Anda di halaman 1dari 45

Ekonomi Kelembagaan #1 : Apa itu Ekonomi

Kelembagaan?
Ekonomi kelembagaan lahir atas dasar kritik yang ditujukan kepada mazhab ekonomi klasik.
Dengan memahami ekonomi kelembagaan kita dapat belajar dari kegagalan-kegagalan yang
ditemui pada asumsi klasik ini. Terdapat istilah yang biasa kita kenal dengan kegagalan pasar.
Kegagalan pasar ini terjadi karena terdapat hal-hal yang diabaikan oleh asumsi klasik maupun
neoklasik. Ekonomi kelembagaan mencoba mengusut apa yang menyebabkan kegagalan pasar.

Jika melihat kembali masa lalu awal mula semangat ekonomi klasik ini ditemui dalam sistem
merkantilisme. Sistem merkantilisme menganggap bahwa suatu negara akan mencapai
kemakmuran maupun kesejahteraan dengan memperbanyak sumber daya alam maupun manusia.
Sebelumnya, konsep feodalisme atau tuan tanah dalam sistem monarki pun ikut diterapkan.
Mazhab ekonomi klasik ini juga melahirkan semangat melalui paham merkantilisme
kolonialisme yang dikenal dengan 3G (gold, glory, dan gospel).

Indonesia sebagai pulau yang dilewati oleh garis khatulistiwa yang selalu dilewati oleh matahari
sepanjang hari tentu menjadi sasaran. Banyak sekali rempah-rempah maupun tumbuhan lain
yang dapat ditanam. Dapat dikatakan negara ini kaya akan sumber daya alam. Hal ini menarik
bagi para penjajah. Ditambah lagi, Indonesia memiliki lokasi yang strategis.

Belanda meraup banyak keuntungan ketika menjajah Indonesia. Belanda masuk ke Indonesia
pun melalui sistem kelembagaan yang biasa kita kenal dengan VOC. Dengan metode tanam
paksa para petani dipaksa menanam palawija yang dianggap sebagai komoditas bernilai jual
tinggi. Memalukannya, Belanda harus menyerahkan kekuasaannya dalam kondisi kas kosong
bahkan defisit. Mengapa? Karena kebobrokan sistem dan korupsi yang marak terjadi.

Akibatnya dapat terasa sampai masa sekarang, terdapat kebobrokan pada sistem kelembagaan
Indonesia. Adanya praktik suap-menyuap yang marak dilakukan oleh Belanda dan Bupati atau
kepala daerah yang dihormati masyarakat setempat. KKN sebagai praktik politik dalam suatu
kelembagaan tidak dapat dihindari karena erat kaitannya. Hingga kini sistem kelembagaan
Indonesia pun masih harus diperjuangkan agar terbebas dari KKN ini. Maka, dengan contoh
tersebut dapat disimpulkan bahwa kelembagaan beserta elemen yang termasuk di dalamnya
memiliki hubungan yang saling memengaruhi dengan ekonomi.

Selain itu, mazhab klasik berpendapat bahwa setiap negara harus melakukan efisiensi dan
mengusung adanya free market system. Pada faktanya, efisiensi yang diharapkan dapat
meningkatkan kesejahteraan suatu negara ini sulit dicapai karena negara dengan sumber daya
yang melimpah hanya mengirimkan dan menjual bahan baku untuk selanjutnya diolah dan
kembali dalam keadaan yang sudah diproses dengan nilai jual yang tinggi.

Pasar bebas memberikan akses bebas bagi arus modal, barang, dan tenaga kerja. Namun,
penanaman modal asing yang begitu deras pada sektor yang dibutuhkan bagi hajat hidup orang
banyak tidak seharusnya bersifat mencari keuntungan. Ataupun, industri tekstil murah di India
yang kerapkali fasilitasnya tidak layak sehingga sering terjadi kebakaran maupun gedung runtuh
yang menewaskan banyak orang dan sanitasi yang buruk sehingga mencemari lingkungan. Hal-
hal seperti inilah yang dilakukan demi mencapai efisiensi dan mendapatkan keunggulan
komparatif.

Ekonomi kelembagaan muncul dengan realita dari kegagalan yang timbul pada penerapan
mazhab klasik. Sebenarnya, mazhab-mazhab ekonomi yang diterapkan sendiri berbeda-beda tiap
negara. Dengan tujuan yang sama yaitu kesejahteraan rakyat bagi negara itu sendiri. Kondisi
perekonomian yang berbeda akan memiliki solusi yang berbeda. Dengan begitu, baik sistem
kapitalis yang cenderung bebas maupun sistem sosialis yang teratur digunakan oleh tiap negara
dengan harapan dapat menyelesaikan permasalahan ekonomi yang dihadapi masing-masing
negara.

Ekonomi kelembagaan pun hadir sebagai aturan atau guidelines yang diabaikan oleh mazhab
ekonomi klasik. Ekonomi klasik berpaku pada adanya invisible hands tetapi jika tidak terdapat
aturan maka apa hukum rimbakah yang akan terjadi bahwa yang kuat akan semakin kuat dan
yang lemah akan semakin lemah? Sebagaimana yang dinyatakan oleh Veblen bahwa terdapat
budaya yang barbar dalam berkompetisi di pasar bebas. Veblen sebagai pelopor dari Old
Institutional Economics mengkritisi perilaku ekonomi atau kebiasaan dengan istilah budaya
barbar tadi untuk meningkatkan kekayaan individu maupun kelompok. Budaya barbar ini dapat
ditemukan dari contoh sebelumnya seperti praktik KKN, upah buruh yang tidak layak,
kolonialisme, dan neokolonialisme.

Jika OIE berargumentasi tanpa menggunakan teori kuantitatif, NIE muncul dengan pendekatan
yang teoritis dan berfokus pada pentingnya kelembagaan. New Institutional Economics pun dapat
bekerja pada ekonomi makro secara agregat dan mikro secara individu. Selain daripada itu,
ekonomi kelembagaan memperlihatkan sisi lain yang tidak nampak bahkan diabaikan oleh
mazhab ekonomi klasik maupun neoklasik. Oleh daripada itu, ekonomi kelembagaan akan
berguna bagi pengambilan kebijakan karena menunjukkan sisi-sisi lain perilaku ekonomi. Bahwa
pelaku ekonomi tidak selalu mengikuti rasionalitasnya dengan membeli barang yang lebih murah
tetapi ada pertimbangan lain mengapa seseorang membeli barang yang sama dengan harga yang
lebih tinggi. Contohnya, terdapat beberapa orang yang menolak industri fast-fashion setelah
mengetahui pelakunya membayar buruh dengan sangat murah dan merusak lingkungan
sekitarnya.

referensi :

Prasetya. 4 Januari 2007. Ahmad Erani Yustika: Ekonomi Kelembagaan, diakses online pada
tanggal 8 September 2016 di http://prasetya.ub.ac.id/berita/Ahmad-Erani-Yustika-Ekonomi-
Kelembagaan-7608-id.html.

Veblen. 2007. The Theory of the Leisure Class. Oxford University Press.

Yustika, Ahmad Erani. 2012. Ekonomi Kelembagaan : Paradigma, Teori, dan Kebijakan.
Jakarta. Erlangga.
Ekonomi Kelembagaan #2 : Pemaknaan
Ekonomi Kelembagaan
GIMANA NENG? PILIH NIE APA OIE?

Adam smith menyatakan bahwa kesejahteraan dapat dicapai dengan kebebasan yang diberikan
dengan syarat setiap orang mengikuti aturan yang ada. Namun, terdapat berbagai kekurangan
pada teori pemikiran ekonomi klasik yang merangsang lahirnya ekonomi kelembagaan dalam
mengkritisi kelemahan-kelemahan ekonomi klasik maupun neoklasik. Kemudian, ekonomi
kelembagaan pun terbagi menjadi dua berdasarkan tradisi berpikir dan konsentrasi isunya, yaitu
ekonomi kelembagaan lama dan ekonomi kelembagaan baru yang biasa juga disebut dengan
mathematical/theoritical institutional economics.

Ekonomi kelembagaan lama sebagian besar bersumber dari penelitian veblen dan commons.
Veblen lebih berfokus pada dikotomi antara bisnis dan aspek industrial. Sedangkan Commons,
lebih memerhatikan sudut pandang hukum dari hak kepemilikan dan organisasi yang memiliki
pengaruh pada kegiatan ekonomi. Dengan begitu, kelembagaan dimaknai sebagai kritik pada
ekonomi klasik atau hedonik dan juga apapun yang berhubungan dengan perilaku ekonomi.

North sendiri memaknai kelembagaan sebagai aturan yang membatasi perilaku menyimpang
untuk membangun struktur politik, ekonomi, dan sosial. Kelembagaan memiliki tiga komponen,
yaitu aturan formal, aturan informal, dan mekanisme penegakan. Aturan formal membentuk
sistem politik, sistem ekonomi, dan sistem keamanan. Sedangkan, aturan informal meliputi
pengalaman, nilai-nilai tradisional, agama, dan seluruh faktor yang memengaruhi persepsi
subyektif individu. Terakhir, penegakan karena kelembagaan tidak efektif dengan mekanisme
penegakan. Undang-undang antitrust mencegah monopoli dan persaingan tidak sehat, misalnya.

Terdapat juga efektifitas penegakan hak kepemilikan, kontrak dan jaminan formal, trademarks,
limited liability, regulasi kebangkrutan, organisasi korporasi. Defini kelembagaan pun dipilah
menjadi dua klasifikasi, yaitu dalam prosesnya kelembagaan adalah upaya merancang pola
interaksi antarpelaku ekonomi sehingga terjadi kegiatan transaksi dan berdasarkan tujuannya
kelembagaan berfokus menciptakan efisiensi ekonomi dengan struktur yang ada.

Ekonomi konvensional berfokus menyelesaikan persoalan praktis. Berbeda dengan ekonomi


kelembagaan yang tidak tertarik pada penjelasan menyeluruh atas persoalan ekonomi. Ekonomi
kelembagaan hanya berfokus pada penyelesaian persoalan ekonomi spesifik sehingga terjadi
perbaikan yang signifikan. Terdapat dua arus hubungan antara ekonomi dengan kelembagaan.
Jika terdapat inefisiensi dalam kelembagaaan untuk mencapai kesejahteraan antarpelakunya
maka terdapat keinginan untuk mengubah kelembagaan tersebut.

Pengubahan kelembagaan dapaat melalui dua cara, yaitu peningkatan kesejahteraan akibat
pertumbuhan ekonomi yang kemudian menciptakan permintaan kelembagaan yang lebih
bermutu. Kesejahteraan yang lebih baik juga mendorong terwujudnya kelembagaan yang lebih
terjangkau. Ciri ekonomi kelembagaan memiliki tiga karakteristik, yaitu adanya kritik umum
terhadap anggapan awal (preconceptions) dan elemen normatif tersembunyi dari analisis
ekonomi tradisional, pandangan umum proses ekonomi sebagai sistem terbuka dan bagian dari
jaringan sosio kultural sebuah hubungan, dan penerimaan umum atas prinsip aliran sebab akibat
sebagai hipotesis utama untuk menjelaskan dinamika proses ekonomi.

Selanjutnya, penggagas ekonomi kelembagaan Ronald Coase menyatakan bahwa penting bagi
organisasi ekonomi untuk mengimbangi gagasan intelektual kebijakan kompetisi dan regulasi
industri AS dapat dicapai melalui kebebasan ekonomi dan kewirausahaan. Hal ini menarik kaum
intelek sayap kiri untuk menggoyang dominasi mazhab klasik dengan teori pasar bebasnya. NIE
diposisikan sebagai pembangun teori kelembagaan non pasar dalam mencari solusi dari
kegagalan pasar. Hal-hal yang dianggap tidak ada oleh neoklasik seperti adanya informasi tidak
sempurna, eksternalitas produksi, dan barang publik yang oleh NIE disorot sebagai kegagalan
pasar.

Perbedaan OIE dan NIE adalah konsentrasi masalahnya. OIE berfokus mengkaji kebiasaan
sebagai faktor yang menentukan formasi kelembagannya. Sedangkan, NIE memerhatikan
kendala yang menghalangi proses penciptaan pengkondisian kelembagaaan sebagai kerangka
interaksi antarindividu. NIE dengan ekonomi biaya transasi membangun gagasan bahwa
kelembagaan berupaya mencapai efisiensi dengan meminimalisakan biaya secara menyeluruh,
bukan hanya biaya produksinya.

NIE sendiri dapat bekerja pada level makro dan mikro. Lingkungan kelembagaan (institutional
environment) pada level makro sebagai seperangkat struktur aturan politik, sosial, dan ekonomi.
Sedangkan, kesepakatan kelembagaan (institutional arrangement) bekerja pada level mikro yang
membahas kesepakatan antara unit ekonomi untuk mengelola dan mencari jalan agar hubungan
antarunit tersebut bisa berlangsung, baik lewat kerjasama maupun kompetisi. NIE sendiri terbagi
menjadi dua mazhab utama yaitu aliran biaya transaksi dan aliran tindakan kolektif. Aliran
tindakan kolektif ini memperlihatkan keberhasilan ekonomi jika dilakukan dengan kerjasama.
Namun, aliran ini tetap terdapat unsur mazhab biaya transaksi yang memperlihatkan sifat
individu pelaku ekonomi kecil. Kesimpulannya, ekonomi kelembagaan ingin memperlihatkan
fenomena ekonomi dapat dilihat dengan perspektif lain.

Contohnya, pemerintah Amerika Serikat yang memerhatikan pasar dan bila diperlukan turut
campur tangan ketika terdapat indikasi monopoli atau persaingan tidak sehat. Amerika Serikat
terbukti telah melayangkan hukuman bagi para pelaku monopoli seperti perusahaan mainan Toys
R Us, provider AT&T, maskapai American Airlines, dan sebagainya. Maka, komponen
kelembagaan seperti aturan formal, aturan informal, baik mekanisme penegakan di Amerika
Serikat berjalan dengan baik. Adanya intervensi pemerintah dalam menghindari monopoli ini
berupaya untuk melindungi perusahaan lain yang terdapat pada industri tersebut. Berbeda dengan
Jerman yang telah memiliki badan pengawas monopoli bernama Bundeskartellamt tetapi karena
tidak menggunakan pendekatan konfrontasi lembaga ini kurang efisien. Terdapat perbedaan
aturan kerja pada pemerintahan kedua negara tersebut yang memengaruhi mekanisme penegakan
dan hasilnya.

O’brien, Shauna. 2015. 5 Big Mergers and Their Battle with Antitrust Laws, diakses online
tanggal 18 September 2016 pada http://www.dividend.com/how-to-invest/5-major-antitrust-
mergers/.

Yustika, Ahmad Erani. 2012. Ekonomi Kelembagaan : Paradigma, Teori, dan Kebijakan.
Jakarta. Erlangga.

PIC CREDITS :

https://pbs.twimg.com/media/Cnv5_PoWYAAal49.png

http://www.shauntmax30.com/data/out/44/1331246-id-1331246-usa-7066x4506.png
http://www.europeanwaterfalls.com/wp-content/uploads/Germany_flag.png

Ekonomi Kelembagaan #3 : Paradigma


Ekonomi Kelembagaan

Credits : http://picsee.net/upload/2016-02-05/53c0e4d50315.jpg

Pendekatan yang digunakan ekonomi kelembagaan adalah multidisipliner. Maka, terdapat aspek
yang perlu diperhatikan seperti aspek sosial, hukum, politik, budaya, dan lainnya sebagai satu
kesatuan analisis. Teori ekonomi kelembagaan sejajar asasnya dengan ilmu sosial lain. Sejak
awal harus disadari bahwa ilmu sosial memiliki dua dimensi, yaitu ketika berkaitan dengan
(persoalan) negara maka ilmu sosial tidak hanya memiliki fungsi sebagai daya penjelas tetapi
juga melegitimasi dan juga medelegitimasi dan yang kedua ketika berurusan dengan rakyat maka
ilmu sosial membahas ilmu sosial instrumental dan ilmu sosial kritis.

Perilaku Teknologis dan Ideologis


Terdapat empat cakupan analisis ilmu ekonomi :

1. Alokasi sumber daya

2. Tingkat pertumbuhan kesempatan kerja, pendapatan, produksi, dan harga

3. Distribusi pendapatan

4. Struktur kekuasaan

Pendekatan klasik lebih banyak menggunakan ketiga alat analisis awal. Berbeda dengan
pendekatan kelembagaan yang membahas persoalan ekonomi dengan instrumen terakhir.

Menurut Veblen sendiri kelembagaan adalah kumpulan norma dan kondisi-kondisi ideal yang
direproduksi secara kurang sempurna melalui kebiasaan masing-masing generasi individu
berikutnya. Maka dari itu, peran kelembagaan sendiri adalah menjadi stimulus dan petunjuk
terhadap perilaku individu. Namun, keinginan individu (individual preferences) bukan faktor
fundamental dari decision making, sehingga tidak memiliki teori. Dengan demikian, analisis
yang digunakan bukan hanya individu subjeknya tapi banyak orang.

Ahli kelembagaan berusaha membuat model-model pola/pattern models. Pattern models inilah
yang menjelaskan perilaku manusia dengan konteks kelembagaan dan budaya. Model prediktif
menjelaskan perilaku manusia dengan menyatakan asumsi-asumsi secara cermat kemudian
ditarik kesimppulan implikasi dari asumsinya. Sedangkan, ekonomi klasik memprediksi dengan
pengambilan keputusan secara logis dari asumsi dasar yang telah dibuat. Bukti prediktif harus
memiliki validitas empiris dan akurat dalam pengambilan keputusannya.

Ide pokok paham kelembagaan adalah mengenai kelembagaan itu sendiri, kebiasaan, aturan, dan
perkembangan. Ekonomi kelembagaan sendiri bersifat evolusioner, kolektif, interdisipliner, dan
nonprediktif. Aliran Veblen membedakan antara perilaku teknologis dan kelembagaan sebagai
teori awal. Pikiran dan tindakan dari teknologi dan instrumental ini memiliki penjelasan dari
sebab ke akibat. Perilaku tersebut pun dapat dibenggkokkan dengan pertimbangan peringkat dan
status. Perilaku instrumental selalu berkembang. Namun, aktivitas seremonial adalah terbatas,
perubahannya hanya berupa permisif saja.

Perilaku adalah akar tindakan manusia dalam struktur kelembagaan. Berbeda dengan keinginan
individu yang tidak dapat dipercaya karena subjektif dan introspektif. Ahli kelembagaan
memandang individu secara terbatas mengarah pada transaksi hukum dan kesempatan. Pada
prosesnya, terdapat konflik kepentingan yang terjadi akibat kelangkaan dan harus dinegosiasikan
oleh individu-individu untuk mencapai tujuannya.

Realitas dan Evolusi

Untuk melihat bahwa ilmu pengetahuan modern dapat dibedakan dari sisi persoalan subjeknya
dan bukan dalam metodenya. Mazhab formal berisi positivisme logis dan rasionalisme sehingga
ekonomi konvensional masuk pada kategori ini. Sebaliknya, aliran holistik mengungkap
keyakinan perubahan subjek dan juga metode sehingga ekonomi kelembagaan, ekonomi politik
radikal masuk pada kategori ini. Terdapat dua kategori data ekonomi yang berbeda yaitu data
dengan hubungan the physical nature of production process dan data dengan hubungan the
behavioral to economic stimuli.

Pendekatan kelembagaan lebih berkonsentrasi dalam menangkap dinamika realitas sosial atas
objek yang dikaji. Realitas sosial dilihat lebih dari sekedar seperangkat relasi-relasi yang
spesifik, dimana proses perubahannya inheren dalam kelembagaan sosial, kemudian disebut
sebagai sistem ekonmi. Proses perubahan tersebut sendiri adalah produk dari tindakan manusia.
Aliran kelembagaan bersifat menyeluruh karena berkonsentrasi pada pola hubungan antara
bagian-bagian keseluruhan.

Perilaku manusia nonrasional dalam pembuatan keputusan ekonomi. Tindakan individu atau
kelompok pun dipengaruhi faktor rasionalitas dan norma. Aturan-aturan dibuat dengan harapan
dapat memandu individu untuk bertindak rasional. Akan tetapi, bisa jadi aturan-aturan mengikuti
tindakan rasional individu. Terkadang, tindakan rasional menghalangi norma sosial ataupun
terjadi sebaliknya. Ekonomi kelembagaan juga substansinya adalah ekonomi
perbandingan/komparatif yang terdapat kritik antara lain fokusnya pada perbedaan kedalaman
tetapi mengapaikan perbedaan jenisnya, mengabaikan potensi interaksi, dan juga kerapkali
terjebak pada parsialitas.

Metode Kualitatif : Partikularitas dan Subyektivitas

Terdapat metode kualitatif dan kuantitatif dalam pendekatan ilmu sosial. konstruksi penelitian
kuantitatif terdiri dari general, objektif, dan terukur. Sedangkan, pendekatan kualitatif terdiri tiga
premis yaitu partikular, subyektif, dan nonprediktif. Premis-premis dan konstruksi penelitian
tersebut menjadi metode analisis ekonomi kelembagaaan. Penelitian kualitatif bertujuan untuk
menjelaskan fenomena yang ada dan mempelajari solusi dari masalah tersebut sehingga dapat
ditangani lebih baik di masa yang mendatang. Data pada penelitian kualitatif harus dijaga seasli
mungkin dengan tujuan menghindari adanya argumen bias. Sedangkan, Penelitian kuantitatif
bertujuan meramalkan masalah setelah data-data dianalisis. Oleh sebab itu, penelitian kuantitatif
memperbolehkan mengabaikan suatu data agar hasil ramalan ini bisa didapat. Pendekatan
kuantitatif juga dianggap lebih subyektif karena keberhasilannya dalam kapasitasnya untuk
mengukur (measurable).

Nonprediktif : Nilai Guna dan Liabilitas Data

Terdapat dua alasan mengapa penelitian kualitatif tidak berniat untuk meramalkan kejadian di
masa depan yaitu, (1) tingkat filosofis watak sebuah penelitian sosial tidak harus tahu kejadian di
masa depan karena penelitiannya dimaksudkan untuk memahami perilaku sosial yang tengah
terjadi dan (2) tataran pragmatis nilai gunanya dalam menyodorkan pemahaman-pemahaman
baru melalui analisis mendalam. Menurut kaum subyektif, manusia tidak dapat menghindari diri
dari apa yang ia ketahui sehingga meski mereka mencari kebenaran, mereka lebih meragukan
adanya realitas obyektif. Oleh karena itu, sifat nonprediktif ini menjadi ukuran fungsi dari
penelitian kualitatif. Data-data ilmu sosial yaitu (proses produksi the physical nature of
production process) dan respon atas kebijakan (the behavioral to economic stimuli), dianggap
tidak stabil. Walaupun data mengenai sikap respon atas kebijakan ini lebih stabil tetapi rentan
terhadap perubahan. Ekonomi kelembagaan berfokus pada struktur kekuasaan. Pendekatan yang
digunakan pun bertujuan memberikan jalan keluar. Pendekatan kuantitatif dalam ekonomi
kelembagaan dapat diukur dengan biaya transaksi. Untuk tujuan tertentu, pendekatan kuantitatif
pun berguna bagi ekonomi kelembagaan.

Daftar Pustaka : Yustika, Ahmad Erani. 2012. Ekonomi Kelembagaan : Paradigma, Teori, dan
Kebijakan. Jakarta. Erlangga.

#EKONOMI KELEMBAGAAN 4 : TEORI


EKONOMI BIAYA TRANSAKSI

Credits : https://www.google.co.id/imgres?imgurl=https%3A%2F
%2Fcuriousleftist.files.wordpress.com%2F2015%2F05%2Ftransaction-
costs.jpg&imgrefurl=https%3A%2F%2Fcuriousleftist.wordpress.com
%2F2015%2F05%2F16%2Fintroducing-transaction-costs
%2F&docid=hNZwgDiCTjiD7M&tbnid=dRnGwkqyDk32JM
%3A&w=318&h=470&bih=698&biw=1366&ved=0ahUKEwif4KDznbzPAhUHtY8KHfNNAc
AQMwhRKCswKw&iact=mrc&uact=8

Biaya transaksi adalah alat analisis yang digunakan untuk mengukur efisiensi kelembagaan.
Semakin tinggi biaya transaksi maka semakin tidak efisien pula kelembagaan tersebut. Terdapat
hambatan dalam alat analisis ini, yaitu :

1. Secara teoritis masih belum terdapat definisi yang tepat dari biaya transaksi itu sendiri
2. Kegiatan (transaksi) ekonomi selalu bersifat spesifik sehingga berlaku khusus
3. Definisi dan variabel sudah terukur jelas. Namun, terdapat masalah dalam cara
mengukurnya.

Definisi dan Makna Biaya Transaksi

Ekonomi kelembagaan adalah pemekaran dari teori biaya transaksi. Pandangan neoklasik
menganggap pasar berjalan sempurna tanpa biaya karena pembeli memiliki informasi yang
sempurna dan penjual saling berkompetisi menghasilkan harga yang rendah. Realitanya, tidak
terjadi demikian. Menurut Coase, Inefisiensi pemikiran neoklasik ini sendiri terjadi bukan hanya
struktur pasar yang tidak sempurna tetapi hadirnya biaya transaksi secara implisit.

Misalnya, pada kasus monopoli bukan hanya pasar saja yang terkonsentrasi tetapi hal ini terjadi
akibat pihak monopolis yang kesulitan menentukan jumlah pembeli. Sedangkan, eksternalitas
terjadi karena biaya sosial produksi melebihi biaya privat produksi sehingga perusahaan tidak
mampu memberi kompensasi dari biaya tambahan tersebut. Cukup sulit mendefinisikan biaya
transaksi itu sendiri. Bahkan, membedakannya dengan biaya produksi pun cukup rumit.

Biaya produksi adalah segala yang menyangkut input proses produksi. Sedangkan, transaksi
terjadi ketika barang dan jasa ditransfer melalui teknologi terpisah. Seperti apa yang dinyatakan
oleh Common, unit terakhir suatu aktivitas harus mengandung tiga prinsip, yaitu konflik, saling
menguntungkan, dan ketertiban. Unit tersebut adalah transaksi.

Rasionalitas Terbatas dan Perilaku Oportunistik

Tanpa adanya asumsi rasionalitas terbatas dan perilaku oportunistik ini organisasi ekonomi tidak
dapat memiliki arah. Rasionalitas terbatas merujuk pada tingkat atau batas kesanggupan individu
dalam menerima, menyimpan, mencari kembali, dan memproses informasi tanpa kesalahan.
Konsep ini didasarkan pada dua prinsip, yaitu :

1. Individu atau kelompok memiliki batas kemampuan dalam memproses dan menggunakan
informasi yang ada.
2. Tidak mungkin semua negara di dunia dan semua hubungan kausalitas yang relevan
dapat diidentifikasi. Akibatnya, pelaku ekonomi menghadapi informasi yang tidak
lengkap (incomplete information) dan ketidakpastian informasi (uncertainty information)

Perilaku oportunistik sendiri merupakan upaya untuk mendapatkan keuntungan melalui praktik
yang tidak jujur dalam kegiatan transaksi. Setiap orang akan menghadapi trade off. Trade off ini
bergantung pada besarnya biaya transaksi dari pembuatan kontrak. Bentuk-bentuk kontrak ini
pun ditentukan oleh tingkat dan sifat biaya transaksi akibat adanya informasi yang tidak
sempurna.

Biaya Transaksi dan Efisiensi Ekonomi

North berargumentasi bahwa biaya transaksi di negara berkembang umumnya rendah.


Rendahnya biaya transaksi ini dapat terjadi karena kedekatan hubungan di dalam komunitas.
Struktur sosial seperti kehormatan pada orang yang lebih tua atau orangtua ini memberikan
mekanisme bagi penegakan kesepakatan dan resolusi jika terjadi konflik di antara anggota
komunitas. Namun, agar kegiatan ekonomi terus berlanjut masyarakat harus bertransaksi lebih
luas. Semakin kompleks dan impersonal jaringan perdagangan akan menyebabkan biaya
transaksi yang semakin besar juga.

Determinan dan Variabel Biaya Transaksi

Isu utama dari biaya transaksi adalah pengukuran. Terdapat tiga faktor yang mempengaruhi
besarnya biaya transaksi, yaitu :

1. What : the identity of bundle of rights, hak-hak memiliki nilai.


2. Who : to identity of agents involved in the exchanges, kemampuan atau batasan manusia
dalam mengolah informasi dan kurangnya informasi.
3. How : the institutions, technical and social, governing the exchange and how to organize
the exchanges, pasar sebagai kelembagaan yang memfasilitasi proses pertukaran.

Adapun determinan dari biaya transaksi sebaga unit analisis ini merupakan :

1. Apa yang disebut sebagai atribut perilaku yang melekat pada setiap pelaku ekonomi,
yaitu rasionalitas terbatas dan oportunisme
2. Sifat yang berkenaan dengan atribut dari transaksi, yaitu spesifitas aset, ketidakpastian,
dan frekuensi
3. Hal-hal yang berkaitan dengan struktur tata kelola kegiatan ekonomi, yaitu pasar, hybrid,
hierarki, regulasi, birokrasi publik, dsb.
4. Faktor yang berdekatan dengan aspek lingkungan kelembagaan, yaitu hukum
kepemilikan, kontrak, dan budaya.
Credits : https://content.linkedin.com/content/dam/business/talent-solutions/global/en_us/blog/
2016/03/bad-employer-brand-cost.jpg

Study case :

Pemerintah memilih menerapkan kebijakan pengampunan pajak dan melepaskan penerimaan


negara yang seharusnya lebih besar dengan tujuan jangka panjang. Penerapan pengampunan
pajak ini tentunya akan memberikan informasi yang lebih transparan sehingga ke depannya
penerimaan pemerintah akan lebih besar. Adanya pengampunan pajak juga dapat meningkatkan
tax base di masa yang mendatang. Akan tetapi, ada hal pokok yang harus digarisbawahi pada
kebijakan ini yaitu dari segi informasi. Dengan pengampunan pajak, pemerintah menghemat
banyak biaya untuk membawa para penghindar pajak ke pengadilan. Selain itu, informasi
sepenuhnya adalah milik pemegang aset itu sendiri. Dengan kebijakan ini pemerintah dapat
mengusut secara detail orang yang sengaja mangkir dari pajak. Pemerintah tentunya memiliki
badan berwenang yang dapat menggali informasi seperti PPATK atau mungkin memanfaatkan
hubungan internasional dari Monetary Authority Securities di Singapura. Kebijakan ini
memberikan contoh bagaimana pemerintah menekan biaya transaksi.

Source :
BBC. WNI di Singapura tak perlu khawatir dengan tax amnesty, diakses online melalui
http://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2016/09/160916_indonesia_tax_amnesty_singa
pura pada tanggal 27 September 2016.

Yustika, Ahmad Erani. 2012. Ekonomi Kelembagaan : Paradigma, Teori, dan Kebijakan.
Jakarta. Erlangga.

#EKONOMIKELEMBAGAAN 5 : Teori Kontrak dan Tindakan Kolektif


Nurilla Dewi Khotimah

Posisi tawar-menawar (Bargaining Position) dan kepemilikan informasi kerapkali tidak setara. Akibatnya,
keuntungan dan kerugian pada pelaku aktivitas ekonominya tidak sama. Teori kontrak dan tindakan
kolektif berperan membantu membuat aturan main tersebut. Mempelajari teori ini diharapkan
bermanfaat dalam pengambilan keputusan yang berkaitan dengan kontrak dan mengetahui posisi kita
sebagai pelaku ekonomi.

Teori Kontrak dan Informasi Asimetris

Biaya transaksi adalah basis unit analisis kontrak atau transaksti tunggal antara dua pihak dalam
hubungan ekonomi. Umumnya, kontrak menggambarkan kesepakatan antara kedua pihak pelaku dalam
melakukan tindakan yang memiliki nilai ekonomi dengan tindakan balasan atau pembayaran. Terdapat
lembaga hukum yang berperan sebagai agen penegakan kontrak dari luar yang mengatur kontrak,
walaupun kinerja lembaga hukum seringkali mendapatkan hambatan.

Konsep kontrak pada NIE berbasis pada hak kepemilikan. Sedangkan, teori neoklasik mengasumsikan
kondisi lengkap dapat dibuat tanpa biaya. Faktanya, pembuatan dan penegakkan pada kontrak komplet
sangat sulit terjadi tanpa adanya biaya. Kontrak selalu tidak lengkap pada kenyataannya dengan dua
alasan,

1. Adanya ketidak pastian yang menyebabkan muncuknya biaya untuk mengetahui dan mengidentifikasi
kemungkinan ketidakpastian itu sendiri.

2. Kinerja kontrak khusus yang kerapkali membutuhkan biaya dalam melakukan pengukuran.

Adanya ketidaklengkapan dari kontrak yang eksplisit pun membutuhkan biaya kehadiran “biaya sewa
semu” yang digunakan perusahaan untuk melakukan investasi.
Faktor ketidakpastian di atas dapat ditandai dengan adanya informasi asimetris dalam kegiatan ekonomi.
Informasi asimetris ini sendiri menggambarkan adanya ketidaksetaraan informasi yang dimiliki
antarpelaku ekonomi. Semakin besar ketidaksetaraan tersebut maka semakin besar pula usaha yang
dikerahkan dalam menyusun kontrak yang lebih komplet.

Terdapat tiga jenis kontrak menurut ekonomi modern, yaitu

1. Teori Agensi

Terdapat dua pelaku yang berhubungan, yaitu prinsipal dan agen. Prinsipal mempekerjakan agen untuk
melayani kebutuhan prinsipal. Dalam hal ini, terdapat informasi asimetris dimana prinsipal tidak
mengamati secara langsung tindakan agen ( hidden action) dan agen membuat beberapa pengamatan
yang tidak dilakukan prinsipal (hidden information).

2. Teori Kesepakatan Otomatis

Tidak seluruh hubungan atau pertukaran dapat ditegakkan secara hukum. Hukum memiliki kelemahan-
kelemahan yang dapat dimanfaatkan oleh pihak pelaku ekonomi. Oleh karena hukum itu sendiri tidak
sempurna dan informasi yang relevan dapat saja tidak diverifikasi oleh pengadilan.

3. Teori Kontrak Relasional

Kontrak ini tidak bisa menghitung keseluruhan ketidakpastian di masa depan, tapi hanya kesepakatan di
masa silam. Kontrak ini bersifat implisit, informal, dan tanpa ikatan. Maka, penegakan otomatis pada
kontrak ini berperan penting. Seringkali ditemui pada struktur hubungan transaksi yang longgar.
Pemecahan masalah pada jenis kontrak ini seringkali diselesaikan melalui kerjasama imbang dan
pemaksaan atau koersi, bukan melalui pengadilan.

Mekanisme Penegakan dan Instrumen Ekstralegal

Terdapat empat aspek yang membedakan kontrak, yaitu jangka waktu, deajat kelengkapan, insentif, dan
prosedur penegakannya. Mekanisme penegakan akan menjadi rumit apabila terdapat rasionalitas
terbatas sehingga bukan hanya perlu membuat aturan baru. Namun, lebih lanjut penting untuk
menegakkan aturan-aturan yang sudah ada.
Pilihan Rasional dan Tindakan Komunikatif

Tindakan kolektif ini berguna untuk mengupas masalah kepentingan kelompok dan mengatasi masalah
penunggang bebas. Determinan penting atas keberhasilan tindakan kolektif ini ditentukan oleh ukuran,
homogenitas, dan tujuan kelompok. Tindakan kolektif di dunia nyata seringkali terlihat pada perilaku
memilih (voting behavior), perilaku protes (protest behavior), formasi negara (state formation),
pertumbuhan organisasi (the growth of organizations), bahkan altruisme (altruism). Altruism sendiri
konsepnya adalah berusaha untuk mendahulukan kesejahteraan orang lain, baru dirinya sendiri (atau
bahkan tidak sama sekali).

Teori pilihan rasional memiliki dua pendekatan, yaitu pendekatan kuat (strong approach) yang
memandang kelembagaan sebagai produk dari tindakan rasional kemudian menyebabkan munculnya
analisis pilihan rasional; dan pendekatan lemah (weak approach) yang menempatkan rintangan sosial
dan kelembagaan sebagai suatu kerangka yang pasti ada (given framework) karena aktor-aktor dengan
pola pikir yang rasional berupaya untuk memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya dan menekan
biaya serendah-rendahnya. Jika pendekatan kuat menilai mereka sebagai produk, maka pendekatan
lemah menilai mereka sebagai kerangka.

Yustika, Ahmad Erani. 2012. Ekonomi Kelembagaan : Paradigma, Teori, dan Kebijakan. Jakarta. Erlangga.

#Tugas 6 : Analisis Studi Ekonomi


Kelembagaan
Credits : http://www.schneiderdowns.com/cmsFiles/relatedImages/financial-services.jpg

Kasus yang akan diambil untuk analisis kelembagaan ini adalah mengenai alih fungsi
pengawasan dari Bank Indonesia kepada OJK (Otoritas Jasa Kewenangan). OJK mengawasi
segala bentuk kegiatan perbankan dan melaksanakan kebijakan secara terintegrasi. Dengan kata
lain, OJK ini memiliki kewenangan pada sistem mikroprudensialnya. Adanya OJK mengurangi
kewenangan BI dalam beberapa hal, seperti pengaturan dan pengawasan perbankan.

Itu diterapkan berdasarkan studi terkini yang membuktikan bahwa terdapat interkoneksi antar
perbankan sehingga perlu pengawasan lebih baik lagi. Pengawasan yang tidak optimal pada
lembaga perbankan tentunya sangat fatal akibatnya bagi perekonomian negara. Contohnya, kasus
Bank Century 2009 silam. Akhirnya, pemerintah harus menalangi suntik dana bagi bank Century
sebesar 698 miliar rupiah.

Pasal 7 UU OJK menyatakan, untuk melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan di sektor
perbankan, OJK mempunyai wewenang mengatur dan mengawasi kelembagaan bank yang
meliputi perizinan untuk pendirian bank, pembukaan kantor bank, anggaran dasar, rencana
kerja, kepemilikan, kepengurusan dan sumber daya manusia, merger, konsolidasi dan akuisisi
bank, serta pencabutan izin usaha bank.

Informasi asimetris antara Bank Century sebagai bank umum dan Bank Indonesia sebagai bank
sentral menyebabkan kerugian yang sangat besar. Diduga kasus Bank Century ini diakibatkan
oleh kurangnya pengawasan Bank Indonesia. Selain itu, terdapat kasus merger bank yang
sebenarnya tidak layak dilakukan. Maka dari itu, terbentuklah OJK untuk membantu Bank
Indonesia melakukan pengawasan di bawah pemerintahan BJ Habibie setelah kasus rekapitalisasi
obligasi 600 triliun rupiah untuk menambal puluhan bank. OJK memiliki kewenangan dalam
mengawasi perbankan dan memberikan izin kegiatan perbankan.
Dalam alih kewenangan ini, terbentuk kontrak antara Bank Indonesia dan OJK. Terdapat kontrak
antara agen dan prinsipal di sini karena Bank Indonesia berwenang menjalankan sistem
makroprudensial, yaitu perekonomeian moneter secara agregat. Sedangkan, tugas OJK lebih
spesifik dalam mengawasi perbankan. Maka, terdapat informasi asimetris dimana prinsipal atau
Bank Indonesia pada kasus ini tidak mengamati secara langsung tindakan agen ( hidden action)
dan agen yaitu bank umum membuat beberapa pengamatan yang tidak dilakukan prinsipal
(hidden information). Maka, dibentuklah OJK untuk mempermudah pengawasan bank umum
dan juga menjaga kesehatan bank umum ini.

Dalam melaksanakan fungsi Bidang Pengawasan Sektor Perbankan menyelenggarakan tugas


pokok:
Credits : http://www.thephoenixcapitalgroup.com/wp-content/uploads/2013/12/bank-and-
finance-570x350.jpg

 Melakukan penelitian dalam rangka mendukung pengaturan bank dan pengembangan


sistem pengawasan bank;
 Melakukan pengaturan bank dan industri perbankan;
 Menyusun sistem dan ketentuan pengawasan bank;
 Melakukan pembinaan, pengawasan, dan pemeriksaan bank;
 Melakukan penegakan hukum atas peraturan di bidang perbankan;
 Melakukan pemeriksaan khusus dan investigasi terhadap penyimpangan yang diduga
mengandung unsur pidana di bidang perbankan;
 Melaksanakan remedial dan resolusi bank yang memiliki kondisi tidak sehat sebagai
tindak lanjut dari hasil pengawasan bank yang normal;
 Mengembangkan pengawasan perbankan;
 Memberikan bimbingan teknis dan evaluasi di bidang perbankan; dan
 Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh Dewan Komisioner.

Pengawasan di atas berfungsi untuk mengawasi kesehatan perbankan. Seperti yang telah
diketahui baru-baru ini, kesehatan suatu bank memengaruhi bank lain. Interkoneksi antar bank
ini harus dapat dijaga. Diketahui pula terdapat bank yang merupakan hasil merger dari beberapa
bank, seperti Mandiri.

OJK sendiri menghubungkan antara BI dengan perbankan. OJK dapat memberikan informasi
penting kepada BI mengenai kegiatan perbankan. Terbentuknya OJK ini merupakan suatu bentuk
efisiensi terhadap biaya transaksi. Lahirnya OJK membantu BI untuk meminimalisir informasi
asimetris antarbank sebagai lembaga perbankan yang satu sama lain saling memberikan dampak
yang dikenal sebagai interkoneksi.
Sebelumnya, Bank Indonesia harus menghire staf ahli dan juga beberapa akuntan maupun
ekonom dari jasa konsultan. Namun, dengan adanya OJK yang lembaganya berisi pengawas
akan lebih terpecaya dan alokasi dana akan lebih efektif karena pekerja pada badan ini memang
terspesifikasi pada pengawas perbankan. Pengawas perbankan yang dimiliki OJK saat ini
mungkin masih mengalami kekurangan. Akan tetapi, adanya lembaga khusus pengawasan
tentunya akan menstimulasi lahirnya pengawas perbankan.

Tentunya, Bank Indonesia tidak mengetahui secara langsung informasi kegiatan perbankan.
Adanya OJK membantu BI dalam mengetahui kegiatan perbankan. Maka, diharapkan ada
hubungan sinergis di antara keduanya. Walaupun, Bank Indonesia dan OJK berjalan masing-
masing tetapi keduanya saling melengkapi. Bank Indonesia memang menghadapi reduksi
kewenangan namun tugasnya masih dinilai krusial dan membutuhkan OJK dalam melaksanakan
kebijakan tertentu.

Perbankan sebagai suatu lembaga memiliki unsur inti dan struktur atom lain yang saling
mendukung. Maka, perbankan memiliki masalah-masalah kelembagaan juga. Informasi asimetris
yang fatal karena terdapat interkoneksi dimana kesehatan suatu bank dapat memengaruhi bank
lainnya. Selain itu, OJK dengan BI memiliki hubungan kontrak mengenai kewenangannya
masing-masing dan juga hubungan antara agen dan prinsipal dimana yang satu bekerja secara
agregat dan yang satu bekerja spesifik pada mikroprudensialnya.
Sources :

BBC. 2014. Kilas Balik Kasus Bank Century, diakses online melalui
http://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2014/07/140716_bankcentury_101.

Hukumonline. 2011. OJK Reduksi Kewenangan Bank Indonesia, diakses online melalui
http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt4eaadbb4aa8ce/ojk-kewenangan-bank-indonesia-.

Kontan. 2016. Indonesia Kekurangan Pengawas Perbankan OJK, diakses online melalui
http://keuangan.kontan.co.id/news/indonesia-kekurangan-pengawas-perbankan-ojk.

OJK. 2014. Fungsi dan Tugas Pokok, diakses online melalui


http://www.ojk.go.id/id/kanal/perbankan/tentang-perbankan/Pages/Tugas.aspx.

OJK. 2014. Peraturan dan Pengawasan Perbankan, diakses online melalui


http://www.ojk.go.id/id/kanal/perbankan/ikhtisar-perbankan/Pages/Peraturan-dan-Pengawasan-
Perbankan.aspx.

Yustika, Ahmad Erani. 2012. Ekonomi Kelembagaan : Paradigma, Teori, dan Kebijakan.
Jakarta. Erlangga.
#EKONOMI KELEMBAGAAN 7 : TEORI
EKONOMI POLITIK

Sejarah dan Pemaknaan Ekonomi Politik


Pada awalnya, ilmu ekonomi berinduk pada ilmu ekonomi politik. Teori ini lahir dari abad ke
14–16 saat Eropa Barat mengalami transformasi besar dimana sistem perdagangan secara
perlahan menyisihkan ekonomi feodal abad pertengahan. Selanjutnya, abad 18 yang merupakan
abad pencerahan dimana lahir para penggagas yang percaya bahwa kekuatan akal akan
menyingkirkan manusia dari segala bentuk kesalahan. Pada abad pencerahan ini lah lahir
ekonomi politik yang ditulis oleh Antoyne de Montchetien dalam bukunya yang berjudul
Treatise on Political Economy.

Ekonomi politik ini pun terpecah menjadi tiga aliran mazhab yaitu :

i. Aliran ekonmi politik konservatif yang dipelopori oleh Edamund Burke

ii. Aliran ekonomi politik klasik oleh Adam Smith, Thomas Malthus, David Ricardo, Nassau
Senior, dan J.B Say

iii. Aliran ekonomi politik radikal yang dipropagandakan leh William Godwin, Thomas Paine,
Marquis de Condorcet, dan Karl Marx.

Studi ekonomi politik sendiri awalnya merupakan korelasi antara sistem politik dan kinerja
ekonomi. Namun, risetnya seringkali tidak menyatu, bahkan bertabrakan. Terdapat penelitian
yang menyimpulkan demokrasi membuat kinerja perekonomian yang solid dalam jangka
panjang. Penelitian lainnya malah melihat otoritarianisme justru akan memberikan pencapaian
yang lebih baik. Lebih daripada itu terdapat dua pendekatan ekonomi politik, yaitu :

1. Kekuatan produksi material –pabrik dan perlengkapan(Modal), sumber-sumber alam (tanah),


skill, dan teknologi.

2. Relasi produksi manusia, seperti hubungan pekerja dan pemilik modal.

Selain itu, dalam mekanisme model kebijakan ekonomi sendiri memiliki dua perspektif pada
prosesnya, antara lain :

1. Pendekatan berbasis maksimalisasi kesejahteraan konvensional yang berasumsi bahwa


pemerintah bersifat otonom dan eksogen terhadap sistem ekonomi sehingga setiap kebijakan
berorientasi kepentingan publik

2. Pendekatan berdasarkanasumsi ekonomi politik dan sering disebut ekonomi politik baru yang
menolak pemerintah sebagai aktor maha tahu dalam menangani kegagalan pasar

Ekonomi politik sendiri memiliki 5 pendekatan, yaitu:

1. Penggunaan kerangka kerja ekonomi politik berupaya untuk menerima eksistensi dan validitas
dari perbedaan budaya politik baik formal maupun informal.

2. Analisis kebijakan akan memperkuat efektivitas sebuah rekomendasi karena mencegah


pemikiran deterministik
3. Analisis kebijakan mencegah pengambilan kesimpulan terghdap beberapa alternatif tindakan
berdasarkan kepada perspektif waktu yang sempit

4. Analisis kebijakan yang berfokus ke negara berkembang tidak bis secara penuh orientasi
teoritis statis

5. Analisis kebijakan lebih mampu menjelaskan interaksi antar manusia

Teori Pilihan Publik

Pendekatan ekonomi politik baru yang menganggap bahwa pemerintah memiliki kepentingan
sendiri pemicu lahirnya pendekatan public choice. Pendekatan ini termasuk dalam kelompok
ilmu ekonomi politik baru yang berusaha mengkaji tindakan rasional dari aktor politik. Secara
luas, teori ini dapat diartikan sebagai aplikasi metode ekonomi terhadap politik. Level analisis
teori ini dibagi menjadi dua, yaitu :

1. Teori pilihan publik normatif yang memfokuskan kepada isu terkait desain politik dan aturan
dasar politik

2. Teori pilihan publik positif yang berkonsentrasi pada penjelasan perilaku politik dalam wujud
teori pilihan
Sedangkan, asumsi umum teori pilihan publik dapat dijelaskan setidaknya dengan 4 poin, yaitu :

1. Kecukupan kepentingan material individu memotivasi adanya perilaku ekonomi

2. Motif kecukupan tersebut lebih mudah dipahami dengan menggunakan teori ekonomi
neoklasik

3. Kecukupan kepentingan material individu yang sama memotivasi adanya perilaku politik

4. Di mana asumsi kecukupan tersebut lebih mudah dipahami dengan menggunakan teori
ekonomi neoklasik

Selanjutnya teori pendekatan pilihan publik ini dapat dibedakan dengan dua bagian, yaitu supply
dan demand. Pada sisi penawaran, subjek yang berperan dalam formulasi kebijakan adalah pusat
kekuasaan yang dipilih dan pusat kekuasaann yang tidak dipilih. Sedangkan, pada sisi
permintaan, aktornya adalah pemilih dan kelompok penekan.

Teori Rent-Seeking
Konsep pendapatan ditransformasikan menjadi konsep perburuan rente. Konsep ini penting
dalam menjelaskan perilaku pengusaha, politisim dan kelompok kepentingan. Secara teori,
perilaku mencari rente merupakan kegiatan ekonomi yang legal dan sah. Namun, literatur
ekonomi politik menganggap konsep ini secara tidak netral. Asumsinya, seluruh sumber daya
ekonmi politik yang dimiliki, seperti lobi, akan ditempuh demi menggapai tujuan tersebut.
Akibatnya akan sangat besar ketika produk dari lobi tersebut berupa kebijakan. Adapun
penjelasan yang dapat disimpulkan dari perilaku ini ialah,

1. Masyarakat akan mengalokasikan sumber daya untuk menangkap peluang hak milik yang
ditawarkan oleh pemerintah

2. Setiap kelompok atau individu pasti akan berupaya mempertahankan posisi yang
menguntungkan

3. Dalam pemerintahan sendiri terdapat kepentingan yang berbeda

Teori Redistributive Combines dan Keadilan

Pembentukan organisasi untuk memeroleh pendapatan dengan cuma-cuma yang dibagikan oleh
negara atau disalurkan melalui sistem hukum, setidaknya untuk melindungi diri sendiri dari
proses ini dengan membentuk apa yang dinamakan kelompok redistribusi yang tidak terbatas
pada bidang-bidang yang lazimnya erat berhubungan dengan kegiatan politik-partai politik,
media massa, atau organisasi informal tapi juga pada perusahaan bahkan keluarga. Menariknya,
de soto mengembangkan teori tersebut dengan teori keadilan. Hubungan antara dua teori ini
dapat dilihat dengan dua logika, seperti

1. Teori redistributive combines mengandaikan adanya otoritas penuh dari negara/pemerintah


untuk mengalokasikan kebijakan kelompok-kelompok berkepientingan terhadap kebijakan
tersebut. Namun, pemerintah bukanlah agen netral, tetapi juga organ yang memiliki kepentingan.

2. Kelompok kepentingan yang eksis tidak selamanya mengandaikan tingkat kemerataan yang
diharapkan, khusussnya masalah kekuatan ekonomi.

Kemudian, dijelaskan pula bahwa konseptualisasi teori keadilan bertolak dari dua prinsip, yaitu :

1. Setiap orang mempunyai hak yang sama terhadap skema kebebasan dasar yang sejajar
sekaligus kompatibel dengan skema kebebasan yang dimiliki oleh orang lain

2. Ketimbangan sosial dan ekonomi harus ditangani oleh keduanya

a. Diekspektasikan secara logis menguntungkan tiap individu

b. Dicantumkan posisi dan jabatan yang terbuka bagi seluruh pihak

Melalui cara berpikir tersebut, Rawls percaya kebaikan datang dari sesuatu yang benar sehingga
fokus pemikirannya adalah untuk menciptakan prinsip politik berdasarkan kontrak atau
kesetaraan. Prinsip ini yang kemudian membedakan konsep keadilan prosedural dengan konsep
keadilan sosial.

Study case :

Yang penulis tangkap dari bab ini adalah setiap individu maupun pemerintah memiliki
kepentingan masing-masing. Mereka akan cenderung mengambil keputusan yang akan
memberikan keuntungan paling besar. Bahkan, individu akan rela membentuk organisasi semata-
mata untuk memperoleh pendapatan cuma-cuma dari negara. Hal ini dapat dilihat dengan kasus
seperti proyek gadungan, implementasi pemenang tender dalam mengkonstruksi proyeknya, dan
sebagainya. Adapun, tindakan dari teori pemburu rente melalui lobi dan dibentuknya kebijakan
dapat ditelaah dengan adanya pemerintahan otoriter Indonesia pada zaman presiden terdahulu,
yaitu Soeharto. Presiden Soeharto bersama kroninya yang umumnya lulusan luar negeri akhirnya
melakukan tindakan sesuai kepentingan lain.

Selain itu, awal tahun ini terjadi kasus dimana pihak asing dapat kuasai 35 bidang usaha.
Tentunya, hal ini dapat membahayakan perekonomian dalam negeri. Salah-salah, Indonesia
dapat berketergantungan dengan pihak asing. Maka, Jokowi sebagai presiden hendaknya
menelaah kembali kebijakan yang telah dibuat agar dapat sesuai dengan kepentingan umum,
bukannya kepentingan asing. Jika, Jokowi berpihak pada asing maka berdasarkan teori-teori
ekonomi kelembagaan pemerintahan bukanlah aktor maha tahu yang dapat menangani kegagalan
pasar.
Daftar Pustaka

BBC. 2016. Investasi asing kini dapat kuasai 35 bidang usaha,diakses online 30 Oktober 2016.

Harian Terbit. 2016. Jokowi Amnesia Karena Telah Membolehkan Investasi Asing Kuasai
Indonesia, diakses online 30 Oktober 2016.

Yustika, Ahmad Erani. 2012. Ekonomi Kelembagaan : Paradigma, Teori, dan Kebijakan.
Jakarta. Erlangga.

#Ekonomi Kelembagaan8 : Teori Hak


Kepemilikkan

Ekonomi kapitalis memercayai bahwa hak kepemilikkan yang harus terus dipelihara adalah
private property rights. Sedangkan, ekonomi sosialis meyakini bahwa state property rights lah
yang harusnya digunakan. Akan tetapi, masalah bagi pengambil kebijakan bukan hanya pada
penggunaannya saja. Bagaimana hak kepemilikkan itu diregulasi dan ditegakkan menjadi poin
utama dengan tujuan membantu proses pembangunan ekonomi.

Definisi dan Tipe Hak Kepemilikkan


Untuk memahami konsep dasar dari hak kepemilikkan diasumsikan bahwa kerangka
kelembagaan dasar adalah negara liberal klasik. Asumsi ini menyebutkan bahwa hak
kepemilikkan ditetapkan menurut prinsip kepemilikkan pribadi (private ownership) dan sanksi
atas hak kepemilikkan dapat ditransfer melalui izin namun tidak berarti hak tersebut tanpa batas.

Eksistensi hak kepemilikkan memiliki dua pendekatan, yaitu teori kepemilikkan individu dan
teori kepemilikan sosial.

1. Teori kepemilikkan individu merupakan representasi dari doktrin hak-hak alamiah yang
merupakan basis dari ekonomi klasik, yang juga mengarah pada pandangan individualistik.

2. Teori sosial berargumentasi bahwa masyarakat menyediakan mekanisme perbaikan bagi


keterbatasan-keterbatasan alamiah yang inheren dalam diri manusia.

Adapun ciri-ciri dan konsep hak kepemilikkan ini tidak merujuk kepada hubungan 8antara
manusia dan benda, tetapi lebih kepada hubungan perilaku sanksi di antara manusia yang muncul
dari keberadaan barang dan penggunaannya.kemudian, terdapat 4 karakteristik dari hak
kepemilikkan, yatu

1. Universalitas, sumber daya privat dan seluruh jatah dispesifikasi secara lengkap.

2. Eksklusivitas, keuntungan dan biaya jatuh ke pemilik dan hanya kepada pemilik, baik
langsung, maupun tak langsung.

3. Transferabilitas, seluruh hak kepelikan dapat dipindah tangankan melalui pertukaran sukarela

4. Enforsibilitas, hak kepemilikan seharusnya dijamin dari pelanggaran dan paksaan.

Dapat ditarik dari berbagai pernyataan di atas terdapat tiga tipe dari hak kepemilikan, yaitu, hak
kepemilikan individu, hak kepemilikan negara, dan hak kepemilikan komunal.

Hak Kepemilikan dan Rezim Sistem Ekonomi

1. Rezim Sistem Ekonomi Kapitalis

Hak kepemilikan privat yang dimediasi oleh mekanisme pasar akan menghasilkan pencapaian
ekonomi yang efisien.

1. Rezim Sistem Ekonomi Sosialis

Mengandaikan hak kepemilikan ada di tangan negara. Hanya negara juga yang berhak memiliki
dan mengelola seluruh sumber daya ekonomi yang tersedia.

1. Rezim Sistem Ekonomi Campuran


Perkawinan sistem ekonomi dimana kepemilikannya berada di tangan swasta dan neegara.
Intensitasnya berbeda dalam mengijinkan hak kepemilikkan kedapa sektor swasta maupun
negara.

Rezim hak kepemilikan privat diyakini dapat memandu setiap pelaku ekonomi dalam memeroleh
efisiensi melalui internalisasi yang lebih besar daripada eksternalitas. Namun, efisiensi tidak
hanya diukur dari profit tapi juga pemerataan ekonomi.

Hak Kepemilikan dan Ekonomi Kelembagaan

https://www.google.co.id/search?
q=INDIA+SWEATSHOP&biw=1138&bih=582&tbm=isch&tbo=u&source=univ&sa=X&ved=0
ahUKEwjx5-SypJTQAhXmJMAKHbLdC-
QQsAQIGA#tbm=isch&q=INDIA+SWEATSHOP+building&imgrc=q-XhQD1wEt1kCM%3A

Ekonomi neoklasik di satu sisi tidak menganggap adanya eksternalitas dan tidak memberikan
solusi khusus untuk memecahkannya. Di lain sisi, ekonomi neoklasik percaya akan adanya
eksternalitas dan pada saat itulah pemerintah harusnya turun tangan. Adapun tiga peran yang
dapat dilakukan oleh negara dalam mengatasi masalah eksternalitas,

1. Pembagian otoritas dan tanggung jawab antara pemerintah lokal, pemerintah


pusat/negara, dan badan-badan pemerintah yang bisa menghambat penyimpangan
program.
2. Keengganan umum untuk menggunakan kekuatan pasar dalam menyelesaikan masalah
eksternalitas.
3. Ketidakmauan mempertimbangkan tingkat optimal dari kerusakan lingkungan
menyebabkan eksternalitas hanya bisa diatasi melalui pengeluaran sumber daya
masyarakat.

Hak Kepemilikan dan Efisiensi Ekonomi

Terdapat dua pendekatan dalam mencapai efisiensi, yaitu pendekatan statis dan dinamis.
Dimana, pendekatan statis menekankan pada spesialisasi kerja yaitu dengan asumsi setiap tenaga
kerja hanya mengerjakan satu kegiatan kecil sehingga mudah dikuasai dan akhirnya
meningkatkan produktivitas. Sedangkan, pendekatan dinamis dicapai melalui peningkatan
kapasitas dan inovasi teknologi sehingga produktivitasnya meningkat.

Jika dikaitkan dengan hak kepemilikan maka terdapat berbagai perspektif yang digunakan.
Pertama, melihat hubungan antara hak kepemilikan dengan kepastian hukum untuk melinduni
penemuan-penemuan baru (seperti teknologi). Kedua, melihat hubungan antara hak kepemilikan
dengan degradasi lingkungan.

Studi Kasus :
https://www.google.co.id/search?
q=INDIA+SWEATSHOP&biw=1138&bih=582&tbm=isch&tbo=u&source=univ&sa=X&ved=0
ahUKEwjx5-SypJTQAhXmJMAKHbLdC-
QQsAQIGA#tbm=isch&q=INDIA+SWEATSHOP+building&imgrc=q-XhQD1wEt1kCM%3A

Bangladesj memiliki industri tekstil yang cukup masif. Namun, terdapat berbagai masalah dari
tumbuhnya industri ini. Antara lain, kesehatan masyarakat di sekitar sungai yang tercemar
limbah pabrik dan degradasi lahan oleh karena bibit serta pupuk yang penuh zat kimia.
Umumnya, penduduk di sekitar pabrik mengalami penyakit hati, kuning, dan kulit akibat dari
limbah tekstil seperti chroma atau pewarna. Selain itu, lahan di India mengalami penurunan
kualitas karena penggunaan bibit yang sudah direkayasa atau diberi zat tertentu agar cepat
tumbuh. Bahkan, sempat terjadi rubuhnya gedung pabrik akibat buruknya konstruksi yang
menewaskan banyak korban di Bangladesh.

http://pulitzercenter.org/sites/pulitzercenter.org/files/styles/overlay/public/01-20-14/kanpur-
leather-pollution24.jpg?itok=4qJQxwQZ

Ironisnya, pabrik yang menyuplai bibit dan pupuk adalah pabrik yang sama. Perusahaan-
perusahaan yang mendirikan pabrik di Bangladesh pun bukan tidak bernama. Umumnya, mereka
adalah brand-brand ternama dengan harga murah seperti H&M, GAP, dan sebagainya. Sungguh
menyedihkan bagaimana brand-brand sebesar mereka tidak bertanggungjawab atas eksternalitas
yang timbul dari produksi mereka. Akibatnya, kerusakan alam dan penyakit yang ditanggung
oleh warga yang bahkan lebih mahal biaya pemulihan dan pengobatannya dibandingkan
investasi mereka.
Sumber :

Film Dokumenter : “The True Cost”

Yustika, Ahmad Erani. 2012. Ekonomi Kelembagaan : Paradigma, Teori, dan Kebijakan.
Jakarta. Erlangga.

#EkonomiKelembagaan9 : Teori Modal


Sosial

Credits : http://www.handinhandworld.com/wp-content/uploads/2011/11/Globe_hands2.gif
Teori modal sosial dianggap sebagai perekat paling potensial untuk menyatukan antara disiplin
ilmu ekonomi dan sosiologi.

Aktor dan Definisi Modal Sosial

Modal sosial awalnya diperkenalkan oleh Bourdieu melalui tulisannya yang berjudul Le Capital
Sociales. Namun, karena tulisannya dalam bahasa perancis banyak orang yang tidak
mengenalnya. Orang-orang lebih mengenal Coleman sebagai aktor yang memperkenalkan Modal
sosial. Menurut Coleman, modal sosial adalah entitas majemuk yang mengandung dua elemen,
yaitu :

i. Modal sosial mencakup beberapa aspek dari struktur sosial

ii. Modal sosial memfasilitasi tindakan tertentu dari pelaku baik individu maupun perusahaan
pada struktur tersebut

Coleman mempercayai bahwa jaringan sosial tidak secara alami diberikan tetapi terbangun
melalui strategi investasi yang berorientasi kepada pelembagaan hubungan-hubungan kelompok.
Dengan definisi tersebut, modal sosial memisahkan dua elemen, yaitu :

a. Hubungan sosial itu sendiri yang mengizinkan individu umtuk mengklaim akses terhadap
sumber daya yang dipunyai oleh asosiasi mereka

b. Jumlah dan kualitas dari sumber daya tersebut

Modal sosial juga dinyatakan sebagai berikut , “bukanlah masalah apa yang Anda ketahui,
melainkan siapa yang Anda kenal.” Bentuk-bentuk modal sosial antara lain adalah :

1. Struktur kewajiban, ekspektasi, dan kepercayaan.

2. Jaringan informasi

3. Norma dan sanksi yang efektif

Modal sosial bisa didekati dari dua perspektif, yaitu.

1. Mengkaji modal sosial dari perspektif pelaku yang diformulasikan oleh Bourdieu

2. Mencermati modal sosial dari perspektif masyarakat yang dikonseptualisasikan oleh Putnam

Modal Sosial : Empat Perspektif

Berikut adalah penjelasan mengapa sumber daya yang melekat dalam jaringan sosial dapat
memperkuat pencapaian sebuah tindakan :

1. Aliran informasi dalam mengurangi biaya transaksi


2. Ikatan sosial dapat memengaruhi perilaku agent

3. Ikatan sosial mungkin diberikan oleh organisasi atau pelakunya sebagai sertifikais
kepercayaan sosial individu

Adapun tiga bentuk operasionalisasi modal sosial adalah sebagai berikut,

1. Menurut sumber dan pengejawantahannya

2. Menurut cakupannya

3. Menurut elemen-elemen umum

Konsep modal sosial pun memiliki dimensi yang multispektrum dengan empat cara pandang
sebagai berikut,

1. Pandangan Komunitarian

Pandangan ini menyamakan modal sosial dengan organisasi lokal seperti klub dan keeratan
kelompok dalam suatu komunitas.

2. Pandangan Jaringan

Pandangan menggabungkan dua level, yaitu sisi atas dan sisi bawah, dengan menekankan
asosiasi vertikal dan horisontal di antara orang-orang dengan relasinya atau entitas organisasi
lain.

3. Pandangan Kelembagaan

Pandangan ini memiliki argumen bahwa vitalitas jaringan komunitas dan masyarakat sipil
merupakan produk dari sistem politik, hukum, dan lingkungan kelembagaan.

4. Pandangan Sinergi

Pandangan ini berupaya mengintegrasikan konsep jaringan dan kelembagaan dimana sinergi
antara pemerintah dan masyarakat didasarkan atasprinsip komplementer dan kelekatan.

Model Sosial: Implikasi Negatif

Kontroversi dalam model sosial terbagi menjadi empat isu, yaitu :

1. Kontroversi yang menghadapkan apakah modal sosial itu aset kolektif atau individu

2. Kontroversi yang melihat modal sosial sebagai jaringan terbuka dalam suatu relasi sosial
3. Kontroversi yang dipicu pandangan Coleman bahwa modal sosial merupakan sumber daya
struktur sosial yang menghasilkan keuntungan bagi individu dalam sebuah tindakan yang
spesifik

4. Kontroversi mengenai pengukurannya apakah dapat disepadankan dengan modal ekonomi,


fisik, dan manusia sehingga bisa dikuantifikasi dalam bidang ilmu sosial?

Terdapat konsekuensi negatif dari modal sosial, yaitu :

1. Ikatan sosial yang terlalu kuat cenderung akan mengabaikan atau membatasi akses pihak luar
memeroleh peluang yang sama dalam melakukan kegiatan ekonomi.

2. Adanya beberapa individu atau aktor yang berpotensi mengganjal individu lainnya karena
kepemilikkan akses sangat mungkin terjadi.

3. Selalu ada pilihan atas sebuah dilema antara solidaritas komunitas dan kebebasan individu

Modal sosial juga dapat merusak bila digunakan untuk kepentingan-kepentingan sempit.

Modal Sosial dan Pembangunan Ekonomi

Perspektif rasionalitas transaksional digunakan untuk melakukan analisis pertukaran ekonomi


dengan tujuan utamanya adalah modal ekonomi dan kepentingan dalam aspek transaksional
pertukaran yang dimediasi oleh harga dan uang. Dengan dasar ini, aturan pertukaran berperan
dalam dua hal, yaitu :

1. Menemukan hubungan alternatif yang bisa memproduksi keuntungan

2. Merawat hubungan tersebut, tetapi dengan diiringi upaya mengurangi biaya transaksional

Motivasi dari rasionalitas relasional adalah untuk memeroleh reputasi lewat pengakuan dalam
jaringan atau kelompok. Sedangkan, kegunaan pertukaran adalah untuk mengoptimasi
keuntungan relasional. Modal sosial dalam kegiatan transaksi dapat menjadi basis sumber daya
ekonomi.

Pasar selalu tidak sanggup untuk mengatasi persoalan eksternalitas, barang publik, hak
kepemilikkan, dan monopoli. Pemindahan produksi dan pengelolaan barang dan jasa (publik)
kepada individu akan meningkatkan tanggung jawab dan keeratan komunitas sehinffa efisiensi
produksi barang publik dapat tercapai. Selain itu, formalitas tidak akan pernah menggantikan
kepercayaan karena sistem kontrak hanyalah instrumen pendukung. Masyarakat dengan tingkat
kepercayaan tingggi akan sanggup melakukan kerja sama sampai level organisasi yang besar.

Study Case
Contoh dari modal sosial ini adalah suatu label musik yang berisi musisi dengan tujuan yang
sama. Mereka percaya satu sama lain mewujudkan visinya sebagai musisi yang tidak mengambil
keuntungan dengan satu atau dua lagu yang terkenal. Mereka ingin lebih dekat dengan pendengar
lagu mereka. Maka, mereka membangun label musik yang sama dan memproduseri lagu-lagu
mereka bersama
. Hal ini terjadi pada suatu label musik bernama Yellow Claw Family dan Barong Music Family
yang berisikan berbagai DJ dengan berbagai jenis aliran musik. Awalnya, memang Yellow Claw
dan Barong Family berasal dari ide tiga orang. Namun, pada perkembangannya mereka memiliki
banyak musisi lain yang tertarik untuk bergabung. Musisi dengan tujuan yang sama akan
diterima bergabung tanpa syarat dan kondisi apapun. Mereka akan saling membantu dalam
memproduksi lagu-lagunya. Mereka bebas berkolaborasi dengan siapa saja. Maka, dalam label
musik ini terbentuk modal sosial yang akhirnya menguntungkan tiap anggotanya ketika ada
promotor yang mengajaknya memainkan lagunya secara live.

Yustika, Ahmad Erani. 2012. Ekonomi Kelembagaan : Paradigma, Teori, dan Kebijakan.
Jakarta. Erlangga.
#Ekonomi Kelembagaan 10: Teori
Perubahan Kelembagaan

Perubahan kelembagaan memiliki dua dimensi. Pertama, perubahan konfigurasi antarpelaku


ekonomi akan memicu terjadinya perubahan kelembagaan. Kedua, perubahan kelembagaan
sengaja didesain untuk memengaruhi kegiatan ekonomi.

Perubahan Kelembagaan dan Transformasi Permanen

Perubahan kelembagaan terjadi akibat adanya perubahan prinsip regulasi dan organisasi perilaku
dan pola-pola interaksi. Prinsip dan pola-pola umum di dalam kelembagaan yang saling
berhubungan, sementara waktu yg bersamaan terjadi peningkatan kebutuhan untuk berintegrasi
dalam sistem sosial yang kompleks. Perbedaan integrasi merupaan proses pelengkap. Perubahan
kelembagaan merupakan proses transformasi permanen yang merupakan bagian dari
pembangunan. Perubahan kelembagaan juga dapat didefinisikan sebagai proses kontinu yang
bertujuan memperbaiki kualitas interaksi antar pelakunya.

Karakteristik dasar dari perubahan kelembagaan :

1. Interaksi kelembagaan dan organisasi yang secara kontinu dalam mengatur kelangkaan
ekonomi dan kemudian diperkuat kompetisi merupakan kunci perubahan kelembagaan.
2. Kompetisi membuat organisasi menginvestasikan keterampilan dan pengetahuan untuk
bertahan hidup

3. Kerangka kelembagaan mendikte jenis keterampilan dan pengetahuan yang dianggap memiliki
hasil maksimum

4. Persepsi berasal dari konstruksi/bangunan mental para pemain/pelaku

5. Cakupan ekonomi, komplementaritas, dan eksternalitas jaringan matriks kelembagaan


menciptakan perubahan kelembagaan

Perubahan kelembagaan muncul dari perubahan tuntutan pemilih atau perubahan kekuasaan
pemasok kelmbagaan. Adapun dua faktor utama sevagai cara memahami dinamika perubahan
kelembagaan adalah dengan melihat hubungan simbiotik antar kelembagaan dan perubahannya
sebagai proses umpan balik.

Perubahan kelembagaan dan kelompok kepentingan

Perubahan harga relatif atau perubahan selera mendorong erosi perubahan norma yang berbeda.
Pendekatan pertama seringkali disebut dengan teori naif, melihat perubahan kelembagaan hanya
dalam aspek biaya dan manfaat. Pendekatan lain memandang perubahan kelembagaan adalah
hasil perjuangan antara kelompok kepentingan.

Alat Ukur dan Variabel Perubahan Kelembagaan

Proses perubahan ekonomi sarat dengan rintangan politik yang antara lain dapat dijelaskan dalam
ketiga jenisnya,

1. Kebijakan reformasi ekonomi yang mengenai barang publik

2. Pandangan model distributif kebijakan reformasi

3. Masalah klasik dari reformasi ekonomi

Organisasi, Pembelajaran, dan Perubahan Kelembagaan :


Setiap penawaran aas inovasi kelembagaan membutuhkan sumber daya politik yang besar yang
dilakukan wirausahawan politik maupun inovator. Kegiatan transaski ekonomi selalu memakai
instrumen pasar dan organisasi. Koordinasi kelembagaaan pasar dan organisasi akan menuntun
proses perubahan kelembagaan berdasarkan kepentingan spontan pelakunya. Proses
pembelajaran dan pencarian pengetahuan akan memicu perubahan interaksi.

Yustika, Ahmad Erani. 2012. Ekonomi Kelembagaan : Paradigma, Teori, dan Kebijakan.
Jakarta. Erlangga.
#Ekonomi Kelembagaan 11 : Ekonomi
Kelembagaan dan Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi yang tinggi menjadi salah satu aspek terpenting dalam pembangunan
ekonomi karena menunjukkan ekonomi kinerja ekonomi secara keseluruhan. Tentunya, terdapat
berbagai cara untuk mencapainya, salah satunya melalui perspektif kelembagaan.

Pendekatan Statis : Spesialisasi

Fungsi produksi dari Harrod-Domar dan Solow memfokuskan pertumbuhan ekonomi pada
faktor-faktor produksi, yakni stok modal dan tenaga kerja. Teori ini menganggap teknologi
sebagai given dan tidak mengalami perubahan. Maka dari itu, pendekatan ini disebut statis. Level
makro pertumbuhan ekonomi ditentukan oleh tiga variabel yakni tabungan, investasi, dan
penduduk. Tingkat tabungan yang tinggi memacu investasi yang kemudian investasi ini akan
menyerap tenaga kerja.

Negara berkembang umumnya memiliki jurang yang lebar antara kelangkaan tabungan dan
investasi yang berjalan lambat. Untuk mengatasi persoalan tersebut biasanya terdapat dua cara
dilakukan oleh negara berkembang :

i. Membuka penanaman modal asing

ii. Menggunakan bantuan/utang luar negeri (debt)

Kemudian, tugas terpenting yang harus dikerjakan adalah menciptakan kelembagaan yang
efisien dengan meminimalisir biaya transaksi.

1. Membuat regulasi (formal maupun informal) yang menjamin kepastian dalam proses transaksi

2. Penegakan apabila terjadi masalah dalam proses transaksi

Pendekatan Dinamis : Perubahan Teknologi

Teknologi pada pendekatan ini termasuk dalam variabel endogen yang mempengaruhi
pertumbuhan ekonomi. Oleh karena itu, terdapat dua jalan dalam meningkatkan pertumbuhan
ekonomi, yaitu :

1. Meningkatkan jumlah sumber daya dalam proses produksi

2. Peningkatan produktivitas sumber daya

Hierarki dan Struktur Kepemilikkan Koperasi


Pemilik sumber daya meningkatkan produktivitas melalui spesialisasi sehingga mendorong
tuntutan berdirinya organisasi ekonomi untuk mendukung adanya kerjasama. Terdapat tiga
pendekatan berbeda dalam menjalankan organisasi ekonomi, yakni teori hak kepemilikkan, teori
agensi, dan biaya transaksi. Sedangkan, teori organissasi ekonomi dipisahkan menjadi dua
kategori, yaitu aliran kontraktual dan non-kontraktual. Aliran kontraktual terbagi menjadi tiga,
yaitu :

1. Batas-batas perusahaan dianggap given

2. Hak kepemilikkan diasumsikan telah terdefiniskan dengan baik

3. Pertikaian atau pengingkaran kontrak dapat diselesaikan tanpa biaya melalui pengadilan

Faktanya, ketiga asumsi tersebut tidak bekerja sesuai yang diprediksi. Sedangkan, teori non-
kontraktual merupakan teori yang didukung oleh neoklasik tentang perusahaan dengan
mengedepankan teknologi.

Tata Kelola Perusahaan dan Restrukturisasi Korporasi

Pendekatan ekonomi biaya transaksi, perusahaan dilihat sebagai struktur tata kelola
menggantikan pandangan aliran neoklasik yang melihat perusahaan sebagai fungsi produksi
berdasarkan kuantitas input. Isu penting dalam konteks tata kelola korporasi untuk mengontrol
manajemen dapat dilihat dengan berbagai mekanisme, yaitu :

1. Model komisaris

2. Model perjuangan perwakilan

3. Model pemegang saham besar

4. Model pengambilalihan paksa

5. Model struktur keuangan

Isu lainnya adalah restrukturisasi transaksi perusahaan sebagai inovasi dalam tata kelola
perusahaan. Terdapat tiga tingkat analisis dalam pendekatan biaya transaksi terhadap studi
organisasi, seperti berikut :

1. Struktur usaha keseluruhan

2. Level menegah memfokuskan pada bagian operasional dan aktivitas yang harus ditunjukkan
perusahaan

3. Hubungan cara aset manusia diorganisasikan


pada pemerintahan Jokowi Indonesia sebagai negara berkembang telah mendapatkan investasi
yang cukup besar dalam sektor perikanan dan juga utang luar negeri dalam membangun
infrastruktur.

Yustika, Ahmad Erani. 2012. Ekonomi Kelembagaan : Paradigma, Teori, dan Kebijakan.
Jakarta. Erlangga.

#EkonomiKelembagaan12 : Ekonomi
Kelembagaan dan Sistem Ekonomi
Kelembagaan Kapitalisme dan Sosialisme

1. Kegiatan ekonomi dalam sistem kapitalis digerakkan dan dikoordinasi oleh pasar (bebas)
dengan instrumen harga sebagai penanda
2. Setiap individu memiliki kebebasan untuk mempunyai hak kepemilikkan sebagai dasar
melakukan transaksi
3. Kegiatan ekonomi dipisahkan oleh tiga pemilik lahan

Terdapat tiga pelaku ekonomi yaitu pemilik modal, tenaga kerja, dan pemilik lahan. Hal ini
menjadi alasan munculnya segregasi hubungan ekonomi yang efisien melalui spesialisasi.

Sistem ekonomi sosialis meletakkan faktor produksi di bawah kontrol negara berdasarkan
perencanaan terpusat. Negara bukan sekedar agen yang mengalokasikan kegiatan ekonomi. Akan
tetapi, sebagai pelaku aktivitas ekonomi itu sendiri. Rezim sosialis juga kerapkali dipandang
anti-kewirausahaan.

Ekonomi Kelembagaan dan Demokrasi

Demokrasi sebagai sistem politik seharusnya dapat memberikan pengaruh positif pada kegiatan
ekonomi. Sebaliknya, kelebihan dari sistem politik otoriter adalah dari segi kecepatan dalam
pengambilan keputusan. Demokrasi hanya dapat menjamin hak-hak politik dan kebebasan sipil.

Perubahan Kelembagaan dan Pembangunan Ekonomi

Kelembagaan dalam level mikro sangat penting dalam pembangunan ekonomi dengan analisa
pertukaran di masyarakat. Sedangkan, level makro bisa diambil dari hubungan antara
kepemilikkan dan investasi. Oleh karena itu, kelembagaan erat hubungannya dengan kinerja
perekonomian.
Contoh dari bab ini adalah kebijakan proteksi yang dilakukan Amerika Serikat untuk melindungi
diri dari imigran dan juga persaingan bisnis luar negeri. Pemerintah melakukan intervensi dalam
perdagangan.

Yustika, Ahmad Erani. 2012. Ekonomi Kelembagaan : Paradigma, Teori, dan Kebijakan.
Jakarta. Erlangga.

Anda mungkin juga menyukai