Anda di halaman 1dari 12

UJIAN AKHIR SEMESTER

METODOLOGI PENELITIAN HUBUNGAN INTERNASIONAL I

“PANDANGAN MASYARAKAT INDONESIA TERHADAP POTENSI AMERIKA SERIKAT


DAN CHINA”

DOSEN PENGAMPU:

Dr. Muhammad Yusra

NAMA: RICHARD IVANDER ARLI

NIM: 1910852005

JURUSAN ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS ANDALAS

2021
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dunia politik internasional saat ini tidak lepas dari pembahasan mengenai dua negara raksasa
yang saat ini tampak mendominasi politik dunia. Amerika Serikat yang dikenal sebagai great power
sejak muncul sebagai pemenang Perang Dunia ke-2 tentu saja telah diakui memiliki power yang
sangat berpengaruh hingga saat ini. Hal itu dapat dilihat dari berbagai pembentukan institusi
internasional yang negara itu inisiasi, seperti: Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), North Atlantic
Treaty Organization (NATO), dll. Tidak hanya itu, Amerika Serikat juga memberikan berbagai
pengaruh terhadap negara lain. Dapat dilihat dari keputusan ataupun peristiwa di Amerika Serikat
yang nyatanya telah memberi pengaruh pada kebijakan negara lainnya, keterlibatan dalam masalah-
masalah internasional, dan berbagai bantuan luar negeri yang diberikan. Amerika Serikat juga telah
berkontibusi dalam pembentukan tatanan dunia yang berlandaskan pada pasar bebas, norma
internasional, dan interdependensi yang mana dilandaskan dari prinsip liberal yang dipegang teguh
oleh negara tersebut1.

Berbeda dengan Amerika Serikat, China merupakan salah satu negara berkembang yang saat ini
sedang mengalami perkembangan ekonomi secara besar-besaran. Pada tahun 2021, perkembangan
PDB riil China mencapai 18,3%, jauh meningkat dibandingkan pada tahun 2020 yang hanya
mencapai 6,5%. Apabila dihitung dari tahun 1992, maka rata-rata pertumbuhan ekonomi China
adalah 9,1%, dimana menjadikan China sebagai salah satu negara dengan pertumbuhan ekonomi
tercepat di dunia2. Peningkatan ekonomi itu mengakibatkan adanya spill-over effect3 terhadap aspek-
aspek lain negara tersebut, seperti: modernisasi militer, perluasan pasar, dan juga politik.4 Power
dalam berbagai aspek tersebut tidak hanya membuat China mudah dalam meningkatkan kapabilitas
politik ataupun militernya, melainkan juga semakin fleksibel dalam pengambilan keputusan. Hal
tersebut dapat kita lihat dari berbagai isu atau konflik saat ini, dimana China tidak segan untuk
melakukan berbagai tindakan agresif dan ancaman. Seperti pada kasus konflik Laut China Selatan,
sengketa Pulau Senkaku, dan juga trade war dengan Amerika Serikat saat ini. Tindakan China yang
cenderung terlihat agresif tentunya membuat negara-negara lain, khususnya Amerika Serikat merasa

1 Girvetz, Harry K., Dagger, Richard, Ball, Terence and Minogue, Kenneth, "Liberalism," Encyclopedia Britannica, 5 Februari 2020,
diakses pada 30 Mei 2021 pada https://www.britannica.com/topic/liberalism
2 CEIC, “Tiongkok Pertumbuhan PDB Riil,” diakses pada 30 Mei 2021 melalui https://www.ceicdata.com/id/indicator/china/real-

gdp-growth
3 Spill-over effect adalah suatu keadaan dimana perubahan pada salah satu aspek negara, juga memberikan dampak terhadap aspek-

aspek lainnya.
4 World Politics Review,“How a Rising China Has Remade Global Politics,” 12 Mei 2021, diakses pada 18 Mei 2021 melalui

https://www.worldpoliticsreview.com/insights/27828/how-a-rising-china-has-remade-global-politics
terancam, dimana tidak hanya persaingan pasar yang ditakuti akan dikuasai oleh China, tetapi juga
akan berpindahnya ‘title’ great power tersebut terhadap China.5

Berdasarkan penjelasan di atas, penelitian mengenai “Pandangan Masyarakat Indonesia Terhadap


Potensi Amerika Serikat Dan China” dilakukan peneliti guna mengetahui bagaimana persepsi
masyarakat Indonesia terhadap potensi dua negara super power tersebut. Apakah Amerika Serikat
masih relevan untuk dikatakan sebagai negara great power atau tidak? Apakah China sebagai negara
yang sedang ‘raising’ saat ini dianggap mampu untuk menyaingi atau menandingi dominasi Amerika
Serikat?

1.2 Metode Penelitian


Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode kuantitatif. Hasil penelitian didapatkan
dengan menganalisa grafik dan diagram dari jawaban para responden terhadap pertanyaan yang
diberikan. Data pada penelitian bersifat primer, dimana jawaban dari tiap kuesioner yang didapatkan
dengan melakukan wawancara terstruktur langsung dari subjek penelitian, yaitu masyarakat
Indonesia. Selanjutnya, data itu nantinya digunakan untuk melihat bagaimana pandangan masyarakat
Indonesia sebagai variabel bebas atau variabel yang mempengaruhi penilaian potensi terhadap
Amerika Serikat dan China dalam penelitian ini dan pandangan itu akan dijadikan peneliti sebagai
tolak ukur terhadap potensi negara mana yang sekiranya lebih baik dan buruk sebagai variabel terikat,
yang hasilnya dipengaruhi oleh jawaban para responden tersebut. Potensi negara dibatasi peneliti
berdasarkan pada 7 aspek, yaitu: perkembangan ekonomi, kualitas SDM, teknologi, kekuatan militer,
stabilitas politik, kapabilitas kedua dalam menangani permasalahan pandemic COVID-19, dan
seberapa diminatinya kedua negara itu oleh masyarakat Indonesia.

Terkait situasi saat penelitian ini dilakukan di tengah masa pandemic COVID-19, peneliti
mengumpulkan data dengan menggunakan alat pengumpulan data berupa kuesioner online “google
form” yang dapat diakses melalui tautan berikut: https://forms.gle/R6cG7DWEbi3abkj18. Kuesioner
itu disebarkan peneliti melalui WhatsApp Group dan pesan pribadi. Kuesioner yang disebar berisi 14
pertanyaan, dimana 10 pertanyaan bersifat tertutup dan empat pertanyaan bersifat terbuka. Pertanyaan
tersebut antara lain:

1. Ketika mendengar nama kedua negara itu, apa yang pertama kali muncul dalam benak Anda?
(2 pertanyaan, untuk Amerika Serikat dan China). Bersifat terbuka.
2. Apakah Anda setuju bahwa Amerika Serikat disebut sebagai negara great power?
3. Meminta Responden mengurutkan bidang terbaik hingga paling tidak baik yang dimiliki oleh
kedua negara (2 pertanyaan, untuk Amerika Serikat dan China)

5 Suisheng Zhao, “China as a Rising Power Versus the US-led World Order,” Journal of International Relations Studies 1, No. 1
(2016): 13-21.
4. Pandangan responden (positif atau negatif) terhadap performa kedua negara dalam setiap
bidang yang diberikan (2 pertanyaan, untuk Amerika Serikat dan China)
5. Performa penanganan kasus COVID-19 kedua negara (2 pertanyaan, untuk Amerika Serikat
dan China)
6. Keunggulan kedua negara yang tidak dimiliki salah satunya (2 pertanyaan, untuk Amerika
Serikat dan China)
7. Apakah Anda setuju China disebut sebagai Raising Power of Asia?
8. Isu apa yang Anda ketahui terkait dengan kedua negara tersebut? Bersifat terbuka.
9. Apabila dapat memilih, negara apa yang akan Anda pilih di antara kedua negara tersebut?
Bersifat terbuka.

Pertanyaan-pertanyaan di atas ditujukan peneliti untuk mengetahui bagaimana persepsi


masyarakat Indonesia terhadap Amerika Serikat dan China terkait dengan potensi yang dimiliki, hal
apa yang responden ketahui terhadap kedua negara tersebut, dan seberapa besar pengetahuan
masyarakat Indonesia terhadap isu kedua negara itu.

Jawaban dari pertanyaan tersebut nantinya akan disimpulkan peneliti dengan menggunakan
metode deskriptif, dimana akan ditarik suatu penjelasan dan kesimpulan dari jawaban terhadap
pertanyaan yang sama untuk kedua negara tersebut. Kuesioner disebar secara online selama 8 hari,
terhitung dari tanggal 14 Maret hingga 22 Maret 2021. Dalam rentang hari tersebut, peneliti berhasil
mendapatkan 56 responden dari berbagai kalangan masyarakat di Indonesia. Responden tersebut
dikategorikan peneliti berdasarkan rentang umur (15-20 tahun dan 21-30 tahun) dan jenis kelamin
(laki-laki, perempuan, dan tidak menjawab).
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Hasil Penelitian
Selama proses penyebaran kuesioner dari tanggal 14 Maret hingga 22 Maret 2021, Peneliti
berhasil mendapatkan 56 responden dari berbagai kalangan masyarakat di Indonesia. Sebesar 75%
responden berada pada rentang umur 15-20 tahun dan 25% responden berusia pada rentang 21-30.
Sebesar 62,5% responden berjenis kelamin laki-laki, 35,7% perempuan, dan 1,8% memilih untuk
tidak menjawab. Hasil dari penelitian ini akan dijabarkan dengan menjelaskan jawaban para
responden pada setiap pertanyaan yang diberikan. Seperti yang dijelaskan di atas, penelitian ini
dilakukan melalui kuesioner yang terdiri dari 14 pertanyaan. Berikut hasil dan penjelasan yang
didapatkan dari setiap pertanyaan:

Pertanyaan pertama yang diberikan oleh peneliti adalah apa yang para responden pikirkan ketika
mendengar nama kedua negara tersebut, yang mana pertanyaan ini disajikan dengan tipe pertanyaan
terbuka. Pertanyaan ini bertujuan untuk mengetahui hal-hal apa yang membuat kedua negara itu
familiar atau tidak asing bagi masyarakat Indonesia. Pada pertanyaan terkait Amerika Serikat,
sebagian besar responden berpikir terkait kekuatan/power yang dimilikinya, seperti: negara superior,
hegemonic, negara dengan power besar, atau negara adidaya (25 responden), Donald Trump (7
responden), Joe Biden (3 responden), paham liberalnya (8 responden), isu rasisme (4 responden), dan
film Hollywood (3 responden). Sisanya terkait dengan Barack Obama dan isu perang dagang yang
sedang terjadi saat ini. Pada pandangan responden terkait negara China, mereka berpikir mengenai:
kepadatan penduduk (8 responden), paham komunisnya (9 responden), pertumbuhan ekonomi yang
pesat (6 responden), kemampuan industri dan perkembangan teknologi (12 responden), kekuatan
yang dimiliki (7 responden), COVID-19 (3 responden), free trade (3 responden), dan budaya (3
responden).

Pertanyaan kedua, yaitu: “Apakah Anda setuju bahwa Amerika Serikat disebut sebagai negara
great power?” bertujuan untuk mengetahui pandangan responden terkait dengan julukan yang sering
disematkan kepada Amerika Serikat dan bagaimana relevansinya saat ini. Sebesar 96.4% responden
menjawab setuju pada statement tersebut dan 3.6% responden menyatakan tidak setuju. Dari hasil
tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa sebagian besar masyarakat Indonesia setuju terhadap
julukan yang mana juga merepresentasikan potensi yang dimiliki oleh Amerika Serikat. Pada
pertanyaan “Apakah Anda setuju China disebut sebagai Raising Power of Asia?” juga memiliki tujuan
yang sama dengan pertanyaan sebelumnya, yaitu bagaimana pandangan masyarakat Indonesia terkait
dengan julukan yang diberikan kepada China. Sebesar 83.9% responden menjawab setuju dan 16.1%
responden menjawab tidak setuju akan statement tersebut. Kesimpulan dari kedua pertanyaan ini
bahwa Amerika Serikat unggul dan masih dianggap lebih kuat dibandingkan dengan China, pada citra
power yang dimilikinya di tengah masyarakat Indonesia.

Berikut perbandingan grafiknya:

Selanjutnya, peneliti memberikan pertanyaan terkait aspek bidang yang akan dijadikan sebagai
tolak ukur potensi kedua negara tersebut. Angka 1 mengisyaratkan bahwa negara tersebut sangat baik
di bidang terkait yang ditanyakan, 2 berarti baik, 3 netral, 4 kurang baik, dan 5 sangat kurang baik,
dengan pemberian poin masing-masingnya, yaitu satu dengan 5 poin, dua dengan 4 poin, tiga dengan
3 poin, empat dengan 2 poin, dan lima dengan 1 poin. Pertanyaan ini akan fokus pada 5 bidang, yaitu:
perkembangan ekonomi, kualitas SDM, teknologi, kekuatan militer, dan stabilitas politik. Pertanyaan
terkait kemampuan penanganan COVID-19 dan minat masyarakat terkait dua negara tersebut ada di
pertanyaan selanjutnya.

Pada aspek perkembangan ekonomi, Amerika Serikat memperoleh 23 suara yang menyatakan
sangat baik, 8 suara menyatakan baik, 9 menyatakan netral, 7 mengatakan kurang baik, dan 9 suara
menyatakan tidak baik. China pada bidang yang sama mendapatkan 22 suara yang menyatakan sangat
baik, 7 suara menyatakan baik, 9 suara menyatakan netral, 8 suara menyatakan kurang baik, dan 10
suara menyatakan tidak baik. Dapat dilihat bahwa persepsi masyarakat Indonesia melihat Amerika
Serikat saat ini masih lebih baik dibandingkan China dalam aspek perkembangan ekonomi, dengan
197 poin terhadap Amerika Serikat dan 191 poin untuk China.

Pada aspek kualitas SDM, China mendapatkan 17 suara yang menyatakan sangat baik, 14 suara
menyatakan baik, 9 suara menyatakan netral, 12 suara menyatakan kurang baik, dan 5 suara
menyatakan tidak baik. Amerika Serikat mendapatkan 13 suara sangat baik, 14 suara baik, 11 suara
netral, 15 suara kurang baik, dan 3 suara yang menyatakan tidak baik. Pada aspek ini, dilihat jelas
bahwa China lebih unggul dibandingkan dengan Amerika Serikat, dengan poin sebesar 197 untuk
China dan 187 poin untuk Amerika Serikat.

Pada aspek teknologi, Amerika Serikat mendapat 21 suara sangat baik, 6 suara baik, 10 suara
netral, 7 suara kurang baik, dan 12 suara tidak baik. China mendapatkan 14 suara sangat baik, 13
suara baik, 11 suara netral, 11 suara kurang baik, dan 8 suara tidak baik. Pada bidang teknologi,
Amerika Serikat dan China mendapatkan poin yang setara, yaitu sebesar 185 poin.

Pada kekuatan militer, Amerika Serikat mendapat 16 suara sangat baik, 10 suara baik, 11 suara
netral, 4 suara kurang baik, dan 15 suara tidak baik. China pada aspek yang sama mendapat 8 suara
sangat baik, 14 suara baik, 17 suara netral, 11 suara kurang baik, 6 suara tidak baik. Pada aspek ini,
dapat disimpulkan bahwa Amerika Serikat lebih baik dibandingkan dengan China, dengan total poin
176 kepada Amerika Serikat dan 175 poin untuk China.

Aspek stabilitas politik, Amerika Serikat mendapatkan 4 suara yang menyatakan sangat baik, 16
suara baik, 23 suara netral, 10 suara kurang baik, dan 4 suara sangat buruk. China mendapatkan 8
suara sangat baik, 10 suara baik, 19 suara netral, 16 suara kurang baik, dan 4 suara sangat tidak baik.
Amerika Serikat unggul dengan total poin 177 dan China 173 poin.

Berikut perbandingan grafiknya:


Selain itu, peneliti juga memberikan pertanyaan terkait dengan aspek apa saja yang saat ini salah
satu negara tidak dapat menandingi salah satunya. Pada Amerika Serikat, sebanyak 28 responden
menjawab bahwa kekuatan militer merupakan aspek yang belum dapat ditandingi China, Amerika
Serikat dengan teknologi 24 responden, kualitas SDM 18 responden, stabilitas politik 19 responden
dan stabilitas ekonomi 16 responden. Pada respon terkait China, sebanyak 22 responden menjawab
stabilitas politik, 19 responden menjawab stabilitas ekonomi, 18 responden menjawab kualitas SDM,
17 responden menjawab teknologi, 6 responden menjawab kekuatan militer, 1 responden menjawab
tidak tahu, 1 responden menjawab produksi barang imitasi, dan 1 responden menjawab tidak ada
aspek yang China unggulkan dari Amerika Serikat. Dari pertanyaan ini, dapat disimpulkan aspek
kekuatan militer Amerika Serikat lebih unggul dibanding China, seimbang pada aspek kualitas SDM,
unggul di aspek teknologi dibanding China, kalah telak pada aspek stabilitas politik dengan China,
China unggul pada aspek stabilitas ekonomi.

Selain itu, peneliti juga melakukan penilaian positif dan negatif terkait aspek di atas. Pada aspek
ekonomi, Amerika Serikat mendapat 48 suara yang menyatakan positif dan China mendapat 50 suara
positif. Pada aspek kualitas SDM, Amerika Serikat mendapat 50 suara positif dan China 48 suara
positif. Pada aspek teknologi, Amerika Serikat mendapatkan suara sebesar 54 suara dan China 49.
Kekuatan militer, Amerika Serikat mendapatkan 42 suara dan 35 suara. Stabilitas politik, Amerika
Serikat mendapatkan 19 suara dan China 39 suara. Oleh sebab itu, dapat disimpulkan bahwa Amerika
Serikat mendapat penilaian positif pada aspek kualitas SDM, teknologi, dan kekuatan militer,
sedangkan China pada bidang ekonomi, dan stabilitas politik.

Berikut perbandingan grafiknya:


Pertanyaan selanjutnya yang diberikan peneliti kepada responden adalah mengenai seberapa baik
Amerika Serikat dan China dalam menangulangi pandemic COVID-19. Sebanyak 82.1% responden
menjawab bahwa Amerika Serikat tidak cukup baik dalam penanganan virus dan sebanyak 76.8%
responden menjawab China lebih baik dalam penanggulangan COVID-19. Disimpulkan bahwa China
unggul dalam aspek ini, meskipun menjadi negara tempat virus tersebut berkembang pertama kalinya.

Berikut perbandingan grafiknya:


Peneliti dalam mengetahui tingkat pengetahuan responden terhadap kedua negara tersebut, juga
mengajukan pertanyaan terbuka mengenai isu apa yang pernah dan saat ini sedang terjadi antara
kedua negara great power tersebut. sebanyak 29 responden mengetahui tentang trade war, 11
responden menjawab konflik laut China Selatan, dan 9 responden familiar dengan konflik terkait
penanganan COVID-19 kedua negara (baik dalam tuduhan darimana virus itu berasal, maupun pada
konflik yang terjadi di WHO), dan 1 responden mengetahui kasus HAM terkait masyarakat Uighur.
Ditarik kesimpulan, bahwa masyarakat Indonesia dapat dikatakan cukup mengetahui konflik dan
bagaimana suasana hubungan antara kedua negara tersebut.

Pada akhir Kuesioner, peneliti juga memberi pertanyaan pilihan terkait kecenderungan responden
untuk memilih China atau Amerika Serikat. Hasilnya didapatkan sebanyak 30 responden memilih
Amerika Serikat, 4 responden abstain, dan sebanyak 16 responden memilih China. Kesimpulannya
bahwa Amerika Serikat lebih diminati oleh masyarakat Indonesia dibandingkan China.
BAB III
PENUTUPAN
3.1 Kesimpulan
Masyarakat Indonesia sebagian besar mengenal Amerika Serikat dengan julukan yang sering
disematkan terhadap negara tersebut, yaitu negara Great Power atau negara adidaya. Hal itu juga
berdampak pada pertanyaan peneliti terkait dengan setuju atau tidakkah responden bahwa Amerika
Serikat disebut sebagai great power, yang mana mendapatkan hasil 96.4% masyarakat Indonesia
menjawab setuju. China dikenal oleh sebagian besar responden sebagai negara dengan jumlah
penduduk terpadat di dunia dan kemampuan industrinya untuk menciptakan barang-barang imitasi,
bukan pada power yang China miliki saat ini. Penelitian ini berakhir pada kesimpulan bahwa
masyarakat Indonesia memandang Amerika Serikat memiliki potensi power yang lebih besar
dibandingkan China. Hasil itu dibuktikan dengan keunggulan Amerika Serikat pada tiga aspek
bidang, yaitu: stabilitas ekonomi, kekuatan militer, dan stabilitas politik. Sedangkan China unggul
pada aspek kualitas SDM dan mendapatkan poin yang sama dengan Amerika Serikat pada bidang
teknologi. Selain itu, pandangan terkait dengan positif dan negatif masyarakat Indonesia terkait lima
bidang tersebut, Amerika Serikat juga unggul pada aspek militer, teknologi, seimbang pada aspek
SDM, kalah pada bidang stabilitas politik dan ekonomi. Amerika Serikat kalah telak pada aspek
penanggulangan COVID-19. Namun, pada aspek negara yang diminati, Amerika Serikat tetap
digemari oleh sebagian besar masyarakat Indonesia. Kesimpulan dari penelitian ini adalah Amerika
Serikat memiliki potensi yang lebih besar dibandingkan China menurut pandangan masyarakat
Indonesia.

3.2 Saran
Terkait dengan peniliti yang mayoritas memiliki koneksi terhadap siswa ataupun mahasiswa,
membuat penelitian ini masih sangat kurang dapat menjangkau narasumber di luar kalangan tersebut.
Hal itu mengakibatkan kurangnya variasi subjek yang dapat memberikan pandangan mereka terkait
dengan penelitian ini. Oleh sebab itu, peneliti sangat mengharapkan jika terdapat penelitian lebih
lanjut terhadap topik ini, dapat menjangkau kalangan masyarakat Indonesia secara lebih luas lagi,
sehingga hasil dari penelitian ini pun dapat lebih representatif.
DAFTAR PUSTAKA
CEIC. Tiongkok Pertumbuhan PDB Riil. n.d. https://www.ceicdata.com/id/indicator/china/real-gdp-
growth (accessed Mei 30, 2021).
Girvetz, Harry K., Dagger, Richard, Ball, Terence and Minogue, Kenneth. Liberalism. Februari 5,
2020. https://www.britannica.com/topic/liberalism/Liberalism-in-the-19th-century (accessed
Mei 30, 2021).
Morrison, Wayne M. China's Economic Rise: History, Trends, Challenges, and Implications for the
United States. Juni 25, 2019. https://www.everycrsreport.com/reports/RL33534.html
(accessed Juni 25, 2021).
World Politics Review. How a Rising China Has Remade Global Politics. Mei 12, 2021.
https://www.worldpoliticsreview.com/insights/27828/how-a-rising-china-has-remade-
global-politics (accessed Mei 18 , 2021).
Zhao, Suisheng. "China as a Rising Power Versus the US-led World Order." Journal of
International Relations Studies 1, no. 1 (2016): 13-21.

Anda mungkin juga menyukai