Anda di halaman 1dari 33

KOMPETENSI 4C: UPAYA PENINGKATAN PRESTASI

PESERTA DIDIK DALAM PENDIDIKAN AGAMA


ISLAM DI ERA SOCIETY 5.0

SUBTEMA:

Pendidikan

DISUSUN OLEH :

Sukma Mega Agustin 2001011102

Alfina Hidayati 2101010009

Nada Aprilia 2101011062

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) METRO LAMPUNG

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

2022

i
ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis
Ilmiah ini dengan tepat waktu.

Dalam penulisan karya tulis ilmiah ini penulis banyak mendapatkan bantuan
dan masukan dari berbagai pihak, untuk itu dalam kesempatan ini penulis ingin
mengucapkan terimakasih kepada semua pihak, teman dan rekan-rekan yang telah
membantu penulis dalam menyelesaikan karya tulis ilmiah ini tepat pada
waktunya.

Mohon maaf atas kesalahan atau kekurangan dalam penulisan ini, karena
kami selaku penulis masih banyak kekurangan dan masih jauh dari yang di
harapkan, maka dari itu kritik saran yang bersifat membangun semangat para
penulis kami harapkan.

Kami berharap semoga karya ini dapat memberikan manfaat kepada kami
dan para pembaca, serta kepada semua berpihak pembaca karya ini demi
kemajuan ilmu pengetahuan khusus nya dibidang pendidikan.

Wassalamu,allaikum Wr.Wb.

Metro, 21 Agustus 2022

Penulis

iii
DAFTAR ISI
H A L A M A N J U D U L ........................................................................................ i
LEMBAR PERNYATAAN...................................................................................ii
KATA PENGANTAR .......................................................................................... iii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... iv
ABSTRAK ............................................................................................................. v
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ............................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................................ 2
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan ..................................................................... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................................... 4
A. Kompetensi 4C di Abad 21 .......................................................................... 4
B. Hakikat Prestasi Belajar Peserta Didik ........................................................ 9
C. Konsep Pembelajaran Era Society 5.0 ....................................................... 11
BAB III METODE PENELITIAN .................................................................... 13
A. Jenis Penelitian ........................................................................................... 13
B. Fokus Penelitian ......................................................................................... 13
C. Sumber Data ............................................................................................... 13
D. Teknik Pengumpulan Data dan Analisi data. ............................................. 13
BAB IV PEMBAHASAN.................................................................................... 14
A. Peran Kompetensi 4C terhadap Prestasi Peserta didik dalam Pendidikan
Agama Islam ...................................................................................................... 14
B. Strategi Mengembangkan Kompetensi 4C Abad 21 pada Pendidikan
Agama Islam ...................................................................................................... 18
C. Upaya meningkatkan prestasi peserta didik dalam Pendidikan Agama Islam
di era Society 5.0 melalui Kompetensi 4C ........................................................ 20
BAB V PENUTUP ............................................................................................... 22
A. KESIMPULAN .......................................................................................... 22
B. SARAN ...................................................................................................... 22
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 23

iv
Kompetensi 4C : Upaya Peningkatan Prestasi Belajar Peserta Didik Dalam

Pendidikan Agama Islam Di Era Society 5.0

Sukma Mega Agustin, Alfina Hidayati, Nada Aprilia


Pendidikan Agama Islam, Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan
Institut Agama Islam Negeri Metro
sukmamegaa@gmail.com
ABSTRAK
Pendidikan Islam saat ini menghadapi rintangan yang besar. Meski era industri
4.0 telah berlalu, kita kembali dikejutkan dengan perkembangan era Society 5.0
yang memiliki rangkaian kesulitan tersendiri. PAI merupakan salah satu mata
pelajaran yang dapat menerapkan keterampilan 4C untuk menarik peserta didik
dalam mempelajari ilmu agama sehingga dapat meningkatkan kompetensi
akademik dan non akademik di tengah kondisi globalisasi yang semakin meraja
lela. Kompetensi 4C mencakup berfikir kiritis dan pemecahan masalah (critical
thinking and Problem solving), kreativitas (creativity), kemampuan komunikasi
(communication), dan kolaborasi (collaborative). Soft skill tersebut diharapkan
mampu dimiliki oleh setiap peserta didik untuk membantu pemecahan-pemecahan
masalah di abad 21 ini. Untuk mengembangkan kompetensi 4C pada pendidikan
agama islam, maka tenaga pengajar perlu memahami manfaat, strategi, upaya dan
potensi dari kompetensi 4C. Peserta didik harus mengembangkan sikap berpikir
kritis dan dapat memecahkan masalah, pendidik atau sebaliknya dapat membuat
metode belajar yang kreatif dan inovatif, serta harus bisa berkolaborasi dengan
yang lain melalui KBM, kegiatan ekstrakurikuler atau organisasi keagamaan yang
bermanfaat yang dapat menunjang kompetensinya. Kebutuhan kompetensi abad
21 dalam pendidikan di lembaga pendidikan dibahas dalam penelitian ini, serta
terdapat metode pembelajaran yang dapat mengembangkan kompetensi abad 21
untuk mengetahui taktik dan upaya kompetensi 4C pada pendidikan agama Islam
dan mengembangkan kompetensi peserta didik di era society 5.0. Oleh karena itu,
penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan studi kepustakaan
atau studi pustaka yang sesuai tujuan dan pembahasan mengenai peran, strategi
dan upaya peningkatan prestasi peserta didik dalam pendidikan agama islam
melalui kompetensi 4c di era society 5.0.
Kata Kunci : Kompetensi 4C, Prestasi, Pendidikan, Era Society 5.0

v
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Pesatnya perkembangan dunia saat ini terutama pada ilmu
pengetahuan, teknologi, dan informasi di era Abad 21 telah mengubah
tatanan masyarakat dan mempengaruhi hampir segala aspek lini kehidupan,
baik dari aspek ekonomi, industri, pendidikan, politik, dan pemerintahan.
Derasnya arus globalisasi membawa manusia sebagai subjek kehidupan
harus mampu beradaptasi terhadap perkembangan-perkembangan IPTEK di
era society 5.0. Untuk menyambut dan menghadapi zaman ini, diperlukan
penguatan dari segi pendidikan guna merakit dan melengkapi sumber daya
manusia yang cakap untuk megelola perekembangan dengan bijak.
Era Society 5.0 merupakan perkembangan dan penyempurnaan dari
revolusi sebelumnya yang memfokuskan kepada teknologi dan
kemanusiaan. Society 5.0 lahir pertama kali dan telah diperkenalkan oleh
Jepang pada tahun 2019, awalnya merupakan sebuah gagasan yang
diusulkan keidanrel federasi bisnis negara Jepang.(Mahayanti, 2021, p. 305)
Namun, sebagai suatu fenomena yang tidak dapat dihindarkan oleh semua
negara, maka harus ada strategi untuk menyambut era tersebut.
Dalam pendidikan di era society 5.0 akan menitikberatkan kepada
pembangunan manusia yang akan mengkolaborasikan antara akal,
pengetahuan, dan perkembangan teknologi modern saat ini. Peran
pendidikan menjadi vital dalam menghadapi era ini karena dengan
pendidikan diharapkan dapat memajukan sumber daya manusia. Oleh
karenanya, kompetensi abad 21 sangat diperlukan untuk meningkatkan
kualitas SDM melalui pendidikan. Kompetensi tersebut ialah kompetensi
4C. Istilah 4C adalah kependekan dari empat kompetensi yang dirasa sangat
penting untuk dimiliki setiap orang, yakni critical thinking and problem
solving, creativity, comunication, dan colabboration. Kompetensi 4C dirasa
sejalan untuk menjadi bekal peserta didik untuk menyambut era Society 5.0.
Softsill ini merupakan sarana untuk menggapai kesuksesan dalam era
ini.(Putu Arnyana, 2016, p. 4)

1
Telah banyak beberapa upaya yang dilakukan oleh pendidik untuk
menanamkan keterampilan 4C kepada peserta didiknya. Salah satunya
dengan menggerakan literasi baca dan tulis, literasi sains, literasi digital, dan
sebagainya yang dilakukan dengan mengasah pengetahuan membaca,
menulis, menelusuri, bereksperimen, menganalisis, menanggapi, dan
menginterpretasikan peserta didik.
Pelaksanaan pembelajaran dengan membangun kompetensi 4C harus
direncanakan dengan baik dengan menyiapkan instrumen pembelajaran
yang baik dan guru yang berkompeten. Guru yang akan mengajarkan
keterampilan 4C diharapkan memiliki kemampuan yang memadai sehingga
akan tercapai tujuan pembelajaran yang maksimal serta dapat membantu
peserta didik meningkatkan prestasi belajar akademik dan non-akademik.
Berdasarkan uraian-uraian tersebut, penguasaan peserta didik berupa
keterampilan 4C harus dilatih secara maksimal sehingga dapat membekali
peseta didik untuk menghadapi perkembangan dunia masa depan,
membantu meraih pencapaian akademik dan non-akademik, serta membantu
menjawab dan mengambil kesempatan di Era Society 5.0. Oleh karena itu,
didalam karya tulis ini akan membahas tentang upaya meningkatkan prestasi
peserta didik melalui kompetensi 4C di era Society 5.0

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka terdapat beberapa
rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana peran kompetensi 4C terhadap prestasi peserta didik dalam
Pendidikan agama islam di era society 5.0
2. Bagaimana cara mengembangkan kompetensi 4C pada peserta didik
dalam pendidikan agama islam?
3. Bagaimana cara meningkatkan prestasi peserta didik dalam
Pendidikan agama islam melalui kompetensi 4C di era society 5.0?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan


Tujuan penulisan karya tulis sebagai berikut:

2
1. Untuk mengetahui peran kompetensi 4C terhadap peningkatan prestasi
peserta didik dalam Pendidikan agama islam di era society 5.0
2. Untuk mengetahui strategi yang digunakan untuk mengembangkan
kompetensi 4C pada peserta didik dalam Pendidikan agama islam
3. Untuk mengetahui upaya yang digunakan untuk meningkatkan prestasi
peserta didik dalam Pendidikan agama islam melalui kompetensi 4C di
era society 5.0

Adapun manfaat dari penelitian ini dapat dibagi menjadi manfaat


teoritis dan dunia nyata. Penelitian ini bermanfaat untuk kekayaan ilmiah
pada tingkat teoretis pada ranah kompetensi 4C dan tantangan pembelajaran
di era society 5.0. Sedangkan secara praktis, penelitian terkait kompetensi
4C ini berkontribusi untuk menjawab tantangan Pendidikan agama islam
serta menjadi solusi dalam meningkatan prestasi belajar peserta didik di era
society 5.0

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kompetensi 4C di Abad 21
Perkembangan dunia saat ini mengharuskan keberadaan sumber daya
manusia yang mumpuni. Hal demikian karena perkembangan global
menciptakan Persaingan di tempat kerja semakin meningkat. Sehingga
pendidikan yang diselenggarakan harus memenuhi dan sejalan dengan
permintaan perkembangan dunia saat ini. Salah satu solusi yang dijalankan
dalam pembelajaran sekolah saat ini untuk membekali peserta didik yang
unggul ialah dengan melatih dan mengajarkan keterampilan kompetensi 4C.
Kompetensi 4C mencakup berfikir kiritis dan pemecahan masalah (critical
thinking and Problem solving), kreativitas (creativity), kemampuan
komunikasi (communication), dan kolaborasi (collaborative). Soft skill
tersebut diharapkan mampu dimiliki oleh setiap peserta didik untuk
membantu pemecahan-pemecahan masalah di abad 21 ini.
1. Critical Thinking and Problem Solving (Berpikir Kritis dan Pemecahan
Masalah)
Kompetensi 4C yang pertama ialah berpikir kritis dan pemecahan
masalah. Menurut Facione, berpikir kritis mengacu pada penilaian yang
disengaja yang menghasilkan interpretasi, analisis, evaluasi, dan
kesimpulan berdasarkan penjelasan dan bukti yang diperoleh, ide,
prosedur, dan kriteria atau pertimbangan yang menjadi dasar penilaian
sebelumnya. Tidak ada yang bisa menyangkal pentingnya kemampuan
berpikir kritis. (Sulaiman and Agustin Syakarofath, 2018, p. 88). Karena
tujuan berpikir adalah untuk memperoleh pengetahuan yang tepat dan
menyeluruh, kemampuan berpikir kritis sangat bermanfaat untuk
menilai suatu masalah yang terjadi dalam rangka merespon dan
menemukan jawaban atas masalah yang berkembang di masa sekarang
dan masa depan. (Sholikha and Fitrayati, 2021, p. 2403) Meskipun
sesungguhnya proses berpikir ialah fitrah yang diberikan kepada
manusia sebagai makhluk yang berakal, namun tahap berpikir manusia
juga memiliki tingkatan yang berbeda, sehingga untuk mencapai pada

4
kemampuan berfikir secara kritis dan mendalam, perlu dilakukan sebuah
latihan dan pembiasaan dari guru kepada pesera didik. Sehingga guna
mencapai tujuan pembelajaran kompetensi 4C yang pertama tersebut,
pendidik harus dapat membentuk dan membiasakan kemampuan
tersebut kepada peserta didiknya. Salah satunya dengan pembelajaran
yang menggunakan metode diskusi. Dalam kegiatan diskusi, peserta
didik akan secara aktif mendapatkan motivasi untuk memecahkan
permasalahan dengan menggunakan pengalaman dan pengetahuan yang
ia miliki. Peserta didik akan mencoba mengungkapkan apa yang telah ia
dapatkan sebagai bentuk dari proses berpikir dan mencoba untuk
mengemukakan dan mempertahankan pendapatnya itu.
2. Creativity (Kreativitas)
Kemampuan untuk menciptakan hal-hal baru disebut sebagai
kreativitas. Bakat ini memungkinkan seseorang untuk memperkaya
realitasnya dengan menghasilkan hasil yang kreatif. Selain
membutuhkan kemampuan berfikir kritis, peserta didik juga perlu
memiliki kompetensi kreativitas ini.
Salah satu faktor yang mendukung terbentuknya kreatifitas pada
seseorang adalah suasana sekitarnya yang mendukung dan menghargai.
Hal ini dapat diciptakan dari orang-orang sekitar seperti orang tua dan
guru yang mengajar disekolah.
Kreativitas peserta didik dibagi kedalam dua hal, yang pertama
ialah kreativitas yang berhubungan dengan kognisi atau proses berfikir
(aptitude) dalam kreativitas ini diperlukan kelancaran dalam
menghasilkan suatu keputusan secara cepat, dan menggunakan berbagai
cara untuk menjawab pertanyaan dan sebuah masalah. Selanjutnya yang
kedua ialah kreativitas non-aptitude, yakni sebuah kreativitas yang
berhubungan langsung dengan perasaan maupun motivasi. Mislanya
ialah memiliki imajinasi yang kuat, inisiatif, rasa keingintahuan besar,
dan menciptakan kebebasan dalam berpikir.(Wardhani and Setyowati,
no date, p. 48)

5
Kreativitas merupakan salah satu kompetensi yang perlu dimiliki
oleh peserta didik. Peserta didik yang memiliki kreativitas tanpa batas,
akan memudahkannya untuk menciptakan sebuah karya, inovasi,
gagasan, dan ide-ide cemerlang yang dapat berguna untuk menjadi
solusi memcahkan masalah dan menjawab masalah yang terjadi
disekitarnya. Rasa kreatif ini perlu dipupuk dan dikembangkan terus
menerus, salah satu yang menjadi fasilitator dalam mengembangkan
sikap kreatif seseorang ialah guru. Nana Syaodih Sukmadinata
menjelaskan bahwa dalam pelaksanaan pembelajaran, tugas seorang
guru bukan hanya sekedar memberikan pelajaran akademik kepada
peserta didiknya, tetapi juga harus memberikan bimbingan belajar
kepada peserta didik yang lambat proses perkembangannya agar
kemudian dapat sejajar dengan yang lain. Hal demikian
mendeskripsikan bahwa sejatinya peran seorang guru juga termasuk
didalamnya ialah memantau dan menganalisis perkembangan dan
kebutuhan peserta didik.(A‟yuna, 2015, p. 10)
Ketercapaian hal tersebut perlu dilakukan oleh guru dengan beberapa
upaya yakni:
a. Menghargai dan memandang peserta didik sebagai pribadi yang unik
dan beragam.
b. Mendorong peserta didik untuk menjadi pribadi yang lincah dan
aktif
c. Memberikan rangsangan kepada peserta didik dengan memberikan
tugas-tugas yang mendorong munculnya kreatifitas
d. Membuat peserta didik nyaman dikelas sehingga tidak ada
ketegangan dan tekanan. Dengan begutu, diharapkan peserta didik
dapat bebas berimajinasi dan menciptakan kreatifitas yang unik
e. Memberikan kesempatan bagi peserta didik untuk menemukan hal
baru dan mendiskusikannya secara terbuka
f. Memberikan sebuah pengalaman belajar yang dekat dengan
pengalaman nyata pesertaa didik

6
g. Membiarkan peserta didik untuk berkespresi, bereksperimen dan
mengkolaborasikan dengan teman sekelas
h. Mendampingi peserta didik dengan guru memposisikan diri sebagai
narasumber yang berkompeten.
3. Communicaton (Komunikasi)
Kompetensi atau softskill berikutnya yang perlu dibangun dan
dikembangkan kepada peserta didik untuk menjawab permasalahan di
abad 21 ialah kemampuan komunikasi. Menurut Wursanto, tindakan
menyampaikan atau mengkomunikasikan informasi penting kepada
orang lain dalam upaya meningkatkan saling pengertian dikenal sebagai
komunikasi. Manusia akan secara langsung berpartisipasi dalam
komunikasi dalam situasi intrapersonal, kelompok, dan massa..(Oktavia,
2016, p. 241)
Kemampuan komunikasi menjadi fundamental karena dengan
kemampuan ini dapat menghantarkan dan membekali peserta didik
dalam bersaing di dunia kerja. Selain itu, komunikasi digunakan untuk
menyampaikan konsep, ide, dan pengetahuan baru yang dimaksudkan
untuk disebarluaskan kepada orang lain menggunakan berbagai media,
termasuk bahasa lisan dan tulisan, deskripsi gambar, grafik, dan data
numerik. (Putu Arnyana, 2016, p. 8) Meskipun komunikasi merupakan
sebuah aktivitas yang sering dilakukan manusia dimanapun dan
kapanpun, namun kemampuan komunikasi seseorang perlu untuk dilatih
agar dapat menciptakan komunikasi yang efektif.
Dalam proses pembelajaran disekolah, guru dapat membiasakan
peserta didik untuk melatih skill komunikasinya, misalnya dengan
menggunakan kata yang baik dalam berkomunikasi atau ketika
menyampaikan materi pelajaran didepan kelas. Pesan yang disampaikan
dengan penggunaan kata yang kurang tepat akan menimbulkan spekulasi
dan pemahaman yang berbeda, sehingga tidak jarang akan menyebabkan
sebuah konflik. Sebaliknya, pemilihan kata yang tepat akan memberikan
dampak kepuasan terhadap komunikator karena tujuan yang
diinginkannya telah tercapai sehingga rasa percaya diri peserta didik

7
akan mengingkat. Kemampuan komunikasi peserta didik juga dapat
dilatih guru dengan menggunakan sistem “Learning to Know, learning
to do” yakni pembelajaran yang mendukung terkait cara berkomunikasi
yang baik seperti halnya berpidato, menyampaikan pendapat, presentasi,
dan kegiatan diskusi.
4. Collaborative (Kolaborasi)
Kompetensi yang tidak kalah penting dimiliki dalam menghadapi
abad 21 ialah kemampuan berkolaborasi. Sebagaimana kesuksesan
dalam pendidikan saat ini ialah hasil daripada kolaborasi. Kemampuan
kolaborasi akan dibutuhkan untuk membantu belajar dan beradaptasi
terhadap perubahan yang terjadi sepanjang waktu. Menurut Ahmad,
kemampuan kolaborasi ialah keterampilan untuk bekerja sama antara
dua siswa atau lebih untuk memecahkan suatu permaslahan yang terjadi
dengan berbagi peran dan tanggung jawab, akuntabilitas, serta dilakukan
secara terorganisir untuk mencapai sebuah pemahaman yang terintegrasi
tentang masalah dan solusinya.(no date, pp. 70–71) Dari pendapat
tersebut, jelas bahwa kemampuan kolaborasi ialah proses yang
dilakukan oleh beberapa orang dalam bentuk kelompok atau tim untuk
saling bertukar pikiran, dan menyalurkan gagasan, ide dan pendapat
untuk mencapai suatu tujuan bersama yang digunakan untuk menjawab
dan memecahkan masalah serta mencarikan solusi.
Kemampuan kolaborasi penting dimiliki oleh setiap peserta didik
terutama dalam proses pembelajaran disekolah. Maka demikian, seorang
guru harus dapat memberikan pengajaran berupa kemampuan akademis
dan keterampilan kolaborasi. Sebuah penelitian bahkan menyebutkan
bahwa keterampilan kolaborasi dapat memberikan efek yang signifikan
dalam pembelajaran peserta didik dan retensi pengetahuan peserta didik.
Pembelajaran yang dilakukan dengan berkolaborasi akan melatih peserta
didik dengan pembagian kerja yang efektif, membentuk dan menguatkan
karakter, membangun prespektif, mengajarkan rasa tanggung jawab,
pengalaman, dan kekompakan. Hal ini akan menjadi bekal peserta didik

8
untuk menjadi pribadi yang kompeten.(Septikasari and Rendi Nugraha
Frasandy, 2018, p. 210)
Adapun indikator kemampuan kolaborasi yakni peserta didik
harus memiliki sikap bertanggung jawab bersama-sama merencanakan,
melaksanakan, membantu satu sama lain, mengevaluasi, dan bekerja
sama untuk membantu menjaga kinerja tim dalam mencapai tujuan
bersama dengan menggunakan waktu seefisien mungkin dalam
memecahkan masalah dan memastikan bahwa setiap anggota
memberikan kontribusi yang terbaik dari kemampuan mereka.
Untuk melatih dan membiasakan peserta didik memiliki
keterampilan kolaborasi, maka diperlukan adanya bahan ajar yang dapat
memancing peserta didik untuk bekerjasama, salah satunya adalah
dengan menyiapkan rangkaian tugas-tugas kelompok, kegiatan permaian
yang menggunakan kekompakan, dan Lembar Kerja Siswa (LKS) yang
menggunakan metode ilmiah.(no date, p. 71)

B. Hakikat Prestasi Belajar Peserta Didik


Prestasi belajar adalah ungkapan yang terdiri dari dua kata: prestasi
dan belajar. Pencapaian akan lebih terdefinisi dan terkait dengan hasil. Kata
prestasi berasal dari bahasa Belanda prestatie, yang kemudian diadaptasi ke
dalam bahasa Indonesia sebagai prestasi, dan digambarkan sebagai hasil
kerja keras. Prestasi menurut Masud Hasan Abdul Kahar merupakan hasil
akhir dari suatu proses yang telah dilalui dan dikembangkan, meliputi hasil
kerja, hasil yang menarik, dan hasil yang dicapai melalui kesenangan kerja.
Adapun belajar disebut sebagai proses usaha yang melibatkan orang untuk
membawa perubahan dalam perilaku umum mereka sebagai cerminan dari
hasil interaksi mereka dengan lingkungan mereka.(Hafiz, no date, p. 14)
Prestasi belajar tidak akan pernah tercipta apabila tidak ada proses
belajar. Selanjutnya, proses pembelajaran yang tidak dilakukan secara
kondusif, terarah, dan mendung, maka tidak akan tercapai suatu prestasi
belajar. Prestasi belajar semakin urgensi untuk menjadi sebuah persoalan
karena prestasi belajar memiliki fungsi utama antara lain:

9
1. Prestasi belajar dijadikan sebagi indikator kualitas dan kuantitas
pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki oleh peserta didik
2. Prestasi belajar menjadi tolak ukur dalam melambangkan rasa
keingintahuan
3. Prestasi belajar dijadikan sebagai indikator adanya bahan informasi
dalam aspek pendidikan
4. Prestasi belajar dijadikan sebagai indikator internal dan eksternal tingkat
produktifitas suatu institusi dan tingkat keberhasilan peserta didik
dimata masyarakat

Faktor-fakor yang dapat menjadi pengaruh bagi prestasi belajar peserta


didik terbagi menjadi dua faktor utama, yaitu faktor internal dan faktor
eksternal.
1. Faktor internal, adalah faktor dalam diri siswa, artinya setiap masalah
yang dihadapi siswa juga akan mempengaruhi seberapa baik mereka
belajar di sekolah. Unsur-unsur internal ini dapat berupa kesehatan fisik
dan mental siswa, karakteristik psikologis, tingkat intelektual,
kemampuan, minat, dan kreativitas, motivasi, dan keadaan emosional
siswa.
2. Faktor eksternal, disebut juga sebagai unsur-unsur yang berasal dari luar
diri seseorang, seperti lingkungan fisik dan sosial tempat siswa berada.
Pengaruh eksternal tersebut meliputi lingkungan fisik sekolah (sarana
dan prasarana yang memadai), suasana kelas, lingkungan sosial
keluarga, dan masyarakat tempat tinggal siswa.
Prestasi belajar menjadi penting karena dapat dijadikan tolak ukur
dalam menghitung sejauh mana peserta didik menyerap mata pelajaran yang
diberikan. Prestasi belajar merupakan bukti usaha dari peserta didik
terhadap penguasaan suatu materi pembelajaran. Adapun dalam melihat
tingkat keberhasilan prestasi belajar peserta didik, tiga indikator yang harus
diperhatikan yaitu pengukuran terhadap ranah kognitif, afektif, dan ranah
psikolotorik.
Ranah afektif dapat diukur dari penalaran peserta didik yang biasanya
diukur menggunakan tes tertulis, lisan, dan tes tingkah laku. Ranak afektif

10
dapat diukur melaui analisis perubahan tingkah laku dan prilaku peserta
didik. Ranah psikomotorik diukur dari hasil-hasil belajar yang berupa
keterampilan peserta didik.
Untuk mencapai prestasi belajar peserta didik, perlu kontribusi dari
segala pihak untuk membantunya. Orang tua dapat membantu peserta didik
untuk melatihnya dari segi kogntif dan afektif, memberikan kenyamanan
dengan susasna sosial dilingkungan keluarga, memberikan motivasi, dan
menyamakan visi misi anak dan orang tua akan membantu anak mencapai
prestasi belajarnya dengan mudah. Selanjutnya, guru dapat mengajarkan
materi-materi dengan baik dan benar, mencipatakan kondisi lingungan
sosial kelas dan sekolah yang nyaman, memadai, dan memberikan
pengajaran dengan kompetensi 4C kepada peserta didik, sehingga hal
tersebut dapat membantu peserta didik dalam mencapai prestasi belajarnya.

C. Konsep Pembelajaran Era Society 5.0


Society 5.0 merupakan sebutan bagi masyarakat yang dimana berbagai
kebutuhannya telah dibedakan serta dipenuhi dengan upaya menyediakan
berbagai produk dan layanan yang diperlukan dalam kuantitas yang
memadai kepada orang yang dapat mengakses kebutuhannya dengan
mudah, dan menjamin semua orang dapat menerima layanan dangan
kualitas terbaik dan menjalani kehidupannnya dengan nyaman. Konsep
peradaban Society 5.0 mendeksripsikan bentuk ke-5 dari wujud
kemasyarakatan dalam sejarah perjalanan kehidupan manusia dimuka bumi.
Menurut Kantor Kabinet Jepang, Society 5.0 diartikan sebagai sebuah
dinamika masyarakat yang bertitik pusat kepada manusia yang berpengaruh
dalam menyeimbangkan kemajuan ekonomi dengan penyelesaian masalah
sosial dengan sistem yang telah tersatukan dalam ruang maya dan ruang
fisik. (Handayani and Erna Muliastrini, 2020, p. 5)
Peradaban Society 5.0 merupakan lanjutan dari konsep peradaban
Society 4.0 dimana pada periode ini manusia manusia telah cukup
berkembang dengan adanya komputer dan internet yang dapat digunakan
untuk mengakses informasi dengan mudah, namun selanjutnya tidak cukup
sampai disitu, perkembangan dunia semakin maju dengan pesat, sehinga

11
konsep Society 4.0 disempurnakan menjadi konsep Society 5.0 yang ditandai
dengan melesatnya berbagai teknologi yang dalam penggunaannya telah
menjadi bagian dari manusia itu sendiri dan tidak terpisahkan.
Indonesia sebagai negara yang memiliki cullture dan perkembangan
yang berbeda dengan negara luar juga harus dapat mempersiapkan diri lewat
edukasi untuk menghadapi berbagai tantangan sekaligus peluang di era
Society 5.0 agar dapat mencapai sebagaimana cita-cita dan tujuan bangsa.
Peranan pendidikan dapat direalisasikan dengan bertanggung jawab secara
penuh untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan memfilter
perkembangan yang positif guna menghadapi masa depan.(Harun, 2021, p.
266)
Konsep pembelajaran era Society 5.0 bertumpu kepada kemapuan,
skill, inovasi dan penggunan teknologi. Hal ini sejalan dengan adanya
konsep pembelajaran abad 21 yang membangun kompetensi 4C yaitu
Critical Thinking & Problem Solving, Creativity, Communication, and
Collaboration. Pembelajaran abad 21 dianggap dapat dijadikan solusi untuk
menjawab perkembangan di era Society 5.0. Pembelajaran ini tentu harus
disiapkan dengan menyiapkan pendidik yang berkompeten, kreatif, dan
terbuka.
Tujuan pendidikan dalam periode Society 5.0 adalah memberikan
kebebasan kepada siswa untuk mengeksplorasi ide-ide kreativitas dan
pengetahuan. Memilih berbagai model pembelajaran adalah salah satu
strategi yang mungkin digunakan guru untuk menyiapkan skenario ini.
Pembelajaran yang berbasis masalah, berbasis penemuan, berbasis proyek,
dan berbasis inkuiri misalnya, akan membantu siswa untuk
mengekspresikan kreativitas mereka melalui pemikiran kritis. Model-model
pembelajaran dengan metode meneliti dan bereksperimen yang berpusat
kepada peserta didik dapat menjadi sebuah pilihan yang akan membantu
peserta didik mengembangkan kemampuannya.

12
BAB III

METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian yang dilakukan pada tulisan ini yaitu dengan metode
penelitian kualitatif dengan studi kepustakaan (library research), yang
meliputi pengumpulan data dari sumber, menganalisisnya, dan
mengorganisasikan temuannya. (Zed, 2008, p. 3) Metode penelitian adalah
upaya mengkaji dan mendalami suatu topik dengan menggunakan metode
ilmiah pengumpulan data, pengelolaan, analisis, dan penarikan kesimpulan
untuk memecahkan masalah dan menghasilkan informasi yang bermanfaat
bagi keberadaan manusia. (AbuBakar, 2021, p. 2)
B. Fokus Penelitian
Fokus penelitian karya tulis ini berfokus untuk mengkaji lebih
mendalam tentang upaya peningkatan peserta didik dalam pendidikan
agama Islam dan peran peserta didik dalam pendidikan agama Islam di Era
Society 5.0.

C. Sumber Data
Penelitian ini termasuk dalam kategori penelitian kepustakaan atau
penelitian ilmiah, sehingga data diambil dari berbagai sumber kepustakaan,
antara lain buku, junal, surat kabar, kamus, ensiklopedia, dokumen pribadi,
dan sumber lain yang dapat dipercaya.

D. Teknik Pengumpulan Data dan Analisi data.


Penelitian ini dapat berupa studi kepustakaan atau metode
pengumpulan data kepustakaan. Penulis menggunakan buku, jurnal, surat
kabar, kamus, dan sumber lain di perpustakaan penelitian ini sesuai dengan
judul penelitian.
Metode yang menjadi pilihan penulis untuk analisis data dalam
penelitian ini adalah analisis isi yang membahas secara mendalam tentang
tentang upaya peningkatan peserta didik dengan kompetensi 4C dalam
pendidikan agama Islam di Era Society 5.0.

13
BAB IV
PEMBAHASAN

A. Peran Kompetensi 4C terhadap Prestasi Peserta didik dalam


Pendidikan Agama Islam

Kemajuan teknologi telah memberikan pengaruh yang cukup luas


pada semua sektor masyarakat, termasuk terhadap penyelenggaraan
pendidikan. Untuk meningkatkan suatu prestasi atau kompetensi tersebut,
peserta didik dan tenaga pendidik harus dibentuk untuk memahami 4C
selama proses pendidikan, terutama dalam Pendidikan Agama Islam. Hal ini
dikarenakan peran kompetensi 4C adalah untuk menyoroti kemampuan
siswa agar dapat berpikir kritis, mengintegrasikan semua pengetahuan
dengan situasi kehidupan nyata, memahami teknologi dan informasi,
berkomunikasi, dan berkolaborasi secara efektif. (Hasibuan and Prastowo,
2019, p. 30)

Namun, metode utama komunikasi dalam kehidupan sehari-hari


adalah bahasa. Bahasa masih dianggap sebagai media komunikasi yang
paling efektif dalam interaksi antar manusia. (Asep Saiful, 2012) Siswa di
pendidikan digunakan untuk memiliki pendapat aktif selama pengajaran di
kelas dan belajar di luar kelas. Untuk melatih keterampilan komunikasi,
model presentasi dan diskusi cukup membantu, diawali dengan
mengevaluasi secara cermat ide yang akan dikomunikasikan dan diakhiri
dengan keberanian untuk menyuarakan pemikiran atau pendapatnya di
depan kelas.

Selanjutnya, anak-anak berlatih menggunakan bahasa yang tepat


dalam berbagai situasi. Komunikasi dipandang di sekolah tidak hanya
sebagai cara menyampaikan pesan, tetapi juga sebagai sarana untuk
mencapai suatu tujuan. Seorang siswa harus memiliki keterampilan dalam
berkomunikasi (Skill Communication), karena di saat memberikan sebuah
materi di dalam kelas, terdapat interaksi antara siswa dengan guru. Dengan
demikian, keterampilan komunikasi yang efektif diperlukan untuk

14
mendapatkan hasil yang baik. Untuk berkomunikasi, seseorang biasanya
menggunakan ekspresi wajah, bahasa tubuh, nada, jeda, dan teknik lainnya.
Kebenaran faktor-faktor tersebut akan berdampak pada cara seseorang
berkomunikasi, karena jika salah akan mengganggu penerima pesan atau
persepsi orang lain.

Kemampuan berkomunikasi akan mengungkapkan karakter seseorang.


Akibatnya, ketika berbicara, penting untuk mempertimbangkan situasi,
suasana hati seseorang, dan etika berbahasa. Hal yang sama berlaku di
tempat kerja, di mana keterampilan komunikasi yang efektif akan
meningkatkan kinerja. Mahasiswa harus dapat bekerja sama dengan baik
dengan mahasiswa lain untuk menyelesaikan tugas kuliah dan proyek
selama berada di kelas yang sama, misalnya, harus bekerja sama untuk
menyelesaikan tugas. Mahasiswa melalui prosedur yang panjang dalam
menyelesaikan tugas yang diberikan oleh dosen, dimulai dengan memilih
anggota kelompok, memberikan tugas kepada setiap anggota, melaksanakan
tugas tersebut, dan mempresentasikannya di depan kelas.

Selanjutnya peserta didik akan mendapatkan beberapa pengalaman


untuk menghadapi perspektif lain, teman-teman dengan beragam
kepribadian, budaya, dan gaya berpikir, antara lain. Untuk mencapai tujuan
mereka, peserta didik juga akan belajar bagaimana berkolaborasi untuk
memecahkan kesulitan. Mereka akan menjadi lebih kuat sebagai individu
sebagai hasil dari proses ini dan belajar bagaimana bekerja sama atau
bekerja dalam tim.

Keterampilan kolaborasi sangat penting, terutama untuk


mempersiapkan siswa atau mahasiswa untuk pekerjaan. Di tempat kerja,
seseorang sering bekerja dalam tim daripada sendirian, misalnya ketika
menyelesaikan proyek yang ditugaskan oleh supervisor. Bekerja dengan
baik dengan tim ini sering menjadi salah satu persyaratan untuk merekrut
personel baru.

Akibatnya, peserta didik juga harus belajar bagaimana berkolaborasi


atau bekerja dalam kelompok. Siswa akan terbiasa berkolaborasi dengan

15
siswa lain melalui paradigma pembelajaran kolaboratif. Menurut (Warsono
and Hariyanto, 2012), pembelajaran kolaboratif tidak selalu harus
berlangsung dalam suasana formal atau mengikuti jadwal yang padat.
Peserta didik akan maju dalam pembelajaran kolaboratif sehingga
pembelajaran akan lebih bermakna. Mereka perlu diilhami untuk bekerja
sama dengan teman sekelasnya saat mengkaji materi dan menciptakan
makna. Mereka juga perlu belajar bagaimana menghargai keterampilan dan
kualitas setiap orang ketika mengerjakan sebuah tugas, serta bagaimana
memikul tanggung jawab dan merespons mereka dengan benar.

Untuk menjadi peserta didik yang berprestasi, seseorang harus mampu


berpikir kritis dan pada tingkat yang lebih tinggi. Kemampuan berpikir kritis
berpotensi untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam menilai materi
secara kritis. Oleh karena itu, peningkatan hasil belajar bagi siswa
memerlukan pengembangan keterampilan berpikir kritis pada anak-anak.
(Susilawati et al., 2020, p. 11) Mengembangkan keterampilan berpikir kritis
akan membantu Anda mempelajari segalanya. Memberikan pekerjaan
rumah kepada siswa saat mereka berada di pendidikan, membantu
mengembangkan pengetahuan serta keterampilan berpikir analitis mereka.

Berpikir logis mencakup kemampuan untuk memahami detail


masalah, landasan teoretisnya, cara menyelesaikannya, dan cara
menerapkannya dalam kehidupan nyata. Siswa harus mampu berpikir kritis
selain rasional, yang merupakan proses aktif yang melibatkan menggali
masalah secara mendalam, mengajukan pertanyaan yang relevan, dan
mengumpulkan informasi untuk diri sendiri sebagai lawan untuk
menerimanya dari orang. Siswa yang terbiasa dengan pemikiran kritis
biasanya akan memikirkan berbagai hal dengan hati-hati di tempat kerja.
(Rudyanto, 2016)

Peserta didik yang dapat berpikir kritis akan dapat mendekati masalah
secara bijaksana dan menghasilkan jawaban yang lebih unggul daripada
sebaliknya. Keterampilan pemecahan masalah terkait erat dengan kapasitas
untuk berpikir kritis. Kompetensi selanjutnya yang harus dimiliki peserta

16
didik agar lulus secara kompeten dan berkembang menjadi sumber daya
manusia yang luar biasa adalah kemampuan berkreasi dan berimajinasi.
Kreativitas adalah usaha imajinatif yang “mewujudkan” daya cipta pikiran,
yang mampu menghasilkan sesuatu atau menemukan pemecahan masalah
dengan cara yang unik. (Arsanti et al., 2021, p. 321)

Sifat pembaharuan atau kreasi baru adalah inovasi. Dengan kata lain,
inovasi mengacu pada kapasitas untuk memperkenalkan sesuatu yang baru.
Akibatnya, menjadi kreatif dan inventif dapat didefinisikan sebagai kegiatan
yang diambil sebagai hasil pemikiran atau konsep untuk mencapai tujuan
dan memecahkan kesulitan. Siswa maupun Mahasiswa diharapkan
senantiasa mengembangkan kreativitasnya dalam berbagai situasi, baik
akademik maupun non-akademik. Dalam lingkungan akademik, peserta
didik harus mampu berinovasi untuk memunculkan konsep-konsep terbaru
yang berbeda dari yang diajarkan oleh guru atau dosen.

Dalam melaksanakan KBM atau kegiatan belajar mengajar, seorang


guru harus imajinatif dan kreatif. Siswa pasti akan menikmati guru yang
kreatif dan imajinatif karena pembelajaran disajikan dalam berbagai metode
dan selalu ada sesuatu yang baru untuk peserta didik tetap terlibat dan
termotivasi untuk terus belajar. Jika dimanfaatkan, kompetensi kreatif akan
menarik perhatian siswa, mendorong mereka untuk selalu memperhatikan
apa yang mereka pelajari dan mencegah proses menjadi monoton. (Fikri,
Rahmawati and Hidayati, 2020, p. 94)

Jadi, dapat disimpulkan bahwa Kompetensi 4C memiliki peran


penting dalam pendidikan salah satunya dalam Pendidikan Agama Islam.
Dalam menerapkan materi-materi PAI diperlukan adanya interaktif ataupun
komunikasi sesama warga sekolah. Kemudian peserta didik juga harus
berkolaborasi denngan peserta didik lainnya agar dapat belajar menerima
posisi, menyesuaikan diri dengan benar, dan mengenali bakat dan
kemampuan yang berbeda setiap orang.

Selanjutnya, untuk menghasilkan hasil yang lebih unggul daripada


yang dihasilkan oleh individu yang tidak berpikir kritis, peserta didik akan

17
mampu mengatasi tantangan yang mereka hadapi dengan penuh
pertimbangan. Kapasitas untuk berpikir kritis akan berhubungan erat dengan
kemampuan pemecahan masalah. Selain itu pula baik seorang guru maupun
siswa harus mampu berkreativitas dan menginovasikan sebuah hal yang
baru yang berbeda dari sebelumnya.

B. Strategi Mengembangkan Kompetensi 4C Abad 21 pada Pendidikan


Agama Islam

Tuntutan penyelenggaraan pendidikan adalah salah satu dari


banyaknya aspek kehidupan dimana era globalisasi memberikan pengaruh
yang cukup signifikan. (Wijaya, Sudjimat and Nyoto, 2016, p. 266) Proses
pendidikan pada suatu lembaga pendidikan harus didasarkan pada kriteria
kompetensi abad 21 untuk menghasilkan lulusan yang kompeten.
Keterampilan yang diperoleh di abad 21 akan mempersiapkan lulusan
terbaik di era society 5.0.

Keterampilan hidup dan karir, keterampilan belajar dan inovasi, dan


keterampilan media informasi dan teknologi adalah tiga bidang utama
keterampilan abad ke-21. (Trilling and Fadel, 2009) Selain itu, Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan mensosialisasikan kompetensi abad 21 sebagai
4C, yang meliputi keterampilan berpikir kreatif (creative thinking), berpikir
kritis dan pemecahan masalah (critical thinking and problem solving),
berkomunikasi (communication), dan berkolaborasi (collaboration).(Arsanti
et al., 2021, p. 320) Pendidikan harus mengalami revolusi agar dapat fokus
pada pembelajaran yang lebih modern. (Wijoyo, 2021)

Peserta didik diharapkan mampu menguasai ranah kognitif,


emosional, dan psikomotorik melalui proses pembelajaran. Siswa menerima
informasi teoritis tentang banyak topik melalui proses pembelajaran sesuai
dengan kurikulum pendidikannya. Biasanya siswa mempraktekkan teori
melalui praktikum, kegiatan kerja kelompok, pendampingan, PKL, dan
kegiatan lainnya setelah dirasa cukup menguasainya. Siswa menerima bekal
afektif yang berkaitan dengan sikap atau kepribadian di samping

18
penguasaan teori dan praktik. Alhasil, Siswa juga ditempa karakternya
selama proses pendidikan sehingga memiliki karakter positif.

Mengutip dari penelitian (Partono et al., 2021) di SIDH, mereka


melaksanakan kegiatan belajar mengajar yang kreatif yang merupakan
metode yang digunakan guru untuk memberikan materi praktikum PAI
seperti praktik berwudhu. Sebagai bagian dari proses pembelajaran, guru
tidak hanya menjelaskan secara lisan kepada siswa bagaimana melakukan
rukun wudhu, sunnah nya wudhu, gerakan-gerakan wudhu, dan topik terkait
lainnya, tetapi juga memberikan pengetahuan, menghubungkan materi
wudhu dan konteks dan keadaan di suatu negara, serta memperlihatkan
gerakan-gerakannya.

Siswa tidak dapat berwudhu menggunakan air dingin di musim dingin


karena pemahaman guru bahwa suhu akan terasa lebih dingin. Untuk
memastikan siswa tetap bisa berwudhu, instruktur dalam hal ini juga
menginformasikan alternatif atau pilihan mereka. Siswa memiliki pilihan
untuk berwudhu menggunakan air hangat. Beberapa guru PAI
menggunakan teknik ini guna untuk meningkatkan kemampuan 4C siswa.

Kemudian strategi lainnya, guru PAI memberikan materi mengenai


Sejarah Kebudayaan Islam menggunakan metode pembelajaran tanya jawab,
hal ini sudah pasti siswa akan berpikir kritis dan dapat memecahkan
beberapa pertanyaan yang diajukan. Selain itu pula dapat diterapkan di
lembaga pendidikan yakni kegiatan ekstrakurikuler atau organisasi berbasis
keagamaan seperti adanya ekskul Arabic Club di sekolah, ekskul hadrah
atau UKM Lembaga Keagamaan Kampus (LKK), yang pastinya dapat
menunjang prestasi mereka.

Maka demikian, sudah jelas bahwa peserta didik juga dapat


memperoleh kemampuan 4C mereka dengan menggunakan strategi
pembelajaran PAI. Dengan menerapkan teknik belajar mengajar yang
kreatif, strategi dari tenaga pendidik PAI maka dapat membantu dalam
pengembangan kemampuan 4C.

19
C. Upaya meningkatkan prestasi peserta didik dalam Pendidikan Agama
Islam di era Society 5.0 melalui Kompetensi 4C

Pendidikan sangat bermanfaat dalam menghasilkan sumber daya


manusia unggul yang siap menghadapi tantangan era society 5.0.
Pemerintah Jepang secara resmi mendeklarasikan era 5.0 pada tahun 2019,
meramalkan gejolak yang disebabkan oleh Revolusi Industri Keempat, yang
menghasilkan situasi ambiguitas (vuca) yang membingungkan. Temuan ini
diyakini akan merusak standar karakter manusia yang selama ini dijaga.
.(Wijoyo, 2021)

Dunia pendidikan saat ini menghadapi tantangan besar untuk melatih


siswa menjadi SDM unggul yang mampu beradaptasi dengan masyarakat
era 5.0 (Sari, 2016) Keterampilan 4C mencakup kapasitas untuk pemecahan
masalah yang kompleks, pemikiran kritis dan kreatif, kemampuan
manajemen manusia, kapasitas untuk kerja tim, kecerdasan emosional,
kapasitas untuk penilaian dan pengambilan keputusan, kapasitas untuk
orientasi layanan, kapasitas untuk negosiasi, dan fleksibilitas kognitif.

Di era revolusi industri keempat, seseorang membutuhkan


keterampilan yang akan membantu mereka berhasil dalam hidup. (Arnyana,
2019) Keterampilan ini sangat penting untuk menavigasi masyarakat di era
5.0. Kemampuan membaca, mengevaluasi, dan menggunakan informasi (big
data) di lingkungan digital merupakan salah satu dari enam keterampilan
literasi inti yang juga diperlukan di era peradaban 5.0.

Berikutnya adalah literasi teknologi, yang meliputi pengetahuan


tentang bagaimana mesin beroperasi, aplikasi teknologi (coding, AI,
pembelajaran mesin, prinsip-prinsip teknik, dan biotek), dan terakhir,
literasi manusia, yang mencakup humaniora, komunikasi, dan desain.
Keempat kompetensi abad 21 (4C) tersebut dapat diperoleh baik dalam
ranah akademik maupun nonakademik di lembaga pendidikan. Kompetensi
4C dapat dicapai di bidang akademik melalui proses pembelajaran di kelas
dengan berbagai gaya pempelajaran. Mahasiswa dapat mengembangkan
kompetensi 4C bidang non-akademik melalui unit kegiatan mahasiswa

20
(UKM). Melalui beragam latihan atau kegiatan, peserta didik dapat berlatih
pemecahan masalah, berpikir kritis, komunikasi, dan berkolaborasi.

Selain itu, peserta didik dapat mencapai kesuksesan melalui


keterlibatan mereka dalam kegiatan Ekstrakurikuler atau Organisasi
Mahasiswa dalam bidang keagamaan. Alhasil, selama menempuh
pendidikan, peserta didik tidak hanya memperoleh pengetahuan melalui
studi berbagai bidang pada tingkat teoritis, tetapi juga mengumpulkan
banyak pengalaman yang akan membantu mereka ketika tiba saatnya untuk
mendapatkan pekerjaan.

Dengan memperoleh kemampuan belajar abad 21, peserta didik


diharapkan diperlengkapi untuk mengatasi kemungkinan dan tantangan
yang mungkin muncul seiring kemajuan informasi dan teknologi. Di era di
mana dunia terus berkembang dan dinamis, banyak ahli yang menekankan
pentingnya penguasaan bakat abad 21 yang beragam. (Septikasari and
Rendy Nugraha Frasandy, 2018, p. 108)

21
BAB V

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Kompetensi 4C merupakan suatu keterampilan yang sangat tepat
digunakan dalam menyambut era society 5.0. Sebuah kompetensi yang
berfokus pada penciptaan sumber daya manusia yang hebat. Pendidikan
Agama Islam merupakan salah satu mata pelajaran yang dapat menerapkan
keterampilan 4C untuk menarik peserta didik dalam mempelajari ilmu
agama sehingga dapat meningkatkan kompetensi akademik dan non
akademik di tengah kondisi globalisasi yang semakin meraja lela. Untuk
mengembangkan kompetensi 4C pada pendidikan agama islam maka tenaga
pengajar perlu memahami manfaat dan potensi kompetensi 4C, dan peserta
didik harus mengembangkan sikap berpikir kritis dan dapat memecahkan
masalah, pendidik atau sebaakiknya dapat membuat metode belajar yang
kreatif dan inovatif, serta harus bisa berkolaborasi dengan yang lain melalui
KBM, kegiatan ekstrakurikuler atau organisasi keagamaan yang bermanfaat
yang dapat menunjang kompetensinya.
Penerapan Kompetensi 4C pada pendidikan agama islam memberikan
peluang peserta didik dalam meningkatkan kompetensi mereka dalam
bidang keagamaan sehingga dapat memperkaya ilmu pengetahuan,
mengasah keterampilan mereka, dan meningkatkan kompetensi yang
dimilikinya melalui kompetensi 4C dalam pendidikan agama islam di era
society 5.0.

B. SARAN
Penelitian ini dapat disempurnakan dengan melakuikan observasi
secara langsung di beberapa lembaga pendidikan agara dapat menghasilkan
hasil kajian yang lebih mendalam dan teruji kebenarannya. Oleh karena itu,
penulis berharap para civitas akademika dapat menyempurnakan karya ini
dengan melakukan penelitian yang kuantitatif.

22
DAFTAR PUSTAKA

AbuBakar, R. (2021) Pengantar Metodologi Penelitian,. Yogyakarta: SUKA-


Press UIN Sunan Kalijaga.

Arnyana, I.B.P. (2019) „Pembelajaran Untuk Meningkatkan Kompetensi


4c(Communication, Collaboration, Critical Thinking Dancreative
Thinking) Untukmenyongsong Era Abad 21‟, Prosiding : Konferensi
Nasional Matematika dan IPA Universitas PGRI Banyuwangi, 1(1), pp. i–
xiii.

Arsanti, M. et al. (2021) „Tuntutan Kompetensi 4C Abad 21 dalam Pendidikan di


Perguruan Tinggi untuk Menghadapi Era Society 5.0‟, Prosiding Seminar
Nasional Pascasarjana (PROSNAMPAS), 4(1), pp. 319–324.

Asep Saiful, M. (2012) Komunikasi Dakwah: Teori, Pendekatan, dan Aplikasi.


Bandung: Simbiosa Rekatama Media.

A‟yuna, Q. (2015) „KontribusiPeran Orang Tua dan Guru Mata Pelajaran


Terhadap Pengembangan Kreativitas Siswa‟, Jurnal Ilmiah edukasi, 1(1).

Fikri, A., Rahmawati, A. and Hidayati, N. (2020) „Persepsi Calon Guru Pai
Terhadap Kompetensi 6c Dalam Menghadapi Era 4.0‟, At-Ta’dib: Jurnal
Ilmiah Prodi Pendidikan Agama Islam, pp. 89–96. Available at:
https://doi.org/10.47498/tadib.v12i01.331.

Hafiz, A. (no date) „Prestasi Belajar Siswa Yang Bekerja Sebagai Tukang Semir
Di Kota Bukittinggi‟, Jurnal As-Salam, 2(3).

Handayani, N.N.L. and Erna Muliastrini, N.K. (2020) „Pembelajaran Era Disruptif
Menuju Era Society 5.0 (Telaah Perspektif Pendidikan Dasar)‟, Prosiding
Webinar Nasional IAHN-TP Palangka Raya [Preprint].

Harun, S. (2021) „Pembelajaran Di Era 5.0‟, Prosiding Seminar Nasional


Pendidikan Dasar, 2(8).

Hasibuan, A.T. and Prastowo, A. (2019) „Konsep Pendidikan Abad 21:


Kepemimpinan Dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Sd/Mi‟,
Magistra: Media Pengembangan Ilmu Pendidikan Dasar dan Keislaman,
10(1). Available at: https://doi.org/10.31942/mgs.v10i1.2714.

Mahayanti, A. and Ismoyo (2021) „Peran Pendidikan Keperawatan Menghadapi


Era Society 5.0‟, p-ISSN 2086-5805 ◼ e-ISSN 2808-2540 Prosiding
Seminar Nasional Sains Teknologi dan Inovasi Indonesia - Akademi
Angkatan Udara, 3.

23
Nurwahidah et al. (no date) „Meningkatkan Keterampilan Kolaborasi Siswa
Menggunakan Lembar Kerja Siswa Berbasis Saintifik‟, Reflection
Journal, 1(2).

Oktavia, F. (2016) „Upaya Komunikasi Interpersonal Kepala Desa Dalam


Memediasi Kepentingan Pt. Bukit Borneo Sejahtera Dengan Masyrakat
Desa Long Lunuk‟, Jurnal Ilmu Komunikasi, 4(1).

Partono, P. et al. (2021) „Strategi Meningkatkan Kompetensi 4C (Critical


Thinking, Creativity, Communication, & Collaborative)‟, Jurnal
Penelitian Ilmu Pendidikan, 14(1), pp. 41–52. Available at:
https://doi.org/10.21831/jpipfip.v14i1.35810.

Partono, Wardhani, H.N. and Setyowati, N.I. (no date) „Strategi Meningkatkan
Kompetensi 4C (Critical Thinking, Creativity, Communication, &
Collaborative)‟, Jurnal Penelitian Ilmu Pendidikan, 14(1).

Putu Arnyana, I.B. (2016) „Pembelajaran Untuk Meningkatkan Kompetensi


4c(Communication, Collaboration, Critical Thinking Dancreative
Thinking) Untuk menyongsong Era Abad 21‟, Junal Universitas PGRI
Banyuwangi, 3(1).

Rudyanto, H.E. (2016) „Model Discovery Learning Dengan Pendekatan Saintifik


Bermuatan Karakter Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif‟,
Premiere Educandum : Jurnal Pendidikan Dasar dan Pembelajaran,
4(01). Available at: https://doi.org/10.25273/pe.v4i01.305.

Sari, M. (2016) „Blended Learning, Model Pembelajaran Abad Ke-21 Di


Perguruan Tinggi‟, Ta’dib, 17(2), pp. 126–136. Available at:
https://doi.org/10.31958/jt.v17i2.267.

Septikasari, R. and Frasandy, Rendi Nugraha (2018) „Keterampilan 4C abad 21


Dalam Pembelajaran Pendidikan Dasar‟, Jurnal Tarbiyah Al-Awlad, 8(2).

Septikasari, R. and Frasandy, Rendy Nugraha (2018) „Keterampilan 4c Abad 21


Dalam Pembelajaran Pendidikan Dasar‟, Tarbiyah Al-Awlad, 8(2), pp.
107–117. Available at: https://doi.org/10.15548/alawlad.v8i2.1597.

Sholikha, S.N. and Fitrayati, D. (2021) „Integrasi Keterampilan 4C dalam Buku


Teks Ekonomi SMA/MA‟, Edukatif : Jurnal Ilmu Pendidikan, 3(5).

Sulaiman, A. and Agustin Syakarofath, N. (2018) „Berpikir Kritis: Mendorong


Introduksi dan Reformulasi Konsep dalam Psikologi Islam‟, Buletin
Psikologi, 26(2).

Susilawati, E. et al. (2020) „Analisis Tingkat Keterampilan Berpikir Kritis Siswa


SMA‟, Jurnal Pendidikan Fisika dan Teknologi, 6(1), pp. 11–16.
Available at: https://doi.org/10.29303/jpft.v6i1.1453.

24
Trilling, B. and Fadel, C. (2009) 21st Century Skills: Learning for Life in Our
Times. John Wiley & Sons.

Warsono and Hariyanto (2012) Pembelajaran Aktif: Teori dan Asesmen. Remadja
Rosdakarya. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Wijaya, E.Y., Sudjimat, D.A. and Nyoto, A. (2016) „Transformasi Pendidikan


Abad 21 Sebagai Tuntutan Pengembangan Sumber Daya Manusia Di Era
Global‟, 1, p. 16.

Wijoyo, H. (2021) Membangun SDM Tangguh di Tengah Gelombang. Sumatera


Barat: Insan Cendekia Mandiri.

Zed, M. (2008) Metode Penelitian Kepustakaan. Jakarta: Yayasan Obor


Indonesia.

25
Lampiran Biodata Mahasiswa

CURICULUM VITAE

A. IDENTITAS DIRI
1. Nama : Sukma Mega Agustin
2. Jenis Kelamin : Perempuan
3. TTL : Bratasena Adiwara, 26 Agustus 2022
4. Alamat Lengkap : Kampung Ruti Basuki, Kecamatan Rumbia,
Kab. Lampung Tengah
No Telp : 085769785041
Email : sukmamegaa@gmail.com
5. Status Pendidikan : Universitas : Institut Agama Islam Negeri Metro
Fakultas : Tarbiyah dan Ilmu Keguruan
Jurusan : Pendidikan Agama Islam
Semester : 5 (Lima)

26
CURICULUM VITAE

B. IDENTITAS DIRI
1. Nama : Alfina Hidayati
2. Jenis Kelamin : Perempuan
3. TTL : Simbarwaringin, 24 Maret 2003
4. Alamat Lengkap : Simbarwaringin 11D, Kecamatan Trimurjo
Kab Lampung Tengah
No Telp : 082377519752
Email : alfinahidayati1101@gmail.com
5. Status Pendidikan : Universitas : Institut Agama Islam Negeri Metro
Fakultas : Tarbiyah dan Ilmu Keguruan
Jurusan : Pendidikan Agama Islam
Semester : 3 (Tiga)

27
CURICULUM VITAE

C. IDENTITAS DIRI
1. Nama : Nada Aprilia
2. Jenis Kelamin : Perempuan
3. TTL : Babat, 06 Januari 2004
4. Alamat Lengkap : Desa Babat Kecamatan Belida Barat
Kabupaten Muara Enim Sumatera Selatan
No Telp : 082278969334
Email : nadaaprilia6960@gmail.com
5. Status Pendidikan : Universitas : Institut Agama Islam Negeri Metro
Fakultas : Tarbiyah dan Ilmu Keguruan
Jurusan : Pendidikan Agama Islam
Semester : 3 (Tiga)

28

Anda mungkin juga menyukai