Anda di halaman 1dari 2

Sehelai Kupu-Kupu

Bukan suatu hal yang wajar jika Allah mempertemukan sebuah rasa dalam dinding
tembok yang sama. Aku dan Dia. Entahlah, rasanya lucu saja ketika melihat tingkah lakunya
layaknya bak anak kecil. Sebenarnya aku tidak mengerti apakah dia mempunyai rasa yang sama
atau pun tidak. Namun satu hal yang pasti, rasa ini mulai timbul dengan sendirinya. Seiring
dengan berjalannya waktu, dia berusaha mencuri-curi pandang terhadapku. Memperhatikanku
secara diam-diam, senyum manis tanpa sebab, dan lebih parahnya menanyakan kepribadianku
terhadap seorang guru yang bisa membaca pikiran agar bisa diterka. Duh, apalah daya aku yang
tidak bisa menahan senyum terhadap tingkahnya. Azam Ahmad. Ya, seorang pria yang telah
singgah namun belum ada kabar kepastian. Berbicara mengenai kepastian, sebenarnya aku dan
dia diibaratkan seperti buah kelapa diambang pohon yang masih ragu untuk jatuh. Mungkin lebih
tepatnya sebagai seorang perempuan yang perasaannya masih digantung.

Kelas 2 SMA dimana para siswa/i sudah mulai disibukkan dengan adanya PKL atau biasa
dikenal dengan Praktek Kerja Lapangan. Biasanya dalam satu kelompok terdiri dari tiga
anggota, dan tentunya aku dengan kedua teman perempuanku. Mengenai Azam, bahkan dia
berbeda. Dia hanya beranggotakan 2 anggota saja, dia dan teman lelakinya. Seperti biasa,
sebelum keberangkatan menuju tempat PKL. Azam selalu menanyakan kabar terhadapku,
menanyakan embel-embel sudah sarapan atau belum, bahkan hanya sekedar menitipkan salam
untukku melalui perantara temannya dan lain sebagainya. Arghh, rasanya aku seperti diteror saja
setiap harinya. Padahal disini kita tidak ada hubungan sebagai status. Bahkan aku hanya bisa
tersenyum disaat dia menyapaku dengan hangat. Namun akhir-akhir ini aku jarang sekali
melihatnya di sekolah, entah kenapa ada rasa yang mengganjal tanpa kehadirannya.

Hari demi hari sudah banyak dilalui, namun tidak untuk Azam. Arghh, kenapa dengan
rasa ini. Semakin kesini, semakin resah jika tidak mengetahui kabar darinya. Namun, teman-
temannya bilang bahwa Azam mengalami kecelakan dibagian kakinya. Aku sebagai wanita yang
masih stuck menyimpan rasa padanya merasakan sakit dibagian dada setelah mendengar berita
tersebut. Dia yang tadinya merupakan salah satu penyemangat di sekolah, namun sekarang tidak
ada hari yang berkesan saat itu. Beberapa hari kemudian masih juga belum ada kabar dari
kesembuhannya, bahkan hampir satu tahun. Disamping itu, beberapa kali ini aku sering
bermimpi yang tidak-tidak mengenainya, disinilah kehawatiranku mulai timbul. Setiap harinya
aku selalu menanyakan kesembuhannya kepada teman-temannya. Namun nihil, bahkan mereka
saja tidak mengetahuinya. Sampai dimana ada kabar bahwa Azam Ahmad sudah tidak tertolong
dari penyakitnya. Duarr, rasanya seperti petir menyambar di dada. Seperti hanya mimpi yang
tanpa permisi, tidak mungkin secepat ini, batinku. Aku bahkan menangis berderai air mata yang
sudah tidak bisa terbendung. Kenapa secepat ini ya Allah. Aku bahkan seberusaha mungkin
untuk menyimpan perasaan ini hanya untuk menunggu kesembuhannya, namun mungkin takdir
berkata lain. Sekarang aku mengerti, salah satu rasa yang selama ini terpendam itu hanyalah
sekedar ujian dari-Mu ya Rabb. Semua akan kembali dengan sendirinya, terpendam tanpa ada
suatu kepastian itu bagaikan luka yang tak berdarah. Hingga sampai detik ini aku masih berusaha
untuk melupakannya, tapi ternyata tidak semudah itu. Dan pada akhirnya rasa ini akan Engkau
ambil dengan sendirinya. Terimakasih untuk rasa hangat yang pernah singgah darimu, Azam
Ahmad.

Nama : Riska Dwi Lestari


Alamat : Metro, Lampung
No. WA : 2101071018

Anda mungkin juga menyukai