Disusun Oleh:
KELAS VA
2023
KATA PENGANTAR
Puji serta syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena berkat rahmat
dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Perkembangan
Ekonomi Syariah & Persepsi Masyarakat terhadap Perbankan Syariah di
Indonesia” ini dengan tepat waktu tanpa adanya hambatan.
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas kami di Mata
Kuliah Sejarah Islam Indonesia-3 dan juga bentuk tanggung jawab kami sebagai
mahasiswa.
Kami juga ucapkan terima kasih kepada Bapa Prof. Dr. Suparman M.Ag E.
dan Bapak Roni A. Nurkiman M.Ag selaku dosen pengampu pada mata kuliah SII-3
juga sebagai penanggung jawab tugas makalah ini, yang telah memberikan arahan juga
ilmunya dalam membantu menyelesaikan makalah ini.
Kami menyadari bahwa makalah yang saya tulis ini masih jauh dari kata
sempurna. Baik dari segi penyusunan, bahasa maupun penulisannya. Oleh karena itu,
kami membutuhkan kritik dan juga saran baik dari Dosen Pengampu maupun dari
teman-teman sekalian, agar saya dapat mengetahui letak kekurangannya dan dapat
lebih baik lagi kedepannya.
Kelompok 6
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
4
menutupi kekurangan dari sistem ekonomi yang ada. Islam diturunkan ke muka bumi
ini dimaksudkan untuk mengatur kehidupan manusia dalam rangka mewujudkan
kedamaian hidup dan kebahagiaan manusia di dunia dan di akhirat sebagai nilai
ekonomi tertinggi. Umat di sini tidak semata-mata umat Muslim tetapi, seluruh umat
yang ada di muka bumi.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
5
BAB II
PEMBAHASAN
Pada dasarnya ilmu ekonomi adalah ilmu yang menjelaskan bagaimana caranya
Memenuhi kebutuhan hidup manusia agar dapat bertahan hidup. Oleh karena itu, tidak
dapat dipungkiri lagi bahwa ilmu ekonomi syariah, sama seperti ilmu ekonomi lainnya,
merupakan ilmu yang dapat diterapkan dalam segala aspek kehidupan manusia untuk
mencapai kelangsungan hidupnya.1
Ekonomi syariah dalam Undang-Undang No.3 Tahun 2006 tentang perubahan atas
Undang-Undang Tahun 1989 tentang Peradilan Agama adalah perbuatan atau kegiatan
usaha yang dilaksanakan menurut prinsip syariah, antara lain meliputi:
a) Bank syariah;
b) Lembaga keuangan mikro syariah;
c) Asuransi syariah;
d) Reasuransi syariah;
e) Reksa danan syariah;
f) Obligasi syariah dan surat berharga berjangka menengah syariah;
g) Sekuritas syariah;
h) Pembiayaan syariah;
i) Pegadaian syariah;
j) Dana pensiun lembaga keuangan syariah; dan
k) Bisnis syariah.2
1
Muslimin. JM., Filsafat Ekonomi Syariah, Komisi Yudisial RI, hal. 1
2
Suryaden, UU 3 tahun 2006 tentang perubahan Atas UU 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama
6
Al-Quran dan Hadits yang perlu disesuaikan dengan konteks suatu wilayah atau negara
dan zaman.
Dari definisi di atas dapat disimpulkan aturan yang berlaku Hukum dan ekonomi
syariah merupakan cerminan ekonomi dan ibadah dari ajaran dan nilai-nilai Islam.
Namun, hukum dan ekonomi syariah tidak selalu khusus bagi umat Islam, karena Islam
memperbolehkan pengikutnya untuk berdagang atau terlibat dalam kegiatan ekonomi
dengan non-Muslim.
3
Mei Santi, Perkembangan Ekonomi Syari’ah di Indonesia, Jurnal Eksyar, Vol. 07 No. 01, Juni 2019,
hal. 47-46
4
Mustafa Edwin Nasution, Dkk. (2006), Pengenalan Eksklusif ekonomi Syariah, Jakarta: Kencana
Perdana Media Group, hal. 17
5
Muhammad Amin Suma (2008), Ekonomi & Keuangan Islam : Menggali akar, Mengurai serat
Tangerang: Kholam Publishing, hal. 49
7
Ada beberapa ciri-ciri dalam ekonomi syariah yang dapat digunakan sebagai
identifikasi :
Filsafat ekonomi Islam merupakan perwujudan isi Al-Quran dan Hadits, dan
muncul sebagai bentuk koreksi hegemoni kapitalisme dan sosialisme dalam pikiran
manusia, sehingga menciptakan manusia sebagai manusia ekonomi, bukan manusia
Islam. Landasan filsafat ekonomi Islam adalah konsep segitiga, hubungan manusia
dengan Tuhan, alam dan manusia lainnya.7 Selanjutnya, tiap-tiap pelaku ekonomi harus
mendasarkan kegiatannya pada 4 hal dibawah ini:
6
Zakaria Batubara, Ekonomi Syariah sebagai Fondasi Ekonomi Kerakyatan untuk Mencapai Indonesia
yang Sejahtera, Jurnal Ekonomi Syariah, hal. 3-4
7
Havis Aravik, Fakhry Zamzam (2020), Filsafat Ekonomi Islam: Ikhtiar Memahami Nilai Rsensi
Ekonomi Islam Jakarta: Pranadmedia Group, hal. 2-3
8
Ibid, hal. 4
8
C. Hakikat Keilmuan dalam Filsafat Ekonomi Islam
1. Aspek Ontologi
Dari sudut pandang ontologis, Hukum Ekonomi Syariah membahas dua
pembahasan sekaligus, yaitu ilmu ekonomi murni dan ilmu fiqh mu’amalat. Dalam
operasionalnya, hukum ekonomi syariah akan selalu bersumber dari kedua disiplin
ilmu tersebut. Oleh karena itu, tantangan utamanya adalah bagaimana memadukan
pemikiran sekuler hukum ekonomi dengan pemikiran sakral fiqh mu’amalat.9
Pertanyaan ini muncul karena akar hukum ekonomi adalah akal manusia, sedangkan
akar hukum Islam adalah wahyu, dan wahyu adalah penalaran berdasarkan sumber
Karamulah yang terdapat dalam Al-Quran, Hadits dan Risalah. Pendekatan ini
mungkin menimbulkan berbagai pertanyaan tentang apa yang ingin diketahui, seperti
hakikat ekonomi Islam, tujuannya, dan mengapa ekonomi Islam diperlukan. Hal ini
merupakan langkah menuju penyelesaian permasalahan yang ada di lingkungan
masyarakat.10
2. Aspek Estimologi
Pendekatan epistemologis atau teori pengetahuan yang berkaitan dengan hakikat
pengetahuan yang diperoleh manusia melalui akal dan indra. Metode epistemologis
digunakan untuk mempelajari prinsip-prinsip dasar, ciri-ciri dan cara kerja ekonomi
Islam. Dalam konteks ini, epistemologi ekonomi Islam berbicara tentang sumber dan
metodologi terapan ekonomi Islam. Metode ini menggabungkan dua pendekatan.
9
Moh. Mufid. Filsafat Hukum Ekonomi Syariah: Kajian Ontologi, Epistemologi, dan Aksiologi, Jakarta:
Kencana, hal. 3
10
Havis Aravik, dkk, Op. Cit, hal. 5
11
Ahmad Afan Zaini, dkk, Jurnal Ummul Quran, Vol. 14 No. 2 (2019), hal. 53
9
1. Pendekatan deduktif, mempelajari epistemologi ekonomi Islam dalam Al-Quran
dan Hadits, kemudian turun ke lapangan (field of experience).
2. Metode induktif, yaitu terlebih dahulu menyajikan beberapa fakta empiris di
lapangan kemudian menggabungkannya ke dalam dalil-dalil yang terdapat dalam
Al-Qur'an dan Hadits.12
Adapun Epistemologi hukum ekonomi syariah sebagai sumber ilmu regulasi yang
berkaitan dengan praktik ekonomi untuk memenuhi kebutuhan manusia yang bersifat
komersial dan non-komersial berdasarkan hukum Islam menjadi landasan untuk
menggali acuan dan acuan berbagai hukum ekonomi Islam. Karena hukum ekonomi
syariah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari hukum Islam, maka kaidah dan
hukum ekonomi syariah dengan sendirinya didasarkan pada sumber-sumber hukum
yang disepakati oleh para ahli hukum. Oleh karena itu, jika berbicara mengenai asal
usul hukum pembangunan ekonomi Islam, kita tidak bisa lepas dari asal muasal hukum
Islam.13
3. Aspek Aksiologi
Pendekatan aksiologi diperlukan untuk melihat nilai dari suatu ilmu
pengetahuan,terutama fusngsinya dalam menyelesaikan persoalan-persoalan yang
dihadapi manusia dalam keberlangsungan hidup hari-harinya. Tinjauan aspek
aksiologi dalam pembahsan ekonomi Islam dilakukan pada masalah-masalah yang
berpotensi mewujudkan Islam sebagi rahmatan lil ‘alamin. Lewat berbagai macam
tools yang tersedia, kesamaan-kesamaan pada sebagian kaidah kedua ilmu ekonomi
tersebut dalam mengatasi persoalan ekonomi, memang merupakan sebuah
kecenderungan umum dalam aktifitas ekonomi yang sifatnya sunnatullah.14
12
Havis Aravik, dkk., Ibid, hal. 7-8
13
Moh. Mufid, Op. Cit, hal. 16
14
Ahmad Afan Zaini, dkk, Op. Cit, hal. 57-58
10
terlihat pada kemunculan dan perkembangan pesat beberapa lembaga ekonomi Islam
di dunia, termasuk Indonesia.15 Permasalahan mendasar disini terletak pada objek
Sumber Daya Manusia. Maka dari itu, sebagus apapun sistem ekonomi Islam yang
telah dirancang, maka hasilnya akan minus apabila tidak didukung dengan ketersediaan
SDM yang terampil dan professional. Oleh karena itu, filsafat ekonomi Islam yakni
studi mengenai penggunaan dan penerapan metode dalam memecahkan problematika
ekonomi umat manusia.
Pada awal mulai berdirinya lembaga keuangan Syariah, dipelopori oleh para
Akademisi Profesional Muslim yang lebih mengedepankan praktik di lapangan. Akan
tetapi, secara teori keuangan para Profesional Muslim ini tidak mendapatkan
kesepakatan yang sama perihal teori keuangan. Kelompok ini menganggap jangan
sampai menunggu perkembangan teori yang amat panjang. Para Akademisi ini
cenderung merealisasikan fikih muamalat dalam praktik, yang tentu setelah
dilakukannya pengkonsepan atau konseptualisasi. Pada era perkembangan selanjutnya
lembaga yang dinaungi para Profesional ini dikawal oleh Dewan Syariah yang
terbentuk pada tingkat nasional maupun di tiap-tiap bank dan lembaga keuangan
syariah. Jika melihat dari fase perkembangan keuangan Islam di Indonesia, disitu kita
akan mengetahui berbagai macam regulasi yang nampak dari inisiatif para tokoh agama
dan Profesional muslim.16 Untuk dapat lebih menjelaskan penilaian dan analitik
terhadap perkembangan lembaga keuangan ekonomi syariah, akan dipaparkan sebagai
berikut:
15
Loc. cit, hal. 58
16
Mul Irwan (2018), Politik Hukum Ekonomi Syariah Islam dalam Perkembangan Lembaga Keuangan
Syariah di Indonesia, Jurnal Media Hukum, Vol. 5, No. 1, hal. 17
11
dengan pendirian Bank Muamalat Indonesia (BMI) pada tahun 1991, yang beroperasi
satu tahun kemudian yaitu pada tahun 1992. Pada masa Itu belum menggunakan nama
Bank Syariah, akan tetapi sebagai bank bagi hasil, karena pada waktu itu belum adanya
payung hukum yang menjadi sandaran berdirinya bank syariah di Indonesia. Pada
rentang waktu semenjak tahun 1991 hingga 1999, perkembangan bank syariah di
Indonesia tergolong kurang signifikan. Mengapa hal ini terjadi demikian dikarenakan
kurangnya dukungan dari aspek perundangan-undangan. Undangundang yang ada pada
saat ini adalah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan dan Peraturan
Pemerintah (PP) Nomor 72 Tahun 1992 yang dimana merupakan salah satu peraturan
dilaksanakannya undang-undang tersebut. Di dalam Pasal 6 Undang-Undang Nomor 7
Tahun 1992 telah di regulasikan bahwasanya bank umum dan Bank Perkreditan Rakyat
(BPR) yang dalam kegiatannya berlandaskan prinsip bagi hasil, tidak diperbolehkan
melakukan kegiatan usaha yang tidak berlandaskan prinsip bagi hasil, begitu pun
sebaliknya. Hal ini mempunyai makna, tidak adanya lagi peluang untuk membuka
Syariah Windows di bank konvensional. Regulasi tersebut menjadi penghalang untuk
berkembangnya bank syariah, dikarenakan jalur perkembangan bank syariah hanya
melalui perluasan kantor bank syariah yang telah ada atau dibukanya bank syariah baru
yang membutuhkan dana sangat besar.17
17
Loc. cit
12
Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) telah mencapai hingga 140 unit pada periode
tersebut. Pada lembaga keuangan non bank, Biro Perasuransian Bapepam-LK telah
mencatat bahwa pada tahun 2010 telah ada 45 lembaga asuransi syariah yang terdiri
dari 42 perusahaan asuransi syariah dan 3 perusahaan reasuransi syariah. Sedangkan
Pegadaian Syariah, perkembangannya di Indonesia tahun ini sudah memasuki tahun
ke-8, semenjak dihadirkan pada Januari 2003 juga menunjukkan kemajuan yang cukup
menggembirakan. Jumlah pembiayaan Pegadaian Syariah sampai akhir Februari 2009,
mencapai Rp 1.6 trilyun dengan jumlah nasabah 600 ribu orang dan jumlah Cabang
yang semakin menjamur sebanyak120 buah.18
18
Loc. cit
19
Ibid, hal. 18
13
E. Perkembangan Ekonomi Islam di Indonesia
Meskipun teori involusi pertanian telah menerima banyak kritik untuk tidak
mengatakan itu ditentang oleh para peneliti, bahkan William L. Collier
merekomendasikan bahwa studi masa depan harus meninggalkan konsep involusi
dalam upaya untuk memahami ekonomi Jawa," periodisasi kolonial Belanda Greetz
aman dari kritik. Dengan demikian, validitas periodisasi itu tetap memadai untuk
ukuran saat ini. Selanjutnya, periodisasi Geertz digunakan untuk memetakan realitas
ekonomi era Hindia Belanda.20
20
M.Nur Yasin (2009), Hukum Ekonomi Islam, Malang: UIN Malang Press, hal. 33.
14
dan penting terkait dengan kegiatan politik keagamaan. Hampir setiap pertempuran
untuk wilayah pesisir didasarkan pada dan memiliki dampak serius pada sektor
perdagangan. Kondisi Indonesia sebelum kedatangan Belanda ditandai dengan
jatuhnya Malaka ke tangan Portugis. Pedagang Mus-lim melarikan diri dari Malaka ke
Aceh sebagai pelabuhan transit. Aceh meningkatkan perdagangan internasional dan
anak-anak pulau di Nusantara, dan berhasil menguasai berbagai wilayah pesisir, seperti
Johor, Jambi, dan Bengkulu sebagai pelabuhan pengekspor lada dan beras, serta
menguasai daerah pedalaman seperti Minangkabau, sebagai produsen lada dan beras,
"Satu lagi di Sumatera, satu lagi di Jawa. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya
bahwa pembawa Islam pertama yang masuk ke Sumatera adalah praktisi ekonomi
(pedagang) Muslim dan sufi, namun tidak ada kesepakatan mengenai waktu
kedatangan Islam, apakah abad ke-8 Masehi atau abad ke-13 Masehi. Menurut
Woodward, sejarah awal Islam Jawa masih samar-samar. Konsensus ilmiah mengakui
bahwa ada masalah signifikan berkaitan dengan asal-usul dan penyebaran Islam di
Jawa. " Diakui bahwa sudah ada Muslim di Jawa pada akhir abad ke-14 dan juga di
Istana Majapahit Proses transisi dan konversi penduduk Jawa Tengah ke Islam secara
bertahap, tidak merata dan berlanjut hingga hari ini. Data tradisional tahu bahwa
Majapahit, kerajaan besar Hindu-Jawa terakhir, pada tahun 1478 Sumber-sumber Cina
menunjukkan bahwa komunitas Muslim sudah ada di wilayah pesisir Utara pada
dekade awal abad ke-15. Prasasti Hindu-Jawa mencatatnya hingga akhir 1486.
Sumber-sumber Portugis membedakan antara "Moor" di Utara dan orang-orang di
pedalaman akhir abad ke-16. Berbeda dengan Robson yang mengaku Islam masuk ke
istana Majapahit pada akhir abad XIV, Clifford Geertz justru mengatakan bahwa Islam
tidak pernah benar-benar dianut di Jawa kecuali di kalangan masyarakat kecil pedagang
dan hampir tidak ada di lingkungan keraton. Meski dalam banyak hal sering disebut
Geertz, namun untuk kasus masuknya Islam di keratorn Majapahit, Woodward lebih
setuju dengan pandangan Robson. 21
21
Ibid, hal. 38
15
Menurut Woodward, faktor lain yang harus diperhatikan adalah masyarakat
muslim pertama di Jawa, terutama pedagang yang terlibat dalam bisnis rempah-
rempah. Mengutip Robson, Woodward menambahkan bahwa pedagang melibatkan
guru agama setelah mereka mendirikan komunitas permanen. Hubungan antara
perdagangan dan konversi orang Jawa ke Islam, pern) sangat dekat, tetapi tidak
langsung Kekuatan hubungan dagang dan hukum menunjukkan bahwa Kerala —
sebuah wilayah di Indonesia selatan — adalah salah satu sumber Islamisasi Jawa dan
bagian lain Indonesia.
22
Ibid, hal. 41
16
VOC di Indonesia justru merusak kehidupan pengusaha Indonesia. Dengan
keunggulan, kekuasaan, dan organisasinya VOC merebut dominasi dan memonopoli
hasil pertanian dan perdagangan yang merupakan sistem perdagangan yang dimiliki
oleh raja dan pedagang di Indonesia. Monopoli dan dominasi perdagangan di pusat-
pusat perdagangan di Indonesia dikejar dengan cara damai dan kekerasan. Dengan
perang, kota-kota perdagangan Indonesia yang berkembang dihancurkan dan ditutup.
VOC tidak kooperatif, tidak memberikan kesempatan untuk hidup, dan tidak bersaing
secara adil dengan pedagang Indonesia, malah mematikan kegiatan perdagangan dan
pelayaran di Indonesia, yang sebelumnya independen dan otonom, segera menurun
setelah kedatangan kapitalisme Barat. Berturut-turut para pedagang di pantai utara
Jawa tergusur dan kemudian disingkirkan oleh VOC pada akhir abad XVIII dan
kemudian diikuti oleh pedagang dari daerah lain, seperti Aceh, Palembang, Maluku,
Makasat, Banjarmasin, dan sisa abad XVII dan XVIII.23
23
Ibid, hal. 45
17
onderneming dan perkebunan menyebabkan rakyat Indonesia menjadi sama miskinnya
dengan orang miskin. Tarilogi Van Deventer sebagai substansi politik pembalasan
Belanda terhadap rakyat Indonesia sama sekali tidak memuaskan rakyat. Onderneming
- onderneming memerintah di wilayah tersebut. Perbaikan irigasi hanya dilakukan di
area perkebunan dan pabrik yang menguntungkan Belanda. Selain itu, Belanda tidak
segan-segan menggunakan penguasa feodal dan aristakrat sebagai alat pemerasan
rakyat. Meskipun demikian, tidak semua bangsawan ingin digunakan. Banyak dari
mereka, seperti Pangeran Dipenogoro, Sultan Hasarnudin, dan Pangeran Antasari
benar-benar menolak" Realitas kemerosotan kehidupan sosial ekonomi dan
penderitaan umat Islam Indonesia terus berlanjut hingga akhir abad ke-19 Masehi.
24
Ibid, hal. 47
18
Bagi rakyat Indonesia, sebaliknya, rakyat terus melakukan de-operate
perusahaan milik Indonesia yang tidak harus bersaing dengan investor asing yang
dilindungi Belanda, banyak yang gulung tikar Hancurnya berbagai perusahaan
Indonesia dan berkurangnya lahan pertanian karena digunakan untuk kepentingan
onderneming dan perkebunan menyebabkan rakyat Indonesia menjadi sama miskinnya
dengan orang miskin. Tarilogi Van Deventer sebagai substansi politik pembalasan
Belanda terhadap rakyat Indonesia sama sekali tidak memuaskan rakyat. Onderneming
- onderneming memerintah di wilayah tersebut. Perbaikan irigasi hanya dilakukan di
area perkebunan dan pabrik yang menguntungkan Belanda. Selain itu, Belanda tidak
segan-segan menggunakan penguasa feodal dan aristakrat sebagai alat pemerasan
rakyat. Meskipun demikian, tidak semua bangsawan ingin digunakan. Banyak dari
mereka, seperti Pangeran Dipenogoro, Sultan Hasarnudin, dan Pangeran Antasari
benar-benar menolak" Realitas kemerosotan kehidupan sosial ekonomi dan
penderitaan umat Islam Indonesia terus berlanjut hingga akhir abad ke-19 Masehi.
Dalam perkembangan selanjutnya, perusahaan kerajinan batik yang berlokasi di
beberapa kota di Jawa pada akhir abad XIX mengalami penurunan akibat melimpahnya
barang-barang tekstil impor dari Eropa7" Memasuki abad ke-20 Masehi meskipun
masih dalam kekuasaan kolonial Belanda, keadaan ekonomi masyarakat sedikit
membaik. Semangat perdagangan yang mengiringi penyebaran Islam ke wilayah
Indonesia masih berlanjut dan tumbuh di awal abad ke-20.25
25
Ibid, hal. 48
19
menjalankan prinsip-prinsip ekonomi berdasarkan dan memiliki norma-norma yang
terdapat dalam Al-Qur'an dan juga Sunnah.26
Pada tahun 2020, pandemic Covid-19 salah satunya pada pelemahan perekonomian
global dan nasional, termasuk ekonomi syariah. Fenomena ini menyebabkan
peningkatan pengangguran dan memperlebar ketimpangan di berbagai daerah. Dikutip
dari berbagai sumber terkait ekonomi syariah, khususnya perbankan syariah tetap
tangguh dibandingkan sektor lainnya. Lebih lanjut, dikutip dari alamisharia.co.id
sepanjang tahun 2021, perkembangan ekonomi syariah di Indonesia telah berkembang
pesat. Salah satunya dari sektor perbankan, hal ini tidak terlepas dari dorongan
pemerintah Indonesia yang melihat peluang dari masyarakatnya yang mayoritas
muslim dan terbitnya regulasi jaminan produk halal terhadap perkembangan industri
halal Indonesia. Dalam pemeringkatan ekonomi syariah industri halal di Asia
Tenggara, Indonesia berada di posisi kedua di bawah Malaysia. Dilihat dari hal
tersebut, diperlukan kerja sama dari berbagai pemangku kepentingan, khususnya
26
Wirdatul Hasanah Siregar (2020), Respon dan Kebangkitan Ekonomi Keuangan Syariah dalam
Menghadapi Wabah Covid-19, Jurnal Artikel Ilmiah, hal. 4
20
generasi muslim, untuk mewujudkan pengembangan ekonomi syariah industri halal di
Indonesia.
a) Mewujudkan keutuhan kaffah mustim, sehingga Islam tidak lagi memihak. Jika
ada umat Islam yang masih berkutat dan mengamalkan ekonomi konvensional
yang mengandung unsur riba, berarti keislamannya belum kafah, dan ajaran
ekonomi Islam diabaikan;
b) Melaksanakan dan mengamalkan ekonomi syariah melalui barnksyariah, asuransi
syariah, reksa dana syariah, gadai syariah pcgadaian dan atau BaitalMaal wat
Tanrwl (selanjutnya dischut BMT), memperoleh manfaat di dunia—dan di akhirat.
Keuntungan dunia dari bagi hasil dan keuntungan akhirat adalah pembebasan dari
unsur riba yang terlarang. Selain itu, seorang Muslim yang mempraktikkan
ckonomi syariah, mendapat imbalan, karena mencontohkan ajaran Islam dan
meninggalkan kegiatan riba;
c) Praktik ekonominya berdasarkan syariah Islam layak dipuja, karena ia telah
mengamalkan syariah Allah SWT;
d) Mengamalkan ekonomi syariah melalui bank syariah, asuransi yariah dan atau
BMT, berarti mendukung kemajuan lembaga-lembaga ekonomi umat Islam itu
sendiri;
e) Mempraktikkan ekonomi syariah dengan membuka tabungan, deposito atau
menjadi nasabah asuransi syariah, berarti mendukung upaya pemberdayaan
27
Wirdatul Hasanah Siregar, Op. Cit, hal. 7
21
ekonomi umat Islam itu sendiri, karena dana yang terkumpul dalam keuangan
syariah dapat digunakan oleh umat Islam sendiri untuk mengembangkan usaha
umat Islam,
f) Mengamalkan ekonomi Syania berarti mendukung gerakan Amar Ma'ruf Nahi
Munkar karena dana yang terkumpul hanya dapat digunakan untuk usaha atau
proyek halal. Bank syariah tidak akan mau membiayai usaha haram, seperti pabrik
minuman keras, usaha perjudian, usaha narkoba, hotel yang digunakan untuk
kekerasan atau tempat hiburan bernuansa munkar, seperti diskotik, dan
sebagainya.28
Berkat upaya para ahli Islam, perbankan syariah telah menjadi fenomena baru
dalam dunia perekonomian modern. Mendukung eksistensi perekonomian syariah di
nusantara dan mampu berkembang serta diakui mampu berinovasi dan memperbaiki
sistem perekonomian tradisional yang berbasis keuntungan. Bank syariah yang
menerapkan sistem operasionalnya tidak dikenakan bunga, karena bunga bank dalam
islam haram karena bank syariah diartikan sebagai bank yang menjalankan usahanya
sesuai atau berdasarkan prinsip syariat Islam yang tertuang dalam Al-Quran dan Hadist
sebagai pedomannya. landasan hukum bagi kegiatan usahanya.
28
Drs.M.Nur Yasin, Op. Cit, hal 31.
22
bank syariah yang dimiliki sehingga menyebabkan adanya kesalahan atau perilaku
yang tidak tepat terhadap bank syariah tersebut.29
29
Irmawati, dkk. Persepsi Masyarakat Terhadap Perbankan Syariah (Studi Kasus Herlang). Jurnal
Pendidikan dan Studi Islam, akses: http://jurnal.staiddimakassar.ac.id/index.php/aujpsi. Hal. 2
30
Ibid, hal. 3-4
23
upaya yang dapat dicapai oleh pemikiran manusia yaitu koherensi indera-indera yang
kebenarannya diuji berdasarkan metode empiris, penelitian dan eksperimen.
Faktor kedua, dari pengalaman. Yang dapat memberikan pengaruh pada seseorang
untuk memahami dunianya. Melalui pengalaman seseorang dapat berpikir ini dapat
digunakan untuk menemukan kebenaran.
Faktor ketiga, faktor ekonomi dimana faktor ini dapat mempengaruhi minimnya
tingkat pemahaman masyarakat, karena faktor inilah perlunya inovasi terhadap
masyarakat, sehingga masyarakat mampu memahami keadaan perekonomian di
masyarakat melalui tahapan pendidikan tinggi agar dapat menerima pengetahuan dan
informasi yang meluas dan dapat melindungi masyarakat yang membutuhkan. Status
Ekonomi seseorang menjadi penentu tersedianya fasilitas yang diperlukan dalam
rangka melengkapi kebutuhan kegiatan tertentu.
31
Ibid, hal. 7
24
BAB III
PENUTUPAN
A. Kesimpulan
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa, ekonomi syariah adalah ilmu sosial
yang mempelajari masalah-masalah ekonomi masyarakat yang dipahami oleh nilai-
nilai Islam. Ekonomi Islam atau sistem ekonomi koperasi berbeda dengan kapitalisme,
sosialisme, dan negara kesejahteraan. Ini berbeda dari kapitalisme karena Islam
menentang eksploitasi oleh pemilik modal terhadap tenaga kerja miskin, dan melarang
akumulasi kekayaan. Selain itu, ekonomi dalam kacamata Islam merupakan tuntutan
hidup sekaligus dorongan yang memiliki dimensi ibadah.
Perbedaan antara sistem ekonomi Islam dengan sistem ekonomi biasa, yaitu
sistem ekonomi Islam dalam memperoleh keuntungan, sistem ini menggunakan sistem
bagi hasil berbeda dengan sistem ekonomi liberal dan sosial yang cenderung
mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya tanpa memandang aspek konsumennya.
Bank syariah berbeda secara signifikan dengan bank konvensional dalam hal sistem
dan produk yang ditawarkan. Jika bank konvensional mencari keuntungan melalui
sistem berbasis bunga, maka bank syariah beroperasi berdasarkan prinsip syariah Islam
yang mengutamakan peningkatan keharmonisan sosial dan gotong royong. Bisnis
utama bank syariah adalah memberikan kredit dan jasa dalam peredaran pembayaran,
dengan keuntungan yang diambil dari transaksi yang dilakukan. Secara keseluruhan,
bank syariah mengutamakan kesejahteraan hidup dibandingkan keuntungan.
25
DAFTAR PUSTAKA
Aravik, H., & Zamzam , F. (2020). Filsafat Ekonomi Islam: Ikhtiar Memahami Nilai
Esensi Ekonomi Islam. Jakarta: Prenadamedia Group.
Batubara, Z. (n.d.). Ekonomi Syariah sebagai Fondasi Ekonomi Kerakyatan untuk
Mencapai Indonesia yang Sejahtera. Jurnal Ekonomi Syariah.
Irwan. M. (2018). Politik Hukum Ekonomi Syariah dalam Perkembangan Lembaga
Keuangan Syariah di Indonesia. Jurnal Media Hukum, 10-21.
Irmawati, Nufikasira. H (2022). Persepsi Masyarakat Terhadap Perbankan Syariah
(Studi Kasus Herlang). Jurnal Pendidikan dan Studi Agama. Makassar: UIN
Alauddin Makassar.
Muslimin. J. (n.d.). Filsafat Ekonomi Syariah. Komisi Yudisial RI.
Nasution, M. E. (2006). Ekonomi & Keuangan Islam : Menggali akar, Mengurai serat.
Tangerang: Kholam Publishing.
Nasution, M. E. (2006). Pengenalan Eklusif Ekonomi Syariah. Jakarta: Kencana
Perdana Media.
Santi, M. (2019). Perkembangan Ekonomi Syari’ah di Indonesia. Jurnal Ekonomi
Syariah, 47-46.
Siregar , W. H. (2020). Respon dan Kebangkitan Ekonomi Keuangan Syariah dalam
Menghadapi Wabah Covid-19. Jurnal Artikel Ilmiah.
Yasin. Nur. (2009). Hukum Ekonomi Islam. Malang: UIN Malang Press.
Zaini, A. A., & Zawawi, A. (2019). Ekonomi Islam dalam Konsep Ontologi,
Epistimologi, dan Aksiologi. Jurnal Ummul Qur'an, 49-60.