Anda di halaman 1dari 18

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Bab kedua tesis ini berisi berbagai teori dan konsep yang digunakan
sebagai rujukan berfikir dan analisis. Secara garis besar bagian tinjauan pustaka
menguraikan teori dan konsep mengenai literasi keuangan, perilaku keuangan,
karakteristik sosial demografi (melingkupi jenis kelamin, tingkat pendapatan,
usia), dan toleransi resiko sebagai sebuah variabel yang nantinya akan
mempengaruhi dalam pengambilan beberapa keputusan terkait perencanaan
pengelolaan keuangan hari tua.

2.1. Kajian Teori


2.1.1 Two-Process Learning Theory (Teori Pembelajaran Dua Proses)
Menurut Rescorla & Solomon (1967) teori pembelajaran dua proses
adalah teori yang didasarkan pada pengondisian klasik (pavlovian
conditioning) yang dikembangkan oleh Ivan Pavlov dan instrumental
learning yang dikembangkan oleh Edward L. Thorndike. Teori
pengondisian klasik itu sendiri merupakan sebuah prosedur penciptaan
refleks baru dengan cara mendatangkan stimulus sebelum terjadinya refleks
tersebut maksudnya adalah ketika stimulus buatan digunakan maka akan
menciptakan sebuah refleks buatan namun jika stimulus buatan tersebut
terus dilakukan berulang-ulang ketika stimulus buatan tersebut dihentikan
maka akan timbul sebuah refleks alami, sedangkan instrumental learning
adalah sebuah proses yang menitikberatkan pembelajaran pada stimulus dan
respon. Stimulus adalah segala sesuatu yang dapat merangsang terjadinya
proses belajar seperti pikiran, perasaan atau hal-hal lain yang dapat
ditangkap melalui alat indera. Sedangkan respon adalah reaksi yang
dimunculkan peserta didik ketika belajar, yang dapat pula berupa pikiran,
perasaan atau gerakan/tindakan.
B.R Hergenhahn & Matthew H.Olson (2017) menyatakan bahwa proses
belajar tidak bisa dipelajari secara langsung, hakikat dari belajar hanya
dapat disimpulkan dari perubahan perilaku.

2.1.2 Prospect Theory (Teori Prospek)


Teori prospek adalah teori yang menjelaskan bagaimana seseorang
mengambil keputusan dalam kondisi tidak pasti. Substansi teori prospek
adalah proses pembuatan keputusan individual yang berlawanan dengan
pembentukan harga yang biasa terjadi di ilmu ekonomi. Teori prospek ini
berawal dari penelitian yang dilakukan oleh Kahneman & Tversky (1979)
dalam penelitian Adiasa (2013), mengenai perilaku manusia yang dianggap
aneh dan kontradiktif dalam mengambil suatu keputusan. Subjek penelitian
yang sama dengan beberapa pilihan yang sama namun diformulasikan
dengan cara yang berbeda maka hasil keputusan seseorang akan berbeda.
Kahneman & Tversky (1979) dalam Adiasa (2013) menamakan perilaku
orang tersebut sebagai risk aversion behavior dan risk seeking behavior.
Dalam teori prospek, Kahneman & Tversky (1979) seperti yang dikutip
dalam penelitian Adiasa (2013), mengungkapkan bahwa seseorang akan
mencari informasi terlebih dahulu kemudian akan dibuat beberapa “decision
frame” atau konsep keputusan. Setelah konsep keputusan dibuat maka
seseorang akan mengambil keputusan dengan memilih salah satu konsep
yang menghasilkan expected utility yang terbesar.

2.1.3 Humanistic Theory (Teori Humanistik)


Teori humanistik dicetuskan pertama kali oleh Arthur Combs (1912-
1999), Carl Rogers, Erich Fromm, Viktor Franki, serta Abraham Maslow.
Pada teori humanistik, lebih melihat pada perkembangan kepribadian
seseorang. Pendekatan-pendekatan yang dilakukan adalah untuk melihat
kejadian yang mana manusia dapat membangun dirinya sendiri untuk
melakukan hal positif. Kemampuan untuk melakukan hal-hal positif inilah
yang disebut potensi manusia. Para ahli yang memiliki aliran humanism
biasanya akan lebih fokus pada pengajaran kemampuan hal-hal positif ini.
Kemampuan positif sangat berkaitan dengan pengembangan emosi positif
yang berada dalam domain efektif. Emosi menjadi karakteristik yang kuat
dan terlihat dari orang-orang yang beraliran humanism.

2.1.4 Literasi Keuangan


Lembaga Otoritas Jasa Keuangan (2013) menyatakan bahwa secara
definisi literasi diartikan sebagai kemampuan memahami, jadi literasi
keuangan adalah kemampuan mengelola dana yang dimiliki agar
berkembang dan rencana hidup dimasa yang akan datang bisa lebih
sejahtera. Dalam penelitian lainnya yang dilakukan oleh MA Abdullah dan
Rosita Chong (2014) dalam tulisannya berjudul “Financial literacy: an
exploratory review of the literature and Future research” Literasi keuangan
adalah kombinasi pemahaman antara konsumen dan investor terhadap
produk keuangan, konsep dan kemampuan mereka serta keyakinan dalam
menilai risiko dan peluang keuangan. Literasi keuangan sangat membantu
dalam membuat pilihan dan mengambil langkah efektif untuk meningkatkan
kesejahteraan finansial. Lebih lanjut menurut Sandra J. Houston (2009)
mengatakan bahwa literasi keuangan merupakan pengukuran seberapa baik
seorang individu dapat memahami dan menggunakan informasi yang terkait
dengan keuangan. Literasi keuangan bukan hanya membutuhkan dimensi
pengetahuan tetapi juga membutuhkan dimensi tambahan yakni dimensi
pengaplikasian yang mengharuskan seseorang memiliki kemampuan dan
kepercayaan diri atas pengetahuan keuangan yang dimilikinya untuk
digunakan dalam pengambilan keputusan keuangan.
Pelaksanaan edukasi dalam rangka meningkatkan keuangan masyarakat
sangat diperlukan karena berdasarkan survei yang dilakukan oleh Otoritas
Jasa Keuangan (OJK) pada 2013, bahwa tingkat literasi keuangan penduduk
Indonesia dibagi menjadi empaf bagian, yakni :
1. Well Literate (21,84 %), yakni memiliki pengetahuan dan keyakinan
tentang lembaga jasa keuangan serta produk jasa keuangan, termasuk
fitur, manfaat dan risiko, hak dan kewajiban terkait produk dan jasa
keuangan, serta memiliki keterampilan dalam menggunakan produk dan
jasa keuangan.
2. Sufficient Literate (75,69 %), memiliki pengetahuan dan keyakinan
tentang lembaga jasa keuangan serta produk dan jasa keuangan,
termasuk fitur, manfaat dan risiko, hak dan kewajiban terkait produk
dan jasa keuangan.
3. Less Literate (2,06 %), hanya memiliki pengetahuan tentang lembaga
jasa keuangan, produk dan jasa keuangan.
4. Not Literate (0,41%), tidak memiliki pengetahuan dan keyakinan
terhadap lembaga jasa keuangan serta produk dan jasa keuangan, serta
tidak memiliki keterampilan dalam menggunakan produk dan jasa
keuangan.
Menurut Survei Nasional Literasi Keuangan (SNLK) ketiga yang
dilakukan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada tahun 2019 menunjukan
indeks literasi keuangan mencapai 38,03%, ini mengindikasikan bahwa
penduduk Indonesia tergolong kedalam Well Literate. Lima domain dari
literasi keuangan tersebut diharapkan dapat membantu pegawai dalam
melakukan perencanaan pengelolaan keuangan yang baik sehingga pola
keuangan tetap terjaga walaupun telah memasuki masa pensiun/purna tugas.

2.1.5 Perilaku Keuangan


Menurut Micahel M. Pompian (2006) Perilaku keuangan itu sendiri
juga berasal dari ekonomi neoklasik, Homo economicus adalah model
perilaku ekonomi manusia yang sederhana mengasumsikan bahwa prinsip –
prinsip kepentingan pribadi sempurna, rasionalitas yang sempurna, dan
informasi yang sempurna mengatur keputusan ekonomi individu.
Sedangkan menurut Kholifah dan Iramani (2013) mengatakan bahwa
perilaku keuangan adalah kemampuan seseorang dalam mengatur yaitu
perencanaan, penganggaran, pemeriksaan, pengelolaan, pengendalian,
pencairan, dan penyimpanan dana keuangan sehari – hari. Munculnya
sebuah perilaku keuangan merupakan dampak dari besarnya hasrat
seseorang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sesuai dengan tingkat
pendapatan yang diperoleh.
Perilaku keuangan seseorang menurut Dew dan Xiao (2011) dapat
dilihat dari lima hal yaitu Consumption, cash flow, credit savings and
investment, and insurance. Sedangkan menurut Ricciardi (2000)
mengemukakan bahwa perilaku keuangan adalah suatu disiplin ilmu yang
mempunyai berbagai interaksi tentang disiplin ilmu dan akan terus menerus
berintegrasi.

PSIKOLOGI

SOSIOLOGI BEHAVIORAL
FINANCE

FINANCE

Gambar 2.1 Aspek Behavioral Finance (Ricciardi & Simon, 2000)

Berdasarkan gambar 2.1 mengenai aspek Behavioral Finance, ada 3


aspek yang mempengaruhi perilaku keuangan, 3 aspek tersebut adalah
psikologi, sosiologi, dan keuangan. Seseorang yang memiliki 3 aspek ini di
dalam dirinya tentu akan membuat pola perilaku keuangannya lebih baik
jika dibandingkan dengan hanya memiliki salah satu diantaranya atau
bahkan tidak memilikinya sama sekali.

2.1.6 Karakteristik Sosial Demografi


Sosial demografi merupakan ilmu yang mempelajari penduduk (suatu
wilayah) terutama mengenai jumlah, struktur (komposisi penduduk) dan
perkembangannya (perubahannya) dari waktu ke waktu. Selain itu faktor
karakteristik sosial demografi juga erat kaitannya dengan perilaku seseorang
dalam melakukan perencanaan keuangan hari tua, yaitu meliputi :
1. Jenis Kelamin
Williams dan Best (1999) mengatakan bahwa di berbagai budaya, laki-
laki secara luas dianggap sebagai sosok yang dominan, mandiri, agresif,
berorientasi pada prestasi, dan gigih. Sementara perempuan pada
umumnya dianggap sebagai sosok yang mengasuh, gemar berkumpul,
kurang percaya diri, dan lebih banyak menolong orang lain yang sedang
mengalami kesulitan. Oleh sebab itu dalam hal mencapai tujuan
keuangannya peran laki-laki cenderung lebih bijak daripada perempuan.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Safitri (2013) yang
menyatakan bahwa peran gender maskulin memiliki kecenderungan
kesiapan pensiun tinggi dibandingkan dengan peran gender feminism
dan androgini yang memiliki kecenderungan kesiapan pensiun rendah.
2. Tingkat Pendapatan
Teori humanistik lebih melihat pada perkembangan kepribadian
seseorang, oleh sebab itu semakin berkembangnya diri seseorang maka
semakin banyak pemahaman yang ia dapatkan sehingga di dalam dunia
kerja seseorang yang memiliki pemahaman yang tinggi maka akan
mempengaruhi tingkat pendapatan yang ia dapatkan. Penelitian
mendukung lainnya dilakukan oleh Bachrudin (2016) menunjukan
bahwa semakin tinggi pendapatan seseorang akan semakin tinggi pula
perencanaan keuangan yang dilakukan oleh individu, hal ini disebabkan
karena dengan pendapatan yang tinggi individu akan lebih memiliki
ruang untuk menyisihkan pendapatan yang diterima untuk keperluan
investasi, asuransi, dan bahkan merencanakan dana pensiun.
3. Usia
Teori humanistik menjelaskan bawa manusia dapat membangun
dirinya sendiri untuk melakukan hal yang positif. Hal ini tentu erat
kaitannya dengan faktor usia, sebab semakin tua usia seseorang maka
semakin bijak pula perilaku keuangannya dalam melakukan
perencanaan keuangan hari tua. Sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Aminatuzzahra (2014) dimana usia dan status pekerjaan
memiliki hubungan yang signifikan dengan jumlah perilaku keuangan,
tetapi secara signifikan berpengaruh terhadap perilaku evaluasi diri.
Artinya semakin tinggi umur yang dimiliki maka semakin baik evaluasi
diri seseorang dan perilaku keuangannya dalam pengambilan keputusan
investasi.

2.1.7 Toleransi Risiko


Menurut Mamduh M. Hanafi (2014) dalam modul Risiko, Proses
Manajemen Risiko, dan Enterprise Risk Management Risiko bisa
didefinisikan dengan berbagai cara, salah satunya yaitu sering dipakai untuk
analisis investasi adalah kemungkinan hasil yang diperoleh menyimpang
dari yang diharapkan. Risiko berkaitan erat dengan kondisi ketidakpastian.
Risiko muncul karena ada kondisi ketidakpastian. Sedangkan variabel
toleransi risiko dalam penelitian ini mempresentasikan faktor psikologi
dalam pengambilan keputusan perencanaan keuangan hari tua, karena
toleransi risiko merupakan sesuatu yang ada dalam diri manusia dan
cenderung stabil. Hal ini sesuai dengan penelitian Jacobs-Lawson dan
Hershey (2005) yang menyatakan bahwa variabel penting dalam
mempelajari perencanaan hari tua seseorang diantaranya adalah toleransi
risiko, perspektif terhadap masa depan dan pengetahuan tentang keuangan.
Menurut Saiful Bahri (2018) toleransi terhadap risiko merupakan
kesiapan individu untuk ikut serta dalam perilaku investasi tertentu.
Toleransi risiko adalah sejauh mana seseorang bersedia memberikan
toleransi terhadap risiko atas keputusan investasi yang diambil dan setiap
investor mempunyai toleransi yang berbeda.
Jika dilihat dari kesediannya menanggung risiko investasi, investor
dapat dikategorikan menjadi 3 kelompok atau tipe (Fred Weston, Copeland
dalam cahyadi 2010) yaitu :
a. Risk Lover atau Risk Seeker
Tipe investor yang berani mengambil risiko yang disebut risk taker atau
risk lover atau risk seeker. Investor tipe ini adalah investor yang berani
menanggung risiko. Beberapa risk lover biasanya sering menghadapi
risiko yang tinggi di lingkungan kerjanya.
b. Risk Averter atau Risk Aversion
Tipe investor yang takut atau enggan menanggung risiko yang disebut
Risk Averter atau Risk Aversion. Investor yang termasuk tipe risk
averse, contohnya pegawai berpendapatan tetap dan pedagang yang
berpenghasilan cukup untuk kebutuhannya. Mereka cenderung memilih
investasi dengan tingkat risiko yang rendah seperti : tabungan deposito,
unit link dan obligasi pemerintah.
c. Risk Moderate Risk, Moderate Investor atau Indifference investor
Tipe investor ini hanya berani menanggung risiko yang sebanding
dengan return yang akan diperolehnya atau disebut Risk Moderate Risk,
Moderate Investor atau Indifference investor. Semakin besar risiko
yang dihadapi, semakin tinggi return yang diharapkan atau dikenal
dengan istilah high risk, high return, low risk low return.

2.1.8 Perencanaan Keuangan Hari Tua


Hari tua erat kaitannya dengan masa pensiun, menurut Rizky Amelia
(2017) dalam penelitiannya mengenai perencanaan keuangan hari tua pada
pekerja kota Bogor menyebutkan bahwa perencanaan keuangan untuk masa
tua bisa dilakukan dengan berbagai macam seperti mengikuti asuransi,
memiliki tabungan, atau memiliki investasi. Hasil yang didapati adalah
kepemilikan perencanaan keuangan hari tua ternyata tidak dimiliki oleh
seluruh pekerja kota Bogor. Penelitian lainnya yang diungkapkan oleh
Aulia, Yuliati, dan Muflikhati (2019) menyebutkan bahwa perencanaan
keuangan tidak hanya mengatur investasi uang dan menambah kekayaan,
tetapi juga kewajiban kredit dan pajak, pengeluaran sehari-hari, perencanaan
untuk keluarga, kepemilikan rumah, tabungan untuk dana pendidikan anak-
anak, tabungan untuk masa pensiun, serta melindungi diri dan keluarga
dengan polis asuransi yang sesuai. Dengan adanya pengelolaan keuangan
yang baik, maka tidak akan terjebak pada perilaku berkeinginan yang tidak
terbatas (Yushita, 2017). Sedangkan menurut Warsono (2010) mengelola
keuangan dapat dilihat dari empat ranah yaitu :

1. Penggunaan dana. Dari mana pun sumber dana yang dimiliki, yang
menjadi persoalan adalah bagaimana cara mengalokasikan dana
(penggunaan dana) tersebut untuk memenuhi kebutuhan secara tepat.
Pengalokasian dana haruslah berdasarkan prioritas. Skala prioritas dibuat
berdasarkan kebutuhan yang anda perlukan, namun harus memperhatikan
presentase sehingga penggunaan dana tidak habis digunakan untuk
konsumsi sehari-hari saja. Presentasi pengalokasian dana yakni 70%
dapat digunakan untuk pemenuhan konsumsi sehari-hari, 20% untuk
ditabung, dan 10% investasi. Karena 70% digunakan untuk konsumsi
sehari-hari, maka diperlukan ketelitian dalam menghitung kebutuhan
pribadi dalam keseharian, seperti makan, minum, rekreasi, kos, dan
lainnya yang membantu anda pada tujuan pribadi. 70% ini haruslah tepat
dan tidak berlebihan. 20% yang ditabung berguna untuk kebutuhan
mendesak ataupun jika tidak digunakan, suatu saat dapat dipakai sebagai
modal investasi. 10% yang digunakan untuk investasi dapat direncanakan
dengan matang, sehingga investasi tersebut dapat mendatangkan
keuntungan dimasa mendatang. Memang sangat kecil presentase untuk
investasi, dikarenakan kebutuhan investasi bukanlah sesuatu yang utama
dalam pengelolaan keuangan pribadi. 10% tersebut tidaklah langsung
diinvestasikan jika anda memiliki rencana bisnis yang besar, namun
dapat ditabung dulu sebagai tabungan modal investasi. Perlu diingat,
bahwa untuk berinvestasi dibutuhkan perencanaan yang matang.

2. Penentuan sumber dana. Seseorang harus mampu mengetahui dan


menentukan sumber dana. Sumber-sumber dana dapat berasal dari orang
tua, donatur maupun beasiswa. Selain itu seseorang juga dapat
menentukan sumber dananya sendiri. Sumber dana dapat juga diciptakan
dari berbagai usaha. Dengan mampu menentukan sumber dana, maka
seseorang mengetahui dan mencari sumber dana alternatif lain sebagai
sumber pemasukan keuangan untuk dikelola.

3. Manajemen resiko. Selanjutnya seseorang juga haruslah memiliki


proteksi yang baik untuk mengantisipasi kejadian-kejadian yang tidak
tertuga. Kejadiankejadian tidak terduga itu seperti sakit, kebutuhan
mendesak dan lainnya. Hal yang sering dilakukan dalam melakukan
proteksi tersebut adalah dengan mengikuti asuransi. Yang dimaksud
dengan manajemen resiko adalah pengelolaan terhadap kemungkinan-
kemungkinan resiko yang akan dihadapi.
Hal ini sejalan dengan fenomena yang terjadi pada kantor Lembaga
Layanan Pendidikan Tinggi Wilayah VI dimana mayoritas pegawai tidak
mengambil program Masa Persiapan Pensiun dan dibebaskan dari tugas abdi
negara, pemerintah dalam hal ini berharap bahwa setelah seorang pegawai
telah memasuki masa purna tugas, pegawai masih tetap produktif sehingga
pegawai tersebut dapat mengatur pola keuangannya di masa pensiun nanti
baik dengan cara menabung, berinvestasi, asuransi atau berwirausaha guna
mengantisipasi kejadian-kejadian yang tidak terduga.
2.2 Penelitian Terdahulu

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

Nama Judul Variabel


No Hasil Penelitian
Peneliti Penelitian
Perbedaan Persamaan

Financial Buta huruf keuangan


Didukung
Literacy and dapat memberi tekanan
Annamari dengan Menggunakan
Retirement besar pada keluarga dan
a Lusardi faktor variabel literasi
Planning keuangan pribadi, yang
1 dan Olivia sosial keuangan
among mengarah ke keputusan
S. demografi sebagai variabel
Government suboptimal mengenai
Mitchell sebagai bebas.
Officers in investasi, pensiun, dan
variabel.
Malaysia pengeluaran.

Didukung
dengan
variabel Hasil nya menunjukan
toleransi bahwa pejabat
Financial Menggunakan
risiko pemerintah di Malaysia
Shirley Literacy and variabel literasi
dikarenakan memiliki tingkat
Tan dan Financial keuangan,
adanya Financial Literacy yang
Kuppusa Behavior perilaku
2 fenomena tinggi dan memiliki
my among Young keuangan, dan
dimana perilaku keuangan yang
Singarave Adults: sosial demografi
seorang baik kecuali dalam
lloo Evidence and sebagai variabel
pegawai perencanaan pensiun
Implications bebas.
harus mereka yang masih
memilih rata-rata atau standar.
risiko
terkecil.
Hasil nya menunjukan
Financial bahwa mayoritas usia
Literacy and muda tidak memiliki
Menggunakan
de Bassa Financial pengetahuan dasar
variabel literasi
Scheresber Behavior tentang keuangan.
3   keuangan
g dan among Young Selain itu mereka yang
sebagai variabel
Carlo Adults: memiliki paham literasi
bebas.
Evidence and keuangan yang lebih
Implications tinggi cenderung
memiliki hasil
keuangan yang lebih
baik. Perempuan
cenderung lebih rendah
tingkat financial
klnowledge nya
dibanding dengan laki -
laki.
Hasilnya tidak ada
perbedaan yang
Didukung
signifikan antara skor
dengan
rata-rata pria dan
variabel
Financial wanita. Hasil lainnya
toleransi
Literacy, menunjukan tidak ada
risiko Menggunakan
Personal hubungan yang
Mohamed dikarenakan variabel literasi
Financial signifikan antara
E. Ibrahim adanya keuangan dan
Attitude, and kebangsaan dan
4 dan fenomena perilaku
Forms of keputusan untuk
Fatima dimana keuangan
Personal Debt meminjam dari teman /
R.Alqaydi seorang sebagai variabel
among anggota keluarga atau
pegawai bebas.
Residents of melalui kartu kredit.
harus
the UAE Kemudian terdapat
memilih
hubungan yang
risiko
signifikan antara
terkecil.
kebangsaan dan
pinjaman dari bank.
Didukung
dengan
variabel
Ruben Financial Menggunakan Hasilnya Financial
perilaku
Cox, Dirk Literacy, Risk variabel literasi Literacy dan Risk
keuangan
Brounen, Aversion and keuangan dan Aversion memiliki
5 serta faktor
dan Peter Choice of Risk Aversion dampak signifikan
sosial
Neuteboo Mortgage type sebagai variabel terhadap mortgage
demografi
m by Households bebas. choice.
sebagai
variabel
bebas.
2.2 Kerangka Berpikir
Literasi keuangan merupakan suatu hal yang patut untuk dimiliki oleh
seseorang dalam melakukan perencanaan keuangan hari tua, sebab seseorang yang
memiliki kriteria tingkat literasi keuangan yang baik biasanya akan lebih bijak
dalam melakukan perencanaan keuangan hari tua. Hal ini sejalan dengan teori
terdahulu yaitu teori kognitif yang menyatakan bahwa seseorang yang memiliki
keterampilan mempelajari konsep baru, memahami apa yang terjadi di lingkungan
sekitarnya, serta mampu menggunakan daya ingat dan menyelesaikan soal-soal
sederhana akan memiliki kemampuan literasi yang baik. Bila dikaitkan dengan
fenomena yang ada sesungguhnya mayoritas pegawai di kantor Lembaga Layanan
Pendidikan Tinggi Wilayah VI masih belum memiliki literasi keuangan yang
baik, sebab banyak dari pegawai yang akan pensiun dalam 1 tahun mendatang
sedikit sekali yang mengambil fasilitas masa persiapan pensiun, jika saja pegawai
mau mengambil masa persiapan pensiun tersebut dan dengan didukung literasi
keuangan yang baik, gaji bulanan yang masih mereka terima tentunya dapat
diputar kembali seperti melakukan usaha sampingan, ataupun bisa saja beralih
profesi menjadi dosen yayasan.
Selain faktor literasi keuangan terdapat juga faktor lain yang dapat
mempengaruhi perencanaan keuangan hari tua yaitu perilaku keuangan, pegawai
yang cenderung tidak melakukan investasi keuangan biasanya memiliki perilaku
keuangan yang tidak baik, sebab dengan pegawai melakukan investasi keuangan
seperti mengikuti asuransi ataupun tabungan tentu setelah pegawai tersebut
menghadapi masa pensiun tidak akan mengalami masalah keuangan sehingga
perencanaan-perencanaan keuangan yang telah mereka lakukan dengan cara
berinvestasi telah berhasil untuk menopang keuangan di masa purna
tugas/pensiun.
Faktor lainnya yang mempengaruhi perencanaan keuangan hari tua yakni
karakteristik sosial demografi, hal ini sudah banyak digunakan pada penelitian-
penelitian sebelumnya yang menemukan fakta bahwa laki-laki cenderung
memiliki perencanaan keuangan yang baik dibandingkan dengan perempuan
termasuk perencanaan keuangan hari tua. Faktor sosial demografi lainnya yang
mempengaruhi perencanaan keuangan hari tua adalah faktor tingkat pendapatan
dimana semakin tingginya pendapatan seseorang tentu seorang pegawai akan
lebih memiliki ruang untuk menyisihkan pendapatan yang diterima untuk
keperluan investasi hari tua. Faktor sosial demografi lainnya yang digunakan
dalam penelitian ini adalah faktor usia, dapat dikatakan bahwa semakin tinggi
umur seseorang maka akan semakin bijak seseorang dalam melakukan keputusan
berinvestasi hari tua. Jika dikaitkan dengan fenomena yang terjadi dilapangan
walaupun terdapat perbedaan jenis kelamin, tingkat pendapatan, dan umur
mayoritas pegawai tidak mengambil fasilitas masa persiapan pensiun untuk
menunjang hari tua.
Faktor lainnya yang digunakan oleh peneliti adalah faktor toleransi risiko,
faktor ini tentu menjadi salah satu hal yang patut diperhatikan sebab bila
seseorang memiliki toleransi risiko yang sangat rendah dalam investasi jangka
panjang, maka seseorang tersebut mungkin akan mengalami kesulitan dalam
menikmati masa pensiun yang memadai. Bila dikaitkan dengan fenomena yang
terjadi diduga mayoritas pegawai tidak ingin mengambil risiko dengan hilangnya
honor-honor yang biasa didapatkan ketika mereka masih aktif bekerja. Adapun
bagan kerangka berpikir pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

Gambar 2.2 Kerangka Pikir


2.3 Hipotesis
Pengaruh Literasi Keuangan terhadap Perencanaan Keuangan Hari Tua
Melalui pemaparan diatas maka dapat disimpulkan bahwa hubungan teori
pembelajaran dua proses dengan literasi keuangan yaitu ketika seseorang mencoba
mempelajari hal baru didukung dengan adanya stimulus yang merangsang untuk
membuat pelaku tergerak untuk melakukan perubahan lalu menciptakan suatu
perilaku yang baru dalam hal ini adalah pengelolaan keuangan hari tua, maka
peranan pembelajaran literasi keuangan tersebut menjadi terlihat yang membuat
pelaku dari yang awalnya tidak memahami aspek-aspek keuangan menjadi
memahami. Pembelajaran ini penting sebab literasi keuangan yang rendah dapat
menyuburkan praktek penipuan keuangan dan persaingan yang tidak sehat di
pasar keuangan yang pada akhirnya dapat menjadi penghalang bagi intermediasi
keuangan yang efektif. Pegawai dengan literasi keuangan yang tinggi kemudian
dapat membuat keputusan serta kebijakan yang lebih baik dalam pengelolaan
keuangan hari tuanya. Literasi keuangan adalah pemahaman responden mengenai
literasi keuangan yang digunakan dalam perencanaan, pengelolaan, investasi, dan
pengambilan keputusan penggunaan keuangan. Variabel literasi keuangan diukur
dengan menggunakan skala linkert, dimana STS = 1, TS = 2, TT= 3, S = 4, SS =
5, sedangkan pernyataan negatif sebaliknya. Semakin tinggi skalanya maka
semakin baik tingkat pemahaman dan pengambilan keputusan keuangan. Maka
hipotesis pertama yang menjadi acuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut
H1 : Literasi keuangan berpengaruh signifikan terhadap perencanaan
keuangan hari tua pegawai di Lingkungan Lembaga Layanan Pendidikan
Tinggi Wilayah VI.

Pengaruh Perilaku Keuangan terhadap Perencanaan Keuangan Hari Tua


Perilaku keuangan seseorang dalam mengambil keputusan tidak hanya
didasari oleh kemampuan untuk mengatur, perencanaan, penganggaran,
pemeriksaan, pengelolaan, pengendalian, pencairan, dan penyimpanan dana
keuangan sehari – hari, melainkan ada faktor psikologis serta sosiologi berperan
penting didalamnya. Hal ini sejalan dengan teori pembelajaran dua proses yang
mengemukakan bahwa seseorang yang mencoba mempelajari hal baru didukung
dengan adanya stimulus yang merangsang untuk membuat pelaku tergerak untuk
melakukan perubahan lalu menciptakan suatu perilaku yang baru, nantinya
perubahan perilaku tersebut semestinya lebih baik dalam melakukan aktivitas-
aktivitas keuangan pegawai, sehingga dapat dikatakan perilaku keuangan dari
seorang pegawai tersebut menjadi lebih bijak dalam hal pengelolaan keuangan
hari tuanya. Perilaku keuangan merupakan aktivitas responden dalam melakukan
perencanaan, pengelolaan, serta pengambilan keputusan yang berkaitan dengan
keuangan. Variabel perilaku keuangan diukur dengan menggunakan skala linkert,
dimana STS = 1, TS = 2, TT= 3, S = 4, SS = 5, sedangkan pernyataan negatif
sebaliknya. Maka hipotesis kedua yang menjadi acuan dari penelitian ini adalah
sebagai berikut.
H2 : Perilaku keuangan berpengaruh signifikan terhadap perencanaan
keuangan hari tua pegawai di Lingkungan Lembaga Layanan Pendidikan
Tinggi Wilayah VI.

Pengaruh Jenis Kelamin terhadap Perencanan Keuangan Hari Tua


Stereotip yang terjadi kini adalah laki-laki lebih memiliki peran utama dalam
mencapai tujuan keuangannya dibandingkan dengan peran perempuan, seperti
yang dikatakan Williams dan Best (1999) yang mengatakan laki-laki cenderung
lebih gigih dan mandiri dibandingkan dengan perempuan yang cenderung lebih
gemar berkumpul. Bila dikaitkan dengan stereotip yang terjadi tersebut maka
peran laki-laki dalam melakukan perencanaan keuangan hari tua lebih bijak
dibandingkan dengan peran perempuan. Variabel jenis kelamin dalam penelitian
kali ini akan diukur menggunakan skala nominal. Maka hipotesis ketiga yang
menjadi acuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut.
H3 : Jenis Kelamin berpengaruh signifikan terhadap perencanaan keuangan
hari tua pegawai di Lingkungan Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi
Wilayah VI.

Pengaruh Tingkat Pendapatan terhadap Perencanaan Keuangan Hari Tua


Perencanaan keuangan hari tua erat kaitannya dengan tingkat pendapatan
seorang pegawai, sebab semakin besar tingkat pendapatan seorang pegawai maka
semakin banyak ia mampu melakukan pemilihan investasi keuangan guna
menopang hari tuanya atau masa pensiun. Bila dikaitkan dengan teori humanistik
yang memaparkan bahwa semakin berkembangnya diri seseorang maka semakin
banyak pemahaman serta wawasan yang ia dapat. Maka bila seorang pegawai
tersebut memiliki pemahaman yang tinggi secara tidak langsung akan
mempengaruhi tingkat pendapatannya. Variabel tingkat pendapatan dalam
penelitian kali ini akan diukur menggunakan skala nominal. Hipotesis keempat
yang menjadi acuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut.
H4 : Tingkat Pendapatan berpengaruh signifikan terhadap perencanaan
keuangan hari tua pegawai di Lingkungan Lembaga Layanan Pendidikan
Tinggi Wilayah VI.

Pengaruh Usia terhadap Perencanaan Keuangan Hari Tua


Usia salah satu faktor yang tidak dapat diubah oleh manusia, namun
seiring bertambahnya usia seseorang maka semakin banyak hal postif yang
seseorang itu dapatkan hal ini sesuai dengan apa yang diungkapkan dari teori
humanistik. Semakin tua usia seorang pegawai maka akan mempengaruhi perilaku
keuangan pegawai tersebut dalam melakukan perencanaan keuangan hari tuanya.
Variabel Usia dalam penelitian kali ini akan diukur menggunakan skala nominal.
Oleh sebab itu hipotesis kelima yang menjadi acuan dari penelitian ini adalah
sebagai berikut.
H5 : Usia berpengaruh signifikan terhadap perencanaan keuangan hari tua
pegawai di Lingkungan Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi Wilayah VI.

Pengaruh Toleransi Risiko terhadap Perencaan Keuangan Hari Tua


Teori prospek menjelaskan tentang bagaimana seseorang mengambil
keputusan dalam kondisi tidak pasti, hal ini sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Kahneman & Tversky (1979) dalam penelitian Adiasa (2013),
mengenai perilaku manusia yang dianggap aneh dan kontradiktif dalam
mengambil suatu keputusan. Teori prospek tentu erat kaitannya dengan toleransi
risiko, dimana menjadi salah satu pertimbangan seseorang dalam mengambil
keputusan berinvestasi untuk menopang kehidupan masa tuanya. Seseorang yang
memiliki rencana dimasa tuanya untuk membuka usaha, maka cenderung akan
memiliki nilai toleransi risiko yang tinggi, namun sebaliknya jika seseorang hanya
tidak ingin mengalami kesulitan keuangan di masa tuanya, maka cenderung
memiliki nilai toleransi risiko yang rendah. Tidak ada yang benar dan salah dalam
toleransi risiko semua kembali lagi kepada preferensi risiko yang dimiliki oleh
setiap individu. Variabel toleransi risiko diukur dengan menggunakan skala
linkert, dimana STS = 1, TS = 2, TT= 3, S = 4, SS = 5, sedangkan pernyataan
negatif sebaliknya. Maka hipotesis keeenam yang menjadi acuan dari penelitian
ini adalah sebagai berikut.
H6 : Toleransi risiko berpangaruh signifikan terhadap perencanaan
keuangan hari tua pegawai di Lingkungan Lembaga Layanan Pendidikan
Tinggi Wilayah VI.

Anda mungkin juga menyukai