Anda di halaman 1dari 4

KESEHATAN LINGKUNGAN PASCA PANDEMI DARI KACAMATA

TASAWUF
Oleh: Siti Nur Iffah Kamiladewi (Mahasantri Ma’had Aly Idrisiyyah)

Pandemi Covid-19, disebut-sebut sebagai penjaga dan penyelamat lingkungan


hidup. Bagaimana bisa sebuah virus menjadi sebuah anugerah di kacamata mereka yang
mengatakan demikian?
Rupanya dari sekelumit kasus mengenai isu-isu lingkungan hidup yang terjadi,
terdapat hikmah yang berasal dari adanya pandemi Covid-19. Hikmahnya yaitu dengan
adanya kebijakan-kebijakan dari pemerintah yang secara tidak langsung mengurangi
kasus isu-isu lingkungan, seperti pemberlakuan PSBB, PPKM hingga new normal.
Meskipun belum sepenuhnya berpengaruh nyata, nyatanya sebagian besar isu lingkungan
hidup memang terkait dengan interaksi sosial. Dengan adanya pembatasan sosial yang
dibijaki oleh pemerintah adalah sebuah udara segar bagi aktivis lingkungan hidup.
Sebagai mahasiswa Pendidikan Biologi, tentunya isu kesehatan lingkungan
menjadi fokus utama bagi saya yang harus kita perhatikan bersama di situasi pandemi ini.
Adanya peluang yang tercipta dari kebijakan pemerintah di bidang lingkungan hidup
untuk tetap lestari tidak boleh disia-siakan dan harus dimaksimalkan. Namun, masih
terdapat hal yang seringkali dilupakan oleh masyarakat, yakni dalam hal pengelolaan
limbah medis infeksius. Tentunya mayoritas masyarakat melakukan pengelolaan limbah
tersebut dengan dipisahkan dan disimpan setidaknya selama 72 jam atau 3 hari sebelum
dibuang di tempat sampah. Pakar Kesehatan Lingkungan (Kesling) Prof. Soedjajadi
Keman, dr., MS., Ph.D., mengatakan bahwa cara tersebut tidaklah efektif. Lebih tepatnya
limbah medis Covid-19 sebelum dibuang harus desinfeksi terlebih dahulu. Salah satu
contoh ketidaktahuan inilah yang menjadi tantangan bagi santri untuk mengembangkan
bidang kesehatan dan lingkungan.
Wabah pandemi ini memiliki dampak negatif pada kesehatan fisik dan psikologis
individu dan masyarakat (Banerjee, 2020; Brooke dkk., 2020; Zhang dkk., 2020).
Menurut Brooks dkk. (2020), dampak psikologis selama pandemi diantaranya gangguan
stress pascatrauma (post-traumatic stress disorder), kebingungan, kegelisahan, frustrasi,
ketakutan akan infeksi, insomnia dan merasa tidak berdaya. Dari permasalahan ini saya
menemukan solusinya. Solusi secara umum saya dapatkan dari hasil penelitian Deshinta
yang mengatakan bahwa salah kunci penting mengelola kecemasan pada saat pandemi
adalah pada penyeleksian informasi yang diterima dalam kurun waktu tertentu. Hal ini
tentunya memiliki keterkaitan dengan permasalahan lingkungan, yakni masyarakat yang
kurang memahami literasi lingkungan.
Solusi secara khusus yakni sebagai santri kita harus memandang semua hal dalam
kehidupan merupakan ketetapan dan kuasa Allah SWT. Dipikir lebih jernih, Allah SWT
tentunya menurunkan pandemic Covid-19 atas izinnya. Dalam pembicaraan Syekh Akbar
Muhammad Fathurahman, M.Ag., selaku ahli tasawuf bersama rombongan peneliti UIN
Sunan Gunung Djati yang dipimpin oleh Guru Besar UIN, Prof. Munir, mengatakan
bahwa di balik kejadian pandemi terdapat Qudrat dan Iradah Allah SWT, yang harus
menumbuhkan keimanan bagi orang yang beriman. Dengan tumbuhnya keimanan
tersebut, tentunya dalam menyikapi pandemi menjadi tidak berlebihan. Salah besar jika
kegiatan pendidikan dinonaktifkan, sehingga melumpuhkannya. Bagi orang yang
beriman, wabah ini adalah sebagai ujian dan peringatan. Ujian bagi orang yang beriman
dan peringatan bagi yang tidak beriman.
Ketika seseorang terkonfirmasi terpapar Covid-19, tenaga medis pasti akan
menyarankan isolasi mandiri atau isoman sebagai terapi penyembuhan. Sebagai orang
beriman, terapi sehat tubuh saja tidaklah cukup. Akan tetapi ruhanipun harus ikut sehat,
sebab turunnya wabah Covid-19 ini mengandung ujian dari Allah SWT. Syekh Akbar
Fathurahman selaku Mursyid Tarekat Idrisiyyah mengingatkan kepada mereka yang
terpapar Covid-19 agar merubah mindset isoman menjadi niat berkhalwat agar isomannya
menjadi lading pahala bagi yang menjalankannya. Orang beriman tidak melihat wabah
sebagai sesuatu yang menakutkan, mereka hanya memohon perlindungan Allah SWT dari
keburukan suatu wabah, dan menantikan tibanya hikmah dari Qodo dan Qodarnya Allah
SWT.
Hari ini, kita semua dapat menilai bahwa mayoritas kita hanya melihat dari aspek
zhohirnya saja. Dalam menyikapinya pun tidak tepat sasaran yang disebabkan aspek batin
yang kurang disentuh. Padahal wilayah batin inilah yang seharusnya kita bangun. Jika
kita bangun aspek batin, maka kita tidak akan takut secara berlebih-lebihan. Tidak
melakukan perilaku yang berlebih yang mengakibatkan kerugian bagi orang lain. Jika
aspek zhohir, kita dapat mengantisipasi dengan mengatur jarak, memakai masker jika
keluar rumah, rajin cuci tangan; Maka pada aspek batin ini kita harus memperkuat
keyakinan. "Tidak akan terjadi menimpa kepada kami kecuali apa yang Allah SWT
tetapkan kepada kami". Keyakinan ini memperkuat aspek batin. Sehingga panik, cemas
hilang. Kita tenang, bukan berarti ceroboh dalam aspek zhohir. Jika aspek zhohir sudah
diatur oleh para ahlinya, maka batin kita harus yakin atas ketetapan yang Allah SWT
berikan.
Melihat peluang yang ada dengan strategi yang telah dipersiapkan memerlukan
aksi nyata dari kita sebagai santri yang peduli lingkungan. Menjadi Duta Santri Indonesia
bukan saja masalah eksistensi belaka, melainkan mempertaruhkan pengabdian diri
kepada masyarakat secara totalitas. Saya optimis kita bisa mengoptimalkan peluang ini
untuk bebenah dalam bidang kesehatan dan lingkungan. Santri saat ini bukan lagi baca
kitab saja dan mengaji di asrama, melainkan dituntut untuk mendakwahkan Islam dengan
bidang lainnya salah satunya dalam bidang kesehatan lingkungan. Saya akan membuat
komunitas literasi santri peduli kesehatan lingkungan, di mana di dalamnya akan
membahas dan menyebarkan informasi seputar literasi kesehatan lingkungan. Di
dalamnya akan membahas dan menyebarkan informasi mengenai isu-isu lingkungan
terkini seperti pengolahan limbah dan pengurangan emisi karbon dan isu-isu kesehatan
seperti proteksi kesehatan di masa pandemi, kesehatan reproduksi dan lain-lain.
Komunitas literasi mahasantri sendiri sudah saya dirikan bersama 20 rekan
mahasantri yang berasal dari seluruh Indonesia. Jika komunitas literasi mahasantri sudah
sukses berjalan hingga saat ini, saya semakin yakin bahwa komunitas literasi santri peduli
kesehatan lingkungan pun akan demikian dan tidak menutup kemungkinan akan jauh
lebih luas menjangkau masyarakat. Akhir kata, sebagai aktivis mahasantri saya tidak akan
membiarkan kata-kata ini hanya sebatas tulisan, melainkan akan menjadi sebuah cikal
bakal aksi nyata saya di kemudian hari sebagai Duta Santri Nasional Kesehatan
Lingkungan. Salam santri menjaga bumi, mengabdi tanpa batas dengan semangat
totalitas.
Sumber:
Banerjee D. (2020). The COVID-19 outbreak: Crucial Role The Psychiatrists can Play.
Asian J. Psychiatr. https://doi.org/ 10.1016/j.ajp.2020.102014.

Brooks, S.K., Webster, R.K., Smith, L.E., Woodland, L., Wessely, S., Greenberg, N., &
Rubin, G.J. (2020). The Psychological Impact Of Quarantine And How To
Reduce It: Rapid Review Of The Evidence. Lancet, 395 (10227), 912–920.
https://doi.org/10.1016/S0140- 6736(20)30460-8.

Vibriyanti, Deshinta. 2020. Kesehatan Mental Masyarakat: Mengelola Kecemasan Di


Tengah Pandemi Covid-19. Jurnal Kependudukan Indonesia 2902:69.

Anda mungkin juga menyukai