Anda di halaman 1dari 4

“Belajar Mengikhlaskan”

Lorong rumah sakit yang sangat sepi dan sunyi di pagi hari. Ibuku sedang
bersiap untuk menjalankan operasi, penyakit mematikan yang ada pada tubuh Ibu
membuatku semakin khawatir padanya. Apalagi, ketika Ibu sudah memasuki
ruang operasi, Aku hanya berusaha berdamai pada diriku sendiri. Menenangkan
dan berpikir “Ibu akan baik-baik saja”.

7 jam berlalu, hanya doa yang tak henti ku panjatkan. Aku hanya bisa
menahan semua rasa gelisah, takut dan tangis. Rasa sesak didada beberapa jam
yang lalu kini terasa lega, setelah dokter memberitahuku bahwa operasi berjalan
lancar. Aku segera menghampiri Ibu yang telah sadar pasca operasi, Ia merintih
kesakitan dan mengeluh pada dokter “Aduh sakit dokter” ujarnya dengan wajah
yang sangat pucat. Entah apa yang Aku rasakan saat melihat Ibu, Aku senang
karena operasinya berjalan dengan lancar. Tapi di sisi lain Aku sangar kasihan
pada Ibu yang terbaring lemas dan merintih. Aku tak pandai mengungkapkan
perasaanku, betapa khawatir dan tAkutnya Aku kehilangannya. Aku hanya bisa
menatapnya dan berusaha tegar di depannya.

3 minggu telah berlau, Ibu sudah diizinkan untuk dibawa pulang dan
menjalani rawat jalan. Setelah mendengar itu Aku sangat menyambut Ibu kembali
ke rumah. Rumah yang sangat sepi tanpa Ibu, tak ada yang memarahiku dan tak
ada canda gurau saat Ibu dirumah sakit. Kini, kondisi Ibu belum begitu baik, Ia
harus istirahat dirumah untuk beberapa bulan dan belum bisa melakukan aktivitas
sehari-hari.

Setelah 3 bulan berlalu kondisi Ibu semakin membaik, lalu Ia memutuskan


untuk tidak rawat jalan di rumah sakit. Ia memilih untuk melakukan perawatan
lain dan mengkonsumsi obat-obatan herbal. Sebenarnya Aku meragukan Ibu
mengkonsumsi obat tersebut. Tetapi, Ibu meyakiniku bahwa obat ini lebih baik
untuknya. Setiap minggu Aku selalu mengantarkan Ibu untuk berobat. Setelah
berhenti melakukan rawat jalan, Ibu sudah menjalani perawatan herbal ini selama
4 bulan. Semangat Ibu menjalani perawatan ini membuat Aku yakin bahwa Ibu
akan kembali pulih.
Sedikit demi sedikit Ibu sudah melAkukan aktivitas kembali, dan Aku tak
begitu mengkhawatikannya. Tapi, tiba-tiba kaki kirinya membengkak, Ibu tak bisa
berjalan sendiri. Aku sangat menyesal karena tak mengkhawatirkannya. Aku
hanya mengeluh pada Tuhan “Mengapa Tuhan? Engkau memberikan ujian yang
sanat menyakitkan padaku, Aku hanya memilikinya, tolong jangan ambil Ibu
untukku.” Aku hanya menyalahkan Sang Pencipta tanpa Aku sadari bahwa ini
adalah garis takdir Ibu dan Aku.

Ibu harus kembali dirawat dirumah sakit. Aku sangat berharap Ibu bisa
pulih kembali. Tetapi, semakin lama Ibu dirumah sakit kondisinya semakin
memburuk. Dokter memutuskan untuk memulangkan Ibu karena kondisinya yang
sudah tidak bisa ditangani. Betapa hancurnya diriku, Aku hanya mengharapkan
keajaiban dari Tuhan, Aku hanya bisa berdoa dan menguatkan Ibu, Aku tak bisa
kehilangannya.

Hari demi hari Aku dan Ibu sering berbincang tentang masa depanku. Tapi
entah kenapa rasanya perbincangan ini tak ada Ibu didalamnya, bahkan Ibu
memberikan semua miliknya kepadaku, katanya “Ini kartu ATM, emas dan Ibu
menyimpan beberapa dokumen penting milik Ibu, simpan dan gunakan ketika
kamu membutuhkannya. Tolong gunakan dengan bijak ya nak” Aku enggan
menerimanya, Aku tahu apa maksud dan perkataanya. Aku menolak semuanya
seperti Aku menolak kepergiannnya, Aku tak ingin melupakannya.

Hari demi hari kondisinya memburuk, Aku hanya tak tega melihatnya
setiap pagi, siang dan malam Ibu merintih kesakitan. Tapi entah mengapa doaku
hanya ingin dia tetap hidup, tetap disampingku. Aku bahkan belum melakukan hal
yang terbaik dalam hidupku untuk membanggakannya, Aku sudah berusaha keras
tapi rasanya ini belum cukup. Aku hanya ingin menjadi anak yang bisa
membanggakan. Mengapa seiring waktu yang kupunya hanya sedikit untuk
mengejar itu semua. Aku ingin mengatakan semua ini Ibu, tapi Aku hanya bisa
menatapmu dan berteriak dalam hati

Apakah Aku sekarang harus mengikhlaskannya? Aku berpikir betapa


egoisnya diriku. Ketika Ibu sudah sulit bernafas, tapi Aku tetap menginginkannya,
tetap tinggal bersamaku. Maafkan Aku Ibu menjadi anak yang egois. Kini Aku tak
bisa melakukan apa-apa lagi, sepertinya Tuhan lebih menyayangimu Ibu, maafkan
Aku Ibu kini Aku meminta yang lain kepada Tuhan selain kesembuhanmu. Aku
kini berdoa “Ya Tuhan pasti engkau sudah lelah mendengarkan doa untuk
kesembuhan Ibuku, membuatnya bertahan untuk selama ini pun Aku sangat
berterima kasih padamu Tuhan. Tapi kini mungkin doaku berbeda, ku mohon
padamu Tuhan kabulkanlah untuk kali ini, demi Ibuku. Aku sudah ikhlas
melepaskannya. Aku ikhlas Ibuku dipanggil olehmu Tuhan. Engkau pasti lebih
menyayanginya, Ibu pasti lebih damai disana. Tempatkan ia disurgamu Tuhan,
agar ia tak lagi sakit lagi seperti didunia. Tuhan izinkan Aku ada dipelukannya
dan tidur bersamanya saat nafas terakhirnya. Hanya itu doaku Tuhan, semoga
engkau mendengarkan doaku ini.”

Kini Aku ingin tidur bersamanya, memeluknya, Aku hanya menangis


dipelukannya. Tuhan belum mengambilnya tapi rasa sesak didada sangat terasa.
Ibu mengelus dan menciumku dan berkata “Nak, kamu akan tumbuh dewasa,
menjadi anak yang baik, kamu benar-benar anak yang membanggakan nak”
Perkataan Ibu semakin membuat dada ini semakin sesak, lagi-lagi Aku tak bisa
mengatakan apapun padanya, Aku hanya menangis dan memeluknya.

Beberapa jam kemudian Aku tertidur, tidur yang sangat tidak nyeyak dan
benar-benar tidak nyaman rasanya, lalu Aku terbangun melihat Ibu tertidur pulas
disampingku, tidur yang sangat nyaman yang pernah ku lihat. Saat Aku pertama
kali melihatnya hanya kata syukur yang ku panjatkan, karena Ibu bisa tidur setelah
beberapa hari tak tidur nyenyak. Tapi Aku keliru, tidurnya tak seperti yang
kupikirkan, tak seperti pada manusia umumnya. Ibu tidur untuk selamanya,
maafkan Aku Ibu karena mengucapkan rasa syukur untuk tidurmu, maafkan Aku
Ibu, Aku benar-benar menyesal.

Aku berusaha kuat didepan jasadmu Ibu, kini engkau tak merasa kesakitan
lagi, Aku harus mengikhlaskanmu Ibu, tapi itu benar-benar sulit, bahkan saat
sudah meninggal pun rasanya Aku tak ingin Ibu hilang dari pandanganku. Aku
kembali egois Ibu. Semua orang memelukku membuatku lebih kuat untuk
mengikhlaskanmu. Kini jasadmu sudah tak terlihat Ibu, semakin hancur hati ini
Ibu, bagaimana Aku bisa menjalani hidupku tanpamu, tak ada lagi yang
merawatku saat Aku jatuh dan tak ada lagi yang menuntunku. Rasanya dunia
sudah hancur, benar-benar hancur.

Beberapa hari dari kematian Ibuku sudah Aku lewati dengan tangisan,
Aku berusaha ikhlas untuk melepaskannya dari hidupku. Didunia ini tak ada yang
abadi, yang hidup akan mati. Mungkin, menerima kehidupan seseorang itu sangat
mudah, tapi menerima kepergiannya itu yang sulit. Aku belajar tentang menerima
dan melepaskan, butuh hati yang tangguh untuk itu. Tuhan sudah merencanakan
hal terbaik untuk kembali padanya dan Tuhan tau Aku bisa melewati ini semua.
Semua kesedihan, masalah dan apapun yang mengganggu hidup ini sudah Tuhan
kasih sesuai porsinya. Semua itu akan berlalu dengan cepat jika dihadapi dan
dijalani dengan ikhlas.

“Jangan jadikan hal buruk dihidupmu sebuah penyesalan, tapi jadikanlah semua
pelajaran. Tuhan ingin kita belajar melepaskan orang yang kita sayangi, agar kita
menjadi manusia yang lebih kuat dan tabah”

Anda mungkin juga menyukai