Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH TEKNIK PENULISAN KARYA ILMIAH

“Pendidikan dengan Penguatan Cfour Skills (Creativity, Communication,


Collaboration, Critical Thinking) di era 4.0”

Dosen Pengampu :
Muhammad Syaidul Haq, S.Pd., M.Pd.
Windasari, S.Pd., M.Pd.

Disusun Oleh :
Nadilla Wahyu Apriliani (21010714032)

UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
MANAJEMEN PENDIDIKAN 2021
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, kami
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya yang telah memberikan rahmat serta
hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah Teknik penulisan karya ilmiah yang
berjudul “Pendidikan dengan Penguatan Cfour Skills (Creativity, Communication,
Collaboration, Critical Thinking) di era 4.0”
Makalah ini telah saya susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu saya
mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam
pembuatan makalah ini.
Terlepas dari itu, saya menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari
segi susunan kalimat ataupun tata bahasanya. Oleh karena itu, dengan tangan terbuka kami
menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat terus memperbaiki makalah
ini.
Akhir kata saya ucapkan terimakasih kepada para pembaca, yang masih sempat
meluangkan waktunya untuk membaca laporan makalah penelitian saya ini. Harapan saya,
supaya laporan ini dapat menambah wawasan pengetahuan dan pengalaman bagi para
pembaca dan dapat memberikan manfaat maupun inspirasi terhadap pembaca.

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................................1
DAFTAR ISI............................................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................................3

1. Latar Belakang............................................................................................................3
2. Rumusan Masalah.......................................................................................................4
3. Tujuan.........................................................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................................5

1. Pendidikan Era 4.0......................................................................................................5


2. Kurikulum Berbasis E-learning..................................................................................6
3. Keterampilan yang Dibutuhkan Era 4.0.......................................................................7
4. Strategi Pembelajaran untuk Keterampilan C-four..................................................11

BAB III PENUTUP................................................................................................................14


1. Kesimpulan...............................................................................................................14
2. Saran.........................................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................15

2
BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Pendidikan merupakan suatu hal yang penting bagi negara, karena jika suatu
negara ingin maju maka perlu adanya pembangunan, jika ingin adanya pembangunan
perlu SDM yang mumpuni, nah SDM yang mumpuni bisa didapat dari kualitas
pendidikan, maka dari itu kucinya ada di pendidikan. Kini dunia memasuki era
revolusi industri 4.0, revolusi ini mengacu pada teknologi yang menjadi tumpuan
kehidupan manusia. Melalui perkembangan internet dan teknologi digital, seluruhnya
akan menjadi tidak terbatas. Era ini telah mendorong beraneka ragam aspek
kehidupan dalam dunia bidang usaha, politik, budaya, pertahanan, seni, maupun
pendidikan [1].
Pemerintah Indonesia pada saat ini tengah melakukan langkah-langkah
strategis yang ditetapkan menurut peta jalan Making Indonesia 4.0. Upaya ini
dilaksanakan agar dapat meningkatkan kecepatan terwujudnya visi nasional yang
telah ditetpkan sebagai pemanfaatan peluang di era revolusi industri keempat. Salah
satu visi penyusunan Making Indonesia adalah berdampak bagi Indonesia untuk
masuk pada 10 besar negara yang memiliki perekonomian terkuat global pada tahun
2030. Peningkatan kualitas SDM adalah salah satu bagian salah menurut 10 prioritas
pada pelaksanaan acara Making Indonesia 4.0. Making Indonesia 4.0. Indonesia
berencana sebagai perombak kurikulum pendidikan menggunakan lebih menekankan
dalam STEAM ( Science , Technology , Engineering , the Arts , & Mathematics ),
menyelaraskan kurikulum pendidikan nasional menggunakan kebutuhan industri pada
masa mendatang. Indonesia akan bekerja sama menggunakan pelaku industri &
pemerintah asing agar dapat mempertinggi kualitas sekolah kejuruan, sekaligus
memperbaiki acara gerak energi kerja dunia buat memanfaatkan ketersediaan SDM
pada peningkatan kecepatan transfer kemampuan.
Di era seperti sekarang ini, dunia pendidikan membutuhkan siswa untuk
memperoleh keterampilan abad 21. Keterampilan tersebut merupakan keterampilan
siswa yang berpikir kritis, memecahkan masalah, kreatif, serta memiliki keterampilan
komunikasi dan kolaborasi. Selain itu, juga memerlukan keterampilan untuk mencari,
mengelola, dan mengkomunikasikan informasi, serta untuk memproses informasi dan
teknologi. Keterampilan yang harus ada di abad 21 antara lain kepemimpinan, literasi
digital, komunikasi, kecerdasan emosional, kewirausahaan, kewarganegaraan global,
pemecahan masalah, dan kerja tim. Tiga topik pendidikan di Indonesia saat ini adalah
pendidikan kepribadian, pelatihan vokasi dan inovasi. Tidak hanya siswa/mahasiswa,
tetapi juga tenaga pendidik seperti gur dan dosen perlu dipersiapkan untuk
keterampilan tersebut. Bagaimana saya bisa menuntut keterampilan abad ke-21 dari
siswa/mahasiswa saya ketika guru dan dosen belum siap? Apa peran guru dan dosen
di era Revolusi Industri 4.0? Suka atau tidak suka, guru dan dosen perlu memiliki core
dan soft skill yang kuat seperti berpikir kritis, kreativitas, komunikasi, dan kolaborasi.
Peran guru dan dosen sebagai panutan untuk menyebarkan semangat dan inspirasi.

3
Teknologi tidak dapat menggantikan peran ini. Kemampuan pendidikan, kemampuan
penelitian, kemampuan dalam dunia bisnis digital, kemampuan di era globalisasi,
interaksi dalam pembelajaran. Dalam perannya dalam interaksi pembelajaran, guru
dan dosen harus mampu menciptakan suasana yang memenuhi kebutuhan psikologis
siswa/mahasiswa, antara lain: Kebutuhan Kemampuan Semua siswa/mahasiswa harus
merasakan kemampuannya. Guru dan dosen perlu mengenali hasil belajar siswanya.
Kebutuhan akan otonomi, setiap siswa/mahasiswa harus merasakan “otonomi”
dengan memperoleh kebebasan dan kepercayaan. Kebutuhan konektivitas, semua
siswa/mahasiswa perlu merasa menjadi bagian dari kelompok dan berinteraksi dalam
kelompok. Proses pembelajaran harus mampu memfasilitasi interaksi kolaboratif dan
saling mendukung. Belajar di masa serba kekurangan adalah “pembelajaran
berkelanjutan” sehingga siswa/mahasiswa dapat mengatasi masa-masa gejolak dan
memasuki era baru yang disebut era kaya, terutama di mana-mana dalam informasi,
media dan sumber belajar. Anda perlu memberikan kemampuan [2].

2. Rumusan Masalah
a. Bagaimana pendidikan di era 4.0?
b. Bagaimana kurikulum berbasis teknologi seperti e-learning?
c. Apa saja keterampilan yang diperlukan di era 4.0?
d. Apa strategi untuk meningkatkan keterampilan Cfour?

3. Tujuan
a. Agar dapat memahami pendidikan di era 4.0 itu seperti apa
b. Agar dapat memahami kurikulum berbasis teknologi contohnya e-learning
c. Agar dapat mengetahui keterampilan yang diperlukan pada era 4.0 ini
d. Agara dapat mengetahui strategi meningkatkan keterampilan Cfour

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pendidikan di Era 4.0


Pendidikan di era 4.0 memenuhi kebutuhan masyarakat di "era inovatif". Hal
ini sesuai dengan perubahan perilaku karena karakteristik paralelisme, konektivitas
dan visualisasi tertentu. Manajemen pembelajaran ini perlu membantu
mengembangkan kemampuan siswa untuk menerapkan teknologi baru yang
membantu mereka berkembang dalam menanggapi perubahan di masyarakat. Sinlarat
(2016) menyatakan bahwa manajemen pembelajaran saat ini adalah sistem
pembelajaran baru yang memungkinkan siswa mengembangkan tidak hanya literasi
tetapi juga pengetahuan dan keterampilan sepanjang hayat. Ramah dan dengan
keterampilan terbaik. Oleh karena itu, Pendidikan 4.0 lebih dari sekedar pendidikan
[3].
Pendidikan di era 4.0 merupakan respon atau jawaban terhadap kebutuhan
revolusi industri 4.0 di mana manusia dan teknologi diselaraskan agar dapat
Menciptakan peluang-peluang baru dengan kreatif dan inovatif. Keberhasilan suatu
negara dalam menghadapi Revolusi Industri 4.0 juga ditentukan oleh kualitas guru
dan tenaga pendidik lainnya. Guru harus memiliki keterampilan yang terampil,
kemampuan beradaptasi dengan teknologi baru , dan tantangan global. Dalam situasi
ini, semua institusi perlu mempersiapkan giliran dan literasi di sektor pendidikan.
Literasi lama berbasis baca tulis dan matematika perlu ditingkatkan melalui dengan
menyiapkan literasi baru, data, teknologi dan talenta. Literasi data adalah
kemampuan membaca, menganalisis, dan menggunakan informasi dari data di dunia
digital. Technical Ability adalah kemampuan memahami sistem dan teknologi
mekanik di dunia kerja. Di sisi lain, Human Resource Literacy, yakni kemampuan
berinteraksi dengan baik, tidak kaku, dan berkarakter [4].
Solusi untuk menjawab tantangan pendidikan Era Industri 4.0 terletak pada
keterampilan dan pengembangan kepribadian siswa. Hal ini tentunya erat kaitannya
dengan tujuan pendidikan Era Industri 4.0, dimana anak dapat menggunakan TIK
serta keterampilan literasi dan kritik untuk memperoleh lulusan pendidikan yang
kompeten di era ini.Memiliki pemikiran yang baik, pemecahan masalah, komunikasi,
kerjasama , dan kualitas yang baik dari karakter. Optimalisasi keterampilan untuk
semua siswa dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai jenis metode
pembelajaran yang menyenangkan dan sesuai dengan tahap perkembangan anak. Pada
Era Industri 4, pembelajaran diharapkan dapat meningkatkan kesempatan bagi siswa
untuk berkreasi dan memecahkan masalah. Dan belajar. Dan itu mengoptimalkan
komputasi, kolaborasi, dan pemikiran kritis. Berdasarkan penjelasan yang diberikan,
berbagai pendekatan, strategi, dan metodologi yang digunakan oleh pendidik harus
mampu memampukan peserta didik untuk mengembangkan keterampilan yang
diharapkan di era industri [5].

5
Selain kemampuan kognitif mereka, siswa juga memiliki kebutuhan mendesak
untuk mengembangkan kepribadian dan nilai-nilai mereka. Inilah yang membedakan
manusia dengan robot atau mesin. Perlu diperhatikan bahwa manusia dan mesin perlu
dibedakan agar manusia tetap dibutuhkan dalam dunia kerja yang terus berubah,
seperti yang dijelaskan dalam Study on the Challenges of Industrial Revolution,
Epoch 4, Point . ada. Oleh karena itu, di era Revolusi Industri Keempat, pendidikan
harus mampu mencetak peserta didik dengan karakter agar mereka tidak hanya
bertahan di era itu, tetapi juga mengkritisi kali. Beberapa langkah yang dilakukan
untuk menciptakan siswa yang unik, seperti: 1) Perkenalkan nilai-nilai negara Anda
kepada siswa melalui warga, 2) Pendidikan nilai di lingkungan terdekat anak,
terutama keluarga, 3) Anak dibesarkan dan dilatih dengan belajar sambil bekerja.
Kecerdasan anak dikembangkan semaksimal mungkin, 4) Mendorong kepribadian
menjadi dinamis dan pribadi yang percaya diri, berani, bertanggung jawab, dan
mandiri diantara anak-anak berkepribadian Indonesia, 5) Kelas diadakan tidak hanya
pada jam pelajaran, tetapi pada semua kesempatan di luar jam pelajaran, 6) Contoh
perbuatan baik digunakan karena lebih efektif dalam mempromosikan perbuatan baik.
Keseimbangan antara kemampuan kognitif dan kepribadian siswa harus menjadi
tujuan pendidikan saat ini. Dalam kasus ini, kita perlu dimotivasi untuk memahami,
memberi contoh, dan menilai kebiasaan nilai dalam kehidupan kita sehari-hari [6].
B. Kurikulum Berbasis Teknologi dan E-learning di Masa Pandemi
Kurikulum dan keputusan pendidikan perlu ditinjau dan dirancang ulang untuk
menggabungkan keterampilan masa depan dengan tegas. Kurikulum abad ke-21
mengharuskan pendidik untuk memasukkan setidaknya 75% dari keterampilan masa
depan dalam meningkatkan pembelajaran dan pendidikan. Para peneliti mengklaim
bahwa keterampilan ini adalah bagian dari Bagian integral dari kurikulum sekolah dan
konten akademik. Ackerman dan Perkins (1989) menemukan pemikiran bahwa
Keterampilan harus diajarkan sebagai "meta-kurikulum" yang terkait dengan mata
pelajaran inti tradisional. Herrington dan Karabin (2007) berpendapat bahwa:
“Kurikulum berpikir adalah kurikulum yang memberikan pemahaman dan
kemampuan yang mendalam tentang mata pelajaran. Pemahaman ini berlaku untuk
masalah kehidupan nyata yang kompleks yang dihadapi siswa sebagai orang dewasa.
Siswa membutuhkan keterampilan abad ke-21 untuk meningkatkan kinerja dan
memfasilitasi proses kognitif. Membangun pengetahuan yang mempersiapkan Anda
untuk sukses dalam kehidupan kerja Anda nanti. Oleh karena itu, guru harus memiliki
strategi tunggal, kami akan mengajarkan keterampilan ini menggunakan strategi dan
metode yang berbeda. Sebuah model untuk mencapai tujuan ini [7].
Teknologi informasi dan komunikasi saat ini memegang peranan penting
dalam dunia pendidikan. Metode pembelajaran online atau e-learning telah menggeser
pembelajaran tradisional. Era Revolusi Industri 4.0, dimana IoT (Internet of Things)
berperan penting dalam segala hal. Dunia pendidikan harus mengikuti perkembangan
tersebut. Banyak manfaat yang bisa didapat antara lain pembelajaran yang tidak
terikat ruang dan waktu. Dapat dilakukan kapan saja, dimana saja [8]. Penerapan e-
learning di era Revolusi Industri 4.0 menjawab permasalahan pembelajaran di masa
pandemi Covid-19. Dengan instruksi yang jelas, siswa dapat melakukan e-learning
secara efektif dan mandiri. Mahasiswa juga aktif mengikuti perkuliahan online. Siswa

6
berani mengemukakan pendapat dan aktif merespon pembelajaran melalui e-learning
[9]. Sementara e-learning dapat dijadikan sebagai solusi pembelajaran untuk meredam
wabah COVID-19 di era Revolusi Industri 4.0, ada kendala yang perlu dibenahi.
Kendala tersebut, seperti lemahnya sinyal di wilayah tertentu dan kondisi internet
yang terbatas, menjadi aspek destruktif dalam memperkenalkan e-learning di wilayah
tertentu [10].
Penggunaan teknologi mobile telah memberikan kontribusi yang signifikan
bagi lembaga pendidikan, terutama dalam mencapai tujuan pembelajaran jarak jauh.
Berbagai media juga dapat digunakan untuk mendukung pelaksanaan pembelajaran
online. Misalnya, kelas virtual menggunakan layanan dari Google Classroom,
Edmodo, dan Schoology. Dan aplikasi pesan instan seperti WhatsApp. Pembelajaran
online juga dapat dilakukan melalui media sosial seperti facebook dan instagram.
Pembelajaran online menghubungkan siswa dengan sumber belajar (database,
profesional/guru, perpustakaan) yang secara fisik atau berjauhan tetapi dapat
berkomunikasi, berinteraksi, atau berkolaborasi (langsung/sinkron dan tidak
langsung/asinkron) satu sama lain. Aplikasi e-learning merupakan bentuk
pembelajaran jarak jauh yang menggunakan teknologi telekomunikasi dan informasi
seperti internet dan CDROOM. Tujuannya untuk mendapatkan gambaran
pemanfaatan e-learning di era Revolusi Industri 4.0 untuk menekan penyebaran Covid
19 [11].
C. Keterampilan yang Dibutuhkan Pada Era 4.0
Penelitian tentang model pembelajaran Cfour (Creative, communication,
collaboration, critical thinking) telah banyak hal yang dilakukan. Seperti penelitian
Proulx (2004) tentang integrasi metode ilmiah dan pemikiran kritis kolaboratif dalam
kelas debat. Hal tersebut menunjukkan bahwa metode ini telah berhasil meningkatkan
kemampuan berdebat siswa. Penelitian Klimoviene dan Barzdziukiene (2006) yang
mengembangkan pemikiran kritis kolaboratif untuk meningkatkan keterampilan sosial
siswa dalam pembelajaran kooperatif. Piaw (2010) memiliki penelitian tentang
penilaian tes kreatif dan berpikir kritis dalam pembelajaran di kelas. Leen dkk. (2014)
menyelidiki penerapan pembelajaran kreatif dan berpikir kritis di sekolah-sekolah
Singapura. Hal ini menunjukkan adanya penguasaan yang baik dalam proses
pembelajaran.st abad. Zubaidah dkk. (2018) memiliki penelitian tentang pentingnya
pembelajaran kolaboratif dan keterampilan berpikir kritis yang memiliki hasil yang
lebih baik dibandingkan dengan Group Investigation (GI) dan Jigsaw. Penelitian Guo
(2016) tentang penerapan 4C dalam pembelajaran bahasa Mandarin menunjukkan
hasil yang baik dan melatih kemampuan berpikir kritis siswa [12].
Apa saja Cfour itu?
1. Creativity (Kreativitas)
Kreativitas dapat disederhanakan dengan "membuat sesuatu yang orisinal", itu
sendiri adalah proses yang sangat rumit. Orang dewasa seringkali tumbuh dengan
ketakutan terhadap kreativitas sebagai konsep keseluruhan karena mereka tidak
diberikan alat yang tepat sebagai pengembangkan keterampilan itu pada usia dini.
Beberapa teori ada yang menjelaskan kesenjangan ini menjelaskan bahwa
aktivitas yang diberikan kepada anak seringkali dikendalikan oleh orang dewasa.
Contohnya, Seni & Kriya di sekolah, anak-anak diminta untuk melukis gambar

7
atau membuat semacam model. Walaupun mereka mungkin membantu beberapa
keterampilan, kreativitas tidak serta merta ditingkatkan oleh mereka karena
mereka cenderung memiliki hasil yang telah ditentukan daripada membiarkan
anak-anak kebebasan untuk bisa melatih visi mereka [13].
Kreativitas mengharuskan untuk melepaskan semua batasan dan harapan agar
dapat menempa sesuatu yang baru dan unik juga menunjukkan bahwa
pembentukan kreativitas anak seringkali dibatasi oleh kemampuan pendidik
sebagai perangsang kemampuan kreatif instruktur itu sendiri yang seringkali
kurang karena perpaduan praktik dan kebijakan yang gagal akan memupuk
keterampilan ini. Tampaknya para pendidik itu sendiri perlu diberikan panduan
dalam seni mengajar muatannya pada berbagai jenjang pendidikan. Karena
kekurangan ini, tenaga pendidik gagal karena ada ketakutan akan hal yang tidak
terduga. Mereka akan condong ke arah yang diharapkan dan mencegah yang unik,
dan mereka bahkan melangkah lebih jauh dengan menghubungkan imajinasi yang
hidup dengan masalah psikologis.
Ada beberapa hal yang bisa dipelajari dari anak-anak dalam hal kreativitas
seperti melihat lebih dekat pada anak-anak mengungkapkan individu yang periang
dan pemikir independen [14]. Mereka menggambar, menari, dan bahkan
menciptakan teman imajiner dengan sedikit mengindahkan hukum dunia di
sekeliling mereka. Fleksibilitas itu harus didorong daripada dibungkam atau
ditutup oleh tenaga pendidik seperti guru. Mereka perlu mengajukan pertanyaan
kepada anak-anak yang memancing penjelasan lebih lanjut, dan jika semakin aneh
semakin baik. Teknik ini mungkin tidak bekerja dengan baik dengan siswa yang
lebih tua, tapi itu tidak aktif bagian dapat dipicu juga. Musik adalah pilihan yang
menarik karena dengan ini sesuatu yang dapat dimaknai secara berbeda. Internet
memberikan banyak pilihan, guru tidak boleh merasa terbatas pada karya klasik
dan mereka bisa mendalami kekayaan musik etnik. Menghilangkan kata-kata atau
pemahaman kata-kata merupakan insentif lebih lanjut untuk kreativitas. Selain itu,
narasi merupakan pilihan yang bagus untuk memberikan dorongan kreativitas.
Guru dapat memulai dari hal yang kecil dengan menceritakan sebuah cerita dan
meminta anak-anak untuk memberikan pendapat akhir cerita.
2. Communication (Komunikasi)
Era digital semakin membantu mendorong batas-batas komunikasi di mana
surat tertulis lebih diutamakan daripada bahasa tubuh dan nada suara tetapi,
komunikasi selalu menjadi bagian integral dari kelas. Peran guru sangat penting
karena mereka harus mengelola seluruh lingkungan dengan merencanakan,
mengatur dan memotivasi siswa agar dapat berkomunikasi satu sama lain.
Kemudian, kurikulum baru telah mendorong siswa untuk menjadi komponen yang
lebih aktif dalam proses pembelajaran, akhirnya mereka sekarang perlu
mempunyai alat komunikasi untuk menempati posisi tengah panggung yang
secara tradisional terbatas pada guru [15].
Guru berperan untuk membina komunikasi di dalam kelas akan melayani tiga
tujuan utama: merangsang pengetahuan yang relevan dari siswa yang sebelumnya
telah memperoleh informasi tetapi tidak dapat menghubungkannya dengan
pertanyaan, memungkinkan mereka agar berinteraksi dengan apa yang sedang
dibahas oleh orang lain dan mampu menggambarkan dengan baik apa pengalaman

8
dengan orang lain agar dapat menambahkan masukan mereka sendiri dan
berdampak pada diskusi. Serangan gencar komunikasi digital telah merampas
generasi ini dari banyak peluang yang telah memungkinkan generasi sebelumnya
untuk mengasah gaya mereka sendiri karena mereka terlalu tenggelam dalam
dunia yang serba online.
Masalahnya ada dua, yaitu berkomunikasi dengan orang lain secara lisan dan
berkomunikasi dengan kata-kata tertulis. Komunikasi verbal dapat ditingkatkan
dengan mengacu pada kolaborasi. Membuat siswa bekerja dalam kelompok
dengan rekan-rekan mereka adalah langkah pertama karena menghilangkan
pengaruh posisi apa pun dan memaksa mereka ke dalam situasi di mana mereka
bisa sejajar dan mampu menyuarakan pendapat mereka. Seperti disebutkan
sebelumnya, guru perlu turun tangan dan membekali mereka dengan alat dan kata-
kata yang tepat yang memungkinkan mereka untuk mengkritik apa yang telah
dikatakan alih-alih berfokus pada mengkritiknya. Ketika berbicara tentang
komunikasi tertulis, ada beberapa tips yang dapat membantu siswa. Langkah
nomor satu adalah dengan hati-hati menentukan ide fokus karena para siswa
sering bingung tentang apa yang harus mereka ditulis. Mereka memiliki semua
pengetahuan tentang dunia di ujung jari mereka, sehingga mereka dipenuhi
dengan terlalu banyak bahan untuk dipilih. Berfokus pada gagasan akan berarti
lebih sedikit kebingungan untuk mereka dan menghilangkan kepanikan karena
kemungkinan tidak dapat membahas seluruh topik dengan baik. Generasi muda
bisa mempunyai banyak manfaat dari memasukkan game dalam proses penulisan.
Ini tidak selalu tentang menempatkan video game atau presentasi power point di
papan untuk mereka lihat karena ini tidak tersedia di semua sekolah. Permainan
dapat ditulis di papan tulis atau dibuat di atas kertas, karton atau kardus bekas dan
dibagikan kepada siswa. Permainan menarik untuk anak-anak dan bahkan mereka
yang paling tidak suka menulis atau berpartisipasi mungkin dapat berkomunikasi.
Game juga memiliki keuntungan tambahan karena sangat interaktif, sehingga
mereka menciptakan saluran komunikasi terbuka antara semua yang terlibat [16].

3. Collaboration (Kolaborasi)
Aspek kolaborasi menjadi salah satu yang terpenting di dunia saat ini dengan
berkembangnya Internet dan pengajaran online. Menulis kolaboratif dapat
menjadi aset bagi siswa karena mereka terlibat dengan orang lain selama semua
tahap menulis. Ini dapat didefinisikan sebagai "Sebuah kegiatan di mana ada
proses pengambilan keputusan bersama dan dinegosiasikan dan tanggung jawab
Bersama sebagai produksi satu teks". Meskipun menulis membuat stres bagi
semua kelompok umur, hal itu bisa sangat melelahkan bagi mereka yang duduk di
kelas 12 yang menghadapi banyak tes penilaian yang dapat memengaruhi karier
kuliah mereka. Mereka juga diajarkan teknik menulis khusus dan karena itu harus
cepat menyesuaikan gaya pribadi mereka.
Dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh Vorobel & Kim di tahun 2017,
mereka menemukan bahwa menulis kolaboratif mengembangkan keterampilan
komunikasi melalui diskusi, negosiasi dan mengembangkan argumen di satu sisi
dan menghasilkan teks dengan kualitas yang lebih tinggi dalam hal organisasi, tata
bahasa, dan kosa kata di sisi lain. Bagi siswa yang menggunakan bahasa Inggris
sebagai bahasa kedua, ada baiknya siswa melakukan diskusi mereka sendiri dalam
bahasa Inggris untuk mengkonsolidasikan manfaat mereka dari kegiatan serta
meningkatkan teks yang dihasilkan [17].

9
Kolaborasi bisa jadi agak sulit untuk beberapa siswa yang tidak memiliki
keterampilan komunikasi terbaik, jadi guru perlu memastikan mereka
menciptakan lingkungan yang inklusif. Langkah pertama kolaborasi melibatkan
pemecahan siswa menjadi kelompok-kelompok yang terdiri dari siswa dengan
keterampilan dan kepribadian yang berbeda karena kolaborasi merupakan
penggabungkan kekuatan setiap anggota untuk menutupi kekurangan mereka.
Faktanya, menyatukan siswa dengan keterampilan yang sama hanya akan
menimbulkan beberapa masalah karena masing-masing akan mencoba untuk
melakukan yang lain dan memimpin. Dengan kekuatan yang berbeda, masing-
masing siswa akan memiliki sorotan sendiri yang akan meningkatkan semangat
mereka dan memungkinkan mereka untuk menjadi lebih terlibat.

4. Critical Thinking (Berpikir kritis)


Berpikir kritis merupakan kualitas lain yang sulit dipahami yang ingin kami
tanamkan pada siswa, tetapi sering gagal mencapai tujuan itu juga sangat sulit
untuk mendefinisikan suatu konsep sebagai pemikiran kritis yang cair karena
dapat berubah seperti situasi yang disajikan. Berpikir kritis berpusat pada
memperbarui pengetahuan yang ada dengan menganalisis situasi baru melalui
melakukan perbandingan, membangun hubungan, mengekstraksi ide-ide baru dan
mengevaluasi kebenaran, utilitas dan konsekuensi dari temuan [18]. Jika ini
terdengar terlalu rumit, pikirkan berpikir kritis sebagai metode atau alat yang
memungkinkan siswa untuk memperbaiki masalah dengan cara yang logis,
meskipun tidak selalu konvensional.
Berpikir kritis merupakan topik yang sengaja dihindari oleh beberapa guru
karena mereka merasa takut akan membahayakan posisi mereka sebagai sumber
dari semua jawaban. Berpikir kritis harus tentang menemukan hubungan antara
sumber-sumber yang tidak mungkin. Ini semua akan dimulai dengan mendorong
anak-anak untuk memulai percakapan satu sama lain. Biarkan mereka berdebat di
antara mereka sendiri tentang apa yang masuk akal dan apa yang tidak. Dengan
imajinasi dan kreativitas aktif mereka, mereka akan menemukan hubungan yang
tidak mungkin yang tidak pernah terpikirkan oleh orang dewasa. Untuk membantu
lebih lanjut dalam membangun tautan ini, sajikan mereka ke dalam sesuatu yang
nyata seperti flowchart. Untuk siswa yang lebih tua, metode sederhana dan efektif
adalah membangun kemampuan mereka untuk mengajukan pertanyaan daripada
memberikan jawaban. Bapak pemikiran kritis Socrates sendiri selalu lebih
mementingkan pertanyaan daripada jawabannya. Tulislah sebuah kalimat di papan
tulis dan siswa memikirkan kembali jalan yang akan menuntun pada hasil ini.
Mencoba merekonstruksi jalur menuju jawaban lebih menantang dan memaksa
siswa untuk menemukan korelasi dan urutan logis untuk hasilnya. Guru dapat
memicu percakapan dan menjaga alirannya dengan meletakkan pembela setan dan
mengajukan segala macam pertanyaan. Diskusi semacam itu mungkin terhambat
oleh kurikulum yang ketat, sehingga dapat dilakukan selama sesi brainstorming
penulisan. Setelah siswa berpengalaman, mereka dapat diberikan sebagai
pekerjaan rumah. Guru harus mengingat bahwa beberapa siswa mungkin terlalu
malu untuk menyuarakan pendapat mereka terutama ketika mereka dapat
ditentang oleh rekan-rekan mereka, jadi tip yang baik untuk mendorong mereka
adalah dengan bermain peran. Dengan menempatkan mereka pada posisi orang
lain, mereka lebih mungkin untuk menyuarakan ide mereka sendiri karena mereka
sekarang memiliki corong yang cocok.

10
Supaya pemikiran kritis berkembang, kita perlu ada sedikit batasan pada apa
yang ingin ditanyakan atau dipikirkan siswa yang dapat menantang dalam
lingkungan yang penuh persaingan tempat kita tinggal. Untuk meminimalkan
gesekan, atasi kontroversi apa pun dengan tenang dan pastikan dapat
menghadirkan global yang netral. topik yang tidak akan pernah memicu kepekaan
karakter dan latar belakang yang berbeda.

D. Strategi Pembelajaran untuk Keterampilan C-four


 Creativity (Kreativitas)
Kreativitas didasari dengan perkembangan intelektual seperti intelegensi,
bakat, kecakapan, yang didukung oleh faktor afektif dan psikomotor. Gowan
menyatakan kreativitas lebih pada hasil berpikir otak sebelah kanan yang lebih
ditujukan pada berpikir holistik, imajinatif, dan berpikir divergen. namun belahan
otak sebelah kiri lebih pada kemampuan berpikir konvergen dan logis.
Berdasarkan uraian tersebut, berpikir kreatif lebih tinggi tingkatannya
dibandingkan berpikir kritis, karena melibatkan talenta, imajinasi, intuisi, serta
melibatkan kemampuan berpikir secara keseluruhan. Hal tersebut sesuai dengan
pandangan Krulik dan Rudnik yang mengemukakan bahwa berpikir itu dibedakan
menjadi berpikir tingkat dasar dan berpikir tingkat tinggi. Berpikir tingkat tinggi
dibagi lagi menjadi berpikir kritis/logis dan berpikir kreatif. Menurutnya, berpikir
kreatif lebih tinggi tingkatannya dibandingkan berpikir kritis, sebab melibatkan
imajinasi, intuisi, dan bakat. Meskipun demikian, keterampilan berpikir kreatif
masih dapat dilatih melalui kegiatan pembelajaran atau kegiatan lainnya dalam
kehidupan sehari-hari.
Strategi pembelajaran yang bisa melatih keterampilan berfikir kreatif, seperti
pembelajaran yang didasari atas masalah (sama dengan latihan keterampilan
berikir kritis) contohnya : problem based learning, project based learning,
cooperatif group investigation, inquiry learning. Dalam penerapan strategi
tersebut, dilanjutkan dengan tantangan berupa cara pemecahan masalah yan
gberbeda-beda dengan melihat masalah tersebut dari berbagai sudut pandang.
Hasil pemecahan masalah dalam pembelajaran tersebut, disajikan dihadapan kelas
dengan berbagai inovasi teknik dan media pembelajaran.

 Communication (Komunikasi)
Ruang komunikasi dapat dibagi menjadi (diadaptasi dari Mulya: (1)
menyampaikan materi secara sistematis, logis, dan benar (menujukkan
kemampuan berpikir), (2) menggunakan bahasa yang baik dan mudah dipahami,
(3) menggunakan strategi dan media/alat komunikasi yang relevan dengan
konteks dan audien, (4) mampu menganalisis dan mengevaluasi pikiran, ide dari
lawan komunikasi serta memberikan tanggapan yang sistematis dan logis, dan (5)
menguasai diri dan peserta.
Berdasarkan atas dimensi komunikasi di atas, keterampilan komunikasi ini
dapat melatih dalam pembelajaran. Peranan guru/dosen sangat penting dalam
mengarahkan peserta didik melatih setiap dimensi komunikasi tersebut.
Keterampilan komunikasi dapat dilatih dalam pembelajaran seperti : menyusun
laporan hasil kegiatan, presentasi tugas proyek, diskusi kelompok/kelas,
pembelajaran dalam jaringan (daring), dan kegiatan lain yang menimbulkan
interaksi antar peserta didik dengan peserta didik lain, dengan sivitas
sekolah/kampus. Zubaidah menyampaikan indikator-indikator yang diukur dalam
keterampilan komunikasi abad 21 meliputi: (1) mengartikuliasi pikiran, ide-ide

11
secara efektif dan logis yang disampaikan secara varbal maupun non verbal, (2)
mendengarkan dengan efektif untuk memahami makna termasuk pengetahuan,
nilai, sikap dan budaya, dari orang yang diajak berkomunikasi, (3) memanfaatkan
berbagai media teknologi serta menguasai efektivitas dan dampak dari media
tersebut, serta (4) berkominikasi secara efektif pada lingkungan yang beragam.

 Collaboration (Kolaborasi)
Sesorang dikatakan mempunyai kemampuan berkolaborasi, ketika memenuhi
tiga komponen kemampuan berkolaborasi (tiga ruang kolaborasi) yaitu: (1)
menunjukkan kemampuan bekerja secara efektif dan menghargai keberagaman
anggota tim; (2) Menunjukan fleksibilitas dan kemauan untuk menerima pendapat
orang lain dalam mencapai tujuan bersama, dan (3)mengemban tanggung jawab
bersama dalam bekerja kolaboratif dan menghargai kontribusi setiap anggota tim.
Zubaidah menyampaikan indikator yang diukur dalam kolaborasi meliputi: (1)
memberi dan menerima umpan balik dari setiap anggota kelompok, (2) berbagi
tugas, (3) mengakui keterampilan, pengalaman, kreativitas, dan kontribusi orang
lain, (4) mendengarkan kekhwatiran, pendapat, dan gagasan orang lain, (5)
menengarkan orang lain dalam situasi konflik, dan (6) mendukung keputusan
kelompok.
Keterampilan kolaboratif bisa dilatih melalui strategi coopererative learning.
Dalam pembelajaran kooperatif dibelajarkan untuk berkolaborasi. Slavin
menyatakan pembelajaran koperatif, memiliki banyak bentuk (tipe), tetapi
semuanya melibatkan siswa bekerja dalam kelompok kecil atau tim yang saling
membantu satu sama lain dalam mempelajari materi pelajaran. Dalam strategi
pembelajaran kooperatif dapat ditemukan pendidikan nilai moral yaitu: terdapat
penghargaan terhadap kelompok, tanggung jawab perseorangan dan kelompok,
kesempatan untuk berhasil bersama, belajar menyenangkan, bekerja berpasangan,
dan bekerja kelompok. Di samping starategi pembelajaran kooperatif, startegi-
strategi pembelajaran lain dapat digunakan untuk melatih keterampilan kolaboratif
dengan bekerja berkelompok, dengan catatan kerja kelompoknya memunculkan
nilai-nilai berkelompok seperti nilai-nilai yang ada pada cooperative learning.
Pembelajaran yang dimaksud seperti yang digunakan untuk melatih keterampilan
berpikir kritis dan berpikir kreatif [19].

 Critical Thinking (Berpikir Kritis)


Enis (1993) dan Marzano et al. (1988) mengatakan bahwa berpikir kritis
memiliki ruang: (1) merumuskan masalah, (2) memberikan argumen, (3)
melakukan deduksi, (4) melakukan induksi, (5) melakukan evaluasi, dan (6)
mengambil keputusan. Pendekatan pembelajaran yang bisa melatih keterampilan
berpikir kritis merupakan pembelajaran yang pada sintaksnya melatih setiap
dimensi ruang keterampilan berpikir kritis tersebut. Ditinjau dari pendekatan
pembelajaran yang ada bahwa pendekatan pembelajaran yang dapat melatih
keterampilan berpikir kritis siswa yaitu: (1) pembelajaran berpusat pada siswa, (2)
mengajukan masalah, baik masalah akademik maupun masalah kontekstual terkait
kehidupan riil siswa yang mengarahkan siswa untuk menguasai materi yang
dipelajari. Dalam pembelajaran tersebut siswa atau mahasiswa aktif belajar
sedangkan guru atau dosen hanya sebagai fasilitator.
Arends mengatakan bahwa strategi pembelajaran yang melatih siswa untuk
memecahkan masalah yaitu strategi pembelajaran seperti: problem based learning,
project based learning, cooperatif group investigation, inquiry learning dan

12
lainnya. Seluruh strategi belajar tersebut diawali dengan mengajukan masalah baik
oleh guru/dosen atau diajukan oleh siswa sendiri. kemudian masalah tersebut
dipecahkan dalam pembelajaran oleh siswa sendiri. Dalam proses belajar tersebut,
siswa merumuskan secara tajam masalahnya, selanjutnya diberikan argumen
melaui berpikir deduktif dan induktif, lalu dilakukan evaluasi terhadap rancangan
keputusan yang diambil yang nantinya menjadi keputusan untuk solusi masalah
tersebut. Dalam proses belajar tersebut, semua dimensi ruang keterampilan
berpikir kritis terlatihkan [20].

13
BAB III
PENUTUP

1. Kesimpulan
Dunia sekarang ini telah memasuki era revolusi industri keempat. Pada
revolusi industri ini terjadi lompatan besar dalam sektor industri, di mana teknologi
informasi dan komunikasi dimanfaatkan sepenuhnya. Agar mampu bersaing,
Indonesia harus mampu mengadopsi Industri 4.0 ini dan mempersiapkan strategi yang
tepat di semua sector terutama dibidang pendidikan. C-four yaitu, kreativitas,
pemikiran kritis, kolaborasi, dan komunikasi dapat memainkan bagian integral dari
menulis dalam kurikulum saat ini. Dengan menerapkan Teknik-teknik ini, Anda dapat
merangsang kreativitas siswa dan mengilhami mereka dengan alat yang diperlukan
untuk memfasilitasi proses penulisan.
Kurikulum saat ini ditantang oleh kebutuhan untuk memasukkan teknologi
baru untuk memenuhi proses berpikir generasi yang telah meninggalkan bahkan
gagasan huruf dan kata untuk gambar dan emoji membuat konsep menulis asing bagi
kebanyakan dari mereka. Bahkan dalam ruang karir kerja mereka, mereka akan
diminta untuk menyajikan laporan pekerjaan mereka yang terperinci dan dibangun
dengan baik. Oleh karena itu, menulis merupakan keterampilan penting yang kini
menjadi kebutuhan esensial dalam segala bangun kehidupan. Kita dapat mengambil
manfaat dari C-four (Creativity, Communication, Colaboration, Critical Thinking)
yang terintegrasi dalam kurikulum untuk memicu minat mereka dan memfasilitasi
perkembangan mereka.

2. Saran
Saya berharap makalah ini dapat memberikan informasi dan menambah
wawasan bagi pembaca. Meskipun penulis menginginkan kesempurnaan dalam
pembuatan makalah ini akan tetapi pada kenyataannya masih banyak kekurangan
yang perlu diperbaiki,karena masih minimnya pengetahuan penulis. Oleh karena itu
kritik dan saran yang membangun dari para pembaca sangat diharapkan sebagai bahan
evaluasi kedepannya.

14
DAFTAR PUSTAKA

[1] M. H. Wening and A. B. Santosa, “Strategi Kepemimpinan Kepala Sekolah Dalam


Menghadapi Era Digital 4.0,” JMKSP (Jurnal Manajemen, Kepemimpinan, dan
Supervisi Pendidikan), vol. 5, no. 1, p. 56, 2020, doi: 10.31851/jmksp.v5i1.3537.
[2] E. Risdianto, “Analisis Pendidikan Indonesia di Era Revolusi Industri 4.0,” Res. Gate,
no. April, pp. 0–16, 2019.
[3] V. Puncreobutr, “Education 4.0: New challenge of learning,” J. Humanit. Soc. Sci.,
vol. 2, no. 2, pp. 92–97, 2016, [Online]. Available:
http://scopuseu.com/scopus/index.php/hum-se-sc/article/view/188.
[4] A. Rahman and Z. Nuryana, “Pendidikan Islam di Era Revolusi Industri 4.0,” pp. 34–
0, 2019, doi: 10.31219/osf.io/8xwp6.
[5] Syamsuar and Reflianto, “Pendidikan dan Tantangan Pembelajaran Berbasis
Teknologi Informasi di Era Revolusi Industri 4.0,” J. Ilm. Teknol. Pendidik., vol. 6, no.
2, pp. 1–13, 2018.
[6] C. S. Chai and S.-C. Kong, “Professional learning for 21st century education,” J.
Comput. Educ., vol. 4, no. 1, pp. 1–4, 2017, doi: 10.1007/s40692-016-0069-y.
[7] H. A. Alismail and P. McGuire, “21 St Century Standards and Curriculum: Current
Research and Practice,” J. Educ. Pract., vol. 6, no. 6, pp. 150–155, 2015, [Online].
Available: http://files.eric.ed.gov/fulltext/EJ1083656.pdf.
[8] R. Andrianto Pangondian, P. Insap Santosa, and E. Nugroho, “Faktor - Faktor Yang
Mempengaruhi Kesuksesan Pembelajaran Daring Dalam Revolusi Industri 4.0,”
Sainteks 2019, pp. 56–60, 2019, [Online]. Available: https://seminar-id.com/semnas-
sainteks2019.html.
[9] P. Astuti and F. Febrian, “Blended Learning Syarah: Bagaimana Penerapan dan
Persepsi Mahasiswa,” J. Gantang, vol. 4, no. 2, pp. 111–119, 2019, doi:
10.31629/jg.v4i2.1560.
[10] D. Jamaluddin, T. Ratnasih, H. Gunawan, and E. Paujiah, “Pembelajaran Daring Masa
Pandemik Covid-19 Pada Calon Guru : Hambatan, Solusi dan Proyeksi,” Karya Tulis
Ilm. UIN Sunan Gunung Djjati Bandung, pp. 1–10, 2020, [Online]. Available:
http://digilib.uinsgd.ac.id/30518/.
[11] B. Indrayana and A. Sadikin, “Penerapan E-Learning Di Era Revolusi Industri 4.0
Untuk Menekan Penyebaran Covid-19,” Indones. J. Sport Sci. Coach., vol. 2, no. 1,
pp. 46–55, 2020, doi: 10.22437/ijssc.v2i1.9847.

15
[12] I. Supena, A. Darmuki, and A. Hariyadi, “The influence of 4C (constructive, critical,
creativity, collaborative) learning model on students’ learning outcomes,” Int. J. Instr.,
vol. 14, no. 3, pp. 873–892, 2021, doi: 10.29333/iji.2021.14351a.
[13] E. Yates and E. Twigg, “Developing creativity in early childhood studies students,”
Think. Ski. Creat., vol. 23, pp. 42–57, 2017, doi: 10.1016/j.tsc.2016.11.001.
[14] V. P. Glǎveanu, “Children and creativity: A most (un)likely pair?,” Think. Ski. Creat.,
vol. 6, no. 2, pp. 122–131, 2011, doi: 10.1016/j.tsc.2011.03.002.
[15] F. M. Yusof and H. Halim, “Understanding Teacher Communication Skills,” Procedia
- Soc. Behav. Sci., vol. 155, no. October, pp. 471–476, 2014, doi:
10.1016/j.sbspro.2014.10.324.
[16] C. C. Sirbu and E. Tonea, “Teachers’ Management Roles in the Development of
Communication Skills,” Procedia - Soc. Behav. Sci., vol. 174, pp. 3948–3952, 2015,
doi: 10.1016/j.sbspro.2015.01.1138.
[17] G. Wigglesworth and N. Storch, “What role for collaboration in writing and writing
feedback,” J. Second Lang. Writ., vol. 21, no. 4, pp. 364–374, 2012, doi:
10.1016/j.jslw.2012.09.005.
[18] N. M. Florea and E. Hurjui, “Critical Thinking in Elementary School Children,”
Procedia - Soc. Behav. Sci., vol. 180, no. November 2014, pp. 565–572, 2015, doi:
10.1016/j.sbspro.2015.02.161.
[19] M. Ketrampilan and S. Siswa, “Implementasi Model Pembelajaran Kolaboratif Untuk
Meningkatkan Ketrampilan Sosial Siswa,” Maj. Ilm. Pembelajaran, vol. 8, no. 2, 2010.
[20] R. Arief, “Usaha Peningkatan Kompetensi Softskill Melalui Student Centered-
Learning Bagi Mahasiswa Yang Mengikuti Mata Kuliah Analisa Perancangan Sistem,”
J. Pendidik. Teknol. dan Kejuru. UNY, vol. 21, no. 1, p. 163924, 2015, doi:
10.21831/jptk.v21i1.3336.

16

Anda mungkin juga menyukai