Anda di halaman 1dari 2

Pelukan Tuhan Dengan Cara Yang Berbeda

Cerpen Karangan: Nurul Jannah Tjomo


Kategori: Cerpen Kisah Nyata
Lolos moderasi pada: 30 October 2017

Rasa rinduku akan kebahagiaan seperti perasaan rindu yang dirasakan bulan terhadap pagi, rindu
yang dirasakan matahari terhadap malam, rindu yang dirasakan semut terhadap langit, rindu yang
dirasakan ikan terhadap tanah, rindu yang dirasakan barat terhadap timur, rindu yang dirasakan
kutub utara terhadap kehangatan dan rindu yang dirasakan kemarau terhadap hujan.

Kepedihan yang aku rasakan selama ini menjadi satu dengan diriku. Melebur dan menyatu dengan
raga. Menetap tanpa tau kapan ia akan pergi. Tak pernah enyah walau berkali-kali kebahagian
berusaha mencoba mengusirnya.

Kepedihan itu adalah sahabat yang tak lagi aku risaukan. Dia adalah canda tersendiri dalam hidupku.
Dia adalah kasih yang tak pernah dirasakan siapapun kecuali aku. Dia adalah tawa yang selalu
kusembunyikan jauh di dalam diriku, sangat jauh, bahkan orang lain tak sanggup melihatnya.

Namaku Rafli Muhsin. Aku akan menceritakan kepada kalian semua, sedikit tentang kisah hidupku
yang moga bisa kalian ambil pelajaran dan hikmah bahwa sabar itu adalah teman hidup hingga akhir
hayat.

Kisah hidupku ini, awalnya biasa-biasa saja. Ketika aku kecil, aku tumbuh seperti anak kecil lain,
selalu ingin bermain dan bergembira. Kehidupan yang sangat indah, penuh dengan kasih sayang
orangtuaku. Namun, kebahagiaan itu perlahan memudar. Semuanya berawal ketika ulangtahunku
yang ke-6 tahun. Saat itu ibu dan ayahku membuat sebuah pesta meriah khusus untukku seorang.
Ada balon-balon, hiasan-hiasan lucu, dan kue ultah yang sangat indah. Aku amat senang akan semua
itu.

Singkat cerita, saat selesai memanjatkan doa dan meniup lilin angka 6 yang ditaruh tepat di atas kue
ulangtahun, tiba-tiba sesuatu terjadi. Semuanya diluar ekspetasiku. Ayah dan ibu tiba-tiba
bertengkar. Mereka berteriak-teriak tanpa mempedulikanku dan tamu undangan yang sedang duduk
berjejer rapi. Saat itu aku sadar, bahwa Ayah dan Ibuku sedang bertengkar. Kebahagiaanku hari itu,
panjatan doa singkat yang berisi impianku agar keluargaku bahagia selamanya seakan tak berarti dan
tak dipedulikan Tuhan. Aku bahkan tak paham, mengapa Tuhan begitu teganya merancang takdir ini
untukku, dan juga bertepatan pada saat-saat bahagia seperti ini? Sejak saat itu, aku mulai berfikir
bahwa ketidakadilan Tuhan memang benar-benar ada..!!!

Waktu terus berputar, terus dan terus berganti siang dan malam. Aku mulai tumbuh menjadi Apink
remaja yang sudah bisa menyelami takdir kehidupanku. Semuanya berlalu begitu saja. Pertengkaran-
pertengkaran itu, teriakan-teriakan itu, suara jerit tangis ibu, aku benar-benar bisa memahaminya.
Awalnya, sempat terbersit rasa ingin mendamaikan keadaan orangtuaku. Namun, keinginan itu
seakan pudar, dimakan oleh waktu. Keterbiasaanku kali ini, bisa membantu berjalannya kisahku
dengan normal. Aku menjadi kadang mengeluh, karena rasa tidak peduli ini. Namun, ternyata Tuhan
ingin mencoba memelukku lagi. Kali ini, pelukan Tuhan juga belum dapat aku rasakan sepenuhnya.
Dia merenggut satu karunia.

Saat itu, aku sedang bersiap-siap ke sekolah. Ketika aku ingin membersihkan diri, semuanya terasa
gelap. Penglihatanku tak menentu. Aku berusaha untuk menyadarkan diri, namun sia-sia. Aku hanya
bisa berpegangan pada dinding kamar mandi. Berselang beberapa menit kemudian, penglihatanku
kembali normal, perlahan kulepaskan peganganku. Aku terkejut..!!! lantai putih kamar mandi itu,
sebagian telah berupa menjadi merah. Aku tau apa itu. Aku berusaha untuk menyadarkan diriku
berulang-ulang, harapku itu hanya ilusi. Namun, itu benar. Darah segar telah memenuhi sebagian
lantai kamar mandi. Dan itu berasal dari hidungku. Aku MIMISAN..!!!!

Beberapa menit awal melihat kejadian itu aku sempat syok. Aku mencoba menenangkan diri dan
melupakan kejadian menakutkan itu. Semenjak itu terjadi, hal-hal aneh mulai berdatangan. Aku
sering merasakan pusing jika terlalu lelah, dan mimisan itu berulangkali datang lagi. Ini sudah tak
wajar lagi. Sempat aku tak bisa ikut tryout karena masuk rumah sakit. Aku tak pernah
membayangkan, aku menderita penyakit yang terlalu berbahaya. “Ini mungkin karena kecapeaan
saja” Pikirku. Tapi hasil pemeriksaan dokter menentang pikirku itu. Surat pemeriksaan itu, sempat
mengguncang perasaanku. Aku ternyata menderita penyakit asma akut. Tak pernah terpikirkan
sebelumnya. Aku tak memberitahu perihal hasil pemeriksaan itu kepada ibu dan ayahku. Jika ditanya
aku selalu menjawab “Tak apa, ini tak separah yang kalian bayangkan”. Namun, semua yang
kusembunyikan pasti perlahan akan terbongkar. Sekarang orangtuaku sudah mengetahui penyakit
yang kuderita.

Aku sempat berfikir, mengapa Tuhan tak menunjukkan rasa sayangnya kepadaku, seperti ia
memeluk remaja-remaja lain yang di luar sana. Aku sempat berfikir, ini tak terlalu adil bagiku.
Kesalahan fatal apa yang telah aku lakukan. Apakah Tuhan tak menyayangiku lagi?. Jika benar,
mengapa dia memberiku hidup?.

Ternyata pikiranku terlalu egois. Aku ingin semuanya sempurna. Berjalan baik dan teratur sesuai
skemaku sendiri. Aku terlampau lupa, bahwa rencana Tuhan berada jauh di atas rencanaku. Aku
lupa, bahwa cara Tuhan memeluk orang-orang sepertiku berbeda dengan yang lain. Tuhan
memberitahuku dengan halus dan lembut. Dia membuatku tersadar, tanpa melukaiku sedikitpun.
Akhirnya aku tahu. Aku tahu karena, cinta tulus sahabatku selama ini. Aku sadar, karna kasih mereka
yang tak ada habisnya. Kasih yang entah bagaimana bisa kubalas, dengan apa kubalas, kapan aku
akan membalas dan berapa aku akan membalasnya.

Terima Kasih Tuhanku. Anugerah yang engkau berikan saat ini, tak dapat aku bandingkan dengan
anugrah yang engkau ambil kemarin dariku.
Terima kasih Allah. Kini pelukanmu, mulai dapat aku rasakan kehangatannya.

Anda mungkin juga menyukai