Anda di halaman 1dari 2

Aska Putra

XII IPS 2

STRESS DIKALA PANDEMI


Pada tahun 2020, dunia dikejutkan dengan munculnya pandemi COVID-19 yang
menimbulkan ketakutan, kericuhan, dan kekacauan di berbagai negara, tak terkecuali Indonesia.
Ketika COVID-19 pertama kali masuk ke Indonesia pada 2 Maret 2020, timbul kepanikan dalam
masyarakat yang khawatir jika penyakit tersebut menyerang mereka ataupun menyerang orang yang
mereka sayangi. Banyak pasien Covid-19 menunjukkan gejala depresif, kecemasan, dan stress pasca-
trauma, baik yang menjalani isolasi di rumah sakit maupun di rumah.
Namun ternyata, pandemi ini tidak hanya menimbulkan masalah pada sektor kesehatan saja,
pandemi ini juga menyerang perekonomian penduduk Indonesia. Perekonomian yang memburuk
membuat banyak perusahaan melakukan PHK besar-besaran terhadap karyawannya karena tak
mampu untuk menggaji mereka, UMKM pun terkena dampak yang cukup besar karena mereka tak
dapat berjualan dikarenakan aturan pemerintah yang mengharuskan seluruh masyarakat untuk
berdiam diri di rumah.
Adanya sebagian masyarakat yang di-PHK, penghasilan menurun, ada yang usahanya gulung
tikar dan bahkan berakibat sampai ke naiknya angka perceraian di sejumlah wilayah, menyebabkan
buruknya kondisi kesehatan mental masyarakat Indonesia selama pandemi COVID-19.
Sebuah penelitian yang dirilis pada tahun 2021 oleh The Lancet menemukan bahwa tekanan
psikologis, depresi, dan gangguan kecemasan umum ditemukan selama setengah tahun terjadinya
Covid-19, yakni selama Juli-September 2020. Sebanyak 42% orang dalam penelitian tersebut
mengalami tekanan psikologis ringan selama pandemi. Meski dikategorikan ringan, persentase
tersebut jauh lebih tinggi dibandingkan angka pada tahun 2018 yang hanya menyentuh angka 32%.
Pada Oktober 2021 lalu, Driektorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit
Kementerian Kesehatan menyatakan bahwa pandemi Covid-19 menyebabkan peningkatan pada kasus
gangguan jiwa dan depresi hingga 6,5% di Indonesia. Survei yang dilakukan Perhimpunan Dokter
Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PDSKJI) pada tahun 2020 menemukan bahwa, sebanyak 63
responden mengalami cemas dan 66 persen responden mengalami depresi akibat pandemi Covid-19.
Peningkatan persentase kasus gangguan jiwa dan depresi di Indonesia disebabkan oleh
pembatasan sosial (terlalu lama berdiam diri di rumah dan tidak bersosialisasi) serta akibat kehilangan
pekerjaan.
“Sejujurnya kalau buat stress atapun depresi sih ngga ya, paling cumin bosen-bosen aja,
karena kan waktu main jadi terbatas sekolah jadi di rumah aja, liburan main sama temen juga jarang,
intinya jadi susah buat keluar rumah. Paling cumin ngerasa bosen aja begitu loh. Ya aku sih
ngatasinnya dengan ngisi waktu luang aku itu kebetulan dengan nonton film, terus juga ngelakuin
hobi-hobi aku, dan berjualan ya. Itu disisi sekolah online. Buat keluarga aku sih alhamdulillah ga ada
yang ngalamin stress juga, meskipun sempat terkena covid ya, tapi kita semua yang kaya yaudah
menjalani hari-hari dengan lebih apaya lebih terjaga aja gitu daripada sebelum pandemi. Dan ya aku
sih menyikapinya kaya ya udah let it flow aja karena kan hal ini tuh apaya, tantangan buat semua
orang, tantangan buat semua umat manusia, jadi aku sih tabah aja ya, mungkin dari pandemi juga ada
efek positifnya yaitu jadi berkuranglah tuh ya gas karbondioksida dari kendaraan, karena bumi seperti
dipulihkan kembali.” Pendapat salah satu siswa di SMAN 1 Cimahi.
“Merasa stress karena banyaknya tugas dan materinya yang sulit dipahami dan saya harus
belajar melalui zoom, kendala saat megikuti zoom adalah koneksi. Jadi saya stress tidak bisa
mengikuti materi dan tugas-tugas yang diberikan. Tugas-tugasnya banyak sekali. Biasanya dengan
tidur, istirahat, mendengarkan musik, atau pergi ke suatu tempat yang membuat kita tenang, bisa juga
dengan melakukan aktivitas yang disukai. Saya ajak berkomunikasi.” Jawaban salah satu narasumber
dari SMAN 2 Cimahi.
“Tentu pernah. Ketika stress itu timbul rasa cemas dan kecewa otomatis ikut timbul, disitulah
spekulasi negatif bermunculan. Entah pengintimidasian fisik dan ataupun finansial. Mendengarkan
musik yang mempunyai vibes menenangkan diri dan mengandung unsur ‘cintai diri sendiri”. Kalau
untuk keluarga tidak tahu, tapi pernah mengalami (stress). Memberi semangat pastinya, dan
memberikan usulan tentang bagaimana baiknya untuk kedepan.” Jawaban salah satu siswa SMAN 1
Cimahi.
Menurut ahli Kesehatan Otak dan penuaan The University of California, Los Angeles
(UCLA) Dr Gary Small mengatakan bahwa kesehatan mental harus menjadi prioritas utama pada sat
pandemi Covid-19. “Mengelola stress dan mengetahui bagaimana untuk melakukan hal yang penting,
karena pada saat ini (pandemi) stress kronis dapat mengancam dan melemahkan sistem kekebalan
tubuh dan mempengaruhi kemampuan untuk melawan infeksi,” ujar Gary.
Dia menambahkan stress juga dapat berdampak negatif terhadap kesehatan fisik dan mental.
Keberadaan keluarga, teman, atau komunitas yang dapat membantu mengatasi stress dan mengelola
kesehatan mental. Teknologi memungkinkan untuk tetap dapat berinteraksi.
Gary juga menjelaskan banyak masyarakat mengalami kecemasan, depresi, dan masalah
kesehatan pikiran lainnya selama pandemi Covid-19, karena paparan informasi.
Ia membagi tips terkait upaya mengenali tingkat stress yang diderita. Pertama, lakukan
identifikasi gejala stress, dengan ciri-ciri nyeri gigi, berat badan naik, sakit kepala, perubahan suasana
hati, sakit punggung dan leher, dan kurang tidur malam adalah sinyal mengalami stress.
Kedua, mencari pemicu penyebab stress. Contohnya, jika bekerja dari rumah atau menonton
berita membuat cemas, jengkel, atau mengalami sakit kepala atau leher, segera berdiri dan berhenti
sejenak. Kemudian mendengarkan musik atau pergi ke tempat yang tenang untuk bersantai dapat
membantu mengatur ulang kondisi mental dan Kembali bekerja.
Ketiga, mengatur jadwal dengan menjadwalkan ulang kegiatan sehari-hari dengan beristirahat
yang cukup dari pekerjaan, menonton atau membaca berita, dan bersosial media.
Keempat, melakukan kegiatan yang kreatif, yakni dengan menghabiskan waktu untuk
mencari kegiatan yang baru atau melakukan hobi. Hal itu membantu sesorang menjadi rileks.
Kelima, menerapkan pernapasan untuk relaksasi. Keenam, berolahraga dapat meningkatkan
kesehatan fisik dan mental.
Selanjutnya, tetap berhubungan dengan keluarga dan teman-teman dekat. Terakhir, menjaga
rutinitas dengan konsisten melakukan kegiatan yang bisa dilakukan.
Pandemi Covid-19 menjadi ancaman bagi seluruh aspek dalam kehidupan, tidak terkecuali
kesehatan mental kita. Pandemi yang tidak hanya menyerang kesehatan fisik namun juga perlahan
menyerang kesehatan mental kita sebagai umat manusia. Namun terkadang kita lupa akan pentingnya
menjaga kesehatan mental bagi diri kita. Diperlukan awareness dari diri sendiri untuk menjaga
kesehatan mental diri sendiri maupun orang-orang terdekat kita. Jangan segan untuk menghubungi
psikolog atau psikiater apabila diperlukan.

Anda mungkin juga menyukai