa Polisi
harus senantiasa bertindak berdasarkan norma hukum, dan mengindahkan
norma agama, kesopanan, dan kesusilaan dan menjunjung tinggi HAM.”

Anda mungkin juga menyukai