Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

PRINSIP DAN PRAKTIK EKONOMI ISLAM


( Pendidikan Agama Dan Budipekerti )

Oleh : Kelompok VI ( XI mia II )

1. Baiq Nurul Anggraini


2. Erika Andriana
3. Hasri Eka Sutrisna
4. Lalu Abi Gunawan Sanjaya
5. Lalu Sarwan Hamid
6. Zahratul Laili

SMA NEGERI 1 PRAYA


XI MIA 2

2015

1
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI............................................................................................................................... 1

BAB I .......................................................................................................................................... 2

PENDAHULUAN .................................................................................................................. 2

1.1 Latar Belakang .............................................................................................................. 2

1.2 Tujuan ........................................................................................................................... 2

BAB II ........................................................................................................................................ 3

PEMBAHASAN ................................................................................................................... 3

2.1 Pengertian Ekonomi Islam .......................................................................................... 3

2.2 Sejarah Perekonomian Islam ...................................................................................... 3

2.3 Sumber hokum Ekonomi Islam .................................................................................. 4

2.4 Karekteristik Ekomomi Islam .................................................................................... 5

2.5 Mu’amalah.................................................................................................................... 8

2.6 Perbankan Syari’ah .................................................................................................... 11

2.7 Asuransi Syariah ......................................................................................................... 12

BAB III....................................................................................................................................... 15

PENUTUP ............................................................................................................................. 15

3.1 Kesimpulan .................................................................................................................. 15

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................ 16

2
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sistem ekonomi Islam jika diterjemahkan ke bahasa arab akan menjadi an nizhôm al iqtishâd
al islâmy. Secara harfiah al iqtishâd (ekonomi) berarti qashada: bertujuan dalam suatu perkara,
tidak berlebihan, berhemat dalam membelanjakan uang atau tidak boros sebagaimana tertera di
buku Lisanul Arab milik Ibnu Manzur. Adapun secara terminologi berarti ilmu yang
mempelajari tentang segala sesuatu yang diturunkan oleh syariat Islam sehubungan dengan al
iqtishâd dalam 3 permasalahannya: aqidah, fiqh dan akhlaq.

Dengan bahasa lain bahwasanya istilah ekonomi Islam berarti analisa tentang hal-hal seputar
ekonomi yang berasaskan hukum-hukum syariah. Sebagaimana ketika istilah ekonomi ini
disandingkan dengan fiqh akan mengandung analisa perkara perkonomian ditinjau dari segi-segi
fiqhnya.

Adapun istilah ekonomi Islam sendiri belum muncul pada zaman Rasul, melainkan baru ada
pada akhir dari abad ke-14 hijriah. Tetapi meskipun begitu substansi dari istilah tersebut sudah
muncul bersamaan dengan tumbuhnya hukum-hukum Islam. Jadi sistem perkonomian pada
zaman ini walau tidak mengenal istilahnya secara terminologi, tetapi pada prakteknya fokus
mereka sudah tertuju pada pemenuhan kebutuhan, keadilan, efisiensi, pertumbuhan dan
kebebasan. Fokus-fokus tadi merupakan gambaran spirit dan objek utama dari pemikiran
ekonomi Islam sejak masa awal.

Perkembangan selanjutnya dari ekonomi Islam ini kemudian tidak jauh dari sejarah
perkembangan fiqh itu sendiriHal itu tidak lain karena asas dari ekonomi Islam adalah
mu‟amalah yang disyariahkan dalam Qur‟an dan Sunnah. Tetapi yang perlu dicatat adalah
beberapa buku yang memuat tentang perkonomian sebelum Islam masuk ke periode stagnansi
sudah banyak dikarang oleh para ulama.

1.2 Tujuan

1. Agar Mengetahui Sejarah Ekonomi Islam .


2. Mengulas tentang Kebijakan Sistem Ekonomi Islam dan Konvensional.
3. Memenuhi tugas dari guru pendidikan agama islam

3
4
BAB II
PEMBAHASAN

2.1Pengertian Ekonomi Islam

Definisi Ekonomi Islam/Syariah menurut beberapa Ekonom Islam :

Muhammad Abdul Mannan


"Ekonomi Islam merupakan ilmu pengetahuan sosial yang mempelajari masalah-masalah
ekonomi rakyat yang diilhami oleh nilai-nilai Islam".
M.M Metwally
"Ekonomi Islam dapat didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari per4ilaku muslim
(yang beriman) dalam suatu masyarakat Islam yang mengikuti Al Quran,Hadits Nabi,Ijma
dan Qiyas".
Hasanuzzaman
"Ilmu ekonomi Islam adalah pengetahuan dan aplikasi dari anjuran dan aturan syariah
yang mencegah ketidakadilan dalam memperoleh sumber daya material sehingga tercipta
kepuasan manusia dan memungkinkan mereka menjalankan perintah Allah dan
masyarakat".
M.B Hendrie Anto
“Ekonomi Islam adalah tanggapan pemikir-pemikir muslim terhadap tantangan ekonomi pada
zamannnya. Dalam upaya ini mereka dibantu oleh Al-Qur‟an dan Hadist, serta alasan dan
pengalaman.”

Sistem ekonomi islam adalah suatu sistem ekonomi yang didasarkan pada ajaran dan
nilai-nilai islam, bersumber dari Al Quran, As-Sunnah, ijma dan qiyas. Ini telah dinyatakan
dalam surat al maidah ayat (3). Sistem ekonomi islam berbeda dengan sistem ekonomi kapitalis
maupun sosialis, sistem ekonomi islam memiliki sifat-sifat baik dari sistem ekonomi sosialis dan
kapitalis, namun terlepas dari sifat buruknya.

2.2 Sejarah Perekonomian Islam


Dengan hancurnya komunisme dan sistem ekonomi sosialis pada awal tahun 90-an
membuat sistem kapitalisme disanjung sebagai satu-satunya sistem ekonomi yang sahih. Tetapi

5
ternyata, sistem ekonomi kapitalis membawa akibat negatif dan lebih buruk, karena banyak
negara miskin bertambah miskin dan negara kaya yang jumlahnya sedikit semakin kaya.
Dengan kata lain, kapitalis gagal meningkatkan harkat hidup orang banyak terutama di
negara-negara berkembang. Ketidakberhasilan secara penuh dari sistem-sistem ekonomi yang
ada disebabkan karena masing-masing sistem ekonomi mempunyai kelemahan atau kekurangan
yang lebih besar dibandingkan dengan kelebihan masing-masing. Kelemahan atau kekurangan
dari masing-masing sistem ekonomi tersebut lebih menonjol ketimbang kelebihannya.
Karena kelemahannya atau kekurangannya lebih menonjol daripada kebaikan itulah yang
menyebabkan muncul pemikiran baru tentang sistem ekonomi terutama dikalangan negara-
negara muslim atau negara-negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam yaitu sistem
ekonomi syariah. Negara-negara yang penduduknya mayoritas Muslim mencoba untuk
mewujudkan suatu sistem ekonomi yang didasarkan pada Al-quran dan Hadist, yaitu sistem
ekonomi Syariah yang telah berhasil membawa umat muslim pada zaman Rasulullah
meningkatkan perekonomian di Zazirah Arab. Dari pemikiran yang didasarkan pada Al-quran
dan Hadist tersebut, saat ini sedang dikembangkan Ekonomi Syariah dan Sistem Ekonomi
Syariah di banyak negara Islam termasuk di Indonesia.
Ekonomi Syariah dan Sistem Ekonomi Syariah merupakan perwujudan dari paradigma
Islam. Pengembangan ekonomi Syariah dan Sistem Ekonomi Syariah bukan untuk menyaingi
sistem ekonomi kapitalis atau sistem ekonomi sosialis, tetapi lebih ditujukan untuk mencari suatu
sistem ekonomi yang mempunyai kelebihankelebihan untuk menutupi kekurangan-kekurangan
dari sistem ekonomi yang telah ada. Islam diturunkan ke muka bumi ini dimaksudkan untuk
mengatur hidup manusia guna mewujudkan ketentraman hidup dan kebahagiaan umat di dunia
dan di akhirat sebagai nilai ekonomi tertinggi. Umat di sini tidak semata-mata umat Muslim
tetapi, seluruh umat yang ada di muka bumi. Ketentraman hidup tidak hanya sekedar dapat
memenuhi kebutuhan hidup secara melimpah ruah di dunia, tetapi juga dapat memenuhi
ketentraman jiwa sebagai bekal di akhirat nanti. Jadi harus ada keseimbangan dalam pemenuhan
kebutuhan hidup di dunia dengan kebutuhan untuk akhirat.

2.3 Sumber Hukum Ekonomi Islam


Adapun sumber-sumber hukum dalam ekonomi Islam adalah:

a. Alquranul Karim
Alquran adalah sumber utama, asli, abadi, dan pokok dalam hukum ekonomi Islam yang
Allah SWT turunkan kepada Rasul Saw guna memperbaiki, meluruskan dan membimbing Umat
manusia kepada jalan yang benar. Didalam Alquran banyak tedapat ayat-ayat yang melandasi
hukum ekonomi Islam, salah satunya dalam surat An-Nahl ayat 90 yang mengemukakan tentang
peningkatan kesejahteraan Umat Islam dalam segala bidang termasuk ekonomi.

6
b. Hadis dan Sunnah
Setelah Alquran, sumber hukum ekonomi adalah Hadis dan Sunnah. Yang mana para pelaku
ekonomi akan mengikuti sumber hukum ini apabila didalam Alquran tidak terperinci secara
lengkap tentang hukum ekonomi tersebut.
c. Ijma'
Ijma' adalah sumber hukum yang ketiga, yang mana merupakan konsensus baik dari
masyarakat maupun cara cendekiawan Agama, yang tidak terlepas dari Alquran dan Hadis.
d. Ijtihad atau Qiyas
Ijtihad merupakan usaha meneruskan setiap usaha untuk menemukan sedikit banyaknya
kemungkinan suatu persoalan syariat. Sedangkan qiyas adalah pendapat yang merupakan alat
pokok ijtihad yang dihasilkan melalui penalaran analogi.
e. Istihsan, Istislah dan Istishab
Istihsan, Istislah dan Istishab adalah bagian dari pada sumber hukum yang lainnya dan telah
diterima oleh sebahagian kecil oleh keempat mazhab.

2.4 Karaktersitik Ekonomi Islam


a. Harta kepunyaan Allah dan Manusia merupakan Khalifah atas harta.
· Semua harta baik benda maupun alat-alat produksi adalah milik Allah SWT. Seperti tercantum
dalam QS. Al-Baqarah ayat 284.

Artinya :
“Kepunyaan Allah-lah segala apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. Dan jika kamu
melahirkan apa yang ada di dalam hatimu atau kamu menyembunyikan, niscaya Allah akan
membuat perhitungan dengan kamu tentang perbuatanmu itu. Maka Allah mengampuni siapa
yang dikehendaki-Nya dan menyiksa siapa yang dikehendaki-Nya; dan Allah Maha Kuasa atas
segala sesuatu”.
· Manusia adalah khalifah atas harta miliknya. Seperti tercantum dalam surat al-Hadiid ayat 7.
Terdapat pula sabda Rasulullah yang juga menjelaskan bahwa segala bentuk harta yang dimiliki
manusia pda hakikatnya adalah milik Allah SWT semata dan manusia diciptakan untuk menjadi
khalifah “ Dunia ini hijau dan manis. Allah telah menjadikan kamu khalifah (penguasa) di dunia.
Karena itu hendaklah kamu membahas cara berbuat mengenai harta di dunia ini”.

7
b. Ekonomi Terikat dengan akidah, Syariah (Hukum), dan Moral
Bukti-bukti hubungan ekonomi dan moral dalam islam:
· Larangan terhadap pemilik dalam penggunaan hartanya yang dapat menimbulkan kerugian
atas harta orang lain atau kepentingan masyarakat. Sabda Rasulullah “ Tidak boleh merugikan
diri sendiri dan juga orang lain” (HR. Ahmad)
· Larangan melakukan penipuan dalam transaksi, ditegaskan dalam Sabda Rasulullah “Orang-
orang yang menipu kita bukan termasuk golongan kita”.
· Larangan menimbun emas, perak atau sarana moneter lainnya sehingga dapat mencegah
peredaran uang dan menghambat fungsinya dalam memperluas lapangan produksi. Hal ini sperti
tercantum dalam QS 9:34.
· Larangan melakukan pemborosan karena dapat menghancurkan individu dalam masyarakat.

c. Keseimbangan antara Kerohanian dan Kebendaan


Aktivitas keduniaan yang dilakukan manusia tidak boleh bertentangan atau bahkan
mengorbankan kehidupan akhirat. Apa yang kita lakukan hari ini adalah untuk mencapai tujuan
akhirat kelak. Prinsip ini jelas berbeda dengan ekonomi kapitalis maupun sosialis yang hanya
bertujuan untuk kehidupan duniawi saja. Hal ini jelas ditegaskan oleh surat al-Qashash ayat 77:
Artinya :
“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri
akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat
baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah
kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang
berbuat kerusakan. “

d. Ekonomi Islam Menciptakan Keseimbanagan Antara Kepentingan Individu dengan


Kepentingan umum.
Islam tidak mengakui hak mutlak dan atau kebebasan mutlak, tetapi mempunyai batasan-batasan
tertentu termasuk dalam hak milik. Hal ini tercantum dalam surat Al Hasyr ayat 7, al maa‟uun
ayat 1-3, serta surat al-Ma‟arij ayat 24-25.

e. Kebebasan individu dijamin dalam islam


Islam memberikan kebebasan tiap individu untuk melakukan kegiatan ekonomi namun tentu saja
tidak bertentangan dengan aturan AlQuran dan AsSunnah, seperti tercantum dalam surat al
Baqarah ayat 188.

f. Negara diberi kewenangan turut campur dalam perekonomian

8
Dalam islam, Negara berkeawjiban melindungi kepentingan masyararakat dari keridakadilan
yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang taupun dai negara lain, berkewajiban
memberikan kebebasan dan jaminan sosial agar seluruh masyarakat dapat hidup dengan layak.
Seperi sabda Rasulullah “ Brangsiapa yang meninggalkan beban, hendaklah dia datang kepada-
Ku, karena akulah maula (pelindung)nya” (Al-Mustadrak oelh Al-Hakim).

g. Bimbingan konsumsi
Dalam hal konsumsi, islam melarang hidup berlebih-lebihan, terlalu hidup kemewahan dan
bersikap angkuh. Hal ini tercermin dalam surat al-A‟raaf ayat 31 seta Al-Israa ayat 16.

h. Petunjuk investasi
Kriteria yag sesuai daalm melakukan investasi ada 5:
proyek yang baik menurut isla
· memberikan rezeki seluas mungkin pda masyarakat
· memberantas kekafiran,memperbaiki pendapatan dan kekayaan
· memelihara dan menumbuhkembangkan harta
· melindungi kepentingan anggota masyaakat.

i. Zakat
Adalah karakteristik khusus yang tidak terdapat daalm system ekonomi lainnya manapun,
penggunaannya sangat efektif guna melakukan distribusi kekayaan di masyarakat. Zakat
merupakan dasar prinsipil untuk menegakkan struktur social Islam. Zakat bukanlah derma atau
sedekah biasa, ia adalah sedekah wajib. Setiap muslim yang memenuhi syarat tertentu,
berdasarkan dalil :
Surat at-Taubah 103
Artinya :
“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan
mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi)
ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”.

j. Larangan riba
Islam sangat melarang munculnya riba (bunga) karena itu merupakan salah satu penyelewengan
uang dari bidangnya. Seperi tercermin dalam surat al-baqarah ayat 275.
Artinya :
“Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya
orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang

9
demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama
dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang
yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil
riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan
urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu
adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.”
Larangan riba dalam islam bertujuan membina suatu bangunan ekonomi yang
menetapkan bahwa modal itu tidak dapat bekerja dengan sendirinya, dan tidak ada keuntungan
bagi modal tanpa kerja dan tanpa penempatan diri pada resiko sama sekali. Karena itu Islam
secara tegas menyatakan perang terhadap riba dan umat islam wajib meninggalkannya, akan
tetapi islam menghalalkan mencari keuntungan lewat perniagaan (QS. 83:1-6)

2.5 Mu’āmalah
2.5.1 Pengertian Mu’āmalah
Mu‟āmalah dalam kamus Bahasa Indonesia artinya hal-hal yang termasuk urusan
kemasyarakatan (pergaulan, perdata, dsb). Sementara dalam fiqh Islam berarti tukarmenukar
barang atau sesuatu yang memberi manfaat dengan cara yang ditempuhnya, seperti jual-beli,
sewamenyewa, upah-mengupah, pinjammeminjam, urusan bercocok tanam, berserikat, dan
usaha lainnya.
Dalam melakukan transaksi ekonomi, seperti jual-beli, sewa-menyewa, utang-piutang, dan
pinjam-meminjam, Islam melarang beberapa hal di antaranya seperti berikut.
1. Tidak boleh mempergunakan cara-cara yang batil.
2. Tidak boleh melakukan kegiatan riba.
3. Tidak boleh dengan cara-cara ẓālim (aniaya).
4. Tidak boleh mempermainkan takaran, timbangan, kualitas, dan kehalalan.
5. Tidak boleh dengan cara-cara spekulasi/berjudi.
6. Tidak boleh melakukan transaksi jual-beli barang haram.

2.5.2 Macam-Macam Mu’āmalah


2.5.2.1 Jual-Beli
Jual-beli menurut syariat agama ialah kesepakatan tukar-menukar benda untuk memiliki benda
tersebut selamanya. Melakukan jual-beli dibenarkan, sesuai dengan firman Allah Swt. berikut
ini:

10
Artinya:”... dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba...” (Q.S. al-
Baqarah/2: 275).

Apabila jual-beli itu menyangkut suatu barang yang sangat besar nilainya, dan agar tidak terjadi
kekurangan di belakang hari, al-Qur‟ãn menyarankan agar dicatat, dan ada saksi, lihatlah
penjelasan ini pada Q.S. al-Baqarah/2: 282.
a. Syarat-Syarat Jual-Beli
Syarat-syarat yang telah ditetapkan dalam Islam tentang jual-beli adalah
sebagai berikut.
1) Penjual dan pembelinya haruslah:
a) ballig,
b) berakal sehat,
c) atas kehendak sendiri.
2) Uang dan barangnya haruslah:
a) halal dan suci. Haram menjual arak dan bangkai, begitu juga babi dan berhala, termasuk
lemak bangkai tersebut;
b) bermanfaat. Membeli barang-barang yang tidak bermanfaat sama dengan menyia-nyiakan
harta atau pemboros.
c) Keadaan barang dapat diserahterimakan. Tidak sah menjual barang yang tidak dapat
diserahterimakan. Contohnya, menjual ikan dalam laut atau barang yang sedang dijadikan
jaminan sebab semua itumengandung tipu daya.
d) Keadaan barang diketahui oleh penjual dan pembeli.
e) Milik sendiri, sabda Rasulullah saw., “Tak sah jual-beli melainkan atas barang yang
dimiliki. (HR. Abu Daud dan Tirmidzi).
3) Ijab Qobul
Seperti pernyataan penjual, “Saya jual barang ini dengan harga sekian.” Pembeli
menjawab, “Baiklah saya beli.” Dengan demikian, berarti jual-beli itu berlangsung suka sama
suka. Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya jual-beli itu hanya sah jika suka sama suka.”
(HR. Ibnu Hibban)

b. Khiyār
1) Pengertian Khiyār
Khiyār adalah bebas memutuskan antara meneruskan jual-beli atau membatalkannya.
Islam memperbolehkan melakukan khiyār karena jual-beli haruslah berdasarkan suka sama suka,
tanpa ada unsur paksaan sedikit pun. Penjual berhak mempertahankan harga barang
dagangannya, sebaliknya pembeli berhak menawar atas dasar kualitas barang yang diyakininya.

2) Macam-Macam Khiyār
a) Khiyār Majelis, adalah selama penjual dan pembeli masih berada di tempat
berlangsungnya transaksi/tawar-menawar, keduanya berhak memutuskan meneruskan atau

11
membatalkan jual-beli. Rasulullah saw. bersabda, “Dua orang yang berjual-beli, boleh memilih
akan meneruskan atau tidak selama keduanya belum berpisah.” (HR. Bukhari dan Muslim).
b) Khiyār Syarat, adalah khiyar yang dijadikan syarat dalam jual-beli. Misalnya penjual
mengatakan, “Saya jual barang ini dengan harga sekian dengan syarat khiyar tiga hari.”
Maksudnya penjual memberi batas waktu kepada pembeli untuk memutuskan jadi tidaknya
pembelian tersebut dalam waktu tiga hari. Apabila pembeli mengiyakan, status barang tersebut
sementara waktu (dalam masa khiyār) tidak ada pemiliknya. Artinya, si penjual tidak berhak
menawarkan kepada orang lain lagi. Namun, jika akhirnya pembeli memutuskan tidak jadi,
barang tersebut menjadi hak penjual kembali. Rasulullah saw. bersabda kepada seorang lelaki,
“Engkau boleh khiyār pada segala barang yang engkau beli selama tiga hari tiga malam.” (HR.
Baihaqi dan Ibnu Majah)
c) Khiyār Aibi (cacat), adalah pembeli boleh mengembalikan barang yang dibelinya jika
terdapat cacat yang dapat mengurangi kualitas atau nilai barang tersebut, namun hendaknya
dilakukan sesegera mungkin.

c. Ribā
1) Pengertian Ribā
Ribā adalah bunga uang atau nilai lebih atas penukaran barang. Hal ini sering terjadi dalam
pertukaran bahan makanan, perak, emas, dan pinjam-meminjam. Ribā, apa pun bentuknya,
dalam syariat Islam hukumnya haram. Sanksi hukumnya juga sangat berat. Diterangkan dalam
hadis yang diriwayatkan bahwa, “Rasulullah mengutuk orang yang mengambil ribā, orang yang
mewakilkan, orang yang mencatat, dan orang yang menyaksikannya.” (HR. Muslim). Dengan
demikian, semua orang yang terlibat dalam riba sekalipun hanya sebagai saksi, terkena dosanya
juga. Guna menghindari riba, apabila mengadakan jual-beli barang sejenis seperti emas dengan
emas atau perak dengan perak ditetapkan syarat:
a) sama timbangan ukurannya; atau
b) dilakukan serah terima saat itu juga,
c) secara tunai.
2) Macam-Macam Ribā
a) Ribā Faḍli, adalah pertukaran barang sejenis yang tidak sama timbangannya.
b) Ribā Qorḍi, adalah pinjam-meminjam dengan syarat harus memberi kelebihan saat
mengembalikannya.
c) Ribā Yādi, adalah akad jual-beli barang sejenis dan sama timbangannya, namun penjual dan
pembeli berpisah sebelum melakukan serah terima.
d) Ribā Nasi‟ah, adalah akad jual-beli dengan penyerahan barang beberapa waktu kemudian.

2.5.2.2 Utang-Piutang

12
Utang-piutang adalah menyerahkan harta dan benda kepada seseorang dengan catatan akan
dikembalikan pada waktu kemudian dengan tidak mengubah keadaannya.
a. Rukun Utang-piutang
Rukun utang-piutang ada tiga, yaitu:
1) yang berpiutang dan yang berutang
2) ada harta atau barang
3) Lafadz kesepakatan.

2.5.2.3 Sewa-menyewa
Sewa-menyewa dalam fiqh Islam disebut ijārah, artinya imbalan yang harus diterima oleh
seseorang atas jasa yang diberikannya.
a. Syarat dan Rukun Sewa-menyewa
1) Yang menyewakan dan yang menyewa haruslah telah ballig dan berakal sehat.
2) Sewa-menyewa dilangsungkan atas kemauan masing-masing, bukan karena dipaksa.
3) Barang tersebut menjadi hak sepenuhnya orang yang menyewakan, atau walinya.
4) Ditentukan barangnya serta keadaan dan sifat-sifatnya.
5) Manfaat yang akan diambil dari barang tersebut harus diketahui secara jelas oleh kedua belah
pihak.
6) Berapa lama memanfaatkan barang tersebut harus disebutkan dengan jelas.
7) Harga sewa dan cara pembayarannya juga harus ditentukan dengan jelas serta disepakati
bersama.

2.5.2.4 Syirkah
Secara bahasa, kata syirkah (perseroan) berarti mencampurkan dua bagian atau lebih
sehingga tidak dapat lagi dibedakan antara bagian yang satu dengan bagian yang lainnya.
Menurut istilah, syirkah adalah suatu akad yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih yang
bersepakat untuk melakukan suatu usaha dengan tujuan memperoleh keuntungan.
a. Rukun dan Syarat Syirkah
Adapun rukun syirkah secara garis besar ada tiga, yaitu seperti berikut.
1) Dua belah pihak yang berakad („aqidani).
2) Objek akad yang disebut juga ma‟qud „alaihi mencakup pekerjaan atau modal.
3) Akad atau yang disebut juga dengan istilah ṡigat. Adapun syarat sah akad harus berupa
taṡarruf, yaitu adanya aktivitas pengelolaan.

2.6 Perbankan Syari’ah


2.6.1 Pengertian perbankan
Bank adalah sebuah lembaga keuangan yang bergerak dalam menghimpun dana
masyarakat dan disalurkannya kembali dengan menggunakan sistem bunga. Dengan demikian,
hakikat dan tujuan bank ialah untuk membantu masyarakat yang memerlukan, baik dalam

13
menyimpan maupun meminjamkan, baik berupa uang atau barang berharga lainnya dengan
imbalan bunga yang harus dibayarkan oleh masyarakat pengguna jasa bank.
Bank dilihat dari segi penerapan bunganya, dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu seperti
berikut.
a. Bank Konvensional
Bank konvensional ialah bank yang fungsi utamanya menghimpun dana untuk disalurkan kepada
yang memerlukan, baik perorangan maupun badan usaha, guna mengembangkan usahanya
dengan menggunakan system bunga.
b. Bank Islam atau Bank Syari‟ah
Bank Islam atau bank Syari‟ah ialah bank yang menjalankan operasinya menurut syariat Islam.
Istilah bunga yang ada pada bank konvensional tidak ada dalam bank Islam. Bank syariah
menggunakan beberapa cara yang bersih dari riba, misalnya seperti berikut.
1) Muḍārabah, yaitu kerja sama antara pemilik modal dan pelaku usaha dengan perjanjian
bagi hasil dan sama-sama menanggung kerugian dengan persentase sesuai perjanjian. Dalam
sistem muḍārabah, pihak bank sama sekali tidak mengintervensi manajemen perusahaan.
2) Musyārakah, yakni kerja sama antara pihak bank dan pengusaha di mana masing-
masing sama-sama memiliki saham. Oleh karena itu, kedua belah pihak mengelola usahanya
secara bersama-sama dan menanggung untung ruginya secara bersama-sama pula.
3) Wadi‟ah, yakni jasa penitipan uang, barang, deposito, maupun surat berharga. Amanah
dari pihak nasabah berupa uang atau barang titipan yang telah disebutkan di atas dipelihara
dengan baik oleh pihak bank. Pihak bank juga memiliki hak untuk menggunakan dana yang
dititipkan dan menjamin bisa mengembalikan dana tersebut sewaktuwaktu pemiliknya
memerlukan.
4) Qarḍul hasān, yakni pembiayaan lunak yang diberikan kepada nasabah yang baik
dalam keadaan darurat. Nasabah hanya diwajibkan mengembalikan simpanan pokok pada saat
jatuh tempo. Biasanya layanan ini hanya diberikan untuk nasabah yang memiliki deposito di
bank tersebut sehingga menjadi wujud penghargaan bank kepada nasabahnya.
5) Murābahah, yaitu suatu istilah dalam fiqh Islam yang menggambarkan suatu jenis
penjualan di mana penjual sepakat dengan pembeli untuk menyediakan suatu produk, dengan
ditambah jumlah keuntungan tertentu di atas biaya produksi. Di sini, penjual mengungkapkan
biaya sesungguhnya yang dikeluarkan dan berapa keuntungan yang hendak diambilnya.
Pembayaran dapat dilakukan saat penyerahan barang atau ditetapkan pada tanggal tertentu yang
disepakati. Dalam hal ini, bank membelikan atau menyediakan barang yang diperlukan
pengusaha untuk dijual lagi dan bank meminta tambahan harga atas harga pembeliannya. Namun
demikian, pihak bank harus secara jujur menginformasikan harga pembelian yang sebenarnya.

2.7 Asuransi Syari’ah


2.7.1. Prinsip-Prinsip Asuransi Syari’ah

14
Dalam bahasa Arab dikenal dengan at-Ta‟m³n yang berarti pertanggungan, perlindungan,
keamanan, ketenangan atau bebas dari perasaan takut. Si penanggung (assuradeur) disebut
mu‟ammin dan tertanggung (geasrurrerde) disebut musta‟min.
Dalam Islam, asuransi merupakan bagian dari muāmalah. Kaitan dengan dasar hukum
asuransi menurut fiqh Islam adalah boleh (jaiz) dengan suatu ketentuan produk asuransi tersebut
harus sesuai dengan ketentuan hukum Islam. Pada umumnya, para ulama berpendapat asuransi
yang berdasarkan syari‟ah dibolehkan dan asuransi konvensional haram hukumnya.
Asuransi dalam ajaran Islam merupakan salah satu upaya seorang muslim yang
didasarkan nilai tauhid. Setiap manusia menyadari bahwa sesungguhnya setiap jiwa tidak
memiliki daya apa pun ketika menerima musibah dari AllahSwt., baik berupa kematian,
kecelakaan, bencana alam maupun takdir buruk yang lain. Untuk menghadapi berbagai musibah
tersebut, ada beberapa cara untuk menghadapinya. Pertama, menanggungnya sendiri. Kedua,
mengalihkan risiko ke pihak lain. Ketiga, mengelolanya bersama-sama. Dalam ajaran Islam,
musibah bukanlah permasalahan individual, melainkan masalah kelompok walaupun musibah ini
hanya menimpa individu tertentu. Apalagi jika musibah itu mengenai masyarakat luas seperti
gempa bumi atau banjir. Berdasarkan ajaran inilah, tujuan asuransi sangat sesuai dengan
semangat ajaran tersebut.
Allah Swt. menegaskan hal ini dalam beberapa ayat, di antaranya berikut ini:

Artinya: “...dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan
jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran...” (Q.S. al-Māidah/5: 2)
Banyak pula hadis Rasulullah saw. yang memerintahkan umat Islam untuk saling
melindungi saudaranya dalam menghadapi kesusahan. Berdasarkan ayat al-Qur‟ān dan riwayat
hadis, dapat dipahami bahwa musibah ataupun risiko kerugian akibat musibah wajib ditanggung
bersama. Bukan setiap individu menanggungnya sendiri-sendiri dan tidak pula dialihkan ke
pihak lain. Prinsip menanggung musibah secara bersama-sama inilah yang sesungguhnya esensi
dari asuransi syari‟ah.

2.7.2. Perbedaan Asuransi Syari’ah dan Asuransi Konvensional


Pada asuransi konvensional dikenal dana hangus, di mana peserta tidak dapat
melanjutkan pembayaran premi ketika ingin mengundurkan diri sebelum masa jatuh tempo.
Dalam konsep asuransi syari‟ah, mekanismenya tidak mengenal dana hangus. Peserta yang baru
masuk sekalipun, lantas karena satu dan lain hal ingin mengundurkan diri, dana atau premi yang
sebelumnya sudah dibayarkan dapat diambil kembali, kecuali sebagian kecil saja yang sudah
diniatkan untuk dana tabarru‟ (sumbangan) yang tidak dapat diambil.
Setidaknya, ada manfaat yang bisa diambil kaum muslimin dengan terlibat dalam asuransi
Syari‟ah, di antaranya bisa menjadi alternatif perlindungan yang sesuai dengan hukum Islam. Produk ini

15
juga bisa menjadi pilihan bagi pemeluk agama lain yang memandang konsep syariah lebih adil bagi
mereka karena syariah merupakan sebuah prinsip yang bersifat universal. Untuk pengaturan asuransi di
Indonesia dapat dipedomani Fatwa Dewan Syari‟ah Nasional No. 21/DSN-MUI/X/2001 tentang
Pedoman Umum Asuransi Syari‟ah.

16
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

1. Sistem ekonomi islam adalah suatu sistem ekonomi yang didasarkan pada ajaran dan nilai-
nilai islam, bersumber dari Al Quran, As-Sunnah, ijma dan qiyas.
2. Prinsip-prinsip kegiatan Ekonomi Islam adalah sebagai berikut:
a. Kekuasaan milik tertinggi adalah milik Allah dan Allah adalah pemilik yang absolute
atas semua yang ada
b. Manusia merupakan pemimpin (khalifa) Allah di bumi tapi bukan pemilik yang
sebenarnya.
c. Semua yang didapatkan dan dimiliki oleh manusia adalah karna seizing Allah, oleh
karena itu saudara-saudaranya yang kurang beruntung memiliki hak atas sebagian kekayaan yang
dimiliki saudara-saudaranya yang lebih beruntung.
d. Kekayaan tidak boleh ditumpuk terus atau ditimbun.
e. Kekayaan harus diputar.
f. Eksploitasi ekonomi dalam segala bentuknya harus dihilangkan.
g. Menghilangkan jurang perbedaan antar individu dapat menghapuskan konflik antar
golongan dengan cara membagikan kepemilikan seseorang setelah kematiannya kepada para ahli
warisnya.
h. Menetapkan kewajiban yang sifatnya wajib dan sukarela bagi semua individu
termasuk bagi anggota masyarakat yang miskin.

3. Muāmalah ialah kegiatan tukar-menukar barang atau sesuatu yang memberi manfaat dengan
cara yang ditempuhnya, seperti jual-beli, sewa-menyewa, utang-piutang, pinjam-meminjam,
urusan bercocok tanam, berserikat, dan usaha lainnya.
4. Syirkah (perseroan) berarti suatu akad yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih yang
bersepakat untuk melakukan suatu usaha dengan tujuan memperoleh keuntungan. Syirkah ada
beberapa macam: syirkah `inān, syirkah „abdān, syirkah wujūh, dan syirkah mufāwaḍah.
5. Muḍārabah adalah akad kerja sama usaha antara dua pihak, di mana pihak pertama
menyediakan semua modal (ṡāhibul māl), sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola atau
pengusaha (muḍarrib).
6. Musāqah adalah kerja sama antara pemilik kebun dan petani di mana sang pemilik kebun
menyerahkan kepada petani agar dipelihara dan hasil panennya nanti dibagi dua menurut
persentase yang ditentukan pada waktu akad.
7. Bank Islam atau bank syariah, yaitu bank yang menjalankan operasinya menurut syariat Islam.
Bank syariah menggunakan beberapa cara yang bersih dari riba, misalnya: muḍārabah,
musyārakah, waḍ³‟ah, qarḍul hasān, dan murābahah.

17
DAFTAR PUSTAKA

Hasan, Yusuf. 2013. pendidikan agama islam dan buddipekerti. Jakarta : Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan, 2014.

http://syahmiruddinpane.blogspot.com/2012/07/ekonomi-islam.html

http://hadicahyono.dosen.narotama.ac.id/2011/04/14/sistem-ekonomi-dalam-islam/

http://didiklaw.blogspot.com/perbankan-syariah.html

18

Anda mungkin juga menyukai