Anda di halaman 1dari 4

M

asih segar dalam ingatan, ketika jum’at itu tanpa sengaja mataku menatap
matamu. Saat itu pula aku langsung terkesima, degup di hati membuat dunia
seperti sengaja berhenti, memberiku waktu untuk menatapmu lebih dalam lalu
menenggelamkan diriku lebih lama. Entah kenapa ingatanku ikut mengkerut, membawaku
pada lintas bayang karena wajahmu seolah tak asing, kurasa kita pernah bertemu sebelumnya.

Siang itu kita dipertemukan dalam satu ruangan untuk saling berkenalan, antara aku dan
teman-temanmu yang lain bergantian menyebut nama juga desa asal. Tibalah giliranmu
memperkenalkan diri. Sebenarnya adalah matamu yang pertama kali bicara, meruntuhkan
segala fokusku pada yang lain. Serasa di ruangan itu hanya ada kamu dan aku dengan pikiran
melayang-layang. Sesaat suara teduhmu menyadarkanku dari lamunan “Nama saya Gina
Tazkia, asal dari $#@%*((&*$”. Entah karena nama desamu yang masih asing di telinga atau
memang pikiranku yang masih di angan, hanya bagian namamu saja yang kudengar jelas.
Dengan penuh yakin karena kumerasa kita pernah bertemu sebelumnya, aku pun memastikan
“asal dari Bangbayang ya?”. Sontak teman-temanmu geram menimpali kekeliruanku “dari
Ciheuleut Kak”. Dengan heran, sedikit malu aku berusaha tenang menanggapi “oh orang
Ciheuleut, saya pikir orang bangbayang, tapi sebelumnya kita udah pernah ketemu ga sii”.
Dengan sifat dinginmu kamu hanya menggelengkan kepala, Aku pun hanya bisa merespon
dengan menggerakan halis kananku ke atas sembri bergumam “Gina Tazkia, nama yang
bagus, kaya ga asing di telinga sih”. Begitu pertemuan pertama kita yang cukup sederhana
tapi sangat berkesan.

Satu minggu kemudian kita bertemu lagi, tetapi aku sengaja diam. Bukan tidak merasa rindu,
jika saja aku berani, inginku bertanya padamu apa benar bidadari di kesunyian itu nyata?.
Semalaman aku menghabiskan waktu berpikir tentangmu. Semalaman aku berpikir apa aku
jatuh hati kepadamu? Apa semudah itu hati dijatuhi, satu pandangan saja dan dadaku berdetak
tak tertata. Mengingat-ingat apa yang terjadi lalu tersenyum membayangkan senyummu, dan
menyadari betapa indahnya perasaan saat kita jatuh hati. Aku ingin menjaga apa yang kurasa
di malam-malam yang sunyi, meski sendiri akan tetap kunimkati.

Besar kemungkinan setiap orang pernah berada pada fase ini. Dilema antara tetap memendam
perasaan atau menyatakan. Ada banyak hal yang menyebabkan seseorang memilih
memendam. Seperti aku misalnya, aku takut perasaanku tidak berbalas. Meski aku tahu,
kemungkinan terburuk dari mencintai hanyalah tidak dicintai kembali.

Perasaan yang tumbuh di dada, bukanlah perasaan yang salah. Setiap orang berhak dijatuhi
cinta. Dan dari teori mana pun yang kupelajari, cinta tak pernah salah. Perasaan adalah
perasaan, meski saat cinta patah sebelum benar-benar merekah akan terlihat kejam dan
menyakitkan. Namun, harus diingat-ingat lagi, setiap hal yang jatuh selalu punya masa baik.
Semisal, buah yang jatuh, jika tak cepat diambil dan dimakan, akan menjadi buah yang busuk.
Atau mungkin diambil orang lain. Begitulah perasaan, saat dia memilih jatuh di hati seorang,
kita hanya punya pilihan mengambilnya dan menyatakan.

Aku memilih menyatakan perasaan bukan semata agar kau membalas perasaanku. Tak lain
hanya ingin kau tahu, aku orang yang jatuh cinta kepadamu dan tidak ingin menyimpannya
sendiri. Sebab tugas orang menyatakan perasaan hanyalah menyatakan perasaan. Hanya
memberi tahu, bahwa ia punya perasaan. Bukan memastikan perasaan itu terbalas, perihal
terbalas atau tidak itu urusan lain, soal siapa yang ada di hatimu itu urusanmu.

Aku hanya ingin menumpangkan rindu di dadamu, bukan untuk memaksamu memilikinya.
Aku hanya ingin berbagi harap menjadi tempatmu bercerita segala hal tentang sedihmu,
lelahmu, keluh kesahmu, bahagiamu, dan warna warni duniamu. Menjadikan bahu ini tempat
ternyamanmu bersandar, berdua di bawah temaram langit malam atau di satu sore berlatar
senja kejinggaan. Aku hanya ingin melakukan hal yang tak membuatku menyesal nanti,
ketika keinginan bersamamu yang sering kulangitkan di sepertiga malam menuju pagi dingin.
Dalam malam-malamku yang ingin. Dalam rindu-rindu yang sunyi. Dalam perasaan penuh
harap.

Aku tahu aku yang jatuh cinta, bukan dirimu. Aku paham, aku yang memiliki perasaan
terlebih dulu kepadamu. Aku yang diam-diam memperhatikanmu, yang tak pernah kau sadari
(atau mungkin kau sadar tetapi pura-pura tidak sadar). Meski sejujurnya, dengan berada di
sampingmu, tanpa kau tahu perasaanku pun aku sudah bahagia.

Karena bagiku, mencintaimu saja adalah hal istimewa. Mencintaimu saja adalah hal yang
tidak akan pernah mampu dibeli dengan apa pun, oleh siapa pun. Karena hanya aku yang bisa
mencintaimu seperti ini. Dengan mencintaimu saja aku sudah bahagia, apalagi bila bisa
memiliki dan menyatukan hati denganmu.

Bisakah kau kemari sebentar, dekatkanlah telingamu. Aku ingin bercerita beberapa hal
kepadamu: tentang dirimu, dan kenapa aku bertahan dan tetap akan memperjuangkan kamu.
Untuk bisa menjadi pantas mendampingimu.

Kau tahu? Bagiku kau adalah bidadari di kesunyian, perempuan yang meneduhkan. Kau
selalu membuatku butuh untuk merasa utuh. Meski terkadang tak jarang sikap dinginmu
meruntuh di dadaku. Saat cinta yang kujaga belum juga kau rasa, saat rindu yang kupunya
hanya terpendam lara. Saat segala harap belum juga terwujudkan.
Namun, tidak mengapa. Karena memang, bagiku kau adalah perempuan yang meneduhkan,
bidadari di kesunyian. Walaupun akhir-akhir ini dan mungkin seterusnya akan jarang kita
bertemu. Kau sibuk dengan duniamu, dan aku sibuk dengan rinduku. kau berjalan dengan
segala senyuman, aku berjuang untuk membuatmu percaya, aku adalah lelaki yang pantas
bersamamu..

Di dadaku masih selalu mengalir rindu: mengagumimu, memujamu dan tak pernah rasa jemu.
Karena bagaimana pun kamu, bagiku, kau perempuan yang meneduhkan, bidadari di
kesunyian.

Mungkin kau bertnya, kenapa aku masih saja menunggu, saat diabaikan?

Bagiku mencintaimu adalah pekerjaan yang menyenangkan. Karena aku percaya saat
mencintai, kita hanya perlu memberi hati, tanpa perlu berharap lebih dari apa yang kita beri.
Aku memberikan hatiku padamu. Aku tahu, kau belum bersedia membalas hatiku dengan
hatimu. Namun, tak mengapa, karena terkadang begitulah mencintai dengan tulus yang
sesungguhnya.

Kau tahu?
Kau adalah nama perempuan terakhir setelah ibuku, yang sering kubicarakan pada tuhan di
doa malam yang panjang.

Garis waktu akan menyatukan dua perbedaan dalam satu ikatan untuk melihat kekurangan
sebagai kekuatan dan kelebihan sebagai kesempatan. Disatukan dalam karunia yang suci
bersama jiwa yang selalu haus akan ibadah dan penuh harga diri. Dinyatakan dalam ketulusan
dari mutiara ketaqwaan yang sangat mendalam, bersemi dari pupuk akhlak yang hebat,
berbuah dalam kesabaran yang lebat. Agar apa yang kurasa bisa bertahan dengan semestinya
dan hanya ingin menikmati perasaan yang sama denganmu saja.

Nanti kalau semuanya sudah waktunya. Aku tidak akan ragu memintamu menjadi segalanya.
Sejujurnya aku ingin berbicara lebih banyak denganmu. Namun, aku sadar satu hal, aku tidak
ingin terlena oleh perasaan yang menggebu. Aku ingin menikmati ini tahap demi tahap.
Membangunnya menjadi perasaan yang kuat, jatuh cinta dengan cara yang tidak berlebihan,
cinta yang tak perlu kau tunggu tapi dia tumbuh bersama doa malam yang teduh, tak tersentuh
oleh mata dunia yang palsu.
Karena kecantikanmu selalu tersimpan di hati dalam pesona yang selalu menjaga jiwa, tak
lekang oleh zaman yang kan terus melaju, takkan habis oleh waktu. Untuk selalu berjalan
dalam kesetiaan dan harapan. Digariskan hanya oleh ketetapan Allah Subhanahu wata’ala.
Kalau sudah waktunya kuminta kau jadi segalanya.
Tertanda,

Muamall ZA

Anda mungkin juga menyukai