Anda di halaman 1dari 3

Ada apa dibalik Corona

Raja siang sudah datang. Alarm sudah berbunyi nyaring menghiasi telingaku.
Kicauan burung sudah terdengar melawan kokokan ayam. Hari ini libur sekolah pertama
karena wabah penyakit corona. Sebenarnya, libur ini tidak sesuai dengan jadwal
seharusnya. Tapi, karena corona libur sekolah dimajukan. Ini bukan kabar gembira
melainkan kabar duka. Corona sudah merambat ke dunia membuat semua resah oleh
perbuatannya. Tetapi, itu semua bukan batasan bagi kita yang berkarya. Gairah hidup
datang lagi kepadaku. Aku melihat diriku dicermin bertuliskan namaku yaitu Grace. Aku
rasa aku siap menghadapi hari ini.

Air dingin khas Lampung Barat mulai menyambutku. Kulitku serasa ingin beku
dibuatnya. Tapi, siapa sangka bagiku air seperti itu prioritasku sebagai warga disini.
Harum kopi ayahku terlintas dihidungku sehingga membuatku tersadar bahwa aku benar
di Lampung barat.Biasanya disaat libur aku dan teman temanku maratho di pagi hari. Tapi,
karena corona, kami harus merapkan pyshical distancing. Rasanya memang tidak enak,
tapi kalau tidak diterapakan juga akan lebih tidak enak.

Lampung Barat sudah termasuk zona kuning atau penularan corona ( covid 19 )
paling rendah. Walaupun paling rendah, kami belum boleh menerapkan new normal.
Walaupun di Lampung Barat atau yang sering disapa Liwa ini masih zona kuning tetap
saja harus menerapkan apa yang diharuskan pemerintah indonesia. Karena corona, ujian
kami terputus dan harus menggantinya dengan ujian online. Untung saja, pemerintah kami
menerapkan SIA PM seperti ujian berbasis online. Walaupun sensansinya memang beda,
tapi aku harus bersyukur karena masih ada orang yang berfikiran membuat ujian online ini.

Hari hari terus berganti hingga tepat dihari yang sering disebut weekend day yaitu
hari minggu. Hari minggu merupakan hari untuk aku beribadah di gereja Khatolik. Namun,
karena adanya pandemi ini ibadah kami diberhentikan sementara. Tapi, bukan berarti kita
harus memutus pertalian antara kita dan Tuhan yang maha esa. Aku dan keluargaku
beribadah secara online. Mungkin kita sekarang sudah lebih mendalami canggihnya
teknologi sekarang sampai sampai ibadah saja sudah bisa during.
Dewi malam sudah terlihat. Aku hanya bisa lihat itu dari jendela di kamarku. Aku
pernah berfikir apa orang yang terkena Corona itu sebanyak bintang? Jikalau bintang ada
beribu ribu apa yang terkena juga akan beribu beribu. Tapi, maklum saja Corona itu
penyakit baru yang belum ada obatnya. Para ilmuwan pun susah mencarinya. Setiap
melihat ratu dan putri malam aku selalu memikirkan mereka yang berguna di masyarakat
aku juga selalu memikirkan mereka yang terkena virus corona. Para tenaga medis yang
selalu kuat mengahadapi segala tantangan, para dinas pertahanan yang selalu tertib demi
suksesnya PSBB, dan juga para mereka yang #dirumahaja tanpa berhenti berkarya. Aku
percaya kalian semua kuat dan hebat!.

Hari demi hari sudah kami lewati dengan senyuman yang pasti. Matahari pun
bangun untuk menyambut dunia walau penuh corona. Masakan Ibu membuat perutku
menari nari tak menentu. Keadaan masih sama, masih ada corona dan juga masih belum
ditemukan obatnya. Untuk menghiasi hari dengan penuh ceria, aku dan keluargaku
membuat makanan yang berasal dari daerah Jawa yaitu kue putri ayu atau yang sering
disapa putu ayu. Penuh ria untuk membuatnya sehingga banyak yang bilang kalau kuenya
enak itu karena penuh keceriaan diantara kami. Bahagia terus datang di keluarga kami.

Matahari sudah lelah dan memutuskan untuk tidur dan pekerjaan matahari diganti
oleh bulan bulan yang menghiasi malam indah ini. Aku membuka teknologi yang sudah
sangat canggih yaitu handphone untuk melihat lihat kehidupan dunia maya. Handphoneku
bergetar aku pun bergegas melihat apa yang terjadi. Ternyata hari ke- 100 kami
menjalankan karantina mandiri. Aku bingung apakah aku harus senang atau tidak. Aku
pun berfikir kapan Corona akan hilang selamanya? Karena aku memikirkannya terlalu
berat aku tertidur dengan rasa penasaran.

Panas terik sang raja siang membuat mulutku kering kehausan. Sudah 4 gelas
kuhabiskan tapi aku belum ada rasa puas. Akupun dan kakakku membuat makanan
jajanan keliling yaitu sop buah. Kami membuatnya penuh dengan tawa riang. Walaupun,
rasanya sedikit aneh kami menyimpulkan itu semua oleh kerja keras kami.

Banyak yang kami jalani saat saat ini disaat pandemi ini. Banyak yang kami lakukan
saat #dirumahaja. Banyak pengalaman yang kami temui juga seperti nonton drakor, buat
bolu, dan juga buat cerpen ini.
Hari itu datang, hari yang aku tunggu datang. Aktivitas sudah boleh dilakukan
walaupun tetap harus mengikuti aturan protokol kesehatan. Kendaraan sudah mulai ramai
berlalu lalang. Segala ibadah sudah boleh dilakukan, para umat Muslim sudah boleh
melakukan shalat jum’at di Masjid, para umat khatolik dan protestan sudah boleh
melakukan misa minggu, pura sudah dibuka bersamaan dengan vihara dengan mematuhi
peraturan setempat. Sampai saat ini aku sadar, dibalik pandemi ini ada kebersamaan
yang kita jalin seperti lebih mendekatkan diri dengan tuhan yang maha esa, juga
mempererat kekeluargaan dan bersemangat menjalani segala hal. Sekian cerita yang
saya sampaikan semoga berkenan tersenyum juga di masa pandemi ini.

Terimakasih

Nama : Felicitaz Grace Realita S.


Tempat, tanggal lahir : Liwa, 15 mei 2007
Cita cita : Dokter
Lamban Baca : Lamban Baca WKRI St. Theodorus Liwa

Anda mungkin juga menyukai