Anda di halaman 1dari 6

Kecohan (Fallacy)

Kecohan (fallacy) merupakan keyakinan semu atau keliru akibat orang terbujuk oleh suatu
argumen yang mengandung catat (faulty) atau tidak valid.

Orang dapat terkecoh akibat taktik membujuk selain dengan argumen yang valid.

Bentuk Kecohan (Fallacy)

a. Strategem (Teknik tipuan) adalah pendekatan atau cara-cara untuk mempengaruhi


keyakinan orang dengan cara selain mengajukan argumen yang valid atau masuk akal
(reasonable argument).

b. Salah nalar (Reasoning Fallacy) adalah kesalahan struktur atau kaidah-kaidah


penalaran dalam menurunkan simpulan, sehingga simpulan menjadi salah atau tidak
valid.

c. Aspek manusia dalam penalaran Manusia tidak selalu rasional dan mau untuk
berargumen, disisi lain tidak semua asersi bisa ditentukan kebenarannya secara
objektif.

A. Strategem (Teknik tipuan)

1. Persuasi Tak Langsung


Persuasi tak langsung merupakan strategem untuk meyakinkan seseorang akan
kebenaran suatu pernyataan bukan langsung melalui argumen atau penalaran
melainkan melalui cara-cara yang sama sekali tidak berkaitan dengan validitas
argumen. Contoh : periklanan (advertising) => Orang pintar minum tolak angin.

2. Membidik Orangnya
Strategem ini digunakan untuk melemahkan atau menjatuhkan suatu posisi atau
pernyataan dengan cara menghubungkan pernyataan atau argumen yang diajukan
seseorang dengan pribadi orang tersebut.
Contoh: Praktisi akuntansi yang tidak mengikuti standar akuntansi seperti apa adanya
adalah orang yang tidak loyal dan tidak profesional.

3. Menyampingkan Masalah
Strategem ini dilakukan dengan cara mengajukan argumen yang tidak bertumpu pada
masalah pokok atau dengan cara mengalihkan masalah ke masalah yang lain yang
tidak bertautan.
Contoh: pembenahan istilah akuntansi tidak perlu dilakukan karena dalam komunikasi
yang penting kita tahu maksudnya.

4. Misrepresentasi
Strategem ini digunakan biasanya untuk menyanggah atau menjatuhkan posisi lawan
dengan cara memutarbalikkan atau menyembunyikan fakta baik secara halus maupun
terang-terangan.
Contoh: anggota dari partai X mengajukan argumen mendukung pemerintah
mengurangi anggaran pertahanan dan menambah anggaran pendidikan. Anggota dari
partai Y, sebagai penyanggah, menuduh anggota dari partai X ingin menghancurkan
militer dan menempatkan negara pada kondisi kurang aman.

5. Imbauan Cacah
Strategem ini biasanya digunakan untuk mendukung suatu posisi dengan
menunjukkan bahwa banyak orang melakukan apa yang dikandung posisi
tersebut.imbauan cacah (appeal to number) didasarkan pada asumsi bahwa majoritas
orang melakukan suatu hal atau popularitas suatu hal menunjukkan bahwa hal
tersebut adalah benar atau tidak dapat salah.

Misalnya: Kenyataan bahwa banyak orang yang melakukan korupsi tidak membuat
korupsi menjadi benar.

6. Imbauan Autoritas
Strategem ini mirip dengan imbauan cacah kecuali bahwa banyaknya orang atau
popularitas diganti dengan autoritas. strategem ini dapat juga dianggap sebagai salah
satu jenis argumen ad hominem (membidik orangnya).

Contoh: seorang akademisi ditanya mengapa dia memakai istilah beban bukan biaya
untuk padan kata expense. Akademisi tersebut dapat mengajukan strategem bahwa dia
menggunakan istilah beban karena autoritas (Ikatan Akuntan Indonesia)
menggunakan istilah tersebut tanpa mempersoalkan apakah istilah tersebut layak atau
tidak padahal dia tahu bahwa istilah beban tidak valid (tidak dapat didukung secara
argumentatif).

7. Imbauan Tradisi
Dalam beberapa hal, orang sering mengerjakan sesuatu dengan cara tertentu semata-
mata karena memang begitulah cara yang telah lama dikerjakan orang. Dalam dunia
ilmiah atau akademik, orang sering memegang suatu keyakinan dengan mengajukan
argumen bahwa memang demikianlah orang-orang mempunyai keyakinan. Namun,
kenyataan bahwa sesuatu telah lama dikerjakan dengan cara tertentu di masa lampau
tidak dengan sendirinya menjadi argumen untuk meneruskan cara tersebut khususnya
kalau terdapat cara lain yang terbukti lebih valid atau baik ( secara rasional dan
praktis).

Misalnya: seorang dosen berargumen bahwa skripsi mahasiswa harus ditulis dengan
mesin ketik (bukan komputer) karena tradisi penulisan jaman dahulu atau bila boleh
menggunakan komputer, dosen melarang mahasiswa mencetak kata yang biasanya
diberi garis bawah dengan huruf miring karena mempertahankan tradisi penulisan
ilmiah jaman sebelum datangnya komputer.

8. Dilema Semu
Dilema semu (false dilemma) adalah taktik seseorang untuk mengaburkan argumen
dengan cara menyajikan gagasannya dan satu alternatif lain kemudian
mengkarakterisasi alternatif lain sangat jelek, merugikan, atau mengerikan sehingga
tidak ada cara lain kecuali menerima apa yang diusulkan penggagas.
Misalnya : dalam suatu perdebatan tentang amandemen undang-undang dasar,
seorang anggota fraksi mengatakan (untuk meyakinkan anggota dewan yang lain):
“Kita harus menyetujui amandemen ini atau negara kita akan hancur.”

9. Imbauan Emosi
Dengan menggugah emosi, pengargumen sebenarnya berusaha menggeser dukungan
nalar validitas argumennya dengan motif. Dengan taktik ini, emosi orang yang dituju
diagitasi sehingga dia merasa tidak enak untuk tidak menerima alasan yang taklayak.
Dua stratagem yang dapat digunakan untuk mencapai hal ini adalah imbauan belas
kasih (appeal to pity) dan imbauan tekanan/kekuasaan (appeal to force).

Contoh imbauan belas kasih (appeal to pity):


“Seorang karyawan yang telah dikeluarkan dari pekerjaan (karena sering terlambat &
tidak menyelesaikan pekerjaannya dengan baik) datang ke pimpinan perusahaan agar
tidak dikeluarkan karena dia merupakan tulang punggung keluarga dan keluarganya
akan kesulitan jika pekerja tersebut tidak lagi bekerja. Akhirnya pemimpin mencabut
keputusannya dan mengizinkan karyawan tersebut untuk tetap bekerja.

Contoh imbauan tekanan/kekuasaan (appeal to force).


“Kades diminta untuk mengevaluasi kinerja Bupati di wilayahnya. Menurut kades
kinerja Bupati tersebut dianggap kurang baik karena banyak program kerja yang tidak
dijalankan tetapi kades berpendapat bahwa kinerja Bupati tersebut sudah baik karena
bupati tersebut akan keras terhadap kades tersebut.”

B. Salah Nalar (Reasoning Fallacy)


1. Menegaskan Konsekuen
Agar argumen valid maka harus mengikuti kaidah menegaskan anteseden. Bila
simpulan diambil dengan pola premis yang menegaskan konsekuan, akan terjadi
salah nalar.

Contoh Valid:

Premis (1) : Jika saya di Semarang, maka saya di Jawa Tengah

Premis (2) : Saya di Semarang

Konklusi : Saya di Jawa Tengah

Contoh Tidak Valid:

Premis (1) : Jika saya di Semarang, maka saya di Jawa Tengah

Premis (2) : Saya di Jawa Tengah

Konklusi : Saya di Semarang


2. Menyangkal Anteseden
Suatu argumen yang mengandung penyangkalan akan valid apabila konklusi
ditarik mengikuti kaidah menyangkal konsekuen. Bila simpulan diambil dengan
struktur premis yang menyangkal antesenden, simpulan akan menjadi tidak valid.

Contoh Valid:

Premis (1) : Jika saya di Semarang, maka saya di Jawa Tengah

Premis (2) : Saya tidak di Jawa Tengah

Konklusi : Saya tidak di Semarang

Contoh Tidak Valid:

Premis (1) : Jika saya di Semarang, maka saya di Jawa Tengah

Premis (2) : Saya tidak di Semarang

Konklusi : Saya tidak di Jawa Tengah

3. Pentaksaan (Equivocation)
Salah nalar dapat terjadi apabila ungkapan dalam premis yang satu mempunyai
makna yang berbeda dengan makna ungkapan yang sama dalam premis lainnya.
Dapat juga, salah nalar terjadi karena konteks premis yang satu berbeda dengan
konteks premis lainnya.

Contoh:

Premis (1) : Baroto lebih rajin daripada Chandra

Premis (2) : Anton lebih rajin daripada Baroto

Konklusi : Anton lebih rajin daripada Chandra

4. Perampatan-lebih (Overgeneralization)
Salah nalar yang banyak dijumpai dalam kehidupan sehari-hari adalah melekatkan
(mengimputasi) karakteristik sebagian kecil anggota himpunan, kelas, atau
kelompok secara berlebihan.

Misalnya: orang mengetahui bahwa para akuntan publik umumnya adalah kaya
(sifat kelompok). Salah nalar dapat terjadi kalau penalar menyimpulkan bahwa
Hariman pasti kaya karena dia adalah akuntan publik.

5. Parsialitas (Partiality)
Penalar kadang-kadang terkecoh karena dia menarik konklusi hanya atas dasar
sebagian dari bukti yang tersedia yang kebetulan mendukung konklusi. Dalam
penelitian, peneliti sering bias dalam pengumpulan data dengan membuat
pernyataan yang mengarahkan responden (disebut leading questions). Bila peneliti
berupaya untuk mendukung teori yang disukainya dengan mengarahkan bukti
secara bias, hal tersebut disebut membangun kasus (building the case).

6. Pembuktian Analogi
Analogi lebih merupakan suatu sarana untuk meyakinkan bahwa asersi konklusi
mempunyai kebolehjadian (likelihood) untuk benar. Dengan kata lain, bila premis
benar, konklusi atas dasar analogi belum tentu benar. Jadi, analogi dapat
menghasilkan salah nalar.
Contoh:
Premis (1) : Komputer mempunyai CPU yang bekerja seperti otak.

Premis (2) : Otak berpikir

Konklusi : Komputer berpikir

7. Perancuan Urutan Kejadian Dengan Penyebaban


Dalam percakapan sehari-hari atau diskusi, kesalahan yang sering dilakukan orang
adalah merancukan urutan kejadian (temporal succession) dengan penyebababn
(causation).

Contoh:

8. Menarik Simpulan Pasangan

C. Aspek Manusia Dalam Penalaran


Manusia tidak selalu rasional dan mau untuk berargumen, disisi lain tidak semua asersi
bisa ditentukan kebenarannya secara objektif.

Berikut ini dibahas beberapa aspek manusia yang dapat menjadi penghalang penalaran
dan pengembangan ilmu, khususnya dalam dunia akademik atau ilmiah.

1. Penjelasan Sederhana
Rasionalitas menuntut penjelasan yang sesuai dengan fakta. Kebutuhan akan
penjelasan terhadap apa yang mengusik pikiran merupakan fundasi
berkembangnya ilmu pengetahuan. Namun, keinginan yang kuat untuk
memperoleh penjelasan sering menjadikan orang puas dengan penjelasan
sederhana yang pertama ditawarkan sehingga dia tidak lagi berupaya untuk
mengevaluasi secara seksama kelayakan penjelasan dan membandingkannya
dengan penjelasan alternatif.

2. Kepentingan Mengalahkan Nalar


Hambatan untuk bernalar sering muncul akibat orang mempunyai kepentingan
tertentu yang harus dipertahankan. Kepentingan sering memaksa orang untuk
memihak suatu posisi (keputusan) meskipun posisi tersebut sangat lemah dari segi
argumen.
3. Sindroma Tes Klinis

Sindroma ini menggambarkan seseorang yang merasa (bahkan yakin) bahwa


terdapat ketidakberesan dalam tubuhnya dan dia juga tahu benar apa yang terjadi
karena pengetahuannya tentang suatu penyakit. Akan tetapi, dia tidak berani untuk
memeriksakan diri dan menjalani tes klinis karena takut bahwa dugaan tentang
penyakitnya tersebut benar. Akhirnya orang tersebut mengatakan bahwa dirinya
sehat.

4. Mentalitas Djoko Tingkir


Budaya Djoko Tingkir digunakan untuk menggambarkan lingkungan akademik
atau profesi seperti ini karena konon perbuatan Djoko Tingkir yang tidak terpuji
harus dibuat menjadi terpuji dengan cara mengubah skenario yang sebenarnya
terjadi semata-mata untuk menghormatinya karena dia akan menjadi raja
(kekuasaan).

5. Merasionalkan Daripada Menalar


Bila karena keberpihakan, kepentingan, atau ketakkritisan, orang terlanjur
mengambil posisi dan ternyata posisi tersebut salah atau lemah, orang ada kalanya
berusaha untuk mencari-cari justifikasi untuk membenarkan posisinya. Sikap
merasionalkan posisi dapat terjadi karena keterbatasan pengetahuan orang
bersangkutan dalam topik yang dibahas tetapi orang tersebut tidak mau
mengakuinya.

6. Persistensi
Karena kepentingan tertentu harus dipertahankan atau karena telah lama melekat
dalam rerangka pikir, seseorang kadang-kadang sulit melepaskan suatu kenyataan
dan menggantinya dengan yang baru. Dengan kata lain, seseorang sering berteguh
atau persisten terhadap keyakinannya meskipun terdapat argumen yang kuat.

Anda mungkin juga menyukai