Anda di halaman 1dari 9

Makalah

Ekonomi Politik Kelembagaan di indonesia


Disususun untuk memenuhi tugas :

Mata kuliah : Ekonomi politik


Dosen pengampu : Helmawati, S.E,M.Si

Disusun oleh:

Nama : Rahul Guskar Hadi Wijaya


NPM : 2110011111012

Prodi Ekonomi Pembangunan


Fakultas Ekonomi Dan Bisnis
Universitas Bung Hatta
2022
Kata Pengantar

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan hidayah-Nya, penulis
dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul " Ekonomi Politik Kelembagaan di
Indoseia" dengan tepat waktu. Makalah disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah
Ekonomi politik . Selain itu, makalah ini bertujuan menambah wawasan tentang ekonomi
politik kelembagaan di Indonesia bagi para pembaca dan juga bagi penulis.Penulis
mengucapkan terima kasih kepada Ibu Helmawati, S.E,M.Si selaku d
osen Mata Kuliah Ekonomi politik serta Ucapan terima kasih juga disampaikan
kepada semua pihak yang telah membantu diselesaikannya makalah ini.Penulis menyadari
makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, saran dan kritik yang membangun
diharapkan demi kesempurnaan makalah ini.
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ekonomi politik kelembagaan adalah suatu pandangan yang menghendaki adanya


tatanan atau aturan main dalam ekonomi.ekonomi kelembagaan merupakan disiplin ilmu
yang mempelajari tentang ekonomi dengan tidak mengabaikan tentang aspek non ekonomi
seperti kelembagaan dan lingkungan. Ekonomi kelembagaan adalah paradigma baru dalam
ilmu ekonomi yang melihat kelembagaan berperan sentral dalam membentuk perekonomian
yang efisien.
Munculnya paham ekonomi politik kelembagaan disebabkan oleh berbagai
permasalahan ekonomi yang tidak dapat dijelaskan menurut pemahaman ekonomi politik
klasik maupun ekonomi politik neoklasik. Ekonomi politik klasik, sebagaimana
dikemukakan oleh Adam Smith (1776) memandang bahwa masalah ekonomi hanya dapat
diselesaikan dengan mekanisme pasar, dimana keseimbangan penawaran (supply) dan
permintaan (demand) akan terwujud melalui pasar persaingan sempurna, informasi
sempurna dan hal ini digerakkan oleh tangan tidak terlihat (invisible hand). Paham
ekonomi politik neoklasik (Alfred Marshal Dkk) mempunyai pandangan berbeda dengan
ekonomi politik klasik, yakni mengasumsikan terjadinya persaingan yang tidak sempurna
dalam pasar, sehingga terjadi kompetensi, monopoli dan oligopoli. Peran Pemerintah
sangat diperlukan untuk menyelesaikan faktor eksternalitas dan barang publik, cara yang
ditempuh pemerintah adalah menetapkan pajak, subsidi dan penggunaan hak
kepemilikan.

B. Rumusan Masalah

1. Menjelaskan Pengertian Ekonomi Politik Kelembagaan


2. Menjelaskan Peran Kelembagaan Menurut Para Ekonom
3. Menjelaskan Kepemilikan dan Efesiensi Ekonomi
4. Menjelaskan Perkembangan Ekonomi politik kelembagaan di indonesia
BAB II
PEMBAHASAN

1. Pengertian Ekonomi Politik Kelembagaan

Ekonomi politik kelembagaan adalah suatu pandangan yang menghendaki adanya


tatanan atau aturan main (rule of the game) dalam ekonomi. Institusi atau tatanan
diartikan sebagai aturan main dan bisa diartikan lebih luas sebagai organisasi.
Ekonomi politik kelembagaan dapat dijadikan sebagai salah satu bentuk pemecahan
masalah-masalah ekonomi maupun politik. Pandangan ini didasarkan pada kenyataan
bahwa sebagian besar persoalan ekonomi maupun politik justru berada di luar domain
ekonomi dan politik itu sendiri, yaitu dalam kelembagaan yang mengatur proses kerja
suatu perekonomian maupun proses-proses politik.
Studi tentang kelembagaan menempati posisi penting dalam ilmu ekonomi politik
karena fungsinya sebagai mesin sosial sangat mendasar. Kelemahan dan kekuatan ekonomi
dan politik suatu masyarakat dapat dilihat langsung dari kelemahan institusi ekonomi dan
politik yang mendasarinya. Oleh karena itu, kita perlu mengembangkan ekonomi politik
kelembagaan, sebab baik buruknya sistem ekonomi dan politik sangat tergantung pada
kelembagaan yang membingkainya. Studi kasus terjadinya krisis intistusi di Amerika
Latin dan Indonesia yang berdampak pada krisis ekonomi menjadi bukti pentingnya
kelembagaan yang kuat dalam sistem perekonomian.

2. Tokoh-tokoh Ekonomi Politik Kelembagaan dan Pandangannya

 Veblen (Peran Nilai dan Norma-norma)

Bapak Ekonomi Politik Kelembagaan adalah Tostein Veblen (1857-1929), yang


menjelaskan bahwa kelembagaan sebagai norma-norma yang membentuk perilaku
masyarakat dalam bertindak, baik dalam perilaku konsumsi maupun produksi. Kritik yang
diberikan oleh Veblen terhadap teori ekonomi Klasik dan Neoklasik adalah bahwa ketika
orang yang seharusnya bertindak rasional dalam mengkonsumsi, dengan memilih alternatif
terbaik untuk mamaksimisasi utilitas, maka Veblen dalam The Theory Of Leisure Class
(1899), menggambarkan bahwa masyarakat Amerika yang materialistis, cenderung
melakukan perilaku konsumsi yang tidak wajar (conspicius consumption). Menurut Veblen
bahwa keseimbangan ekonomi adalah suatu hal yang tidak mungkin terjadi.
 Commons, Coase dan North (Peran Hukum)

John R. Commons yang memperkenalkan istilah Working Rules yang dikaitkan dengan
kelembagan dengan aspek legalistik, sedangkan Ronald Coase mengembangkan metodologi
biaya transaksi dan hak kepemilikan dalam kelembagaan dan proses kerja sebuah perusahaan.

Kelembagaan menurut Douglas North adalah aturan-aturan dan norma-norma yang tercipta
dalam masyarakat yang menentukan boleh dan tidak boleh dilakukan serta tugas dan
kewajiban yang harus dilakukan atau tidak dilakukan. Penekanan dari North adalah
pemanfaatan sebagai peluang sekaligus sebagai kendala eksternal bagi agen-agen
ekonomi. Intinya adalah membatasi faktor pembatas lain yaitu sumber daya, teknologi dan
preferensipreferensi. Pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana mengurangi ketidakpastian
dalam ekonomi dan bisnis. North menjelaskan bahwa institusi yang baik dapat menyelesaikan
masalah koordinasi dan produksi yang terkait dengan motivasi para aktor, lingkungan, dan
kemampuan pemain dalam menjinakkan lingkungan. Institusi tersebut juga harus dibangun,
direkayasa, direkonstruksi, dikembangkan, dijaga kebekerjaannya, serta ditegakkan aturan
mainnya oleh berbagai pihak terkait.

 weber. Schumter, dan Myrdal (Peran Wirausahawan)

Analisis kelembagaan tidak hanya berakar dari disiplin ilmu ekonomi dan politik, tetapi juga
dari ilmu sosial, pakar-pakar kelembagaan yang memiliki disiplin ilmu sosial adalah Max
Weber, Joseph Schumpeter, dan Gunnar Myrdal. Kajian para pakar ini membahas tentang
peran wirausahawan dalam proses industrialisasi dan modernisasi. Menurut mereka bahwa
tindakan manusia (termasuk tindakan ekonomi) bukan semata-mata hasil proses kalkulasi
dari individu-individu otonom dan terjadi ruang hampa, melainkan berlansung dalam jaringan
hubungan sosial dan institusional.

Peran wirausahawan dalam menggelindingkan modernisasi, dari berbagai aktivitas ekonomi


yang berubah, serta dengan lembagalembaga ekonomi, sistem ekonomi, nilai-nilai dan
norma-norma berbagai peristiwa ekonomi yang tidak terlepas dari sistem politik dan struktur
sosial budaya masyarakat. Kajian ekonomi politik kelembagaan, variabel/parameter ekonomi
hanya merupakan hasil dari tindakan-tindakan nomor aktor yang berada di belakang suatu
peristiwa ekonomi.
3. Kepemilikan dan Efesiensi Ekonomi

Dalam proses pendefinisian hak-hak kepemilikan, sistem ekonomi harus membuat


dua keputusan yang saling kait mengait. Tentang siapa yang semestinya berhak mililiki
sumber-sumber ekonomi dan pembuat keputusan ekonomi dalam sistem ekonomi.

a. Jenis-jenis Kepemilikan
Bromley (1989) mencatat 4 jenis kepemilikan, yaitu kepemilikan Negara, milik
bersama, milik pribadi dan bukan milik siapa-siapa. Dari jenis-jenis tersebut, hanya
kepemilikan pribadi yang dapat dikonsumsi secara eksklusif, sedangkan sumber daya milik
bersama dan Negara, tidak dapat di eksklusifkan penggunaannya.

b. Kelemahan kepemilikan melalui warisan


Kelemahan kepemilikan ini adalah keraguan akan keabsahan kepelikan yang
diperoleh melalaui turun temurun karena batasan akuannya kurang jelas.

c. Kaitan kepemilikan dengan efesiensi


Ada kaitan yang sangat kuat antara jenis kepemilikan dengan efesiensi. Menurut
Ricahard Posner ada tiga kriteria hak-hak kepemilikan yang efesien : universalitas,
eksklusivitas dan dapat ditransfer. Kriteria dapat di transfer sangat erat kaitannya dengan
efesien, sebab kalau semua barang yang dimiliki tidak dapat ditransfer, kita tidak mungkin
memindahkan sumber daya yang kurang produktif ke sumber daya yang produktif.

d. Tragedy of the Commons


Telah dijelaskan sebelumnya bahwa dasar kepemilikan untuk barang-barang milik
bersama adalah lemah, sebab barang milik bersama yang diperoleh dari warisan turun-
temurun dipertanyakan keabsahannya karena batasan-batasan akunnya kurang jelas.
Menurut Great Hardin ( dalam sebuah artikel The Tragedy of The Commons, 1968),
masyarakat rasional yang dalam setiap tindakanya selalu dilandaskan pada kepentingan
pribadi cenderung akan mengeksploitasi sumber daya milik bersama secara membabi-buta,
yang pada gilirannya akan mengancam kelangsungan kehidupan bersama.
Oleh karena itu, untuk mengantisipasi pengurasan sumber daya milik bersama, menurut
Ostrom dalam Governing the Commons: The Evolution of Institusion for Collective Action
(1990), ada beberapa alternatif yang dapat di tempuh diantarnya :

1. Berupaya menciptakan sebuah institusi untuk aksi kolektif yang dapat mengatur
penggunaan atau pemanfaatan sumberdaya milik bersama.
2. Mengubah sistem aturan dalam intitusi aturan dalam institusi yang ada untuk
mengatur pemanfaatan sumber daya milik bersama.
3. Mengubah status barang-barang milik bersama tersebutr dengan memberikan hak
pengelolaan pada orang-orang atau pihak tertentu.
4. Perkembangan Ekonomi Kelembagaan di Indonesia

Perkembangan pemikiran ekonomi di Barat turut mempengaruhi studi-studi ekonomi di


Indonesia. Beberapa sarjana-sarjana Indonesia lulusan sekolah Barat yang menaruh perhatian
terhadap gagasan ini dapat dilacak misalnya, Mubyarto, dengan pemikirannya tentang
pengembangan ilmu dan pendidikan ekonomi alternatif yang berpijak pada sistem nilai,
sosial-budaya, dan kehidupan ekonomi riil (real-life economy) masyarakat Indonesia.
A.R. Karseno (2004) dalam pidato pengukuhannya sebagai guru besar di fakultas
ekonomi UGM mengemukakan, bahwa selama krisis kita pasar tidak bekerja dengan baik
terdapat dimensi lain yang menolong perekonomian dan krisis, faktor lain itu adalah adanya
pranata yang hidup di masyarakat. Pranata yang mengatur perilaku seseorang dalam
kehidupan sehari-hari. Saking kehidupan ekonomi masih berjalan, bahkan menurut
pendapatnya teori ekonomi Neo-Klasik sudah terlalu jauh mengabaikannya. Tetapi tetap saja
masalah kita semakin menunjukan bahwa dalam memahami perekonomian Indonesia ada
beberapa hubungan dan penguasaan ekonomi yang harus menjadi perhatian kita. Ekonomi
kebanyakan warga negara Indonesia yang harus dipahami dalam kontek hubungan individu
dan masyarakat, hubungan antara-negara dan masyarakat, serta dipihak lain realitas pasar
dalam kaitanya dengan peran negara dalam urusan fiskal-moneter-investasi-yang cenderung
mendikte pasar. Derajat inilah yang perlu mendapatkan pendalaman dalam memahami
kelembagaan (institusi) dalam kontek mikro dan makro ekonomi Indonesia.
Masih dari UGM, Lincolin Arsyad (2005) dalam penelitiannya Assessing the
Performance and Sustainability of Microfinance Institution: The Case of Village Credit
Institution of Bali menemukan kinerja Lembaga Perkreditan Desa (LPD) di Gianyar, Bali
dipengaruhi oleh kelembagaan yang meliputi lembaga formal dan informal. Ia mencatat
bahwa kelembagaan adat memberikan kontribusi dalam kinerja portofolio, leverage, rasio
kecukupan modal, produktivitas, efisiensi, profitabilitas, dan kelayakan keuangan LPD.
Ahmad Erani Yustika (2005) lulusan George-August-Universität Göttingen, Jerman
dengan disertasi Transaction Cost Economics of The Sugar Industry inIndonesia dan juga
buku teks “Ekonomi Kelembagaan: Defenisi, Teori, dan Strategi” sehingga tidaklah
berlebihan jika Yustika dikategorikan sebagai salah satu pemikir ekonomi kelembagaan di
tanah air.
Perkembangan terkini yang perlu dicatat ialah dimasukkannya mata kuliah ekonomi
kelembagaan dalam kurikulum studi pembangunan di fakultas ekonomi. Karena itu studi
ekonomi kelembagaan semakin popular. Demikian juga pengalaman banyak negara
menunjukkan bahwa kelembagaan (institutions) merupakan determinan utama kesejahteraan
dan pertumbuhan jangka panjang. Negara-negara ataupun kawasan yang lebih makmur
dewasa ini adalah yang memiliki kelembagaan politik dan ekonomi lebih baik di masa lalu
(Hall & Jones, 1999; dan Acemoglu, et.al., 2001). Kemajuan China dan India dewasa ini,
dengan segala kekurangannya, bisa dijelaskan dari aspek kelembagaan ini. Juga negara-
negara di Asia yang paling dinamis.
Apalagi saat terjadi gelombang krisis keuangan yang menerpa dunia saat ini dimana
mainstream ekonomi yang berpijak pada asumsi-asumsi ekonomi klasik membuat pendekatan
ekonomi klasik semakin dipertanyakan eksistensinya, karena itu studi ekonomi kelembagaan
semakin memperoleh tempat sebagai pendekatan alternatif bagi ekonomi dunia saat ini.
BAB III
KESIMPULAN

1. Ekonomi politik kelembagaan adalah suatu pandangan yang menghendaki adanya


tatanan atau aturan main (rule of the game) dalam ekonomi.
2. Ekonomi politik kelembagaan memanfaatkan hampir semua ilmu sosial dalam
menganalisis masalah-masalah ekonomi.
3. Tokoh-tokoh Ekonomi Politik Kelembagaan, diantaranya Thorstein Veblen membahas
tentang peran nilai-nilai dan norma-norma, Weber, Schumpeter, dan Myrdal membahas
peran wirausahawan sebagai aktor industrilisasi, Commons, Coase, dan North membahas
peran hukum dalam kelembagaan
DAFTAR PUSTAKA

https://kelembagaandas.wordpress.com/ekonomi-politik-kelembagaan/dedy-as-dkk/
https://www.academia.edu/18859206/Makalah_Ekonomi_Politik_Kelembagaan
https://www.studocu.com/id/document/universitas-sriwijaya/evaluasi-kebijakan/pengertian-
ekonomi-politik-kelembagaan/21003768

Anda mungkin juga menyukai