Anda di halaman 1dari 13

LOMBA CIPTA

PUISI DAN CERPEN


BAGI SISWA DAN GURU
Pasrah

Sebuah langkah terhenti

Semua orang mengurung diri

Suasana berubah menjadi tak pasti

Ya, semua akibat ulah makhluk kecil tak terlihat ini

Sosok yang menghadirkan perasaan gelisah

Yang memporak porandakan dunia

Tak bernyawa namun bersemayam diantara manusia

Satu berita tentangmu, seisi bumi menjadi resah

Kau! Datangmu mengukir derita

Iya, kau virus yang amat mematikan

Lihatlah seorang anak yang kehilangan ayah ibunya

Ribuan nyawa berhasil kau telan

Apa kabar ?

Dulu setiap harinya selalu berjumpa

Keramaian, canda tawa, kini hilang sirna

Entahlah..

Hanya ada doa yang bisa kita ucapkan

Untuk menghapus segala peristiwa dunia


Yang sedang mewabah di kerumunan kita

Lekas sembuh bumiku tercinta

Ponorogo, 5 Oktober 2021

Karya : Hanastafika Ananda Putri

Siswi MTs Ma’arif Munggung


Kebersamaanku Di Begal COVID-19
Dunia bermasker, pada akhir tahun 2019 di sebuah kota di Cina muncul wabah
virus yang penyebarannya sangat cepat dan mematikan. Mereka menyebutnya virus
CORONA karena bentuknya menyerupai mahkota. WUHAN, itulah nama kota yang
pertama kali menjadi sumber penyebaran dari virus corona atau kemudian orang
menyebutnya COVID-19.
Karena penyebarannya begitu cepat serta menelan banyak korban meninggal
yang berjatuhan karena virus itu, maka pemerintahan setempat memberlakukan
pembatasa kegiatan sosial bersekala besar atau lockdown.
Awal Februari saat menanti pagi, rasa grogi, cemas, bahagia membaur menjadi
satu karena hari itu aku menjadi siswi baru di SMP Jaya Sakti. Rasa takut begitu
menghantui “Akankah aku bisa beradaptasi dengan lingkungan baruku?”, bisik hatiku.
Namun ketika aku sudah berada di kelas, segala rasa yang tadi aku pikirkan
ternyata salah. Teman-teman menyambutku dengan ramah, ketika selesai perkenalan
diri akupun di persilahkan untuk duduk di kursi. Selang beberapa lama, jam
menunjukkan pukul 09.30 waktunya kami istirahat.
” Hai, ayo ke kantin!” ku dengar ajakan dari salah satu temanku ”.
“ Aku di kelas aja deh”, ucapku dengan rasa malu dan canggung
” Ayolah gak papa kok, kenapa kamu malu ya?” Tanya temanku
“He he iya”
“Ayolah gak papa gak usah malu!”
”Oke deh kalau gitu”, kitapun pergi kekantin bersama.
Sesampainya di kantin, kitapun membeli beberapa jajanan, ada aneka jajanan
yang di jual di kantin : ada mie, snack, minuman. Tentunya semua makanan di kantin
sekolahku enak dan mengenyangkan. Aku dan temanku membeli beberapa snack,
biscuit, dan minuman. Ketika di kantin banyak juga teman-teman dari kelas lain yang
ngajak kenalan.
”Hai namamu siapa?”.
“Hai rumahmu di mana?” ucap tema-teman yang ada di kantin saat itu.
Akupun menjawab pertanyaan-pertanyaan dari mereka, senang rasanya bisa
punya temen baru yang ramah.
Selesai membeli jajan akupun kembali ke kelas untuk menyimpan jajan yang
tadi aku beli karena satu sekolah harus melaksanakan ibadah sholat sunah yaitu Sholat
Duha dan mengaji bersama.
Setelah selesai wudhu kamipun menunaikan ibadah sholat duha bersama. Selesai
Sholat Duha kamipun langsung bergegas untuk mengambil Al-Quran dan mengaji
bersama. Setelah semua rangkaian kegiatan pada hari ini di sekolah selesai, kamipun
kembali ke kelas untuk beristirahat. Aku dan teman-temanku makan bersama.
“Masyaallah, sungguh indah kebersamaan ku dengan teman-temanku di sekolah!”.
Namun beberapa minggu kemudian, pemerintah memberlakuan pembatasan
kegiatan sosial berskala besar atau lockdown yang menjadikan segala kegiatan
dilakukan di rumah, bahkan kegiatan belajar mengajar juga dilakukan di rumah.
Awalnya lockdown berlaku selama dua pekan, aku sangat senang karena bisa di rumah
gak sekolah.
”Wah libur, asiiyyyyap asyik nih bisa di rumah!” aku dan teman-teman bersorak
bahagia.
Dua pekan berlalu, ternyata lockdown belum berakhir juga. Pemerintah justru
memperpanjang PKKM, akupun sangat senang karena bisa di rumah, gak sekolah, bisa
bangun siang dan gak ada PR. Tiba-tiba Hp ku berbunyi “klunting…klunting”, setelah
aku buka ternyata banyak pesan WhatsApp yang masuk, aku seneng banget ni soalnya
banyak yang ngirim pesan ke aku pikirku dalam hati. Setelah aku buka pesan tersebut
ternyata ituu pesan yang di kirim oleh Bapak dan Ibu guru, Beliau mengirim pesan
melalui WA untuk memberi kami penugasan yang harus di kerjakan dan di kumpulkan
pada saat PTM (Pembelajaran Tatap Muka).
Tugas-tugas tersebut aku kerjakan satu persatu, awalnya aku merasa biasa aja
gak merasa keberatan, tapi lama kelamaan tugasnya makin banyak dan akupun merasa
bosan.
“ Aku bosan sekolah online, gak dapet uang jajan gak bisa ketemu teman-temn”,
gumamku dalam hati.
Aku sering bertanya kepada ayah dan ibuku, “Ayah, Ibu kapan sih bisa sekolah
lagi?”
“Ya, ayah sama ibu juga gak tau, berdoa saja semoga pandemi ini segera
berakhir” jawab kedua orang tuaku yang menenangkan hati.
“ Iya yah, bu”, jawabku.
Sudah sekian lama tetapi pandemi juga belum berakhir. Saat ini hampir
memasuki bulan Ramadhan, biasanya saudara-saudaraku pada mudik tapi karena
pandemi ini Ramadhanku jadi sepi. Tak ada suasana hangat dengan sanak saudara, tak
ada yang namanya ibadah sholat tarawih berjamaah.
“Gak afdol rasanya kalau bulan Ramadan gak sholat tarawih berjamaah” kata
hatiku dalam keadaan murung.
Bulan Ramadan yang begitu hampa tanpa kehangatan bersama dengan sanak saudara.
Ketika akhir bulan Ramadan pun pandemi juga belum berakhir. Allaahu akbar, Allaahu
akbar alaaahu akbar, laa ilaa haillallahuwallaahuakbar allaahu akbar walillahhilham.
Suara takbir menyambut dari segala penjuru arah tak terasa hari raya idul fitri pun telah
tiba. Dulu ketika aku masih kecil hari raya idu fitri terasa sangat menyenangkan bisa
berkumpul dengan sanak saudara, bisa bermaaf-maafan secara langsung, tapi sekarang
idul fitri tak seindah tahun-tahun sebelumnya.
Hari raya pertamaku hanya dihabiskan dengan rebahan di kamar saat itu aku berlarut-
larut dalam kesedihan “Ya Allah kenapa gini sih lebaran tahun ini?” ucapku dengan
meneteskan air mata, dan tak lama akupun tertidur pulas dengan kondisi air mata yang
masih membasahi pipi.
Jam terus berputar hingga waktu makan siangpun tiba ;”Chelsea ayo makan udah
waktunya makan siang ni! Nanti sakit loo!” ;”iya bu” aku terbangun dengan kondisi
masih murung.
;”Chelsea….kok cemberut gitu mukanya kenapa?” Tanya kedua orang tuakku
cemas;”ya gimana aku gak cemberut, aku sedih aku baru kenal sama temen-temen baru
eh malah lockdown terus pengen kumpul sama saudara malah gak bisa mudik” jawabku
dengan raut wajah judes. ”Chelsea, ini semua udah menjadi ketetapan Allah, kita gak
boleh marah-marah sama apa yang udah menjadi ketetapan Allah, kita harus sabar dan
juga ikhlas mrnjalani kehidupan ini. Apalagi saat mendapat ujian kaya gini harus di
tambah lagi tu sabarnya!”nasihat dari ibuku dengan penuh lemah lembut.
Akupun terdiam sejenak, ”sabar? ikhlas ? gimana caranya biar bisa sabar dan ikhlas?”
tanyaku kepada ibuku. ”Caranya kita harus banyak-banyak bersyukur, bersyukur diberi
sehat diberi rezeki apapun itu, bersyukur masih bisa makan semua itu adalah nikmat.
Kalau kita bersyukur hidup kita akan terasa indah, kamu gak akan sedih-sedih lagi terus
kalau kita bisa bersyuku kita juga bisa bersabar, nanti lama-lama akan sampek kok ke
titik ikhlas”.
”Oooo….jadi harus bersyujur dulu ya?”
”Iya, karena bukan bahagia yang membuat kita bersyukur tapi bersyukur yang membuat
kita bahagia, jadi gak sedih-sedih lagi deh”, kata ibu menghiburku.
”siaaaap”, jawabku semangat.
“Allaahhu Akbar, Allaahhu Akbar. Asyhadu allaa illaaha illalaah. Asyhadu alla illaha
illallaah. Asyhadu anna muha Muhammadar rasulullah, asyhadu anna muhammadar
rasulullah. Hyya’ allashallaah. Hayya’ alashallaah. Hayya’ allalfallaa. Hayya’ alalfallaa.
Allahu akbar, Allahu akbar laaillaha illallah”. Suara adzan terdengar jam menunjukkan
waktu sholat dzuhur.
“tuh udah adzan daripada sedih mulu mending kita sholat dzuhur berjamaah” ajak
ayahku.
“ siap laksanakan!” serentak aku dan adikku menjawab.
“ Ya Allah hanya engkaulah yang maha besar, hanya engkaulah yang maha pengasih
lagii maha penyayang. Hanya kepadamulah hamba meminta dan memohon. Ya Allah
ampunilah dosaku dan dosa ke dua orang tuaku, berikanlah kami kesehatan, kepanjang
umurab serta kelancaran rezeki, Ya Allah berikanlah kami kesabaran dan juga
ketabahhan untuk menjalani hari di tengah pandemic ini. Dan semoga pandemic ini
segera berakhir agar kami semua bisa melakukan kegiatan seperti semula, AAMIIN.
Allahumma sholi alla saiyyidina Muhammad wa allaalli sayidina Muhammad, do’a di
setiap hariku.
Pandemi ini memang mampu merubah segalanya, mampu menuangkan kesidihan dalam
kurun waktu yang tak sebentar.. Namun di sisi lain pandemi ini juga mengajarkanku
banyak hal, mengajarkanku betapa prntingnya menjaga kesehata juga kebersihan diri
srndiri dan lingkungan, aku yang dulunya ogah-ogahan berolahraga kini akau bener-
bener rajin berolahraga, aku yang dulu enggan peduli dengan lingkungan kini aku
begitu peduli dengan lingkungan. Karena aku sadar bahwa kesegatan itu mahal.
Dan yang paling penting adalah pandemic ini mengajarkanku tebtang sabar dan juga
ihklas menjalani segala sesuatu. Dan masyaallah ketika kita sabar, ihklas dan berserah
diri kepada Allah ternyata apa yang di rencanakan oleh Allah itu jauh lebih indah dari
yang kita kira.
Ponorogo, 7 Oktober 2021
Karya : Chelsea Antikka P.

Siswi MTs Ma’arif Munggung


Senyum Sekolah

Pagiku tak cerah lagi

Belajarku di rumah sendiri

Semangat itu pergi

Entah sampai kapan kembali

Keceriaan itu hilang

Bagai langit yang menghitam

Keramaian itu hilang

Bagai ruang kelas yang mencekam

Senyum sekolah belum kembali

Corona cepatlah pergi

Semangat ini sejenak terhenti

Untuk meraih segala mimpi

Wahai corona…

Kembalikan senyum sekolah kami

Hilangkan wabah yang makin menjadi

Agar kami dapat belajar di sekolah bersama


Ponorogo, 02 Oktober 2021

Yosi Fitra Nugraheni, S.Pd

Penulis adalah Guru Bahasa Indonesia

MTs Ma’arif Munggung Pulung


Masalah Hidup

Rifan adalah sahabatku sejak kecil. Kami adalah mahasiswa


di salah satu Perguruan Tinggi di Surabaya. Suatu hari, Rifan
bercerita kepadaku tentang masalah yang dihadapinya saat ini. Dia
berpikir kalau orang lain selalu terlihat senang dan bahagia terlepas
dari masalah yang dialami dalam hidupnya. Mereka terlihat seperti
orang-orang yang tak memiliki beban di pundaknya. Namun
anehnya, Rifan merasa tidak terlalu suka saat melihat temannya
tersenyum bahagia. Sejak kecil kami memang selalu bersama,
selain umur kami tak jauh berbeda, namun kami juga seperti sahabat
bahkan teman curhat.

“Reyna, kok aku aneh ya selalu merasa bahwa kehidupan orang lain
selalu baik-baik aja bahkan kelihatan seperti tidak punya masalah,
beda banget sama kehidupan aku yang rasanya kayak punya
banyak beban terus aku juga merasa tidak bisa bahagia.” Kata Rifan
waktu itu.

Kemudian aku mengatakan kepada Rifan, “Fan, setiap orang


memiliki permasalahan dan beban hidup yang harus dijalani.
Tentunya masing-masing beban hidup yang dialami setiap orang
pasti berbeda-beda. Jika beban hidupmu selalu dibandingkan
dengan orang lain maka percayalah bahwa semua itu akan semakin
berat”, kataku sambil sedikit menghibur keadaan hati Rifan yang
kurang baik.

Yang selama ini dipikirkan Rifan tentang orang lain tidak semuanya
benar. Padahal bisa jadi kebalikannya, serta perjuangan orang-
orang untuk menenangkan dirinya sendiri. Bisa saja mereka telah
berhasil melalui masa-masa terberat dalam hidupnya.

Sejak kecil Rifan memang berasal dari keluarga broken home.


Ibunya sudah menikah lagi setelah ditinggal oleh ayah Rifan yang
tak pernah tahu kabarnya sampai saat ini. Ibu Rifan memiki seorang
anak perempuan dari suami barunya itu. Walaupun demikian ayah
tiri Rifan juga memperlakukannya seperti anak kandung sendiri.
Namun dihati kecil sahabatku ini tetap ada yang kurang. Dia masih
ingin tetap untuk bisa menemukan ayah kandungnya. Dia merasa
mengapa dia tidak bisa seperti yang lain. Yang bisa hidup bahagia
sempurna dengan orang tua kandungnya. Separuh jiwa Rifan tetap
terasa hilang. Karena sosok ayah, yang tak bisa mendampinginya
sedari kecil.

Ketika aku berusaha menenangkan kegalauan hati Rifan, setelah itu,


dia hanya terdiam merenungi perkataanku. Dia memikirkan apa yang
aku katakan saat itu. Meskipun terkadang menasehati orang lain
tidak semudah menasehati diri sendiri. Terkadang aku sendiri masih
suka membanding- bandingkan diri dengan orang lain.

Waktu dulu aku juga pernah merasakan seperti di posisi Rifan saat
ini. Mereka tidak bisa mendapatkan kebahagiaan seperti orang lain.
Namun masalah yang aku alami berbeda dengan Rifan dia
menghadapi masalah hidup tentang keluarganya, sedangkan aku
dengan kisah percintaanku. Yaa, saat aku menemukan cinta
pertamaku. Mungkin banyak orang menyebutnya itu cinta monyet.
Namun kisah itu aku anggap kisah yang mengesankan dalam
hidupku.

Kisah cinta dimana dua anak remaja yang saat itu memiliki harapan
yang sama. Ingin selalu bersama setiap waktu, namun setelah 2
tahun menjalani kebersamaan, menginjak tahun ketiga mereka
bersama, mereka harus dipisahkan jarak dan waktu. Karena mereka
mengejar masa depannya masing-masing. Keterpurukan
menghampiri ketika kami memutuskan untuk lebih memilih mengejar
masa depan itu. Hancur, seperti hilang semangat pada waktu itu,
bahkan rasanya aku sudah lupa bagaimana lagi untuk bisa
tersenyum bahagia.

Saat itu juga ada yang menasehati aku bahwa Tuhan selalu
memberikan beban masalah sesuai dengan kemampuan masing-
masing orang. Oleh karena itu respon dari orang-orang pun juga
berbeda-beda, terkadang ada yang merasa dibebani ada juga yang
tidak.
Kemudian aku dan Rifan saling memberikan semangat setelah kami
saling menceritakan masalah hidup masing-masing yang dulu aku
alami dan yang Rifan rasakan saat ini.

“Tuhan tahu seberapa kuat kita untuk bisa menghadapi masalah


yang diberikan oleh-Nya, maka dari itu kalau soal porsi jangan
ditanyakan ya, karena kita tahu kalau Tuhan itu memang Maha Adil,”
ujarku kepada Rifan

Aku juga percaya jika setiap masalah yang menimpaku nantinya bisa
menjadi pelajaran dalam hidupku. Karena selalu ada hikmah yang
bisa aku ambil dari setiap suka dan duka ku. Yang membuat aku
selalu yakin adalah setiap permasalahan ini datang dan dirancang
oleh-Nya.

Ponorogo, 02 Oktober 2021


Yosi Fitra Nugraheni, S.Pd
Penulis adalah Guru Bahasa Indonesia
MTs Ma’arif Munggung

Anda mungkin juga menyukai