Anda di halaman 1dari 6

Biarkan Secuil Kebaikan Mengantarkanku dalam Meraih Impian

Khoirunnas anfa'uhum linnas. Sebaik-baiknya manusia adalah yang bermanfaat bagi orang lain. (HR.
Ahmad, Thabrani, Daruqutni. Disahihkan Al Albani dalam As-Silsilah As-Shahihah)

Itulah hadits yang selama ini menemaniku dan menguatkanku untuk terus berbuat baik hingga impian
dapat kuraih dengan petunjuk jalan kebaikan yang tak bosan kukerjakan.

Kini kesuksesan menyambut jiwa ini dengan cara yang tak di sangka-sangka. Kini impianku menghampiri
diri ini dengan alurNya yang tak pernah terlintas dipikiranku, dan kini segala kejutan-kejutan indah
memelukku satu persatu.

Kumandang suara adzan shubuh membangunkanku untuk beranjak dari tempat tidur. Aku mengambil air
wudhu dengan merasakan sensasi dingin masuk melalui lapisan epidermis kulit, rasanya mampu
merontokkan seluruh dosa yang menempel di tubuhku. Layaknya reseptor pada kulit, Korpuskula Krause,
yakni si penerima respons rangsangan dingin yang bertugas baik pada pagi ini.

Semilir angin lembut menyentuh diri saat keluar rumah menuju Masjid. Bulan masih setia memancarkan
cahaya terang dengan tenang. Begitupun bintang masih berkedip-kedip manja di angkasa. Aku berjalan
diiringi suara ayam yang sahut sahutan berkokok menjadi melodi indah pembangkit semangat. Embun
pun jatuh hingga daun ikut bergoyang menyambut pagi ini. Sensasi damai tenang dan tentram dapat aku
rasakan.

Hari ini akan ku mulai perjuangan menjadi kelas 12. Buku tebal-tebal kini menjadi makanan sehari-hari.
Duduk di meja paling depan adalah tujuanku sehingga aku berangkat pagi. Memperhatikan guru adalah
sebuah keharusan supaya paham akan ilmu yang diberikan.

"Wihhh mantap deh Ra, gabung boleh nggak nih!" Sambut Faiza sambil menghampiriku

"Ehh kamu Za, boleh lahh sini-sini belajar bareng." Jawabku

Faiza adalah teman baikku. Seringkali kami memiliki tujuan yang sama. Aku ingin menjadi dokter, Faiza
pun juga seperti itu. Bersyukur aku mendapatkan teman seperti Faiza. Hampir setiap jam istirahat kami
manfaatkan untuk berkunjung keperpustakaan.

Sudah kelas 12, aku dan Faiza masih belum bisa move on dengan kegiatan PMR. Aku senang bergabung
di PMR. Ilmu tentang kesehatan banyak aku dapatkan disini. Belajar berorganisasi bersama teman-teman
yang luar biasa. Mereka memiliki kepedulian yang tinggi akan kesehatan orang lain maupun dirinya
sendiri. Selama di PMR aku belajar bagaimana bertindak ketika teman-teman sakit, melakukan
pertolongan pertama, menjadi panitia donor darah dan sering mengadakan pengobatan gratis. Bahkan
nggak cuma membantu dalam kesehatan fisik saja. Aku juga sering menjadi tempat curhat. Aku sering
pulang telat karena masih di sekolah demi mendengarkan curhatan teman-temanku. Entah kenapa aku
merasa puas ketika mampu menyelesaikan permasalahan orang-orang disekitarku.

***

Hari Kamis, saat itu sedang pelajaran Kimia, aku duduk didepan sendiri. Bu Purwani menjelaskan materi
tentang kimia organik. Bu Purwani merupakan salah satu guru tua, yang sebentar lagi pensiun. Tak
sengaja aku melihat bagian belakang. Rasanya ingin marah melihat teman-teman yang tak bisa
menghargai guru didepan. Ada yang bercerita dengan teman sampingnya, ada yang duduk dibawah meja
sambil makan, ada yang tidur, banyak pula yang main hape.

Sungguh miris pendidikan saat ini. Mereka hanya ingin mendapatkan nilai bagus tanpa mau berjuang
tulus. Menghargai saja tak bisa, bagaimana ilmu akan diterima? Ahh sudahlah, aku juga sudah berkali-
kali mengingatkan. Tak lama ujian semester 5 akan segera tiba. Bunda selalu mengajariku untuk
mengerjakan ujian dengan jujur. Ayah mengajariku untuk menjawab penuh keyakinan tanpa harus
mencontek. Memang dalam diri berat melakukan semua itu. Melihat teman-teman dengan lincahnya
melakukan kecurangan saat ujian. Tapi usaha maksimal dan tawakal kepadaNya tetap aku jalankan.

Jreng jreng, yang ditunggu akhirnya datang. Penerimaan raport semester 5 siap untukku terima. Kini
kenyataan telah menamparku. Tak hanya pahit dirasa melihat nilai ku berada diposisi bawah dibanding
teman-temanku. Sedih? Pasti dong tapi hanya sesaat. Karena dari sinilah aku sadar bahwa perjuanganku
harus lebih besar lagi. Tak lama pengumuman seleksi jalur raport. Sungguh, aku berharap ingin
mengikuti seleksi jalur raport. Tapi, takdir berkata lain. Kecewa? Iya. Tapi aku tak selemah itu. Justru dari
kegagalan jalur raport inilah akan ku jadikan pondasi terkuat untuk menyiapkan ujian masuk perguruan
tinggi. Ujian masuk perguruan tinggi sebentar lagi akan tiba. InsyaAllah aku siap. Beribu-ribu soal sudah
aku sentuh dan merasakan sensasi tingkat kesulitannya. Tepat tanggal 5 September dimana UMPTN akan
ku taklukan hingga kujadikan sahabat yang mengantarkanku digerbang fakultas impian.

Brukk, suara itu tiba-tiba menjadikan aku pingsan. Aku sudah tak sadar saat itu. Sekujur tubuh yang
lemah ini diangkat dan dibawa ke rumah sakit. Setelah beberapa menit aku sadar, melihat ayah bunda
cemas dan khawatir dengan keadaanku. Aku teringat dengan nenek yang aku selamatkan tadi pagi. Entah
bagaimana keadaanya beliau sekarang.
Bunda :”Alhamdulillah nak, kamu sudah sadar, bagaimana keadaanmu sekarang nak?.”

Ara :”Alhamdulillah bun, Ara baik-baik saja kok. Siapa yang membawa Ara sampai sini bun?”

Pak Wisnu : "Ara, perkenalkan Om, saya Om wisnu, saya putranya nenek yang kamu selamatkan tadi.
Maafkan Om nak, tadi Om membeli sarapan di seberang jalan, Om meninggalkan nenek sebentar di
mobil, tapi tiba-tiba nenek menyusul Om di warung dalam keadaan tidak bisa menyebrang. Maafkan
kami nak Ara."

Ara : "Baik Om, Alhamdulillah sekarang Ara sudah sendikit membaik. Terimakasih Om sudah membawa
Ara sampai rumah sakit. Bagaimana keadaan nenek sekarang Om?"

Pak Wisnu :"Alhamdulillah nenek baik baik saja nak, tidak ada satupun luka di tubuh beliau."

Sejak kecelakaan itu aku seperti merasakan hidupku hancur. Gelap, sungguh gelap yang aku rasakan. Aku
hanya bisa berbaring dalam keadaan lemah. Segala usahaku selama ini untuk berjuang di medan UMPTN
kandas, bahkan membaca naskah soal saja tak berkesempatan. Bagaimana mungkin aku bisa menjadi
dokter. Saat ini pula Kakek ku semakin kritis karena penyakit jantung. Aku ingin sembuh dan bisa segera
menjadi dokter, supaya bisa menyembuhkan Kakek dan orang-orang yang sakit. Tapi aku tidak mau
berputus asa hanya dengan meratapi nasib buruk saja. Segenap keyakinanku yang mantap dan bulatnya
niat untuk menjadi dokter, Allah mengijinkanku untuk berjuang di ujian mandiri. Jarak UMPTN dengan
jalur mandiri sangat dekat. Aku berangkat ujian mandiri dengan kepasrahan karena setelah kecelakaan
kemarin tubuh ini tak bersahabat untuk belajar. Dengan segala doa, semoga apa yang telah aku pelajari
sebelumnya masih ingat.

Sore itu, pengumuman ujian mandiri telah tiba, sungguh luar biasa. Aku diterima di fakultas kedokteran.
Sebuah cita-cita yang aku impikan akhirnya sekarang menjemputku dengan penuh kebanggan. Orang
tuaku ikut merasakan bagaimana senangnya diri ini.

Setelah isya' ayah memanggilku bersama bunda untuk membicarakan sesuatu yang serius, pembayaran
kuliah semester awal akan segera berakhir. Biaya di kedokteran termasuk tinggi. Apalagi melalui jalur
terakhir masih ditambah biaya uang gedung. Sedangkan ayah harus membiayai pengobatan Kakek yang
semakin parah. Aku tak mungkin egois dengan impianku.

Terlintas dalam pikiranku membayangkan Kakek yang saat ini sedang berjuang untuk hidupnya.
Membayangkan wajah kakek yang mulai penuh kerut seakan mata berkaca. Kakek yang telah mengajari
ku banyak hal dan selalu menceritakan sejarah kehidupan zaman dahulu.

Kini, aku sudah tidak sanggup melihat ayah harus dibenturkan kenyataan untuk menyelamatkan Kakek
atau mempertahankan masa depanku. Harapan menjadi dokter rasanya makin pupus. Bersama sajadah
aku terpejam penuh harap hingga tetes embun mengalir dari kedua mataku. mendekat dengan Sang
Maha Kaya, pemilik alam semesta. Hingga suara adzan subuh menggemparkan alam sunyi.

Pagi hari sekitar jam 8 aku bersama ayahku bersiap menjenguk Kakek di rumah sakit.

"Tok tok tok.... Assalamualaikum!"

Ayah :" Wa'alaikumussalam, ehh pak Wisnu mari silahkan masuk."

Pak Wisnu : "Baik pak, terimakasih."

Ayah :"Bagaimana kabarnya pak? Bagaimana dengan nenek?"

Pak Wisnu :"Alhamdulillah, semakin membaik pak.

Ayah :"Alhamdulillah ikut seneng. Kalau boleh bertanya, ada keperluan apa nih pak wisnu kesini?"

Pak Wisnu :"Begini pak, entah kenapa rasanya pengen silaturahmi kesini pak, bagaimana kabarnya nak
Ara? Bagaimana dengan kuliahnya? Apakah sudah diterima di perguruan tinggi pak?"

Ayah :"Alhamdulillah sudah pak, bahkan di fakultas yang ia inginkan, tapi biaya nya tidak sedikit,
ditambah saya harus membiayai bapak saya dirumah sakit."
Pak Wisnu :"Ohh seperti itu, tenang pak masalah biaya biarkan saya yang menanggung pak".

Ayah :"Jangan pak, biarkan kami berusaha sendiri. Kami tidak ingin merepotkan bapak."

Pak Wisnu :"sama sekali tidak merepotkan pak. Kalau boleh cerita anak saya Yusuf sekarang
mendapatkan beasiswa kuliah kedokteran di Australia pak, bahkan uang beasiswa itu masih sisa banyak
meskipun sudah digunakan untuk kehidupannya disana."

Ayah :"MasyaAllah, kalau seperti itu kami pasrah pak, semoga menjadi amal jariyah bapak dan
sekeluarga."

Alhamdulillah, sungguh rezeki yang tak disangka-sangka. Allah memberikan hadiah yang luar biasa disaat
diri ini mulai lelah dan hampir putus asa. Kini aku semakin malu dengan Rabbku, aku merasa segala
rencanaku adalah yang terbaik bagiku, tapi itu salah. Terkadang hal yang datang awalnya pahit ternyata
jika kita mau menjalani dengan sabar dan ikhlas akan membuahkan kejutan yang sungguh lebih baik dari
apa yang kita inginkan. Kini secuil kebaikan yang telah aku lakukan menunjukkan jalan menuju impian
yang selama ini aku idam-idamkan.

Sebagai seorag wanita, masalah cinta kadang mudah sekali melelehkan hati ini. Aku terus menjaga
kesucian diri untuk tidak pacaran supaya kelak mendapatkan pasangan yang mampu menjaga diri pula.
Meskipun sejak SMA sebuah ungkapan perasaan dari para laki-laki sering menghampiri. Tapi aku tak
pernah menanggapi, karena aku sadar bahwa itu hanya nafsu dan menghambatku dalam meraih impian.

Melalui alurNya aku dipertemukan dengan kakak tingkat jurusan aksitektur. Kak Dimas namanya sosok
laki-laki yang ceria dan memiliki jiwa sosial yang tinggi. Aku bersyukur dipertemukan dengan beliau
karena memiliki tujuan sama. Alhamdulillah dengan ijinNya kami mampu berkolaborasi mendirikan
Rumah sakit dan mengadakan pengobatan gratis setiap hari jumat.

Kini terlintas dipikiranku bahwa dari sebuah penghormatanku kepada seorang guru ketika beliau
menjelaskan ilmu mungkin itu menjadi rihdonya dan memudahkanku menjalani tes masuk perguruan
tinggi hingga tercapai dijurusan yang aku inginkan.
Dari sebuah kejujuran saat ujian mungkin yang membuatku terbiasa tenang dan yakin mengikuti ujian
mandiri tanpa persiapan.

Dari membantu seseorang, tepat ketika menyelamatkan seorang nenek, kini semakin mudah aku
menjadi dokter tanpa harus mengeluarkan biaya sedikitpun.

Dari seringnya bersilaturahmi ke panti asuhan kini Allah memberikan ijin tentang sebuah impianku untuk
mendirikan rumah sakit.

Dari sebuah usaha menjaga diri, menjaga hati, serta selalu menjaga kesucian cinta kini Sang Maha Cinta
mempertemukan dia yang aku cinta sosok laki-laki sarjana arsitektur yang telah membantu banyak
dalam pembangunan sebuah rumah sakit gratis.

Sekarang, aku masih berusaha dan berharap dengan pengobatan gratis setiap jumat semoga bisa
mengantarkanku dan orang tua untuk naik haji bahkan mengajak umroh orang-orang yang aku sayangi.
Seiring bertambahnya usiaku aku tetap ingin menjadi pemimpi yang mampu menjadi pemimpin dalam
setiap langkah kebaikan. Tidak hanya bermimpi dalam mimpi tapi segera tunjukkan aksi untuk meraih
mimpi.

Semangat teruss untuk kalian yang disebut pemimpi.. jangan hanya pandai bermimpi hingga kau terlena
tanpa aksi nyata! gapailah impian dengan kebaikan yang terus mengalir dengan niat keikhlasan bukan
ingin mendapat balasan!!

Teruslah pancarkan kemanfaatan untuk orang-orang disekitar kita❤

Dan yang terpenting jangan pernah lupakan impian utama kita, yaitu SurgaNya ❤❤

-Wulan Febrianingsih-

Anda mungkin juga menyukai