Anda di halaman 1dari 3

 Diletakkan di halaman 53 setelah gambar digital education fiture

Meskipun teknologi ini muncul secara progresif dan diadopsi di dunia akademis
selama sekitar tiga puluh tahun terakhir, hanya sedikit penelitian yang dilakukan mengenai
bagaimana fakultas menggunakan teknologi digital sebagai bagian dari pekerjaan mereka.
Bagaimana teknologi digunakan atau ditolak dalam pekerjaan akademis? Apa implikasi dan
konteks sosial, budaya dan politik yang lebih luas dari praktik-praktik ini? Buku ini dirancang
untuk mengatasi masalah ini dan banyak lagi.
Big data atau kumpulan data besar yang dihasilkan oleh interaksi masyarakat dengan
teknologi digital, sering kali dianggap menciptakan peluang besar untuk meningkatkan
penelitian sosial dan berkontribusi terhadap pengembangan praktik profesional. Penguatan
big data ini menjadi nyata di semua bidang pendidikan, mulai dari pembelajaran awal dan
berbasis sekolah hingga tingkat perguruan tinggi. Guru dan akademisi juga semakin
diharapkan untuk menggunakan teknologi digital sebagai bagian dari praktik pengajaran
mereka.1
Seperti yang diketahui sebelumnya, para dosen sering dipantau dan diukur
menggunakan alat penghasil data digital. Tidak hanya hasil dan dampak penelitian mereka
tetapi juga praktik pengajaran mereka dinilai dan dilacak, menggunakan alat seperti survei
siswa online dan platform seperti Beri Nilai Profesor Saya. Dalam babnya, Williamson
merujuk pada fenomena baru 'ilmu data pendidikan', yang menyatukan penelitian pendidikan
dengan analisis data besar.2 Ia berpendapat bahwa pendekatan penelitian ini berasal dari
institusi pendidikan tinggi dan kini telah menyebar ke bentuk pendidikan berbasis sekolah
lainnya. Wacana 'sekolah pintar' juga disertai dengan 'universitas pintar', sebuah model
pendidikan tinggi di mana para akademisi mahir menggunakan media digital untuk
pengajaran dan penelitian dan diperlengkapi dalam mengakses analisis data untuk mengukur
dan memantau pembelajaran siswa dan kinerja mengajar mereka sendiri. Dalam analisisnya,
Williamson mengadopsi konsep Bourdieu tentang 'bidang kekuasaan' untuk menjelaskan
cara-cara di mana jenis modal tertentu (budaya, sosial, dan ekonomi) dibentuk dan
direproduksi sebagai bagian dari hubungan kekuasaan.
Bagi Williamson, ilmu data pendidikan adalah bidang kekuatan dan para eksponennya
mengakses bentuk-bentuk modal ini sebagai bagian dari pengaruhnya dalam bidang
pendidikan. Ia mengkaji bagaimana bidang yang sedang berkembang ini telah memantapkan
dirinya dengan kredensial spesifik tertentu, yang banyak di antaranya bersandar pada hak
istimewa yang lebih luas terhadap data besar dan mempelajari perangkat lunak analitik
sebagai mode pengetahuan yang unggul.3
Data digital dan khususnya kumpulan data berukuran besar telah mendapatkan
reputasi dalam menawarkan pengetahuan yang inovatif dan lebih mendalam mengenai
perilaku manus0ia, sebagian karena dianggap lebih 'netral' dan 'ilmiah' dibandingkan bentuk
data. Pertanyaan penting lainnya yang perlu diajukan mengenai penggunaan big data,
termasuk dalam pendidikan tinggi, adalah siapa yang memiliki kendali dan akses terhadap
data tersebut dan bagaimana data tersebut digunakan tidak hanya untuk tujuan pendidikan
tetapi juga sebagai materi yang menguntungkan dan dikomersialkan.
Seperti yang ditunjukkan oleh Williamson, aktor seperti perusahaan pendidikan besar
Pearson menggunakan data digital pendidikan untuk mempromosikan produk mereka dan

1
Crawford K and Schultz J, Big data and due process: Toward a framework to redress predictive privacy harms. (Boston:
College Law Review, 2014), Hlm. 93–128
2
Williamson B, “Governing software: Networks, databases and algorithmic power in the digital governance of public
education”, Learning, Media and Technology 40 (April 2015), Hlm. 83–105
3
Williamson B, “Digital education governance: Data visualization, predictive analytics, and ‘real-time’ policy instruments”,
Journal of Education Policy 31 (Mei, 2016), Hlm. 123–141.
memperkenalkan gaya pembelajaran dan analisis baru untuk mengukur pembelajaran. Dalam
prosesnya, mereka membentuk bagaimana pembelajaran dan pengajaran dikonsep dan
dipraktikkan. Pendidikan Ilmu data sebagai bidang kekuatan memanfaatkan reputasi ini dan
berupaya untuk lebih membangun dan memperluasnya, dengan sedikit kesadaran kritis
terhadap kekurangan dan kemungkinan ancaman penggunaan data digital. Dalam babnya dan
tulisan lainnya, Williamson mencatat bahwa otoritas big data diterapkan di semakin banyak
bidang pendidikan, termasuk tingkat perguruan tinggi.
Teknologi yang diterapkan oleh individu otonom untuk menghasilkan dan
mereproduksi ‘diri profesional’ mereka meliputi: tanggung jawab – menjaga diri agar dapat
melakukan pekerjaan berbayar atau tidak berbayar apa pun yang diperlukan; normalisasi –
mengendalikan dorongan hati dan emosi diri sendiri serta emosi orang-orang yang menjadi
tanggung jawabnya sehingga kode etik sosial dan kelembagaan yang implisit dan eksplisit
terpenuhi; dan kewirausahaan – mengambil inisiatif yang tidak hanya menanamkan keinginan
untuk menghasilkan gaya hidup dan perilaku tetapi juga secara bersamaan memajukan
penyebaran teknologi yang menghitung, mengukur, mengevaluasi dan mendisiplinkan. 4
Pendekatan Foucault sering diterapkan pada pendidikan tinggi yang bersifat performatif
Proses pedagogis-manajerial dapat dipahami sebagai produksi simultan dari cara-cara
tertentu untuk mengetahui dan menjadi diri sendiri. Pemahaman Foucauldian ini telah dibawa
ke penelitian tentang jenis pembentukan diri etis yang terjadi di media sosial. Hassoun
(2012), misalnya, membahas cara pengguna media sosial melakukan banyak tugas. Pengguna
media sosial mengabaikan atau menyempurnakan praktik perhatian mereka – membangun
‘pengaturan perhatian’ – dengan mengembangkan bentuk-bentuk baru perilaku pengelolaan
diri yang bertanggung jawab seperti menjaga jarak dan meminimalkan gangguan.5

 Halaman 141 sebelum point B

UUD Negara Republik Indonesia 1945 (Amandemen IV) menyatakan bahwa setiap
warga negara berhak mendapat pendidikan, setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan
dasar dan pemerintah wajib membiayainya, pemerintah mengusahakan dan
menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan
ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, negara
memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh persen dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) serta dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
(APBD) untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional; pemerintah
memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan
persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia.
Secara khusus disebutkan bahwa dana pendidikan selain gaji pendidik dan biaya
pendidikan kedinasan dialokasikan minimal 20% dari APBN pada sektor pendidikan dan
minimal 20% dari APBD. Gaji guru dan dosen yang diangkat oleh Pemerintah dialokasikan
dalam APBN dan APBD. Partisipasi masyarakat dalam pendidikan berbasis masyarakat
adalah dengan berperan serta dalam pengembangan, pelaksanaan kurikulum, dan evaluasi
pendidikan, serta manajemen dan pendanaannya sesuai dengan standar nasional pendidikan.
Dana penyelenggaraan pendidikan berbasis masyarakat dapat bersumber dari penyelenggara,
masyarakat, Pemerintah, Pemerintah Daerah dan atau sumber lain yang tidak bertentangan
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 11 Ayat 2
Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib menjamin tersedianya dana guna terselenggaranya
4
Ransom J, Foucault’s Discipline. The Politics of Subjectivity (Durham: Duke University Press, 2017).
5
Hassoun D, “Costly attentions: Governing the media multitaske”, Continuum 26 (April, 2012), Hlm. 653–664.
pendidikan bagi setiap warga negara yang berusia tujuh sampai lima belas tahun. Pasal 12,
Ayat 1 Setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak mendapatkan beasiswa bagi
yang berprestasi yang orangtuanya tidak mampu membiayai pendidikannya dan mendapatkan
biaya pendidikan bagi mereka yang orangtuanya tidak mampu membiayai pendidikannya.
Setiap peserta didik berkewajiban ikut menanggung biaya penyelenggaraan pendidikan,
kecuali bagi peserta didik yang dibebaskan dari kewajiban tersebut sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Bab VIII Wajib Belajar Pasal 34 Setiap warga negara yang berusia 6 (enam) tahun
dapat mengikuti program wajib belajar; Pemerintah dan Pemerintah Daerah menjamin
terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut
biaya, wajib belajar merupakan tanggung jawab negara yang diselenggarakan oleh lembaga
pendidikan Pemerintah, Pemerintah Daerah dan masyarakat. dana pendidikan selain gaji
pendidik dan biaya pendidikan kedinasan dialokasikan minimal 20% dari APBN pada sektor
pendidikan dan minimal 20% dari APBD.
Gaji guru dan dosen yang diangkat oleh Pemerintah dialokasikan dalam APBN dan
APBD. UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen Pasal 13 Pemerintah dan Pemerintah
Daerah wajib menyediakan anggaran untuk peningkatan kualifikasi akademik dan sertifikasi
pendidik bagi guru dalam jabatan yang diangkat oleh satuan pendidikan yang
diselenggarakan oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat. Ketentuan lebih lanjut
mengenai anggaran untuk peningkatan kualifikasi akademik dan sertifikasi pendidik diatur
dengan PP.
Pada Peraturan Pemerintah No.19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan
terdapat kerancuan antara Bab I Pasal 1 Ayat (10) dan Bab IX Pasal 62 Ayat (1) s/d (5)
tentang ruang lingkup standar pembiayaan. Ketentuan Umum tentang Standar Pembiayaan
pada Pasal 1 tampak lebih sempit dari Pasal 62 yaitu standar pembiayaan pada Pasal 1 adalah
mencakup standar yang mengatur komponen satuan pendidikan yang berlaku selama
investasi, biaya operasi dan biaya.
Pada Bab IX: Standar Pembiayaan, Pasal 62 disebutkan bahwa: (1) Pembiayaan
pendidikan terdiri atas biaya investasi, biaya operasi, dan biaya personal. (2) Biaya investasi
satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) meliputi biaya penyediaan sarana
dan prasarana, pengembangan sumberdaya manusia, dan modal kerja tetap. (3) Biaya
personal sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) meliputi biaya pendidikan yang harus
dikeluarkan oleh peserta didik untuk bisa mengikuti proses pembelajaran secara teratur dan
berkelanjutan. (4) Biaya operasi satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada Ayat (1)
meliputi: a. Gaji pendidik dan tenaga kependidikan serta segala tunjangan yang melekat pada
gaji. b. Bahan atau peralatan pendidikan habis pakai, dan c. Biaya operasi pendidikan tak
langsung berupa daya, air, jasa telekomunikasi, pemeliharaan sarana dan prasarana, uang
lembur, transportasi, konsumsi, pajak, asuransi, dan lain sebagainya. (5) Standar biaya
operasi satuan pendidikan ditetapkan dengan Peraturan Menteri berdasarkan usulan BSNP.
Sebelum PP tentang standar pembiayaan pendidikan ini dikeluarkan, telah ada SK
Mendiknas tentang Standar Pelayanan Minimal Pendidikan (SPM) yaitu Kepmendiknas
No.053/U/2001 yang menyatakan bahwa SPM bidang pendidikan adalah tolok ukur kinerja
pelayanan pendidikan atau acuan bagi penyelenggaraan pendidikan di provinsi dan
kabupaten/kota sebagai daerah otonom. Penyusunan SPM bidang Pendidikan Dasar dan
Menengah mengacu kepada PP No. 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan
Kewenangan Provinsi sebagai Daerah Otonom mengisyaratkan adanya hak dan kewenangan
Pemerintah Pusat untuk membuat kebijakan tentang perencanaan nasional dan standarisasi
nasional.

Anda mungkin juga menyukai