Anda di halaman 1dari 8

Pengaruh Pandemi Covid -19 terhadap Kesehatan Mental Siswa

Artikel

“Karya tulis ini dibuat dalam rangka memenuhi sebagian tugas akhir sebagai siswa MAN 1 Bojonegoro”

Disusun oleh:
Hanum Ihda Fadliyatul Aliyah,
Xll MIPA 1

Madrasah Aliyah Negri 1 Bojonegoro


Jalan Monginsidi 160 Bojonegoro Jawa Timur
Maret 2023
Pengaruh Pandemi Covid – 19 terhadap Kesehatan Mental Siswa

Oleh Hanum Ihda Fadliyatul Aliyah

Abstrak

Pandemi COVID-19 telah mempengaruhi berbagai aspek kehidupan, termasuk kesehatan mental remaja.
Beberapa faktor yang berperan dalam pengaruh pandemi ini terhadap kesehatan mental remaja adalah isolasi
sosial, stres dan kekhawatiran mengenai pandemi, kehilangan rutinitas sehari-hari, dan membebaskan masa
depan. Remaja yang mengalami gangguan kecemasan atau depresi sebelum pandemi mungkin mengalami kondisi
yang lebih parah selama pandemi. Dalam menghadapi pengaruh pandemi pada kesehatan mental remaja, penting
untuk memperhatikan faktor-faktor yang spesifik untuk remaja dan memberikan dukungan yang tepat. Dukungan
dapat berupa akses ke layanan kesehatan mental dan dukungan sosial, menciptakan lingkungan yang aman dan
mendukung bagi remaja, serta edukasi tentang cara mengatasi stres dan memelihara kesehatan mental.

Kata kunci : kesehatan mental siswa, Pandemi Covid-19

Virus Covid-19 menyebar melalui tetesan kecil dari hidung atau mulut ketika seseorang batuk
atau menghembuskan nafas. Tetesan ini kemudian jatuh ke benda yang di sentuh orang lain, kemudian
orang tersebut menyentuh mata, hidung, atau mulut . Dengan kata lain virus ini menyebar melalui
droplet orang yang sudah terinfeksi. Karena kemungkinan penularan sebelum gejala terjadi, maka
individu yang tetap tanpa gejala dapat menularkan virus, sehingga isolasi adalah cara terbaik untuk
menahan epidemi ini (Guo et al., 2020).

Pandemi Covid-19 telah membawa tantangan terbesar dunia bagi suatu generasi saat
ini.Pandemi ini membawa dampak terhadap kesehatan global, perekonomian dunia, kohesi sosial, dan
aktivitas keseharian yang berubah dari awalnya saling tatap muka menjadi serba virtual. Pandemi ini
disebabkan oleh virus Corona dimana virus ini dapat ditemukan pada manusia dan hewan. Sebagian
virusnya dapat menginfeksi manusia serta menyebabkan berbagai penyakit, mulai dari penyakit umum
seperti flu. Tanda dan gejala umum infeksi Covid-19 antara lain gejala gangguan pernapasan akut seperti
demam, batuk dan sesak napas.

Masa inkubasi virus ini rata-rata 5-6 hari dengan masa inkubasi terpanjang 14 hari. Kasus Covid-
19 yang berat dapat menyebabkan pneumonia, sindrom pernapasan akut, gagal ginjal, dan bahkan
kematian. Tanda-tanda dan gejala klinis yang dilaporkan pada sebagian besar kasus adalah demam,
dengan beberapa kasus mengalami kesulitan bernapas, dan hasil rontgen menunjukkan infiltrat
pneumonia luas di kedua paru (Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, 2020).
Anak-anak dan siswa di masa pandemi ini sangat rentan terhadap risiko stres berkelanjutan
sehingga kesehatan jiwa mereka membutuhkan pertimbangan khusus selama dan setelah pandemi
berakhir. Depresi dan ansietas merupakan gangguan jiwa yang paling umum ditemukan pada usia anak-
anak dan juga remaja dimana gangguan tersebut memberikan dampak buruk yang signifikan dan bahkan
dapat mencetus ide bunuh diri pada mereka (Courney, D., et.al. 2020). Jarnawi (2020).

Tak sedikit siswa yang mengeluhkan sulit fokus selama pembelajaran daring. Hal ini termasuk
salah datu gejala dari beberapa gangguan jiwa seperti ansietas. Aspek kecemasan sendiri yang dijelaskan
oleh Surat dalam Annisa & Ifdil (2020) yaitu aspek perilaku, kognitif, dan juga afektif. Dimana aspek
perilaku diantarainya adalah perasaan gelisah, fisik terasa tegang, tremor, reaksi terkejut, bicara cepat,
kurang koordinasi, cenderung terkena cedera, menarik diri dari hubungan interpersonal, inhibisi, lari
dari masalah, menghindar, hiperventilasi serta merasa sangat waspada. Lalu aspek kognitif diantaranya
adalah perhatian terganggu, konsentrasi memburuk, mudah lupa, salah menilai, preokupasi, pikiran
terhambat, lapang persepsi menurun, kreativitas menurun, bingung, sangat waspada, kesadaran diri,
kehilangan objektivitas, takut kehilangan kendali, takut pada gambaran visual, takut cedera atau
kematian, kilas balik, dan mimpi buruk. Lalu aspek afektif, diantaranya adalah mudah terganggu, tidak
sabar, gelisah, tegang, gugup, ketakutan, waspada, kengerian, kekhawatiran, kecemasan, mati rasa, rasa
bersalah, dan malu.

Dalam pembelajaran daring siswa harus memiliki tanggung jawab personal dalam
belajar, dapat mengontrol sikapnya dalam belajar, menyelesaikan tugas-tugas melalui online
dan mengoptimalkan gadget yang dimiliki sebagai sumber belajar. Hal inilah yang disebut
sebagai self regulated learning. Self regulated learning dapat diartikan sebagai dorongan dari
individu untuk mengelola pembelajarannya sendiri, bagaimana mengatur waktu di rumah,
mengatasi hambatan belajar daringnya dan menyelesaiakan tugasnya tepat waktu.

Namun tidak semua siswa memiliki self regulated learning yang baik. Di sini peran guru
BK dalam membantu mengatasi permasalahan-permasalahan siswa selama pembelajaran
daring. Konsep dan model belajar yang diusung untuk tetap menjaga imunitas siswa serta api
semangat mereka menjadi tantangan tersendiri bagi saya pribadi sebagai guru BK untuk
membantu siswa agar tidak mengalami stres karena perubahan kebiasaan yang bersifat
mendadak atau tiba-tiba. Komunikasi yang saya jalin dengan siswa melalui grup WA lebih
terfokus pada bagimana membantu siswa untuk memahami situasi dan keadaan sekarang ini.
Berusaha merangkai kata-kata motivasi yang bertujuan untuk menjaga kestabilan mental siswa.
Memberikan alternatif-alternatif bergaul dalam kelompok melalui platform digital.

Berita terkait pandemi virus corona tak kunjung mereda, bukan hanya kesehatan fisik
tetapi virus ini juga menyerang kesehatan mental. Efek psikologis yang ditimbulkan bisa
berdampak serius, juga rasa takut yang berlebihan, merasa khawatir, stres, kewalahan ditengah
situasi pandemi sebenarnya adalah hal yang normal. Akan tetapi jika tidak dikendalikan,
tekanan tersebut akan berdampak semakin buruk bagi kesehatan mental .

Kesehatan mental merupakan sebuah kondisi dimana individu terbebas dari segala
bentuk gejala-gejala gangguan mental. Individu yang sehat secara mental dapat berfungsi
secara normal dalam menjalankan hidupnya khususnya saat menyesuaikan diri untuk
menghadapi masalah-masalah yang akan ditemui sepanjang hidup seseorang dengan
menggunakan kemampuan pengolahan stres. Kesehatan mental merupakan hal penting yang
harus diperhatikan selayaknya kesehatan fisik. Diketahui bahwa kondisi kestabilan kesehatan
mental dan fisik saling mempengaruhi. Gangguan kesehatan mental bukanlah sebuah keluhan
yang hanya diperoleh dari garis keturunan. Tuntutan hidup yang berdampak pada stress
berlebih akan berdampak pada gangguan kesehatan mental yang lebih buruk. Gangguan
kesehatan mental yang kerap terjadi di masa pandemi COVID19 ini mulai dari yang ringan
sampai yang berat, yakni seperti cemas berlebihan, stress, gangguan stress pasca trauma,
depresi, xenophobia (ketakutan terhadap orang dari negara lain yang mereka nilai dapat
membahayakan keselamatannya), serta permasalahan kesehatan mental lainnya.

. Kelompok yang paling merasakan dampak psikologis dari pandemi COVID-19 adalah
perempuan, anak dan remaja, serta lanjut usia. Diawali dengan kecemasan yang merupakan
respon terhadap situasi yang mengancam dan biasa terjadi. Kecemasan terbagi menjadi reaksi
yang sifatnya hanya sementara dan reaksi cemas permanen. Rasa cemas ini seperti cemas
tertular SARs-CoV-2, cemas akan pekerjaan yang terbengkalai di kantor, atau cemas akan
keselamatan keluarga. Setiap orang memiliki cara yang berbeda dalam gejala reaksi cemasnya.
Gangguan ini akan menimbulkan suatu gejala psikis seperti demam, sakit tenggorokan, pusing,
padahal seseorang tersebut tidak terinfeksi COVID-19. Hal ini disebut dengan psikosomatik.
Namun, ada pula reaksi cemas yang tidak menimbulkan gejala fisiologis pada penderitanya.
Mengingat pada masa pandemi banyak perubahan dan tekanan yang timbul secara cepat, maka
tidak menutup kemungkinan bagi seseorang untuk mengalami stress. Sebagai contoh, orang
tua yang mengalami stress akibat perubahan gaya belajar anak yang harus bersekolah di rumah

selama masa pandemi. Secara umum, terdapat beberapa hal yang bisa kita lakukan untuk

mengatasi stress:

a. Ciptakan pola pikir yang terbalik, dari negative thinking ke positif thinking.

Kita dapat mengubah cara pola pikir kita terhadap hal yang negatif menjadi hal

yang positif. Sebagai contoh, apabila sebelum masa pandemi kita jarang berkumpul

dengan keluarga kita, selama pandemi kita dapat lebih dekat dan berinteraksi lebih intens

dengan keluarga kita. Contoh lainnya, selama masa pandemi kita menjadi lebih perhatian

terhadap kesehatan serta kebersihan diri kita serta keluarga. Dengan menciptakan pola

pikir seperti ini, kita telah mengubah stress yang pada awalnya berdampak negatif

menjadi sesuatu yang positif.

b. Cari dukungan dari teman dan keluarga.

Berbicara dengan teman serta keluarga dapat menjadi hal yang penting saat

dalam kondisi stress. Dengan berkomunikasi, selain kita dapat mencurahkan isi hati

terhadap permasalahan yang tengah dihadapi, juga dapat mendekatkan hubungan

dengan orang tersebut.

c. Jangan takut akan perubahan dan stress.

Stress akan muncul dengan sendirinya, kapanpun, dan dimanapun. Oleh karena

itu, jangan takut akan stress serta perubahan ataupun masalah yang dapat memicu

stress. Ciptakan pola pikir yang objektif, proporsional, serta rasional dalam mengatasi

permasalahan serta perubahan yang akan terjadi. (https://bem.fmipa.unej.ac.id/kesehatan-


mental-di-masa-pandemi/).

Pandemi Covid-19 telah memberikan dampak yang signifikan pada kesehatan mental siswa,
terutama pada remaja. Beberapa dampak yang mungkin dirasakan siswa selama pandemi ini antara
lain:
a. Stres dan Kecemasan , Pembatasan sosial dan jarak fisik, pembelajaran jarak jauh, dan
isolasi sosial dapat menyebabkan stres dan kecemasan pada siswa. Selain itu
kekhawatiran dan kekhawatiran tentang kesehatan fisik dan masa depan dapat
menimbulkan kecemasan.
b. Keterbatasan Interaksi Sosial , Pembatasan sosial dan jarak fisik dapat mengurangi
interaksi sosial siswa, yang dapat mempengaruhi kesehatan mental mereka. Kurangnya
interaksi sosial dapat menyebabkan perasaan kesepian dan isolasi sosial, yang dapat
berdampak negatif pada kesehatan mental siswa.
c. Tekanan Akademik , Pembelajaran jarak jauh dan pernyataan tentang masa depan
pendidikan dapat meningkatkan tekanan akademik pada siswa. Ketidak pastian tentang
ujian, evaluasi, dan simpati dapat tekanan.

Berdasarkan laporan hasil penelitian 2 tahun terakhir (masa pandemi), didapatkan berbagai
macam faktor yang berpengaruh terhadap kesehatan mental remaja selama pandemi. Secara
keseluruhan, faktor-faktor tersebut antara lain proses belajar daring, pola makan, waktu yang
habis untuk menatap layar, konsumsi berita dari media, ,komunikasi dengan orang
tua, ,penggunaan media sosial , kerentanan individu, keluarga, dan sosial remaja, tingkat
pendidikan merupakan faktor yang mempengaruhi kesehatan mental remaja. Berikut penulis
jabarkan faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan mental remaja selama pandemi:

a. Proses Belajar Daring


Proses belajar daring di masa pandemi covid-19, membuat pelajar yang masih remaja
merasa tertekan. Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan hal tersebut antara lain
banyaknya materi pembelajaran yang harus dipelajari mandiri, terdapat masalah pribadi
yang membuat pekerja takut tidak bisa mengikuti kuliah online, beban tugas yang diberikan
oleh guru/dosen sangat banyak, kurangnya kemampuan tenaga pengajar untuk mengajar
secara daring, tenaga pengajar juga kerap mengubah waktu kuliah. Hal-hal tersebut dapat
membuat kesehatan mental remaja terganggu.
b. Pola Makan
Selama belajar di rumah, terjadi penurunan aktivitas fisik; peningkatan waktu layar untuk
menggunakan gadget, pola tidur tidak teratur, dan termasuk didalamnya diet yang kurang
tepat pada anak-anak dan remaja. Penelitian menunjukkan pola makan anak dan remaja
selama pandemi Covid-19 berhubungan dengan kesehatan mentalnya.
c. Waktu yang Habis Untuk Menatap Layar
Selama pandemi, kaum muda didorong untuk menggunakan perangkat digital lebih dari
sebelumnya untuk sekolah dan koneksi sosial, yang mungkin bermanfaat bagi
perkembangan mereka. Namun, di satu sisi banyaknya waktu yang habis digunakan untuk
menatap layar berhubungan dengan kesehatan mental remaja. Lamanya waktu yang
dihabiskan membuat waktu istirahat mereka berkurang. Penelitian menunjukkan terdapat
hubungan negatif antara waktu layar dan durasi tidur dimana semakin banyak waktu yang
dihabiskan untuk menggunakan gadget, semakin berkurang waktu istirahat. Maka dari itu,
orang tua diharapkan dapat mengurangi akses ke perangkat digital sebelum waktu tidur
sebagai salah satu strategi sederhana agar anak-anak mereka mendapatkan jumlah tidur
yang cukup.
d. Penggunaan Media Sosial
Menurut penelitian Septiani, ada pengaruh penggunaan media sosial dengan kesehatan
mental dan kesejahteraan sosial remaja dimasa pandemi covid-19. Penggunaan media
sosial mempengaruhi kesehatan mental dan kesejahteraan kaum muda selama pandemi
COVID-19. Dari media sosial ada aplikasi chatting, aplikasi belajar, hingga belanja lewat
daring. Dari sini terlihat bahwa minat masyarakat khususnya remaja semakin meningkat
dalam aktivitas online. Menggunakan media sosial dengan bijak adalah hal terpenting
sehingga kita bisa mengambil manfaat terbesar dari penggunaan media sosial. Di sisi lain,
jika pengaturan diri dalam menggunakan media sosial tidak baik, akan ada banyak
kerugian.
e. Kerentanan Individu

Populasi remaja rentan di masa pandemi. Masa remaja merupakan masa transisi dan
pematangan yang sulit menuju masa dewasa. Tinjauan ini menunjukkan bahwa studi awal
tentang kesehatan. Kerentanan individu juga termasuk salah satu faktor yang mempengaruhi
kesehatan mental remaja. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Benjamin, remaja dengan
gangguan kejiwaan sangat rentan, mungkin karena gangguan perawatan, kecemasan terkait
COVID-19, dan kesulitan dalam mengatasi kurungan. Selain itu, ada kekhawatiran tentang akses
berlebihan ke internet, media sosial dan berita. (https://www.cdc.gov/coronavirus/2019-ncov/daily-
life-coping/managing-stress-anxiety.html).

Di masa pandemi yang serba sulit ini tidak hanya ketahanan fisik, tapi ketahanan psikis juga
turut diuji. Kesehatan mental merupakan salah satu faktor utama yang mendukung kita supaya bisa
melalui keadaan yang serba sulit ini. Dalam menjaga kesehatan mental kita bisa melakukan penyesuaian
diri dengan cara mengatur pola pikir dan juga menumbuhkan motivasi. Selain itu berpegang teguh
dengan aspek religiusitas juga sangat berpengaruh dalam meningkatkan pola pikir yang positif. Hal
lainnya yaitu hobi. Hobi membantu untuk melepaskan stres. Selain dari diri sendiri, kondisi lingkungan
dan orang-orang sekitar juga menentukan kondisi mental .

Daftar Pustaka
Fitria mazi , 2021. Dampak kesehatan mental dari Pandemi Covid -19 pada anak-anak dan siswa. Dikutip
dari:
(https://www.cdc.gov/coronavirus/2019-ncov/daily-life-coping/managing-stress-anxiety.html)
Manuhutu , 2022. Situasi terkini perkembangan Corona virus disease (Covid -19). Dikutip dari :
(https://infeksiemerging.kemkes.go.id/situasi-infeksi-emerging/tanya-jawab-coronavirus-disease-
covid-19-qna-update-6-maret-2020)
Gutama Wibhawa , 2022. Kesehatan mental di masa pandemi. Dikutip dari :

(https://bem.fmipa.unej.ac.id/kesehatan-mental-di-masa-pandemi/)

Anda mungkin juga menyukai