Ada saat dimana raga ingin terlelap, tapi jiwa tak kunjung terpejam. Namun
terus merasa letih, tapi tak pernah ingin berhenti.
Berjalan meraih cahaya, menapaki arang-arang yang bertaburan, berpijak
diatas serpihan-serpihan kaca yang retak, bertahan diatas keperihan, berjuang di
dalam kepedihan, ingin kaki untuk berhenti namun jiwa tak merestui.
Inilah aku, aku masih berjalan dan akan tetap berjalan. Aku hanyalah manusia
yang selalu merasa menyusuri jalan yang asing, dalam kegelapan, tanpa pikir panjang
dengan diri yang hanya seorang, mencoba beranikan diri untuk melangkah.
Hidup dengan hal yang sangat menyiksa, entah apa yang harus aku katakan,
mungkin ini cobaan, selalu hidup bersama luka, bernapas bersama perih, bahkan
berjalan bersama air mata.
LUPUS,,, dialah cahaya gelapku, masih tetap diam dan tak mau beranjak keluar
sedikit pun dari sudut itu, sudut yang dimana aku tak pernah mendatanginya, yaitu
sudut-sudut didalam tubuh ini, yang terus dihiasi olehnya agar lebih terasa indah
dengan air mataku.
Mungkin akan tetap disana dan akan tetap setia menemaniku yang walaupun
sebenarnya aku tak pernah memintanya untuk setia padaku.
Empat tahun hidup bersama lupus membuatku tahu banyak tentang apa itu
lupus yang sebenarnya, dan juga membuat aku tahu banyak tentang pahit manisnya
kehidupan.
***
Tidak terasa aku sudah duduk di kelas XI, aku semakin dewasa dan kini aku
sudah mampu berdamai dengan LUPUS, yang walaupun aku sering tidak sadarkan diri
di kelas karena tidak mampu menahan rasa sakit ini, bahkan sering tangan dan kakiku
sakit hingga tak dapat digerakkan, tapi aku tetap brjuang untuk menghadapinya, aku
tahu dia tetap ada dalam tubuhku, tapi aku sadar, jika aku bersedih, itu hanya
membuang waktuku saja.
Dikegelapan malam, hanya keheningan dan kesunyian yang menyapa telingaku.
Tiba-tiba..... kondisi ku melemah, ternyata lupus itu kembali menyerangku,
seluruh tubuhku terasa sakit, dan aku tidak masuk sekolah selama beberapa hari.
Namun tidak lama kemudian keadaanku kembali membaik.
Seiring berjalannya waktu, membuat aku mulai terbiasa dengan lupus, kini ku
lalui hari-hariku seperti biasa, dengan tawa dan canda bersama sahabat-sahabatku.
Sahabatku, Yasni awera, aku sering memanggilnya dengan sebutan Yasni atau
lebih akrab lagi Ojha. Yasni selalu ada setia menemani hari-hariku, karena dia aku jadi
lupa akan kehadiran lupus itu. Dia yang menghiasi hari-hariku menjadi lebih berwarna.
Betapa beruntungnya aku, terima kasih ya Allah engkau telah anugrahkan aku
sahabat yang begitu setia dan menyayangiku.
Ditengah keasikanku bermain bersama Yasni, disitulah aku kenal dengan
seorang laki-laki bernama Yory Fandany, aku sering memanggilnya Yory atau lebih
akrab lagi Yong. Yory begitu baik kepadaku, dia ramah dan kami pun begitu akrab.
Aku, Yasni dan Yory pun menjalin sebuah persahabatan.
Saat aku sedih dan lemah, mereka selalu menyemangatiku, senantiasa
menghiburku. Mungkin aku sering menyusahkan mereka namun tak pernah sedikitpun
mereka biarkan senyuman ini hilang. Berkat mereka, aku mampu jalani hidup ini dengan
penuh semangat.
Kini hidupku semakin terasa ramai, tidak sepi, dan bahkan aku semakin lupa
dengan si lupus itu. Dan syukur Alhamdulillah selama ini lupus itu tidak pernah
kambuh. Aku melewati hari-hariku dengan tawa dan canda bersama sahabat dan
keluargaku.
***
Satu bulan telah berlalu, hal yang tidak aku sangka telah terjadi. Rasa erat
persahabatan kami ternyata memberi arti yang lebih. Ada rasa yang lebih dari
sekedar sahabat di antara aku dan Yory.
Astaga hal yang aku takutkan terjadi, dia menaruh hati padaku, apakah di
dunia ini tidak ada laki-laki dan perempuan yang boleh bersahabat ucapku.
Sebulan menjalani hari-hari bersama, dengan perhatian yang dia berikan, aku
mulai merasa aman dan nyaman jika berada didekatnya, dia telah memompa semangat
hidupku, bagiku dia adalah manusia yang selalu membuat aku penasaran, terpukau akan
tiap gerak-gerik tingkah lakunya, sulit untuk ditebak namun mudah untuk dimengerti.
Entah sejak kapan perasaan ini berubah menjadi rasa suka.
Ya Allah, telah kurasakan, betaba besarnya kuasaMu. Kini aku berjalan mencari
cahaya terang itu dengan sedikit senyuman, tapi kenapa tetap saja gelap ini tak
kunjung hilang, aku lelah berjalan tanpa cahaya. Aku percaya engkau pasti telah
merencanakan yang terbaik untukku.
***
***
***
Liburan pun tiba, inilah saatnya untuk menenangkan pikiranku sejenak. Aku
mengisi liburanku bersama sahabat dan keluargaku.
Di tengah-tengah tawa candaku bersama orang-orang terdekatku, senyum
kebahagiaanku sempat tertiup oleh angin deritaku.
Tidak salah lagi. Lupus, hanya dia yang selalu mengusik kehidupanku, tanpa
permisi, sesuka hati menghapus senyumku, seenaknya saja memaksa keluar air
mataku.
Sudah cukup, cukup dengan ancaman-ancaman pahitmu ucapku mengamuk
kepada lupus.
Aku jatuh sakit lagi dan tidak bisa menikmati liburan dengan tenang.
Ya Allah, apakah tidak ada sedikit saja waktuku untuk merasakan indahnya
kebahagiaan, mengapa harus selalu perih yang aku terima, aku hanya ingin menikmati
hidup dengan sedikit senyuman, bukan dengan banyak air mata.
Teka-teki kehidupan kadang membuat aku bingung akan apa kelanjutan dari
kisah-kisah yang sedang ku hadapi saat ini, entah akan tetap gelap ataukah cahaya itu
akan datang.
Liburanku kali ini dihiasi oleh indahnya keperihanku, kenangan yang tak akan
pernah aku lupakan, akan selalu tersimpan rapi dalam memoriku.
***
Satu minggu telah berlalu, saatnya untuk kembali sekolah setelah libur. Ku
sambut hari pertamaku dengan penuh semangat dan berharap kali ini lupus tak akan
ikut campur dalam kehidupanku.
Dan Alhamdulillah lupus itu tidak mengusik ku.
***
***
Seminggu kemudian aku langsung dihadapi oleh ujian akhir semester II, satu
bulan lebih aku tidak masuk sekolah, aku jadi bingung harus jawab apa di tes nanti.
Aku beruntung, ada Yasni dan Yory yang selalu setia menemaniku, mereka mengajariku
tentang materi-materi yang tidak aku ikuti selama aku sakit. Adalah sedikit bekalku
untuk menjawab soal ulangan besok. Dan Alhamdulillah berkat mereka aku bisa
menjawab soal dan syukurlah aku berhasil melewati ulangan semester dengan tenang
tanpa gangguan lupus.
***
Dua minggu telah berlalu, dan selama dua minggu itu aku hanya terdiam
dirumah, aku merasa kesepian, sangat kesepian. Tak ada sedikit pun kecerian dalam
hati ini, aku tahu, orang tuaku sangat menyayangiku melebihi apa pun di dunia ini,
mereka selalu ada dan selalu siap mengantarkan aku kemanapun aku mau, meski aku
selalu memiliki apa pun yang aku inginkan. Namun, bukan kehidupan seperti ini yang
aku mau. Aku merasa sendiri, kesepian tanpa ada yang mau mengerti mengapa aku
merasa kesepian.
Aku pun masuk kedalam kamarku dan bertanya pada hati kecil ini, mengapa aku
tidak bisa seperti mereka di luar sana? Mengapa langkahku harus selalu tertahan?
Mengapa kehidupan ini hanya terdiam membisu? Aku juga ingin hidup bahagia seperti
mereka diluar sana, terbang bebas bagai seekor burung-burung kecil dilangit luas,
meski tubuhnya kecil mungil, namun dia mampu terbang sesuka hati, bebas
mengepakkan sayapnya kemana pun dia mau. Hinggap pada ranting-ranting yang indah
dan menyanyikan nada-nada yang merdu.
Keesokan harinya,,
Hari pertamaku masuk sekolah, aku sudah kangen sama taman-teman dan
sahabatku. Namun di hari pertama ini, aku langsung dihadapi oleh sesuatu yang sangat
membuat hati ini rapuh.
Permisi bu, saya ingin menanyakan masalah nilai saya selama tidak mengikuti
pelajaran. Apakah ada masalah? tanyaku kepada wali kelas.
Nilai Indah semuanya bagus, namun ibu perlu bicara sama orang tua Indah
jawab ibu.
Setelah beberapa jam, mama pun datang.
Maaf ibu, ada yang ingin saya bicarakan, ini masalah Indah ucap wali kelas.
Ya bu, nilai Indah bermasalah ya? ucap mama.
Tidak, nilai Indah semuanya bagus, kemarin pihak guru sudah membicarakan
masalah ini, dan hasil keputusannya Indah bisa naik kelas namun sebagian guru
menyarankan kepada Indah, alangkah baiknya untuk istirahat dulu satu tahun.
Bagaimana menurut ibu? ucap wali kelas kepada mama.
Kalau saya setuju saja dengan saran ibu, karena itu juga demi kebaikan Indah.
Tapi bagaimana dengan Indah, apakah dia mau? ucap mama.
Mendengar kata-kata itu, dengan sekejap senyuman ini hilang, aku terdiam
membisu, terdunduk dan masih tidak percaya dengan apa yang aku dengar.
Ya Allah aku tahu tak akan engkau biarkan ada luka tanpa penawarnya. Aku juga
tahu pipi ini tak akan engkau biarkan basah tanpa ada kebahagian yang akan
menghapusnya..
Tegarkan aku dalam menghadapi semuanya, kuatkanlah hatiku yang telah rapuh
ini. Harus berapa banyak lagi tetesan air mata yang terjatuh, hingga tangan ini tidak
mampu untuk mengusapnya.
Bagaimana Indah? Tanya ibu kepadaku.
Aku tidak menjawab, sambil berusaha menahan air mata ini agar tidak terjatuh.
Bagaimana nak? Tanya mama.
Aku tetap tidak menjawab.
Kalau Indah memilih tetap melanjutkan sekolah, itu akan menyusahkan Indah.
Kelas XII itu sangat berat, jadwal belajarnya lebih padat, itu akan membuat
kesehatan Indah makin terganggu, sebaiknya indah istirahat dulu satu tahun untuk
mempersiapkan tenaganya untuk tahun yang akan datang ucap ibu menjelaskan
kepadaku.
Dengan sekejap raut wajahku berubah. Sakiiiittt,,, begitu rapuhnya aku saat
mendengar kata-kata itu.
Semudah itukah kata-kata itu keluar, tanpa memikirkan perasaanku apakah
hatiku tidak akan terluka, apakah jalanku akan terhenti sampai disini? Jangan pandang
aku lemah, aku juga ingin seperti teman-teman yang lainnya ucapku dalam hati.
Seandainya kita menyetujui keputusan ini dan di tahun yang akan datang dia
harus beradaptasi dengan teman-temannya yang baru, itu akan membuat dia merasa
asing, kasian juga ucap mama.
Tapi, kasian juga Indahnya jika belajarnya harus diporsir, akan memberi
pengaruh buruk pada kesehatannya ucap wali kelas.
Tapi, dengan menyuruh Indah untuk Istirahat satu tahun itu juga akan
menyiksa dia, Indah akan merasa kesepian dan dia akan merasa terbebani, justru itu
akan membuat dia stres, dan akhirnya juga berdampak buruk pada kesehatannya
ucap mama.
Baiklah besok saya akan bicarakan masalah ini dengan guru-guru yang lain
ucap wali kelas.
***
***
Saat liburan akhir semester,, melihat kondisiku yang masih belum stabil,
menjadikan liburan kali ini begitu hening,, aku nikmati liburan ini hanya dengan
berdiam dirumah. Aku begitu kesepian. Sampai kapan aku harus tetap terpuruk dalam
kesedihanku. Aku lelah jika harus terus menghadapi derita ini.
Ya Allah,, janganlah engkau biarkan hatiku berputus asa dan mengeluh
meragukan rahmatMu, dalam keheningan ku bersimpuh dan memohon padaMu,
mencoba menenangkan hati ini dengan membuka perlahan lembaran demi lembaran
kitab suciMu, ya Allah tak pernah lelah tangan ini menengadah meminta kepadaMu,
tak pernah letih diri ini bersujud hanya kepadaMu, sinarilah jalan kehidupanku yang
kini masih terasa gelap, tuntunlah langkahku menuju pintu kebahagiaan.
Berhari-hari menghabiskan waktu libur dirumah, membuat aku sadar, bahwa
hidup ini tetap akan terus berjalan, aku tidak boleh terus berdiam menatap perih ini,
buat apa menangis selama masih ada kesempatan untuk tersenyum, aku sadar di luar
sana masih banyak yang lebih susah dari aku.
***
***
Manusia di Kegelapan
-Nur Indah Kurniasari-
Tuhan
Tak pernah letih hati ini memanggil namaMu
Menyebut asma-asmaMu
Dan mengharap rahmatMu
Tuhan
lorong ini memang masih gulita
hanya hati ini penunjuk jalan
hingga gelap diusir cahaya
Tuhan
Tangan ini senantiasa menengadah
Raga ini senantiasa bersimpuh
Hanya kepadaMu semata
Tuhan
Tuntunlah aku menuju cahayaMu
Temani aku hingga cahaya itu sampai di genggamanku
Jangan engkau biarkan gelap ini menelanku