MAKALAH
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Sistem Ekonomi Islam
Dosen Pengampu :
Andi Bisyriani, S.H., M.E
Disusun Oleh :
Anggi Solihin (Nim : 2202010001)
Farah Ramdhana (Nim : 2202010021)
Pinrang, 24 Maret
2024
Penyusun
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.......................................................................................i
DAFTAR ISI....................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................1
A. Latar Belakang...................................................................................1
B. Rumusan Masalah..............................................................................1
C. Tujuan.................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN..................................................................................3
A. Kesimpulan.......................................................................................14
B. Saran.................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA
ii
iii
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ekonomi Islam telah lahir sejak Rasulullah Saw menyebarkan ajaran
Agama Islam, kemudian dilanjutkan oleh para sahabat hingga memiliki kemajuan
yang begitu pesat pada masa Dinasti Abbasiyah dan pada akhirnya masih juga
dilakukan sampai zaman sekarang, walaupun saat ini masih banyak campur aduk
ekonomi Barat dalam aktifitas perekonomian masyarakat khususnya Umat Islam.
Kemunculan ekonomi Islam bukan karena ekonomi ortodok, melainkan
karena sejarah membuktikan bahwa kemunculan ekonomi Islam sejak Rasulullah
Saw hidup. Ekonomi Islam merupakan bagian integral ajaran Islam, bukan
dampak dari sebuah keadaan yang memaksa kemunculannya, jadi bukan karena
ekonomi ortodok yang memaksa kehadiran ekonomi Islam. Ekonomi Islam juga
memiliki tujuan yang sangat penting yaitu menciptakan kesejahteraan umat
manusia khususnya terpenuhinya kebutuhan setiap individu dengan cara yang
disahkan oleh Undang-Undang Pemerintah maupun hukum syariat (Agama).
B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian dan Sejarah Sistem Ekonomi Islam?
2. Apa Karakteristik dan Nilai Dasar Sistem Ekonomi Islam?
3. Bagaimana Sistem Perekonomian dalam Islam?
C. Tujuan
1. Mengetahui Pengertian dan Sejarah Sistem Ekonomi Islam.
2. Mengetahui dan Memahami Karakteristik dan Nilai Dasar Sistem
Ekonomi Islam.
3. Mengetahui dan Memahami Bagaimana Sistem Perekonomian dalam
Islam.
2
BAB II
PEMBAHASAN
1
Ibnu Manzur al Anshari, Lisan al Arab (MD.771)
2
Ibit.M.Nejatullah Siddiqi,Op Cit; hal,34.
3
tujuannya hanya member kepuasan pada diri tanpa merujuk atau bertujuan selain
dari itu.
Maka sebagaimana Islam selalu menanamkan akhlaq dan adab dalam
segala aspek kehidupan diterapkan pula dalam hal interaksi perkonomian. Islam
telah mengajarkan bahwa manusia merupakan pemimpin di muka bumi
sebagaimana firmanNya “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang
khalifah di muka bumi.” Kemudian dilanjutkan dengan ayat “Dia Telah
menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu pemakmurnya.”
Ditambah lagi dengan firmanNya “Dan nafkahkanlah sebagian dari hartamu yang
Allah Telah menjadikan kamu menguasainya.
Jelas penuturan ayat-ayat di atas jelas sudah rujukan serta tujuan dari
sistem ekonomi islam, yaitu sebuah asas ketuhanan. Sehingga nantinya dapat
menciptakan masyarakat yang tentram serta seimbang perkonomiannya.
2. Keseluruhan (syumûliah)
Sistem ekonomi Islam tidak lain merupakan sebuah cakupan dari
ketetapan-ketetapan yang berlaku dalam Islam. Karena Islam merupakan sebuah
sistem yang mengatur segala aspek kehidupan yang masuk di dalamnya aspek
perekonomian. Dengan masuknya ekonomi sebagai salah satu aspek kehidupan
dalam Islam, maka tidak mungkin ada produsen yang memproduksi barang di
dasarkan atas kemauannya saja. Tetapi dia juga pasti mempertimbangkan akan
halal dan haramnya. Para produsen tidak juga memproduksi sesuatu yang
mengandung hal-hal membahayakan konsumen atau lingkungannya. Dan berbagai
perbuatan lainnya akan disesuaikan dengan aspek dan ketentuan yang ada dalam
Islam.
3. Fleksibilitas (murûnah)
Kaidah-Kaidah dalam Islam bersifat shôlihun likulli zamân wa makân.
Dengan bahasa yang mudah dipahami adalah bisa diaplikasikan dalam berbagai
dimensi waktu dan tempat. Tentunya hal itu berkaitan erat dengan tsawabit
(sesuatu yang sudah tetap) serta mutaghayyirat (hal yang masih berubah-ubah)
yang berasaskan hal-hal ushul (pokok) dalam agama dan furu’nya (cabang).
5
Dengan model yang disebutkan tadi berbagai macam kejadian bisa disesuaikan
dengan hukum-hukum fiqh yang ada.
Kaidah-Kaidah dalam Islam bersifat shôlihun likulli zamân wa makân.
Dengan bahasa yang mudah dipahami adalah bisa diaplikasikan dalam berbagai
dimensi waktu dan tempat. Tentunya hal itu berkaitan erat dengan tsawabit
(sesuatu yang sudah tetap) serta mutaghayyirat (hal yang masih berubah-ubah)
yang berasaskan hal-hal ushul (pokok) dalam agama dan furu’nya (cabang).
Dengan model yang disebutkan tadi berbagai macam kejadian bisa disesuaikan
dengan hukum-hukum fiqh yang ada.
Ibnu Taimiyah menyatakan perbuatan seorang hamba itu ada dua jenis:
ibadah yang dengannya orang memperbaiki agama mereka dan adat kebiasaan
yang dibutuhkan di dunia. Ibadah adalah sesuatu hal. Dengan adanya pokok-
pokok syariah, maka kita mengetahui bahwa ibadah yang ditetapkan olehNya
tidak akan sah kecuali dengan ketentuan yang ditetapkan syariah. Adapun adat
adalah hal yang biasa dilakukan oleh manusia di dunia, maka unsur pokoknya
adalah tidak adanya larangan (al ashlu fîhi ‘adamul hazhr) kecuali yang telah
dilarang olehNya.
Dengan kaidah yang disebutkan maka kebanyakan perkara yang ada di
ekonomi Islam berasaskan ibâhah atau al ‘afwu. Maka dari penjelasan singkat Dr.
Rif’at tadi semakin memperluas ranah perkonomian Islam dengan
menganggapnya ada pada asas ibâhah.
4. Keseimbangan (tawâzun)
Berbagai aspek hidupnya selalu berdasarkan keseimbangan antara dua
sisinya. Sebagaimana keseimbangan antara dunia dan akhiratdan juga
keseimbangan antara iman dan perekonomian serta keseimbangan antara boros
dan kikir. Islam juga memberi keselarasan antara kebutuhan rohani dan
kebutuhan materi dengan memberi porsi yang sesuai antara keduanya.
Hal penting lain dari konsep keseimbangan ini adalah sebuah sikap yang
tidak condong pada kapitalis ataupun sosialis. Islam punya kedudukannya sendiri
dalam hal ini, yaitu berada di antara keduanya dengan tidak menafikan
kepemilikan individual ataupun kepemilikan sosial sebagaimana yang akan
6
dibahas lebih dalam di bab lain dari makalah ini. Islam memiliki batasan-
batasannya sendiri antara kepentingan negara dan individual dalam ekonomi
sehingga dapat menyeimbangkan antara keduanya.
Asas dari kepemilikan dalam Islam adalah kepemilikan individual karena
hal itu dianggap sesuatu yang fitrah dalam Islam. Karena kepemilikan individual
ini merupakan pemeran utama dalam kinerja produksi. Sedangkan kepemilikan
umum baru dianggap pada saat-saat tertentu sehingga memaksa negara untuk
turun tangan dalam menyelesaikannya. Hal ini tentunya sangat berbeda dengan
konsep kapitalisme yang benar-benar meniadakan peran negara dalam mekanisme
ekonomi. ataupun konsep sosialisme membangun asas perkonomian mereka atas
kepemilikan umum yang malah mengurangi gairah untuk berproduksi.
Rumusan kapitalis dan sosialis memang sangat berbeda denga Islam yang
mengatur hubungan antara individual dan negara dalam ranah perkonomian. Islam
menyatakan bahwa keduanya itu saling melengkapi, dimana setiap dari keduanya
mempunyai denah aplikasi masing-masing hingga tidak bertentangan. Selain itu
keduanya merupakan kutub yang saling berhubungan dan tidak berdiri sendiri.
Maka dari itu, pertumbuhan ekonomi dalam Islam menjadi kewajiban negara dan
individual secara bersamaan.
Dengan begini setidaknya batasan antara kebebasan dan intervensi
pemerintah dalam mekanisme ekonomi Islam. Dalam ekonomi Islam, negara
bukanlah suatu unsur yang bertentangan ataupun pengganti dari unsur lain,
melainkan unsur pelengkap. Seperti melakukan hal-hal yang sepertinya agak sulit
dilakukan secara individu layaknya perbaikan jalan, jembatan, dll. Bahkan posisi
negara terkadang menjadi sangat penting layaknya saat kekurangan lembaga
pendidikan atau lembaga kesehatan di suatu daerah.
Jelas sudah bahwa intervensi negara dalam ekonomi Islam tidaklah sesuatu
yang bertentangan dengan kebebasan individual. Bahkan ia menjadi unsur
pelengkap untuk menciptakan maslahat umum. Hal itu bisa disaksikan lagi
dengan adanya kewajiban zakat yang dikeluarkan oleh individual untuk
selanjutnya dikelola oleh negara. Di sini didapati bukan saja keseimbangan antara
negara dan individu, tapi juga keseimbangan dan kemerataan putaran harta.
7
Sehingga pada akhirnya tidak tercipta jurang pemisah yang terlalu lebar antara si
kaya dan si miskin.
5. Keuniversalan (‘âlamiyyah)
Konsep keuniversalan ini sudah ada sejak diutusnya Rasul ke atas bumi,
karena tidak lain diutusnya Rasul adalah sebagai rahmat bagi seluruh alam.
Keuniversalan ekonomi Islam semakin terasa jelas setelah datangnya krisis global
yang melanda AS dan belahan negara lain pada tahun 2008. Karena sejak saat itu
beberapa negara barat mulai menerapkan ekonomi Islam. Bahkan salah satu yang
pertama kali menerapkannya adalah vatikan sendiri sebagaimana yang ditegaskan
dalam salah satu surat kabar resmi milik mereka yang bernama L’osservatore
Romano edisi 6 Maret 2009.
Selain itu Vincent Beaufils pimpinan redaksi Challenge, sebuah majalah
Prancis menuliskan sebuah artikel yang mempertanyakan moral dalam sistem
ekonomi kapitalis. Hal itu tak jauh beda dengan yang diucapkan Roland Laskine,
pemimpin redaksi majalah Le Journal des Finance. Dia menuliskan sebuah artikel
berjudul “apakah Wall Street siap untuk menerima prinsip-prinsip hukum Islam?”
Tulisan ini bermula dari pendapat dia tentang pentingnya penerapan hukum Islam
di ranah perkonomian untuk meredam krisis yang terjadi di penjuru dunia.
Nilai – nilai dasar sistem ekonomi Islam adalah :
1. Nilai dasar kepemilikan
Menurut sistem ekonomi Islam, pemilikan bukanlah penguasaan mutlak
atas sumber – sumber ekonomi, tetapi kemampuan untuk memanfaatkannya.
Kepemilikan dalam ekonomi Islam dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu:
a. Kepemilikan Umum
Kepemilikan umum meliputi semua sumber, baik yang
keras, cair maupun gas, minyak bumi, besi, tembaga, emas, dan
utamanya.
8
b. Kepemilikan Negara
c. Kepemilikan Individual
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Sistem ekonomi Islam tidak sama dengan sistem-sistem ekonomi
yang lain. Ia berbeda dengan sistem ekonomi yang lain. Ia bukan
dari hasil ciptaan akal manusia seperti sistem kapitalis dan komunis.
Ia adalah berpandukan wahyu dari Allah SWT.
2. Sistem ciptaan akal manusia ini hanya mengambil kira perkara-
perkara lahiriah semata-mata tanpa menitikberatkan soal hati, roh
11
B. Saran
Sistem Ekonomi Islam merupakan perwujudan dari paradigma Islam.
Pengembangan Sistem Ekonomi Islam bukan untuk menyaingi sistem ekonomi
kapitalis atau sistem ekonomi sosialis, tetapi lebih ditujukan untuk mencari suatu
sistem ekonomi yang mempunyai kelebihan-kelebihan untuk menutupi
kekurangan-kekurangan dari sistem ekonomi yang telah ada.
Islam diturunkan ke muka bumi ini dimaksudkan untuk mengatur hidup
manusia guna mewujudkan ketentraman hidup dan kebahagiaan umat di dunia dan
di akhirat sebagai nilai ekonomi tertinggi. Umat di sini tidak semata-mata umat
Muslim tetapi, seluruh umat yang ada di muka bumi. Ketentraman hidup tidak
hanya sekedar dapat memnuhi kebutuhan hidup secara limpah ruah di dunia,tetapi
juga dapat memenuhi kebutuhan sebagai bekal di akhirat nanti.jadi harus ada
keseimbangan dalam memenuhi kebutuhan di dunia maupun di akhirat nanti
DAFTAR PUSTAKA