Covid-19
Pandemi Covid-19 telah menimbulkan dampak yang luas dari sisi ekonomi, sosial, hingga
personal. Selain berbahaya buat kesehatan fisik, wabah yang telah berlangsung lebih dari setahun
ini mengancam kesehatan mental. Orang-orang terpaksa menghentikan atau mengurangi
aktivitasnya di luar rumah, bahkan harus mengisolasi diri ketika terjangkit virus corona. Karena
itu, kondisi mental memerlukan perhatian ekstra. Penting bagi kita untuk menjaga kesehatan
mental.
Sejumlah riset kesehatan mental Covid-19 menemukan pikiran negatif dan pengalaman buruk
berkaitan dengan isolasi dalam jangka waktu lama. Manusia pada dasarnya adalah makhluk
sosial sehingga membutuhkan sosialisasi. Perasaan sendiri atau terisolasi bisa menambah
tekanan mental pasien.
Bukan hanya pasien positif Covid-19, masyarakat pada umumnya juga menghadapi ancaman
kesehatan mental karena adanya pembatasan sosial yang bertujuan menekan angka penularan
virus corona. Situasi yang serba membatasi gerak sehari-hari dapat menimbulkan perasaan
tertekan atau stres.
Awalnya, orang akan merasa bosan ketika harus banyak berdiam diri di rumah. Lama-kelamaan,
kebosanan itu bisa berkembang menjadi depresi dan gangguan kecemasan. Terlebih bila ada
pemicu seperti terkena pemutusan hubungan kerja atau usahanya terkena dampak pandemi.
Untuk itu, pemerintah memiliki gugus tugas kesehatan mental Covid-19 yang bertugas
membantu masyarakat yang rentan atau telah mengalami gangguan mental selama pandemi.
Siapa yang Berpotensi Mengalami Masalah Mental Saat
Pandemi Covid-19?
Orang yang paling berpotensi mengalami gangguan kesehatan mental Covid-19 adalah mereka
yang sebelumnya sudah berisiko tinggi bila mengalami isolasi. Menurut penelitian dari Johns
Hopkins University, Amerika Serikat, orang-orang yang sebelum pandemi sudah memiliki
lingkaran sosial yang terbatas lebih rentan terhadap masalah psikis. Sebab, jumlah teman atau
keluarga yang bisa diajak berkomunikasi saat pandemi lebih terbatas.
Kesepian dan isolasi sosial juga meningkatkan risiko depresi dan gangguan kecemasan pada
anak-anak dan remaja. Selagi sekolah masih menyelenggarakan pembelajaran jarak jauh, anak
dan remaja harus lebih mendapat perhatian terkait dengan kondisi mental mereka. Remaja dan
orang dewasa muda berusia 18-24 tahun diketahui banyak merasa kesepian pada masa
pembatasan sosial. Padahal usia itu adalah masanya mereka mengembangkan jati diri lewat
lingkungan pertemanan.
Risiko kesehatan mental Covid-19 pada orang dewasa dan lanjut usia cenderung lebih kecil
karena kebutuhan untuk bersosialisasi pun lebih sedikit. Namun, berdasarkan beberapa
penelitian, ada sejumlah faktor yang bisa meningkatkan risiko itu, antara lain:
Berjenis kelamin perempuan karena lebih rentan terhadap stres serta gangguan stres
pasca-trauma (PTSD)
Berusia produktif dan banyak menerima informasi dari media sosial atau media massa
yang bisa menambah tekanan
Berpendidikan tinggi karena lebih sadar akan pentingnya kesehatan sehingga lebih
mudah terserang stres lantaran terlalu memikirkan ancaman kesehatan
Masih harus bekerja saat pandemi karena lebih khawatir tertular Covid-19, terutama bila
menggunakan transportasi umum
Pendapatan berkurang atau kehilangan pekerjaan karena pandemi
Tinggal di daerah dengan tingkat penularan tinggi atau banyak kenalan atau anggota
keluarganya yang positif Covid-19
Trending
Dampak Detak Jantung Janin Lemah pada Perkembangan Janin
Baca Juga: Hasil Rapid Test Covid-19 Anda Reaktif? Apa Selanjutnya
Mudah marah
Sulit dibujuk agar menurut
Mudah menangis
Kerap terbangun saat tidur pada malam hari
Merasa kesepian
Ragu untuk mengungkapkan sesuatu
Sering memukul, menggigit, atau melakukan tindakan keras lain
Kerap terlibat pertengkaran dengan teman atau keluarga
Agresif
Suasana hati mudah berubah
Tidak lagi menggemari kegiatan yang sebelumnya disukai
Hilang selera makan
Sulit berkonsentrasi
Penurunan nilai akademik
Sering melamun
Tidak nafsu makan, bahkan bisa tidak makan seharian
Kurang berminat berkomunikasi dengan orang lain via online
Bingung melakukan aktivitas di rumah
Sulit tidur
Tak dapat berpikir jernih
Lebih mudah berbuat ceroboh
Ada pikiran untuk bunuh diri
Salah satu alasannya adalah tubuh akan memproduksi hormon yang bisa menguatkan imun saat
muncul perasaan senang. Misalnya dopamin, serotonin, relaksin, dan oksitosin. Hormon ini bisa
merangsang tubuh memproduksi sel imun lebih banyak. Menurut penelitian, ketika orang tertawa
lima menit pun ada peningkatan jumlah sel darah putih yang mampu melenyapkan pemicu
penyakit yang masuk ke tubuh.
Tetap berkomunikasi
Berkat Internet, kita masih bisa bercengkerama dengan kawan-kawan lewat telepon atau video
call. Manfaatkan teknologi ini untuk tetap menjaga komunikasi dengan orang lain, termasuk
mencurahkan isi hati yang menjadi beban.
Hiburan pun bisa dicari di Internet. Kita bisa menikmati konser penyanyi atau band favorit, juga
menonton film komedi yang memancing kita untuk tertawa dan bahagia.
Istirahat cukup
Tubuh harus cukup beristirahat, bila fisik sehat, kesehatan mental turut terjaga.
Pikiran positif bisa terbangun dari banyak hal. Relaksasi, Yoga atau meditasi bisa menjadi salah
satu cara. Bila perlu, konsultasi dengan psikolog atau psikiater untuk mendapatkan nasihat yang
positif untuk mencegah masalah kesehatan mental di era pandemi Covid-19.
Ditinjau oleh:
Referensi:
https://www.who.int/publications/i/item/9789240003927
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC7513674/