VAKSIN PALSU
SUB SKENARIO A
KELOMPOK XX
AMINAH HALVAIMA ULFAH G0016024
CYNTHIA BADRIYYAH JAUHAROH S. G0016054
FEREN MARCELINA WIDIYANTO G0016082
IRENE JESSICA PINARSINTA H. G0016114
M. GHILMAN NURIZZAN G0016138
NATHANIA CHRISTABELLA G0016166
RIZKI ARDIANSYAH G0016188
SAFRILIA SYIFA DWI AGHNIA G0016192
STEFANI DYAH MONISA A. H. G0016208
YOGI IRWANSYAH H. G0016234
ZUMROTUL AYU NINGTYAS G0016238
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
TAHUN 2016
BAB I
PENDAHULUAN
SKENARIO 1
Salah satu media massa ibukota menurunkan tajuk berita berkenaan vaksin palsu. Berita
ini disebarkan dalam media cetak surat kabar dan artikel elektronik di website. Sekelompok
mahasiswa kedokteran tertarik mengomentari topik kontroversi buah bibir tersebut.
Sub Skenario A
Fakultas kedokteran melatih dokter untuk belajar secara dewasa. Dokter diajarkan untuk
menjadi ahli pengobatan dan terapi. Kurikulum yang ditempuh berdasarkan muatan standar
kompetensi. Proses pendidikan dokter membiasakan mahasiswa melakukan penelusuran pustaka
berbagai jurnal agar menghindari polusi informasi. Pembelajaran sebagai dokter membiasakan
pengambilan informasi bukan dari data mentah berupa testimonial dan asumsi. Dokter
dibiasakan membuat argumentasi dari premis disusun berdasarkan derajat kekuatan bukti terbaik
dan menghindari plagiarism. Walaupun demikian, dokter secara manusiawi memiliki
keterbatasan dalam analisis dan sintesis dinamika permasalahan yang dialami. Dokter tidak
memiliki kemampuan untuk mengenali keaslian obat. Dokter menjadi waspada dan mengenali
bilamana ada protokol yang disosialisasikan berkenaan obat atau vaksin yang dipalsukan.
Oknum dokter bermasalah secara statistik sangat rendah. Jadi, profesi dokter jangan disalahkan
di depan publik namun kita perlu menunggu hasil penyelidikan yang lebih akurat prosedur
pembuktian terhadap vaksin palsu.
BAB II
DISKUSI DAN TINJAUAN PUSTAKA
A. Langkah 1 : membaca skenario dan mengklarifikasi kata sulit
1. Premis : simpulan; kalimat sebagai dasar untuk simpulan; pernyataan yang benar.
2. Pustaka : referensi.
3. Testimonial : opini individu/feedback.
4. Asumsi : anggapan sementara; pendapat subjektif; butuh bukti langsung.
5. Plagiarisme : kegiatan menjiplak karya orang lain; melanggar hak cipta.
6. Sintesis : simpulan dari sesuatu yang pernah ada; menggabungkan permasalahan.
7. Jurnal : karya tulis berdasarkan bukti ilmiah dan penelitian.
8. Vaksin : bibit penyakit yang dilemahkan; bahan antigenik untuk menghasilkan
kekebalan aktif.
9. Argumentasi : perdebatan; bukti untuk menguatkan pendapat.
10. Protokol : panduan; peraturan.
11. Oknum : sekelompok orang; pihak-pihak terkait.
12. Analisis : mengurai permasalahan.
B. Langkah 2 : merumuskan permasalahan
1. Apa maksud belajar secara dewasa di FK?
2. Seperti apakah standar kompetensi tersebut?
3. Bagaimana cara melakukan penelusuran pustaka?
4. Apa arti polusi informasi?
5. Bagaimana cara menghindari polusi informasi?
6. Apa saja faktor-faktor penyebab munculnya polusi informasi?
7. Apa contoh data mentah?
8. Mengapa testimoni dan asumsi tidak bisa dijadikan sumber data?
9. Bagaimana cara mengedukasi orang-orang yang tidak berpikir ilmiah?
10. Apakah dokter bisa disalahkan atas kasus tersebut?
11. Apa dampak dokter mengambil data mentah?
12. Apa yang dimaksud dengan derajat kekuatan bukti?
13. Bagaimana cara mengatasi keterbatasan analisis dan sintesis dinamika permasalahan?
14. Bagaimana cara membuat argumentasi yang baik sehingga bukan merupakan
plagiarisme?
15. Apa maksud keterbatasan analisis dan sintesis dinamika permasalahan?
16. Bagaimana cara mensosialisasikan kepada masyarakat bahwa dokter tidak bisa
langsung disalahkan atas kasus ini?
17. Siapa yang dapat disalahkan atas kasus ini?
18. Bagaimana cara berpikir kritis?
19. Bagaimana cara dokter dan masyarakat agar dapat membedakan vaksin asli/palsu?
20. Bagaimana cara dokter agar mampu membela dirinya di depan masyarakat umum?
C. Langkah 3 : melakukan curah pendapat dan membuat pernyataan sementara mengenai
permasalahan
1. Belajar secara dewasa di FK berarti memiliki kriteria aktif, mandiri, timbal balik
(kerjasama dan feedback), kreatif, ilmu pengetahuan berkembang maksimal, selektif
(kritis), dan belajar sepanjang hayat.
2. Standar kompetensi pendidikan dokter mengacu pada SKDI (2012) yang berisi
penjelasan kemampuan-kemampuan yang harus dimiliki dokter.
3. Penelusuran pustaka dapat dilakukan melalui :
a. Perpustakaan, jurnal, internet (website seperti proquest, scopus, NEJM, PNRI).
b. Logika Boolean
c. Filetype:pdf
4. Polusi informasi merupakan penyebaran informasi yang belum ada pembuktiannya,
biasanya berlebihan dan tidak berguna.
5. Cara menghindari polusi informasi adalah dengan berpikir kritis, tidak mudah
percaya, mengambil informasi dari sumber terpercaya (OA) dan selektif. Selain itu
cara untuk menilai kebenaran sumber dapat dilakukan dengan melihat background
penulis/editor, banyaknya referensi yang dipakai dan critical appraisal journal.
6. Faktor-faktor penyebab munculnya polusi informasi diantaranya adalah banyak orang
yang tidak berpikiran kritis, hanya mencari keuntungan/iseng, usaha untuk
memecahkan integritas dan terlalu mudah percaya.
7. Contoh data mentah atau data yang belum diolah diantaranya testimonial, asumsi,
blogspot, broadcast dan opini.
8. Testimoni dan asumsi tidak bisa dijadikan sumber data karena testimoni dan asumsi
masih berupa data mentah.
9. Cara mengedukasi orang-orang yang tidak berpikir ilmiah adalah dengan pengadaan
seminar, mensosialisasikan kepada diri sendiri atas hasil penelitian diri, tidak
menyebarkan rumor/aib (mengacu UU IT).
10. Dokter belum bisa disalahkan atas kasus vaksin palsu karena dokter hanya sebagai
pelaksana yang mengikuti distributor obat.
11. Jika seorang dokter mengambil data mentah, maka yang terjadi adalah disalahkan
masyarakat, dicabut hak praktiknya, mengubah persepsi masyarakat, mengancam
nyawa pasien.
12. Derajat kekuatan bukti disebut juga Evidence-Based Medicine.
13. Cara mengatasi keterbatasan analisis dan sintesis dinamika permasalahan adalah
dengan komunikasi dan inform concern.
14. Sebuah argumentasi dikatakan baik dan tidak plagiarisme jika disertai alasan serta
mencamtumkan sumber yang jelas.
15. Maksud keterbatasan analisis dan sintesis dinamika permasalahan disini adalah dokter
tidak mampu membedakan vaksin asli dan palsu.
16. Cara mensosialisasikan kepada masyarakat bahwa dokter tidak bisa langsung
disalahkan atas kasus ini adalah membuat peraturan khusus (dari segi pemerintah)
dan menjelaskan tugas dokter dengan bahasa yang santai, komunikatif, netral serta
mengedukasi masyarakat untuk berpikir kritis dan selektif (dari segi media massa).
17. Yang dapat disalahkan atas kasus ini bisa jadi distributor, pembuat, media massa dan
sosial. Namun bisa juga belum ada yang dapat disalahkan karena informasi mengenai
vaksin palsu juga belum lengkap.
18. Cara berpikir kritis dengan melakukan peninjauan dan penelitian.
19. Cara membedakan vaksin asli/palsu dapat dilihat dari ciri-ciri fisiknya.
20. Cara dokter agar mampu membela dirinya di depan masyarakat umum adalah
menjalin komunikasi yang baik dan benar dengan masyarakat umum.
D. Langkah 4 : menginvestarisasi permasalahan secara sistematis dan pernyataan sementara
mengenai permasalahan pada langkah 3
aktif
mandiri
belajar secara
definisi timbal balik
dewasa
ciri-ciri
kritis
longlife learning
searching
aplikasi
informasi
polusi informasi
masalah contoh
plagiarisme contoh
http://ucl.ac.uk
http://ipubhealth.oxfordjournal.org
http://unpad.ac.id
http://repository.unand.ac.id
Jurnal Ilmiah Kedokteran volume 45 No. 3 tahun 2004
Presentasi dr. Sugiarto
Presentasi dr. Bhisma Murti
Presentasi dr. Balqis
Presentasi dr. Sulistyo
Presentasi dr. Alan Tumbelaka
Presentasi dr. Dian
Presentasi Sudigdo Sastromoro
UU RI tentang IT
Duldt-Battey 2000
Schferman 2004