Anda di halaman 1dari 7

Selamat malam Nona, selamat menikmati waktumu.

Semoga kau senantiasa


dibahagiakan.
Dari bisik-bisik yang kau suarakan pada semesta, kau sedang digodain lelaki,
benarkah? Aku cemburu loh.
Nona, jika ditengah kesendirianmu yang kau jaga karena Tuhan dan saya, kemudian
ada lelaki yang menggoda. Tolong katakan padanya; saya calon masa depanmu,
kalau dia mau godain kamu, dia harus bisa godain saya dulu.
Tenang, saya punya satu juta tiga ratus empat puluh tujuh ribu dua ratus empat
belas cara untuk membuatnya gagal menggoda saya. Jika dia sanggup melewati itu,
saya akan bilang bahwa itu baru Bagian Pendahuluan. Masih ada Latar Belakang
Masalah, Landasan Teori dan sebagainya. Jadi kamu tetap bisa melenggang
memfokuskan diri pada hari depan tanpa perlu dihantui makhluk-makhluk kurang
makan obat nyamuk.
Emmm
Bilang saja sama saya, saya juga mau ikut godain kamu, begini kira-kira, Cie
ternyata kamu banyak yang naksir cie. Hatiku senud-senud loh.
:D
Pada akhirnya kamu hanya bisa menjaga dirimu sendiri (lagi pula itu pun sekaligus
turut menjaga hatinya agar tidak terlalu terlena), karena kamu punya keterbatasan
untuk menyetir hati seseorang.
Katakan dengan jujur sebagimana kamu sanggup jujur bila pada akhirnya dia
menyatakan perasaannya. Selama tidak, tetaplah jaga dirimu saja, jaga agar tidak
terkesan memberinya peluang. Mau tidak mau, suka tidak suka, kita akan terkesan
sedikit tega pada sesiapa yang jatuh hati pada kita tapi kita tidak kepadanya.
Karena semakin kita membiarkannya nyaman bermain dengan persepsinya sendiri,
semakin akan terasa berat bila nantinya harus menjatuhkan talak.
Lelaki itu, kalau sudah sedang mengejar seseorangselama seseorang itu terkesan
tidak mempermasalahkan apa yang dia lakukandia bakal mengejar terus.
Memang butuh ketegasan dari wanitanya untuk membuatnya tersadar. Bila tak
mampu mengatakannya langsung, perlu kiranya memasung diri untuk tak hanyut
dalam permainannya. Kamu tak perlu terlalu merasa bersalah untuk itu. Sehalus
apapun sebuah penolakan, pastilah akan menimbulkan rasa sakitsekuat apapun
orang itu berupaya menyembunyikannya. Kamu tidak bisa menyangkal kenyataan
itu.
Percayalah, bila dia benar lelaki yang baik, atau lelaki yang mau belajar membaik,
dia pasti akan menghormati apapun pilihan hidupmu. Bila dia sampai maksa-maksa
yang aneh, bilang lagi sama saya, nanti saya bilangin ke orangtuanya biar disunat 2
kali lagi.
Emmm

Tapi bila kau merasa nyaman dengannya, kau merasa bahwa dia benar yang
menurutmu tepat, apa salahnya belajar memberi kepercayaan. Walau pada
nyatanya itu sama saja mematahkan harapan saya, duh, maaf, saya malah jujur.
Emmm
Udah segitu saja yak, kalau diterusin nanti malah saya yang curhat.
Lakukan saja sesuatu yang benar menurut kepercayaan dan nurani yang kau yakini.
Bila dilakukan karena-Nya, dilakukan dengan cara yang dianjurkan-Nya, InshaAllah
hasilnya pun akan luar biasa.
Mari sama-sama kembali lebih belajar mengenal-Nya, dan mari sama-sama kembali
lebih fokus menuju apa yang sebenarnya kita ingin tuju.
Ssst . aku tetap nanana padamu. Selamat malam, Nona, selamat rehat, semoga
mimpimu aku. :)
*****
Jangan Suka Sok Tahu
Kamu tidak akan pernah benar-benar tahu apa yang ada di hati saya, sebelum saya
sendiri yang rela menceritakan.
Kamu hanya bisa menerka-nerka, menilai-nilai dari apa yang bisa kamu lihat.
Sebatas itu saja, tanpa pernah benar tahu kebenarannya bila hanya hasil analisamu
semata.
Jangan suka sok tahu, nanti kalau saya sakit hati, kan kamu malah nambah dosa.
Hayoo ndak mau kan?
Urusan membagikan isi hati itu bukan perkara mudah bagi sebagian orang.
Terkadang justru kita lebih berminat menceritakannya pada orang yang tidak benarbenar ingin tahu urusan hidup kita. Karena orang yang sekadar ingin tahu tak tentu
pasti benar-benar peduli. Hanya ingin saja, semacam dahaga bagi seseorang yang
haus, sekadar dahaga saja.
Barangkali kita harus lebih pandai belajar bagaimana caranya membuat orang
bercerita, bukan belajar meminta orang bercerita

Benamkan Saja Di Dadaku


Bila kau tengah resah yang teramat. Bila kau tengah gundah gulana. Bila kau
tengah kacau nan semrawut. Lekaslah pulang, lekaslah temui aku di rumah.
Menangislah di pelukku, benamkan dalam-dalam resahmu di dadaku. Lekaslah
pulang, tak perlu sembarang menjatuhkan kegelisahan.

Jangan, sungguh jangan kau bagikan gelisahmu pada lelaki selainku. Jangan,
sungguh, jangan kau curahkan resahmu pada sembarang orang.
Pulanglah, lekaslah pulang, benamkan segala gelisahmu di dadaku. Sekalipun aku
tak bisa mengubah yang sudah terjadi, sekalipun aku tak sanggup menarik waktu
yang telah terlewatiberilah kesempatan tanganku ini yang menghapus lelehan air
matamu.
Sekalipun aku tak bisa serta merta memboyong bahagia. Sekalipun aku tak kuasa
sekejap menyajikan lega. Paling tidak, berilah kesempatan kedua lenganku
melingkar lembut di tubuhmuizikanlah aku turut serta berada dalam
kegelisahanmu.

Kau terlalu pintar untuk berpura-pura bodoh, kau hanya takut untuk belajar
menerima kenyataan.
Bila esok tak kau jumpai lagi aku yang duduk di beranda rumahmu untuk melihat
kau kembali khilaf membuka jendela, itu tak sepenuhnya karena aku telah pasrah,
tapi karena aku menghormati setiap ketakutan yang kau sendiri tak mau berupaya
lebih keras untuk menjinakkan.
Aku selalu memimpikan, bahwa pada masa yang entah, kita bisa duduk bersama
dalam satu meja, berbicara dengan kesadaran dan pemahaman yang mendalam.
Mengukuhkan keberanian untuk sama-sama menyisihkan terani masa lalu. Tapi
sudahlah, kau tetap berhak memilih seperti apa jalan hidupmu.
Mendobrak paksa pintu rumahmu adalah kegaduhan yang paling anti aku lalukan.
Biarlah bila ada orang lain yang ingin melakukannya, menjadikannya super hero di
matamu yang serba pilu. Tapi tidak denganku, aku lebih percaya, bahwa keberanian
yang berumur panjang adalah keberanian yang lahir dari kesadaran bersikap, bukan
karena sekadar tindakan heroisme yang memikat. Aku di luar saja, menunggu kau
berani membuka pintu.
Kau sangat cukup dewasa untuk lebih tahu apa yang kau butuhkan. Karena aku
percaya, kau masih punya kehebatan yang tanpa sadar telah kau timbun paksa di
balik runtuhan kepercayaan dirimu.
Tersenyumlah, karena kau masih sangat berharga di hadapan orang-orang yang
barangkali tak kau ketahui. Jika pun kau tak sanggup mengenali mereka, sungguh
kau tetap tak boleh lupa, bahwa Tuhan tidak menciptakan keajaiban yang ada pada
dirimu untuk kau sia-siakan pada kekalahan, yang sebenarnya sangat mungkin bisa
kau jadikan batu loncatan. Kau masih bisa melihat cakrawala yang lebih luas.
Saranku sederhana, berhentilah mengurung diri, entah pada akhirnya kau bisa
mempercayai orang lain atau tidak, kau selalu layak untuk belajar beranjak. Kenali
kembali kehidupan.

Aku di beranda rumahmu saja, hingga kau benar sadar dan berani kembali percaya,
bahwa di luar sana masih begitu banyak keajaiban yang belum sempat kita kenali.
Aku ingin kita memulai dengan penuh kesadaran.
Aku tak bisa menjamin bahwa bersamaku kau akan senantiasa bahagia, aku juga
tak bisa menjamin bahwa aku akan lebih baik dari masa lalumu. Sungguh, aku
hanya punya keberanian untuk berjanji mengajakmu sama-sama belajar
membangun bahagia.
Awalnya kau akan resah dengan diksi-diksi yang sembrono aku sematkan. Lamalama kau mulai terbiasa, lama-lama kau mulai ketagihan, lama-lama kau mulai
merindukan, lama-lama kau bisa muntah. Begitulah caraku meracuni otak bawah
sadarmu dengan manis tapi bengis. Sudah sering kubilang aku jahat, mulai
sekarang percayalah.
Pada detik-detik pergantian hari, saya temukan diri saya yang lebih hebat dari
segala lara yang pernah melekat. Padanya saya memahami, terus melanjutkan
perjalanan adalah cara sederhana untuk kembali menemukan asa. Padanya pula
saya pahami, bahwa hari-hari yang berat akan ada kedaluarsanya

[Surat Untuk Nona] Menanak Harapan


Selamat malam Nona, bagaimana kabarmu malam ini? Semoga kau senantiasa
dibahagiakan.
Beberapa hari belakangan sering kudengar gerutumu di udara. Setiap rindu yang
kau bahasakan lewat doa seakan tak lagi nyaring nadanya. Marahkah engkau di
sana?
Sungguh aku minta maaf kiranya beberapa tahun ini aku menerjemahkanmu pada
pribadi yang tak tepat. Benarkah salah?
Beberapa tahun belakangan aku sering menyelipkan namanya pada kantungkantung harapan yang ada dalam rangsel perjalananku. Kujadian ia laksana
penunjuk arah ke mana kaki hendak melangkah. Kelirukah aku?
Nona, sungguh sudah berkali aku membebaskannya, melemparkannya ke udar,
berharap Tuhan menangkapnya dan menyimpannya di tempat yang tak bisa
terdeteksi. Tapi dengan entah, ia selalu hinggap pada senggang yang tak
terencanakan.
Tapi kian hari, Tuhan kian menunjukan, bahwa hadirnya tak lebih hanya untuk
menyampaikan pembelajaran. Aku jatuh pada persepsiku sendiri, menganggapnya

seakan itu engkau. Mungkinkah aku terlalu dini menerjemahkanmu pada rupa yang
nyata?
Sungguh bila kau marah akan hal itu, aku bisa memaklumi. Tapi, bukankah aku
harus selalu berani mencoba agar kelak aku tahu siapa kau sebenarnya?
Atau sebenarnya kau kelewat khawatir aku tak bisa menghadapi sakitku. Untuk
yang ini, kau tak perlu khawatir, aku pernah mengalami yang lebih dari itu, dan
nyatanya aku bisa kembali menemukan diriku.
Kali ini izinkan aku kembali menanak harapan, membiarkannya tetap hanyat agar
nikmat untuk disantap. Aku minta maaf atas segala kekeliruan dan kegegabahan
pada hari-hari sebelumnya. Semoga hati ini kian bijak dalam mengelolah harapan,
begitu pula kau di sana.
Kau tak perlu sungkan, kau pun boleh menerjemahkanku sesuai kemampuanmu.
Bukankah dengan itu kita bisa saling menemukan? Jangan pernah biarkan harapan
itu membeku, hingga membuatmu tersungkur terlalu lama. Tanaklah, biarkan ia
tetap hangat, peluklah erat bila dingin menerjang. Biarkan ia tetap hidup pada
langkahmu yang dihujani kegairahan.
Selamat malam, Nona, selamat terus kembali merapikan prasangka. Selamat rehat,
semoga mimpimu aku. :)
Ssstt aku nanana padamu.
Kita sama-sama tengah beranjak dari kenangan, meski tubuh masih kuyup oleh
guyurnya, tetaplah berjalan. Biarlah orang memandang dengan tatapannya yang
penuh tanda tanya, biarkan saja.
kudoakan kau senantiasa pandai menjaga apa yang semestinyaa kau jaga.
Sebagimana pula aku tengah belajar melakukannya
Sebelum ini, kita pernah menjadi dua tuli yang abai bisikan rasa. Setelah ini,
semoga kita bisa mentertawakan kecerobohan itu bersama.
gak semua yang didengar it benar, gak semua yang diliat itu nyata, gak semua yg
dirasa itu ada.
Untuk setiap resah yang kau sungkan membaginya dengan yang lain, menolehkan
ke arahku; aku siap menadahnya
*aku tidak merengek, ini doa untuk yang aku semogakan ..
Semoga aku bukan menjadi penghalang. Semoga hatinya bertambah lapang.

Membiarkan dia menghitung dengan bijak adalah pembelajaran. Membuat dia


memikul amanah juga pembelajaran. Tanpaku menuntut apapun, dia tak
menyanggupi melanjutkan perjuangannya. Itupun bentuk pembelajaran. Belajar
merelakan yang masih bukan untukku. Aku mengakui kekuatannya untuk
menghitung dengan bijak sebisanya. Membeku dalam ingatan, bahwa dia tidak mau
melibatkan perasaannya dalam kebijakan. Cerdas, bukan? Itu sebabnya aku
menyebut dongeng ini sebagai pembelajaran.
Jika dia sayang, dia akan butuh. Jika dia butuh, dia akan menghubungi. Jika
menghubungi saja tidak dilakukan, berarti dia tidak butuh, apalagi sayang.
Kami pandai bicara meskipun bisu. Ya, bicara melalui tulisan yang menyeruak
dalam tirai jendela. Bertahan menghindari rintik hujan yang romantis, bahkan
teriknya sengatan mentari. Haha, lagi dan lagi aku menertawakan perlindungan
darinya dengan benteng yang kubangun sendiri. Mulai menata batu bata beserta
perekat. Menyadari bahwa dia sudah mencoretku dalam daftar harapan.
Semoga dia segera dipertemukan dengan harapan yang mempesona, yang kelak
melahirkan manusia baru dengan akhlak mulia seperti ayah dan bundanya yang
cerdas sekaligus bijaksana. Begitupun denganku.
Sebelum malam runtuh dan berganti hari, kubisikan sekali lagi; masih kau yang
menjadi alasan kenapa saya suka bercanda dengan sepi.
Bersyukulah, sekarang aku mulai terbiasa untuk tak lagi ingin banyak tahu akan
hidupmu
Untuk setiap entah yang kamu semogakan, aku tak mau terlalu berharap selain
melihat bahagiamu terus beranak-pinak. Jangan mudah bersedih, berbahagialah.
Ada sesuatu yang lebih dari sekedar kupu-kupu yang berkeliling bermain di arena
perut.
Bukan aku yang mencarimu, bukan kamu yang mencari aku. Tuhan yang
mempertemukan, dua hati yang berbeda ini. (DMaksiv)
Untuk kau yang tak pernah jengah menunggu senja. Padamu aku belajar tentang
lelah yang tergantikan, tentang harapan-harapan yang berbuah keniscayaan,
tentang jurang-jurang terjal yang bermuara petualangan.
Kau begitu spesial, lebih spesial dari nasgor bermahkota dua telur ceplok beserta
irisan sosis.

Saya tak pernah tahu bagaimana caranya kau bisa hidup di hati saya yang begitu
kering kerontang. Entah bagaimana kau menghidupi dirimu dari dahaganya kasih
sayang.
Maaf, saya begitu kaku untuk disebut makhluk penyayang. Sering saya membaca
buku-buku tentang cinta, bahkan tak jarang membaca tips-tips jitu menaklukkan
wanita. Tapi sayang, setiap bertemu kau, saya kalah lebih dulubegitu mudahnya
saya takluk dengan caramu memaknai hidup.
Saya tak pernah menemukan hidup sesederhana apa yang ada dalam kepalamu.
Saya takluk pada bagaimana caranya kau menertawakan keadaan. Saya takluk
pada bagaimana caranya kau membahasakan bisikan semestabegitu sederhana,
tanpa perlu terlalu ruet mengait-ngaitkan pada roda-roda kehidupan yang masih
dirahasiakan Tuhan.
Kau menyumbang begitu besar pada pola pandang hidup saya. Kali ini, izinkan saya
kembali mengucap terima kasih sekaligus selamat. Terima kasih untuk
pembelajaran yang kau beri tanpa begitu kau sadari, dan selamat berjuang lebih
hebat menuju usia barumu.
Selamat menikmati Maret-mu.
"akan ada hari dimana melihat senyummu tak lagi sebatas pada layar maya.
Kamu adalah aku dalam tubuh yang berbeda. Bila kau ingin turut menjagaku,
jagalah dirimu baik-baik di sana.
Sebagai yang tak tahu apa yang benar terbaik untukmu, saya berharap semoga kau
senantiasa menemukan kebaikan atas apapun yang kau upayakan.
Hubungan jarak jauh kan bukan buat orang-orang yang manjanya ndak ketulungan.
***

Anda mungkin juga menyukai