v
2
3
@2019, Febriawan Jauhari
v
Tentang
Febriawan Jauhari terlahir di Lombok, tiga
Ramadhan. Biasa dipanggil ‘Jauh’. Sekarang
sedang melanjutkan studi di kampus Ibukota.
v5
Daftar Isi
6
Seorang
Pesakitan
Berbisik pada diri, "Kira-kira siapa
orang yang paling banyak aku
kecewakan?"
7
Sebagian diri yang lain menjawab,
"Aku rasa orang tuamu. Jika dihitung-
hitung banyak sekali yang mereka
korbankan untuk pertumbuhan dan
sekolahmu. Parahnya, kamu sering kali
meninggikan nada, berat hati jika
diminta melakukan sesuatu, dan lusinan
hal-hal yang membuat mereka terluka."
8
Aku menunduk, mulai memaki-maki
diri, "Dasar tidak tahu terima kasih!
Padahal mereka telah memberikan
semua, tapi balasanmu sangat tidak
manusia!"
9
memeluk dan merangkul, kamu malah
memaki-makinya. Alih-alih mem-
perbaiki, kamu malah memperkeruh
keadaan!"
10
ternyata nilainya biasa-biasa saja,
bahkan ada yang merah di beberapa
mata pelajaran. Serta merta si orang tua
tadi marah. Murka semurka-murkanya.
11
mati-matian menjalani kehidupan ini
dengan sebaik mungkin, tapi masih
juga gagal, bukannya merangkul
memeluk, aku malah memaki diri
sendiri. Membiarkannya tidur di luar
rumah, berselimut dingin malam. Wal
hasil seringkali diriku menjadi frustasi
dan stres. Rasa-rasanya tidak sanggup
untuk menjalani hidup lagi.
12
Tak terhitung berapa kali kutikam
diriku dengan kekhawatiran akan masa
depan yang berlebihan.
13
"Aku minta maaf padamu. Maaf yang
semaaf-maafnya. Betapa aku seringkali
membunuh dan menyiksamu. Sehingga
pernah beberapa kali kamu ingin
menyerah hidup. Kamu ingin
mengakhiri saja semua ini.
Maaf.
14
sehingga tak terhitung berapa kali kamu
ingin mati saja.
Maaf.
15
Kepada diri, mari berdamai. Mari
menjadi utuh."
16
“Tak terhitung berapa kali
kutikam diriku dengan
kekhawatiran akan masa depan
yang berlebihan.
17
Kita yang
Kotor
Ini cerita lama, izinkanku
menceritakannya kembali.
18
Sementara menyantap makanan,
pandangan si istri menatap menembus
jendela, menemukan tetangga yang
sedang menjemur pakaiannya.
19
cucian si tetangga, betapa tidak
becusnya ia.
20
"Duhai!" Si istri berseru kaget, "Kok
jadi bersih gitu jemurannya?"
21
Kitanya saja yang terlalu kotor, hati
dipenuhi iri, sehingga setiap yang
dilihat selalu digelayuti nuansa curiga.
22
Karena jendela kita yang kotor maka
tak peduli seindah apapun
pemandangan di luar, ia tetaplah jelek,
bikin kesal dan sakit hati.
23
“Orang-orang yang menceritakan
momen kebersamaannya, prestasi
yang diraihnya, perjalanan
liburannya, boleh jadi mereka
hanya sekedar ingin berbagi
kebahagiaan, tak ada niat
sombong sedikitpun.
24
Kaum
Rebahan
Bagi orang-orang malas seperti kita,
ujian adalah berkah, mungkin jika
tanpanya, kita tidak akan pernah
bersungguh-sungguh belajar.
25
ujian usai, ada perasaan sedih, sedih
karena berpisah dari versi diriku yang
rajin, kembali ke rutinitas para pemalas.
Maka jika boleh berdoa, Ya Allah
jadikanlah semua masa belajarku ujian.
***
26
putus asa karenanya, aku sangat
bersyukur dengan kehadirannya.
27
terlalaikan oleh hiruk-pikuk dunia,
semua ini adalah mimpi buruk.
28
Karena Allah ingin memperbaiki
kualitas hidupku maka Allahpun
menimpakan masalah padaku.
***
29
bunga menghiasinya, aduhai cantik
nian.
30
“Dulunya aku hanyalah tanah liat biasa,
sampai kemudian seorang pengrajin
dengan tangan kotornya mengambilku
lantas mencampakkanku ke sebuah
roda berputar. Ia mulai memutar-
mutarkan aku, membuat pusing tiada
tara. Akupun berteriak padanya,
“Hentikan! Kasihanilah aku! Aku tak
tahan!”
31
“Masih belum.” Si pengrajin tak
sedikitpun menghiraukan tangisanku.
32
Tapi tak berselang lama, si pengrajin
membawaku kepada seorang wanita
muda.
33
“Masih belum.” Acuh wanita muda itu.
Lihatlah!
34
***
35
membuatmu bertumbuh menjadi lebih
kuat dan hebat.
Burulah aku!
Mari bertarung!”
36
“Alih-alih melihat sebuah
masalah sebagai kutukan hidup
aku lebih memilih
mendefinisikannya sebagai tanda
kasih Allah kepadaku.
37
Dekat yang
Jauh
Ada yang salah, jika waktu bersama
teman-teman lebih menenangkan
daripada waktu bersama dengan bunda.
38
Bagaimana mungkin orang paling dekat
lebih jauh daripada orang jauh?
39
Tidak adil sekali kita, sering
sesenggukan menonton film tentang
pengorbanan orang tua, tersentuh
sembari menyeka ujung mata membaca
cerita pengorbanan ibu, bersungut-
sungut geram melihat berita tentang
anak yang melukai ibu-bapaknya.
40
Aneh sekali cara kita menjalani hidup,
berjam-jam telponan dengan sang
kekasih, bangun tidur - makan bahkan
di kamar mandipun masih saling
berbalas pesan, tapi tentang bunda,
hanya dihubungi sekali seminggu.
41
kenangan buruk saat kita menyakiti
bunda, mengabaikan perintahnya,
marah-marahan karena hal sepele,
semua itu haruslah dijilid rapi lantas
disimpan di hati, sebagai pengingat
bahwa mulai hari ini tak boleh lagi hal
yang sama terjadi.
Tidak boleh!
42
“Bagaimana mungkin orang jauh
lebih dekat daripada orang paling
dekat?
43
Membanding
Bandingkan
Hidup kita bahagia sampai kemudian
kita membandingkannya dengan orang
lain.
44
Maka benar sekali kata pepatah lama
itu, “Rumput tetangga selalu terlihat
lebih hijau.”
45
Begitupun dengan orang yang kita
jadikan pembanding hidup kita, semisal
seorang teman yang memenangkan
berbagai macam perlombaan.
46
Lantas dengan mudah dan seenak
hatinya kita iri kepadanya, berharap
bahwa bukan dia yang berdiri disana,
tapi kitalah yang mengangkat piala-
piala.
47
Kita benar-benar payah dalam hal ini.
48
Maka teman ini berkata kepadanya,
“Kenapa tak mensyukuri hapemu yang
sekarang saja?”
49
mencari, padahal kebahagiaan adalah
tentang menemukan.
50
kebahagiaan itu. Tapi ketika kita
melihat ke diri sendiri, menghitung-
hitung yang kita punyai,
51
kita miliki jauh lebih banyak daripada
yang belum kita memiliki.
52
Kehidupan kita baik-baik saja sampai
kemudian kita membanding-
bandingkannya dengan orang lain.
Mengcopy-paste standar kesuksesan
mereka. Wal hasil kita tidak puas diri!
53
“Kita pandai sekali merasakan
kesuksesan orang-orang terdekat,
membuat dada kembang kempis
marah menahan iri,
54
Terlalu
Keras Kepala
Jika kamu menatap laki-laki muda itu
belakangan ini, kamu akan dapati
pelangi membentang di matanya.
Senyum selalu merekah di bibir.
Bawaannya selalu bahagia. Coba tebak
kenapa?
55
pertama, dia begitu cantik. Kedua, ia
cerdas, saat diajak diskusi bahkan
tentang politik masyarakat planet
plutopun bakal nyambung. Ketiga,
solehah, agamanya bagus sekali.
Keempat, alhamdulillah belum ada
yang mengkhitbah. Kelima, dan ini
yang paling penting, sepertinya dia juga
memiliki rasa yang sama. Tolong garis
bawahi kata "sepertinya".
56
rumah sederhana, tempat mereka
tinggal bersama, melarungi bahtera
rumah tangga.
57
jauh ke dasar samudera, tiba-tiba dunia
begitu gelap. Sungguh menyedihkan.
58
dari tuhan. Betapa congkak dan
sombong.
59
“Parahnya, dalam banyak episode
kehidupan, kita sering berlaku
seperti lelaki muda diatas. Seolah-
olah memiliki kekuasaan untuk
menentukan akhir sebuah cerita.
Menjadi saingan dari tuhan.
Betapa congkak dan sombong.”
60
Sebelum-
Meminta
Teduh laki-laki itu berbisik kepada
perempaun yang paling ia sayangi itu,
“Sebelum kamu memintaku untuk
menerima masa lalumu, bersediakan
kamu terlebih dahulu menerima masa
lalumu?
61
Sebelum kamu memintaku untuk
memahamimu, maukah kamu terlebih
dahulu untuk memahami dirimu
sendiri?
tapi
62
Sungguh, cintaku bisa membuatku
ikhlas menerimamu, tapi apakah
cintamu pada dirimu sendiri cukup
mampu membuatmu mau menerima
dirimu?”
***
63
Dalam banyak momen kita menuntut
orang-orang untuk tidak terlalu
mempedulikan masa lalu kita, update
quote-quote bijak di sosial media,
nyatanya kita sendiri masih
menangisinya, masih trauma, masih
berkabung kesedihan.
64
menjawab seperti ini, “Mungkin kamu
memang tidak cukup membanggakan
bagi semua orang, tapi percayalah di
hati kami kamulah yang paling
membanggakan.”
65
sederhanamu, maka serta merta ia akan
berbisik lembut seperti ini, “mungkin
kamu tidak cukup cantik bagi semua
orang, tapi percayalah, di mataku
kamulah yang tercantik.”
66
“Dalam banyak momen kita
menuntut orang-orang untuk tidak
terlalu mempedulikan masa lalu
kita, update quote-quote bijak di
sosial media, nyatanya kitas
sendiri masih menangisinya,
masih trauma, masih berkabung
kesedihan.”
67
Hanya Karena
Kamu Gagal
Hanya karena kamu gagal pada
tanggung jawab itu, bukan berarti kamu
pasti akan gagal pada tanggung jawab
kali ini.
68
Jangan biarkan hal-hal yang tidak bisa
kamu ubah mempengaruhi hal-hal yang
bisa kamu ubah.
69
kedua pertunjukan dalam waktu
bersamaan?
Mustahil!
70
Memang ada trauma yang masih
membekas, membuat ragu, tapi
keraguan dan kekhawatiran ini bukan
malah menjadi sebab kita tidak berani
mengambil kesempatan itu. Justru ini
menjadi senjata terkuat kita.
71
sudah terbiasa tiga kali di posisi dan
momen yang sama. Ketiga, ia memiliki
persiapan yang jauh lebih matang
daripada yang lain.
72
Trauma yang membekas, yang
menciptakan kekhawatiran bukan agar
kita berhenti melangkah, melainkan
agar kita bisa berhati-hati melangkah.
73
dorongan untuk memecut diri agar
maju, sedangkan orang kerdil melihat
sebuah kegagalan sebagai siksaan
untuk memcut dirinya agar mati.
74
sejarah hidup mereka, hampir tak ada
satupun yang tak pernah gagal.
75
sampai di posisi mereka yang
sekarang?!
Maka lepaskanlah!
76
“Lepaskanlah dirimu. Biarakan
hal-hal yang bisa kamu lakukan
menghapus hal-hal yang tidak
bisa kamu lakukan.
77
Tidak Baik-
Baik Saja
Kapan aku tahu kehidupanku tidak
sedang baik-baik saja?
78
sangat tidak baik-baik saja. Ada
kualitas yang harus diperbaiki.
79
kritiknya yang seolah melukai harga
diri kita? Dan ini berarti ada yang
kurang dari pekerjaan atau sikapku. Ini
tidak baik-baik saja.
80
kesempatan yang kurang bersahabat.
Aku gagal karena usahaku yang kurang
maksimal. Aku jatuh karena ketidak
hati-hatian dalam melangkah.
Bukankah anak panah harus ditarik ke
belakang baru ia bisa melesat menuju
papan bidikan? Begitupun filosofi
kegagalan.
81
Bukankah setiap kebangkitan superhero
terjadi justru ketika sangat terpuruk?
82
“Kapan aku tahu kehidupanku
tidak sedang baik-baik saja? Saat
momen terburuk dan terberat
dalam hidup.
83
84