Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

KONSEP DASAR EKONOMI KELEMBAGAAN SYARIAH YANG HARUS DITERAPKAN


DI INDONESIA

Disusun untuk memenuhi tugas pengganti UTS Mata Kuliah Ekonomi


Kelembagaan Islam Dosen Pengampu Prof.Dr.Drs. Purbayu Budi Santosa, M.S

Disusun oleh :
Dita Silvia . 12020218120019

PRODI S1 EKONOMI ISLAM


FAKULTAS EKONOMIKA & BISNIS
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2021
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang,
Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah tentang pembangunan manusia (tinjauan
perkembangan indonesia dan negara asia tenggara)
Makalah ilmiah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan
bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah
ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang
telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena
itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca
agar kami dapat memperbaiki makalah ilmiah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah tentang pembangunan manusia
(tinjauan perkembangan indonesia dan negara asia tenggara) ini dapat
memberikan manfaat maupun inspirasi terhadap pembaca.

Demak, 09 April 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................................ii
DAFTAR ISI.........................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................................1
1.1. Latar belakang....................................................................................................1
1.2. Rumusan Masalah..............................................................................................2
1.3. Manfaat Penulisan.............................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN..........................................................................................................3
2.1. Pengertian Ekonomi Kelembagaan..........................................................................3
2.2. Konsep Dasar Ekonomi Kelembagaan Syariah.........................................................4
2.3. Perkembangan Ekonomi Kelembagaan Di Indonesia..............................................8
BAB III PENUTUP..............................................................................................................11
3.1 Kesimpulan.............................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................12

iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
Studi tentang Ekonomi Kelembagaan saat ini begitu memperoleh tempat
dikalangan pemikir ekonomi dan sosiologi. Tidak saja di Barat, tetapi kajian
yang sama tumbuh di dunia timur, termasuk di Indonesia. Perkembangan
studi ekonomi kelembagaan yang demikian dinamis memunculkan
pertanyaan-pertanyaan mengenai konsep ekonomi kelembagaan itu sendiri,
kenapa banyak diminati akhir-akhir ini? Bagaimana falsafah keilmuannya? Di
dunia Barat, sebenarnya kajian kelembagaan bukan sesuatu yang baru. Di
masa lampau setelah Adam Smith memahatkan teori ekonominya pada
dinding-dinding sel otak setiap manusia, maka sejak itu pula muncul
perlawanan atau semacam counter atas gagasan yang disampaikan oleh
Smith. Dalam khazanah ilmu ekonomi kelompok penentang itu lazim dikenal
dengan Ekonomi Kelembagaan Lama (Old Institutional Economic). Sebelum
membahas tentang ekonomi kelembagaan, maka perlu diketahui bahwa
dalam ilmu ekonomi kelembagaan dikenal juga institusi. Ada beberapa
pengertian institusi yang dikemukakan oleh para ekonom. Salah satunya
pengertian yang paling banyak dipakai adaah pengertian yang dikemukakan
oleh Douglas C. North. Ia mendefinisikan institusi sebagai aturan-aturan
(constraints) yang diciptakan oleh manusia untuk mengatur dan membentuk
interaksi politik, sosial, dan ekonomi. Aturan-aturan tersebut terdiri dari
aturan formal seperti undang-undang, konstitusi dan aturan informal seperti
norma sosial, konvensi, adat istiadat. Indonesia harusnya banyak belajar dari
apa yang telah dialami setelah krisis. Sepertinya sagat sulit untuk negara ini
bagkit dan kembali menata perekonomian yang nyaris ujung tanduk. Namun
Indonesia terus berusaha dan menunjukkan usaha yang keras dalam menata
dan membawa perkonomian negara ini ke arah yang lebih baik. Banyak
sistem-sistem baru yang diterapkan oleh Indonesia, banyak pula teori-teori
barat yang diadopsi oleh Indonesia untuk diterapkan sebagai bentuk usaha
membawa perekonomian Indonesia ke arah yang lebih baik. Salah satu ilmu
atau teori ekonomi yang ada di Indonesia adalah mengenai ekonomi
kelembagaan. Ekonomi Kelembagaan membahas masalah ekonomi dalam
ranah hubungan ekonomi dan kehidupan sosial serta hubungannya dengan
kepemilikan seseorang atau property right. Ekonomi Kelembagaan di
Indonesia berhubungan dengan pembangunan berkelanjutan. Namun
pengertian pembangunan di Indonesia dewasa ini telah mengalami

1
penyimpangan dari pengertian normatif. Kini pembangunan ekonomi
berkelanjutan, tidak lagi mementingkan korelasi keharmonisan antar aspek
sosial, ekonomi, dan lingkungan. Terutama faktor lingkungan. Pembangunan
ekonomi berkelanjutan kini hanya memperioritaskan kemajuan, tidak lagi
mempedulikan apa dampak yang ditimbulkan dari pembanguan tersebut.
Bahkan kerusakan yang disisakan oleh usaha pembangunan yang dilakukan.
Menyisakan dampak buruk bagi generasi setelah kita. Apakah dampak yang
ditimbulkan oleh ekonomi berkelanjutan dan pembangunan yang dilakukan
di Indonesia sebagai usaha memajukan perekonomian Indonesia?

1.2. Rumusan Masalah


1. Apa itu Ekonomi Kelembagaan?
2. Dasar Ekonomi Kelembagaan Syariah ?
3. Bagaimana perkembangan Ekonomi Kelembagaan di Indonesia?

1.3. Manfaat Penulisan


1. Mengetahui pengertian Ekonomi Kelembagaan
2. Mengetahui dasar ekonomi kelembagaan Syariah
3. Mengetahui bagaimana perkembangan Ekonomi kelembagaan di
Indonesia

2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Ekonomi Kelembagaan
Ekonomi Kelembagaan merupakan disiplin ilmu yang mempelajari
tentang Ekonomi dengan tidak mengabaikan peran aspek non ekonomi seperti
kelembagaan dan lingkungan. Ekonomi Kelembagaan adalah paradigma baru
dalam ilmu ekonomi yang melihat kelembagaan (rule of the game) berperan
sentral dalam membentuk perekonomian yang efisien. Ekonomi kelembagaan
menekankan pada pentingnya aspek kelembagaan dalam menentukan
bagaimana sistem ekonomi dan sosial bekerja (Black, 2002). Salah satu kunci
dalam aspek ekonomi kelembagaan adalah menyangkut property right atau hak
pemilikan. Property right ini melekat dalam bentuk aturan formal dan juga
norma sosial dan adat. Relefansi hak pemilikan ini tergantung dari seberapa
besar ia bisa dijalankan dan diakui dalam masyarakat. Barzel (1989) menulis
dalam bukunya mengenai Economic of Property Rights, juga oleh Cheung (1968)
yang melakukan study mengenai share cropping di Taiwan. Kedua studi ini
membuktikan bahwa ketidakjelasan hak pemilikan dan enforced property rights
terbukti menjadi handicap dalam mentransformasi pembangunan ekonomi yang
berkaitan dengan lahan. Bagian lain yang juga penting dalam konteks ekonomi
kelembagaan adalah menyangkut biaya transaksi. Biaya transaksi adalah sisi lain
atau pendekatan lain yang digunakan untuk menjelaskan aspek ekonomi dari
kelembagaan (Black, 2002). Biaya transaksi mempertimbangkan manfaat dalam
melakukan transaksi di dalam organisasi dan antara aktor (organisasi) yang
berbeda dengan menggunakan mekanisme pasar. Biaya transaksi
mempertimbangkan beberapa aspek penting dalam ekonomi yakni bounded
rationality (rasionalitas terbatas), masalah informasi, biaya negosisasi kontrak
dan opportunism. Schmid (1987) di sisi lain membedakan biaya transaksi atas
tiga hal yakni 1) biaya informasi, 2) biaya kontrak, dan 3) biaya pengawasan atau
penegakan hukum. Dalam konteks inilah sering terjadi pemahaman yang keliru
mengenai apa yang dimaksud dengan transaction cost. Transaction cost
bukanlah biaya pertukaran atau salah satu biaya dalam jual beli barang dan jasa
(termasuk lahan), namun transaction cost lebih diartikan sebagai “the cost of
establishing and maintaining right” (Allen,1991). Kedua aspek di atas yakni
property rights dan transaction cost adalah bagian penting yang memerlukan
pemahaaman yang serius dalam kelembagaan pengelolaan lahan.

Jadi pada intinya, Ekonomi Kelembagaan adalah ekonomi yang menekankan


pada hak kepemilikan. Perekonomian dikembangkan oleh individu atau
kelompok yang memiliki sarana atau faktor produksi. Sehingga mereka memiliki

3
keleluasaan atau wewenang untuk mengatur dan berperan dalam sektor
perekonomia serta pengembangannya. Dalam hal ini pemilik faktor produksi
menjadi pelaku pengembangan perekonomian. Ternyata dalam perakteknya
banyak faktor-faktor yang memengaruhi individu dalam mengambil keputusan
seperti faktor sosial, politik dan lainnya. Pada titik ini ekonomi kelembagaan
masuk untuk mewartakan bahwa kegiatan ekonomi sangat dipengaruhi oleh tata
letak antarpelaku ekonomi (teori ekonomi politik), desain aturan main (teori
ekonomi biaya transaksi), norma dan keyakinan suatu individu atau komunitas
(teori modal sosial), insentif untuk melakukan kolaborasi (teori tindakan kolektif),
model kesepakatan yang dibuat (teori kontrak), pilihan atas kepemilikan aset
fisik maupun non fisik (teori hak kepemilikan), dan lain-lain. Intinya, selalu ada
insentif bagi individu untuk berperilaku menyimpang sehingga sistem ekonomi
tidak bisa dibiarkan hanya dipandu oleh pasar. Dalam hal ini diperlukan
kelembagaan non pasar (non-market institution) untuk melindungi agar pasar
tidak terjebak dalam kegagalan yang tidak berujung, yakni dengan jalan
mendesain aturan main atau kelembagaan (institutions).

2.2. Konsep Dasar Ekonomi Kelembagaan Syariah


Keberhasilan suatu organisasi bisnis, sosial, atau organisasi lainnya tergantung
pada empat hal sebagaimana disebutkan dalam kata-kata hikmah : La ghlabata
illa bilquah, wala quata illa bil ittihad, wala ittihada illa bil fadail, wala fadhailla
illa nidham (keberhasilan sebuah aktivitas itu ditentukan oleh kekuatan, dan
kekuatan itu terbangun dari kebersamaan, kebersamaan itu ada bila saling
menghargai peran dan profesi masing2 orang, dan orang yang saling menghargai
itu berpedoman dengan aturan)

Dalam pembahasan ekonomi syariah tentunya berkaitan dengan kertentuan


normatif yang terkait dengan perekonomian dalam sistem islam, karena ekonomi
syariah merupakan ekonomi yang syarat nilai keislaman yang harus dipedomani
oleh pelakunya dalam berkonsumsi, berproduksi dan berbisnis. Kelembagaan
termasuk ekonomi syariah memiliki sumbangan penting dalam pembangunan
ekonomi mengingat adanya kegagalan pasar sebagai akibat mahalnya informasi
dan pelaku pasar tidak menggunakan semua informasi yang diperoleh atau tidak
mampu diperoleh. Masalah2 ketidaksempurnaan ini muncul hampir disetiap
kegiatan ekonomi selama terdapat potensi kegagalan mekanisme pasar yang
diakibatkan oleh eksternalitas dalam produksi, eksitensi barang publik, pasar dsb.

Secara operasional ekonomi kelembagaan syariah itu mencakup kondisi yang


harus dipenuhi atau kewajiban dan kondisi yang harus ditinggalkan atau larangan

4
dalam sistem ekonomi. Dalam kelembagan perekonomian syariah beberapa hal
yang harus dipenuhi atau kewajiban yang harus ditaati oleh pelakunya:

1. Kebebasan Dalam Berekonomi yaitu . Kebebasan eksitensial yang


berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk menentukan tindakannya
sendiri yang terfokus pada penentuan untuk apa bukan dari apa.
Kebebasan itu berwujud yang positif dan disengaja
2. Kebebasan sosial yang menekankan kebebasan dari apa atau siapa.
Kebebasan berwujud negatif karena seseorang disebut bebas apabila
kemungkinan2nya bertindak tidak dibatasi orang lain Dalam kerangka
merealisasikan konsep kebebasan individu pada kegiatan ekonomi,
kapitalisme menekankan prinsip persamaan bagi setiap individu
masyarakat dalam kegiatan ekonomi secara bebas untuk meraih
kekayaan. Realitasnya, konsep kebebasan tersebut menimbulkan
kerancuan bagi proses distribusi income dan kekayaan. Selain itu, sistem
tersebut secara otomatis mengklasifikasikan masyarakat menjadi dua
bagian :
a. Pemilik modal, dan . Para pekerja Dalam konsep sosialisme,
masyarakat tidak mempunyai kebebasan sedikitpun dalam melakukan
kegiatan ekonomi. Kepemilikan individu dihilangkan dan tidak ada
kebebasan untuk melakukan transaksi dalam kesepakatan
perdagangan. Dalam ekonomi Islam, tidak menafikan intervensi
pemerintah. Kebijakan pemerintah merupakan keniscayaan ketika
perekonomian dalam keadaan darurat, selama hal ini dibenarkan
secara sar i. Intervensi harus dilakukan ketika suatu kegiatan ekonomi
berdampak kemudharatan bagi kemaslahatan masyarakat. Intervensi
juga harus diterapkan ketika pasar tidak beroperasi secara normal
akibat penyimpangan mekanisme pasar.
seperti halnya kebijakan pemerintah dalam memberantas monopoli
(false demand and supply) dari mekanisme pasar. Maka dari itu tetap
dibenarkan kepemilikan individu dan kebebasan bertransaksi
sepanjang dibenarkan dalam koridor syariah. Kebebasan tsb akan
mendorong masyarakat untuk beramal dan berproduksi demi
tercapainya kemaslahatan hidup bermasyarakat Kebebasan dalam
ekonomi Islam dapat dibedakan dalam beberapa kategori: Kebebasan
berinteraksi Kebebasan dalam berproduksi Kebebasan dalam
berbelanja, memiliki dan mengkonsumsi Kebebasan dalam memilih,
melanjutkan/membatalkan transaksi
Selain itu adanya kebebasan menentukan harga barang. Walaupun
Islam memberikan kebebasan dalam ekonomi, tapi ada sarana

5
kontrolnya yaitu Al-Qur an As-Sunah. Beberapa firman Allah dalam Al-
Qur an a.l. : Hai orang2 yang beriman, makanlah diantara rezki yang
baik2 yang Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah,
jika benar-benar kepadanya kamu menyembah (Al-Baqarah : 172)
Allah melarang berkonsumsi yang boros sebagaimana firmannya:
Janganlah kamu berlebih-lebihan, sesungguhnya Allah tidak menyukai
orang yang berlebih-lebihan (Al- Anam:141)
3. Keseimbangan Hak Individu dan Hak Kolektif Beberapa ahli Barat
menyatakan bahwa Islam sebagai agama yang menjaga diri, tetapi toleran
membuka diri. Selain itu para ahli tersebut menyatakan Islam adalah
agama yang memiliki unsur keagamaan dan mementingkan segi akhirat
dan segi dunia. Demikian juga hakikatnya pemilik alam semesta beserta
isinya hanya Allah semata. Manusia hanyalah merupakan wakil Allah
dalam rangka memakmurkan dan menyejahterakan bumi Kepemilikan
manusia merupakan derivasi kepemilikan Allah yang hakiki. Untuk itu
setiap langkah dan kebijakan ekonomi yang diambil oleh manusia untuk
memakmurkan alam semesta tidak boleh bertentangan dengan
ketentuan yang digariskan oleh Allah yang Maha Memiliki.
Kepemilikan Allah merupakan kepemilikan murni dan hakiki. Harta yang
dimiliki oleh manusia merupakan titipan yang kelak pasti kembali kepada-
nya. Kendatipun demikian, manusia diberi kebebasan untuk
memberdayakan, mengelola, dan memanfaatkan harta benda
sebagaimana yang telah disyariatkan. Adapun kepemilikan manusia
terhadap sumberdaya alam terbagi menjadi kepemilikan individu dan
kepemilikan publik (private and public property). Ingin menguasai dan
memiliki harta kekayaan, sesuai dengan sifat manusia. Karena itu, syariah
Islam membenarkan kepemilikan individu, tapi tidak bersifat mutlak.
Harus seuai dengan nilai2 syariah. Tidak merugikan pihak lain.
4. Konsep keseimbangan merupakan karakteristik dasar ekonomi Islam.
Karena Allah telah menciptakan segala sesuatu dengan seimbang. Salah
satu wujud keseimbangan kepemilikan manusia adalah adanya
kepemilikan publik sebagai penyeimbang kepemilikan individu.
Kepemilikan publik merupakan kepemilikan yang secara asal telah
ditentukan oleh syariah. Asas dan pijakan kepemilikan publik adalah
kemaslahatan bersama. Segala komoditas dan jasa yang dapat
menciptakan ataupun men-jaga keseimbangan dan kemaslahatan
bersama merupakan barang publik yang tidak boleh dimiliki secara
individu (public goods). Kepemilikan public goods dapat didelegasikan
kepada Pemerintah ataupun instansi lain yang mempunyai nilai2 amanah
dan responsibility (tanggungjawab) yang dapat dibenarkan oleh syariah.

6
Berkenaan dengan kepemilikan publik, Rasulullah pernah
mengindikasikannya dalam sebuah hadits, : Manusia bersekutu dalam
tiga hal: air, padang sahara, dan api. Penuturan Rasulullah atas 3
komoditas di atas, bukan berarti public goods hanya dibatasi 3 komoditas
tersebut. Akan tetapi dengan perkembangan zaman. Sebagian ulama
berpendapat, penyebutan Rasulullah atas ketiga komoditas tersebut
adalah sebagai contoh dan bukan berupa pembatasan. Dengan demikian
kita bisa melakukan derivasi atas segala barang yang bersumber dari
ketiga komoditas tersebut.
Selain itu, kita juga kita bisa mengambil substansi komoditas tersebut
dalam mewujudkan kemaslahatan hidup bersama, sehingga kita mampu
melakukan analogi terhadap semua jenis komoditas dengan tingkat
substansi yang sama. Kepemilikan publik merupakan jenis atau bentuk
komoditas yang berfungsi sebagai elemen kemaslahatan hidup bersama
yang tidak boleh dimiliki individu. Komoditas tersebut harus dikelola oleh
sebuah instansi yang berfungsi menjaga kemaslahatan hidup bersama.
Ibnu Qadamah (1401H) menjelaskan: Segala hasil tambang yang menjadi
pilar utama untuk kemaslahatan hidup bersama; seperti air, garam,
sulfur, aspal, gift, minyak, batubara, dan lain sebagainya, tidak boleh
dikuasai individu yang tujuannya bukan kemaslahatan bersama, karena
hal itu akan menimbulkan kerugian dan kesengsaraan bagi kehidupan
masyarakat. Demikian juga dengan tanah pemerintah, harta wakaf,
sumber kekuatan hidrolik, dan sumber2 kekuatan lainnya termasuk
kategori public goods yang tidak boleh dimiliki oleh individu. Hal
sebagaimana tersebut, dikhawatirkan terjadinya eksploitasi dalam
mendapatkan keuntungan dari komoditas yang dimiliki. Tentunya, hal
tersebut akan menyebabkan ketidakseimbangan dalam kehidupan
masyarakat.
5. Berorientasi pada Kemaslahatan dan Manfaat Islam dalam membentuk
kemaslahatan dan kemanfaatan selalu berorientasi kepentingan individu
dan kepentingan bersama menentukan aturan2 tentang ekonomi a.l.
Melalui jualbeli sebagai manifestasi mengonsumsikan (menafkahkan)
harta benda. Jual beli mempunyai tujuan mendapatkan kenikmatan,
kelezatan, kepuasan, kemanfaatan dan kebahagiaan hidup di dunia
tercapai dengan baik (lihat Al-Baqarah: 275). Kemaslahatan dan
kemanfaatan bagi individu dalam kehidupan ekonomi. Hal inilah yang
menjadi karakteristik ekonomi Islam, dimana kemaslahatan individu dan
bersama harus saling mendukung.
Dalam arti, kemaslahatan individu tidak boleh dikorbankan demi
kemaslahatan bersama dan sebaliknya. Dalam mewujudkan

7
kemaslahatan kehidupan bersama, negara mempunyai hak intervensi
apabila terjadi eksploitasi atau kezaliman dalam mewujudkan
kemaslahatan. Negara harus bertindak jika terjadi sebuah penyimpangan
operasional yang merugikan hak2 kemaslahatan. Untuk mengatur dan
menjaga kemaslahatan dan kemanfaatan masyarakat, diperlukan sebuah
lembaga (instansi) yang mendukung, Al-Hisbah merupakan instansi
keuangan dalam pemerintahan Islam yan g berfungsi sebagai pengawas
atas segala kegiatan ekonomi. Lembaga tersebut bertugas untuk
mengawasi
semua infrastruktur yang terlihat dalam mekanisme pasar. Apabila dalam
mekanisme pasar tsb terjadi penyimpangan operasional, maka Al-Hisbah
berhak melakukan intervensi. Selain itu, Al-Hisbah mempunyai wewenang
untuk mengatur tata letak kegiatan ekonomi, disamping diwajibkan untuk
menyediakan semua fasilitas kegiatan ekonomi demi terciptanya
kemaslahatan bersama. Lembaga zakat merupakan sebuah kelembagaan
Islam. Instansi zakat merupakan elemen yang berfungsi untuk
menampung dana zakat dari para muzakki (pembayar zakat). Institusi
zakat mempunyai otoritas penuh dalam pengelolaan dan pendistribusian
dana zakat, disamping mempunyai wewenang untuk menarik zakat dari
para muzakki dan berkewajiban untuk mendistribusikannya kepada
mustahiq (yang berhak menerima zakat). Empat dasar yang telah
diuraikan merupakan elemen yang membedakan konsep ekonomim Islam
dengan ekonomi kontemporer. Dari beberapa literatur yang ada, dapat
juga ditemukan karakteristik lain sebagai rujukan atas prinsip dasar
ekonomi Islam, yaitu:
(a) Saling menjaga kemaslahatan bersama dan saling mengasihi satu
sama lain. Hal tsb dapat direalisasikan dengan penetapan harga yang adil
dan upah yang sesuai dengan pekerjaan serta aplikasi konsep shadaqah
dan zakat.
(b) Mengajak untuk menggunakan uang sebagai medium of exchange
(alat tukar) bukan sebagai komoditas yang dapat
menggiring seseorang terjerumus ke dalam transaksi ribawi. Menciptakan
mekanisme pasar yang jauh dari praktik ikhtikar (monopoli), penipuan
dan tindak kezaliman.
(c) Mengajak untuk bersama-sama meningkatkan pertumbuhan dan
kesejahteraan ekonomi dengan cara bekerja secara profesional dan
mendorong bangkitnya sektor produksi. Disamping itu, harus dijauhkan
sifat boros dan bermewahmewahan dalam membelanjakan harta
(konsumerisme)

8
2.3. Perkembangan Ekonomi Kelembagaan Di Indonesia
Perkembangan pemikiran ekonomi di Barat turut mempengaruhi studi-studi
Ekonomi di Indonesia. Beberapa sarjana-sarjana Indonesia lulusan sekolah Barat
yang menaruh perhatian terhadap gagasan ini dapat dilacak misalnya, Mubyarto,
dengan pemikirannya tentang pengembangan ilmu dan pendidikan ekonomi
alternatif yang berpijak pada sistem nilai, sosial-budaya, dan kehidupan ekonomi
riil (real-life economy) masyarakat Indonesia. A.R. Karseno (2004) dalam pidato
pengukuhannya sebagai guru besar di fakultas ekonomi UGM mengemukakan,
bahwa selama krisis kita pasar tidak bekerja dengan baik terdapat dimensi lain
yang menolong perekonomian dan krisis, faktor lain itu adalah adanya pranata
yang hidup di masyarakat. Pranata yang mengatur perilaku seseorang dalam
kehidupan sehari-hari. Saking kehidupan ekonomi masih berjalan, bahkan
menurut pendapatnya teori ekonomi Neo-Klasik sudah terlalu jauh
mengabaikannya. Tetapi tetap saja masalah kita semakin menunjukan bahwa
dalam memahami perekonomian Indonesia ada beberapa hubungan dan
penguasaan ekonomi yang harus menjadi perhatian kita. Ekonomi kebanyakan
warga negara Indonesia yang harus dipahami dalam kontek hubungan individu
dan masyarakat, hubungan antara-negara dan masyarakat, serta dipihak lain
realitas pasar dalam kaitanya dengan peran negara dalam urusan fiskal-moneter-
investasi-yang cenderung mendikte pasar. Derajat inilah yang perlu
mendapatkan pendalaman dalam memahami kelembagaan (institusi) dalam
kontek mikro dan makro ekonomi Indonesia. Masih dari UGM, Lincolin Arsyad
(2005) dalam penelitiannya Assessing the Performance and Sustainability of
Microfinance Institution: The Case of Village Credit Institution of Bali
menemukan kinerja Lembaga Perkreditan Desa (LPD) di Gianyar, Bali dipengaruhi
oleh kelembagaan yang meliputi lembaga formal dan informal. Ia mencatat
bahwa kelembagaan adat memberikan kontribusi dalam kinerja portofolio,
leverage, rasio kecukupan modal, produktivitas, efisiensi, profitabilitas, dan
kelayakan keuangan LPD.

Ahmad Erani Yustika (2005) lulusan Georg-August-Universität Göttingen, Jerman


dengan disertasi Transaction Cost Economics of The Sugar Industry in Indonesia
dan juga buku teks “Ekonomi Kelembagaan: Defenisi, Teori, dan Strategi”
sehingga tidaklah berlebihan jika Yustika dikategorikan sebagai salah satu
pemikir ekonomi kelembagaan di tanah air. Perkembangan terkini yang perlu
dicatat ialah dimasukkannya mata kuliah ekonomi kelembagaan dalam kurikulum
studi pembangunan di fakultas ekonomi. Karena itu studi ekonomi kelembagaan
semakin popular. Demikian juga pengalaman banyak negara menunjukkan
bahwa kelembagaan (institutions) merupakan determinan utama kesejahteraan
dan pertumbuhan jangka panjang. Negara-negara ataupun kawasan yang lebih

9
makmur dewasa ini adalah yang memiliki kelembagaan politik dan ekonomi lebih
baik di masa lalu (Hall & Jones, 1999; dan Acemoglu, et.al., 2001). Kemajuan
China dan India dewasa ini, dengan segala kekurangannya, bisa dijelaskan dari
aspek kelembagaan ini. Juga negara-negara di Asia yang paling dinamis. Apalagi
saat terjadi gelombang krisis keuangan yang menerpa dunia saat ini dimana
mainstream ekonomi yang berpijak pada asumsi-asumsi ekonomi klasik
membuat pendekatan ekonomi klasik semakin dipertanyakan eksistensinya,
karena itu studi ekonomi kelembagaan semakin memperoleh tempat sebagai
pendekatan alternatif bagi ekonomi dunia saat ini.

10
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Bahwa konsep dasar ekonomi kelembagaan syariah yang harus di
terapkan di Indonesia haruslah sesuai dengan prinsip ekonomi Syariah ,
Empat dasar yang telah diuraikan merupakan elemen yang membedakan
konsep ekonomim Islam dengan ekonomi kontemporer guna
menciptakan tetanan ekonomi kelembagaan Syariah yang lebih kompleks
. Dari beberapa literatur yang ada, dapat juga ditemukan karakteristik lain
sebagai rujukan atas prinsip dasar ekonomi Islam, yaitu:
(a) Saling menjaga kemaslahatan bersama dan saling mengasihi satu
sama lain. Hal tsb dapat direalisasikan dengan penetapan harga yang adil
dan upah yang sesuai dengan pekerjaan serta aplikasi konsep shadaqah
dan zakat.
(b) Mengajak untuk menggunakan uang sebagai medium of exchange
(alat tukar) bukan sebagai komoditas yang dapat
menggiring seseorang terjerumus ke dalam transaksi ribawi. Menciptakan
mekanisme pasar yang jauh dari praktik ikhtikar (monopoli), penipuan
dan tindak kezaliman.
(c) Mengajak untuk bersama-sama meningkatkan pertumbuhan dan
kesejahteraan ekonomi dengan cara bekerja secara profesional dan
mendorong bangkitnya sektor produksi. Disamping itu, harus dijauhkan
sifat boros dan bermewahmewahan dalam membelanjakan harta
(konsumerisme)

11
DAFTAR PUSTAKA

Adiningsih, Sri. 2009. Pembangunan Berkelanjutan di Indonesia Ditinjau dari


Aspek Ekonomi.
Irawan, dan M. Suparmoko. 1987. Ekonomi Pembangunan (Edisi Keenam).
Yogyakarta: BPFE Fakultas Ekonomi UGM
Arsyad, Lincolin. 2010. Ekonomi Pembangunan. Yogyakarta: UPP STIM YKPN

12

Anda mungkin juga menyukai