Anda di halaman 1dari 5

Membenahi Pola Pikir Masyarakat Indonesia Mengenai Pendidikan Dengan

Mengadopsi Nilai Pendidikan Di Finlandia

Oleh: Indri Salsabila

2207530

Pendidikan merupakan suatu kewajiban dalam meningkatkan indeks


pembangunan manusia di Indonesia. Seseorang dapat menjadi cerdas, kritis, dan
fleksibel dengan memperoleh pendidikan. Tingkat pendidikan di suatu bangsa
dapat digunakan untuk mengukur kemajuan masyarakat. Generasi mendatang harus
dibekali dengan nilai, informasi, kemampuan, dan norma perilaku yang diperlukan
agar masyarakat dapat bertahan hidup (Nasution, 2010).

Pendidikan pula dapat mengarahkan seseorang untuk meraih tujuannya di


masa depan. Hal tersebut sesuai dengan pandangan Ki Hajar Dewantara mengenai
pendidikan, bahwa pendidika merupakan indikasi dalam membantu pertumbuhan
serta perkembangan anak. Dengan kata lain, pendidikan adalah suatu usaha dalam
mengarahkan seluruh anak supaya sanggup untuk bertumbuh dan berkembang
menjadi manusia ataupun masyarakat yang mampu meraih kesejahteraan dan
ketentaraman dalam hidupnya. Tujuan pendidikan pula telah tercantum pada UU.
No. 20 Tahun 2003 mengenai sistem pendidikan nasional yang dimana pada pasal
3 ditujukan bahwa tujuan pendidikan yaitu membantu perkembangan kemampuan
atau potensi yang dimiliki oleh peserta didik supaya menjadi manusia yang beriman
serta bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, berintelektual,
inovatif, independent dan menjadi warga negara yang demokrasi serta memiliki
rasa tanggung jawab. Sesuai dengan hal tersebut, pendidikan merupakan sarana
dalam mengembangkan potensi yang dimiliki siswa.

Akan tetapi pada kenyataannya, pendidikan di Indonesia masih belum


menjangkau seluruh kalangan masyarakat, karena terdapat beberapa faktor yang
menjadi penghalang dalam meningkatnya taraf pendidikan di Indonesia. Salah
satunya yakni, pola pikir sebagian masyarakat yang masih menganggap pendidikan
tidak terlalu penting bagi kehidupan karena dianggap hanya menghabiskan uang
serta waktu dan masih lekatnya budaya setempat. Pola pikir tersebut biasanya
ditemui pada masyarakat dipedalaman Indonesia. Pola pikir tersebut harus segera
ditanggulangi agar pendidikan dapat dinikmati oleh seluruh kalangan masyarakat
Indonesia agar tujuan bangsa indonesia mengenai pendidikan dapat terwujud secara
nyata.

Selain pembenahan pola pikir masyarakat pedalaman, pola pikir masyarakat


non pedalaman harus segera dibenahi. Karena terdapat miskonsepsi pola pikir dari
masyarakat mengenai pendidikan. Dimana masih banyak orang tua siswa yang
memaksakan anaknya agar unggul diseluruh aspek pendidikan atau seluruh mata
pelajaran serta terdapat stereotipe bahwa, anak yang cerdas adalah anak yang pintar
matematika juga terdapat pula opini yang menyebutkan bahwa anak yang unggul
dibidang seni tidak akan mencapai kesejahteraan hidup di masa depan dan masih
banyak lagi. Miskonsepsi pola pikir tersebut sangat bersifat memaksa para siswa
agar mampu menguasai serta unggul disetiap aspek pendidikan dan juga
mengaburkan potensi yang dimiliki dalam diri siswa tersebut. Hal ini berbanding
terbalik dengan UU sistem pendidikan nasional yang menyebutkan bahwa
pendidikan merupakan suatu fasilitator dalam mengembangkan potensi yang
dimiliki dalam diri siswa. Apabila pola pikir masyarakat indonesia tidak segera
diperbaiki, maka pendidikan di indonesia tidak akan berubah ke arah yang lebih
baik.

Jika kita melihat pendidikan Finlandia yang merupakan salah satu sistem
pendidikan terbaik di dunia, miskonsepsi mengenai pendidikan sudah tidak terjadi
lagi. Seharusnya, Indonesia mampu mengadopsi nilai - nilai pada pendidikan
Finlandia dan diimplementasikan terhadap pendidikan Indonesia agar dapat
mengubah pola pikir serta meningkatkan kualitas pendidikan diantaranya yakni

1. Menyelaraskan pendidikan di Indonesia denga budaya yang ada, agar


pendidikan mampu dinikmati oleh seluruh kalangan dimasyarakat. Upaya
penyelarasan ini dapat diwujudkan dengan penyetaraan serta keadilan pada
sistem pendidikan di Indonesia, dan meminimalisir kompetisi antar siswa
dan lebih menekankan kerjasama antar siswa. Dengan kata lain, sistem
perangkingan kelas di Indonesia alangkah baiknya dihapuskan. Karena
sistem perangkingan tersebut akan menggiring pola pikir masyarakat,
bahwa anak yang mendapatkan rangking terbawah adalah anak yang bodoh
dan tidak mampu berkembang. Selain itu sistem perangkingan sendiri akan
menimbulkan jiwa kompetitif serta kompetisi yang menimbulkan rasa
kerjasama antar siswa.
2. Perombakan ulang mengenai kurikulum di Indonesia dengan
menyesuaikan perubahan zaman. Kurikulum Indonesia sendiri masih
menuntut siswa agar ahli diseluruh aspek pendidikan serta sarana untuk
meningkatkan keterampilan belajar. Namun, pada kenyataannya sistem
kurikulum tersebut tidak memperhatikan kondisi siswa, karena banyak
siswa yang merasa stres akibatnya keterampilan belajar siswa sangat
minim. Kurikulum di Indonesia diciptakan oleh pemerintah dan
pengaplikasiannya dilaksanakan oleh guru, sedangkan orang tua tidak
dilibat. Sistem kurikulum tersebut amat berbeda dengan sistem kurikulum
di Finlandia. Pelaksanaan sistem kurikulum di Finlandia melibatkan orang
tua siswa dalam penyusunan mata pelajaran. Penyusunan mata pelajaran ini
dilaksanakan supaya siswa dapat fokus dalam mengembangkan potensi
dalam dirinya serta mengetahui potensi apa yang dimiliki oleh siswa,
sehingga siswa tersebut di masa yang akan telah memiliki keterampilan
sesuai dengan potensi yang dimilikinya. Sistem kurikulum Finladia ini
amat ideal untuk diadopsi oleh Indonesia, karena pendidikan lebih berfokus
dengan potensi yang dimiliki agar menciptakan generasi yang terampil,
serta membantu mebenahi pola pikir masyarakat mengenai anak yang tidak
cakap dibidang matematika bukan anak yang cerdas. Jadi pola pikir
masyarakat akan terbuka. Bahwasanya potensi dalam diri anak, jika
dikembangkan serta diasah akan melahirkan sebuah keterampilan yang
kedepannya dapat membantu kesejahteraan hidupnya sendiri. Oleh karena
itu, pemerintah ikut berkontribusi mengenai pembenahan pola pikir
masyarakat melalui perombakan kurikulum.
3. Pemeratan sarana dan prasana pendidikan di Indonesia, hal ini bertujuan
agar mampu mengubah pola pikir masyarakat bahwa pendidikan hanya
membuang waktu dan uang saja. Khususnya didaerah pedalaman Indonesia
sarana dan prasarana tersebut seharusnya mudah di akses oleh masyarakat
setempat, agar masyarakat setempat memiliki keinginan untuk belajar. Hal
ini dapat diimplementasikan dengan pembiyaan secara penuh oleh
pemerintah pada kurun waktu wajib belajar 12 tahun yang tercantum pada
pasal 34 UU No 20 Tahun 2003, tersedianya buku pelajaran dan akses
Internet, terdapat bus sekolah yang mempermudah mobilitas siswa,
pemangkasan biaya melanjutkan ke perguruan tinggi agar dapat di nikmati
oleh seluruh kalangan masyarakat, peninjauan ulang mengenai beasiswa
yang didapat agar sasaran penerima semakin tepat dan masih banyak lagi.
4. Peningkatan kualitas guru sesuai dengan bidang keahliannya masing-
masing serta penyejahteraan taraf hidup guru harus lebih diperhatikan
karena banyak sekali pandangan masyarakat yang menyebutkan bahwa
profesi guru ini tidak akan melahirkan kesejahteraan pada pelakunya. Oleh
karena itu banyak sekali masyarakat Indonesia yang tidak ingin menjadi
guru karena kesejahteraannya belum tentu didapatkan. Hal tersebut sangat
berbeda dengan negara Finlandia bahwasanya profesi guru ini merupakan
profesi yang sangat diidamkan oleh masyarakatnya karena guru dijamin
kesejahteraannya oleh pemerintahan Finlandia Selain itu kualitas guru-
guru di Finlandia sangatlah bagus ditandai dengan standar guru di Finlandia
yang hanya menerima lulusan S2 untuk mengajar.

Dengan kata lain Indonesia harus meninjau kembali mengenai kebijakan-


kebijakan yang berkaitan dengan pendidikan untuk memenuhi pola pikir
masyarakat mengenai pendidikan serta Indonesia dapat mengadopsi nilai-nilai
positif dari Finlandia maupun negara lain agar terciptanya pendidikan yang yang
ideal Selain itu pandangan Ki Hajar Dewantara mengenai pendidikan haruslah
diterapkan di Indonesia.

Dapat disimpulkan untuk mengubah pola pikir masyarakat terhadap


pendidikan diperlukannya kontribusi pemerintah. Pengubahan pola pikir tersebut
dapat dilakukan dengan perombakan Ulang Kurikulum Pendidikan di Indonesia
pemerataan sarana dan prasarana pendidikan di Indonesia peningkatan kualitas dan
kualifikasi guru serta penjajahteraan hidupnya dan penyelarasan kepada siswa serta
meminimalisir berbagai kompetisi yang terjadi pada saat kegiatan pembelajaran
Selain itu Indonesia harus lebih berfokus terhadap perkembangan potensi agar
dapat melahirkan generasi yang terampil sesuai dengan potensi yang dimilikinya.

Daftar Pustaka

FA, A. A., & Eliza, D. (2021). Perbandingan Pendidikan di Indonesia dan


Pendidikan di Finlandia. JIIP-Jurnal Ilmiah Ilmu Pendidikan, 4(8), 828-
833.
Mazidah, Z. (2021). PERUBAHAN POLA PIKIR MASYARAKAT TENTANG
URGENSI PENDIDIKAN (Studi di Kalangan Keluarga Desa Bukit
Sejahtera Musi Banyuasin) (Doctoral dissertation, Universitas
Muhammadiyah Malang).

Muryanti, E., & Herman, Y. (2021). Studi Perbandingan Sistem Pendidikan Dasar
di Indonesia dan Finlandia. Jurnal Obsesi : Jurnal Pendidikan Anak Usia
Dini, 6(3), 1146–1156.
Pendidikan, U., Di, S., Keluarga, K., Bukit, D., & Musi Banyuasin, S. (n.d.).
PERUBAHAN POLA PIKIR MASYARAKAT TENTANG.

Sumber Lain:

UU. No. 20 Tahun 2003.

Anda mungkin juga menyukai