Anda di halaman 1dari 124

SURAT CINTA

TUK ANAKKU

Pendahuluan

Ya Tuhan ketika Engkau menebar keselamatan pada hari-hari manusia,


maka dahulukanlah untuk anakku ini Ya Zat yang Maha Pengasih jadikanlah
anakku dalam golongan orang yang selalu berada dalam lindungan dan kasih sayangMU.
Sejenak marilah kita berfikir dan merenung, lahir, hidup dan mati adalah
perjalanan yang harus ditempuh oleh setiap manusia namun lahir dan hidup hanya
berlangsung dengan waktu yang sangat singkat dan masih dapat dihitung dengan jari.
Berlainan halnya dengan mati dimana waktunya hampir tidak pernah berkesudahan
sehingga diperlukan bekal yang cukup untuk menghadapinya.
Bila dilakukan perenungan secara mendalam maka hidup yang sebenarnya
adalah mati sedangkan hidup yang kita rasakan sekarang itulah mati yang sebenarnya.
Kehidupan harus diisi dengan kerja keras hanya untuk mereguk secuil kebahagiaan
dan beberapa saat ke depan kebahagiaan yang sudah kita rasakan sudah tidak bahagia
lagi dan kita terus sibuk untuk mencari kebahagiaan yang lain.
Wahai anak kami, pengobat hati dan pelipur lara kami.
Tangismu seolah menjawab tanya dan keinginan kami setelah sembilan bulan
menunggu dengan harap-harap cemas. Segala daya dan upaya telah dilakukan, agar
engkau bisa berkembang sebagaimana mestinya. Ya. inilah dunia sayang, engkau
menangis mendatanginya, sementara kami tersenyum dan tertawa gembira
menyambutmu. Dan ini jugalah kebahagian yang tidak mungkin terlukiskan oleh

bahasa, meski engkau tidak mungkin dapat merasakanya saat ini, tapi jika Dia
berkahendak, kelak engkau juga akan merasakan apa yang kami rasakan hari ini.
Kami berharap dengan kehadiranmu menjadikan kami orang tua yang lebih
bisa memahami dan menjalankan tanggung jawab yang telah dipercayakan kepada
kami, tanggung jawab yang tidak hanya sekedar membesarkan atau menafkahimu
hingga dewasa kelak, tapi tanggung jawab akan bekal engkau untuk mengarungi
dunia ini dan tanggung jawab untuk bekal diakhiratmu kelak.
Wahai anakku jantung hati belahan jiwa kami, doa dan usaha yang kami
lakukan tidak pernah mengenal akhir, agar kamu menjadi pribadi yang sesuai dengan
fitrahmu sayang. Tiada henti doa kami agar engkau menjadi anak yang shaleh yang
selalu dapat menatap duniamu dengan dagu yang selalu terangkat. Shaleh yang kami
inginkan tentu saja kamu menjadi anak yang selalu sadar bahwa diri kamu adalah
seorang hamba yang selalu siap menghambakan dirimu kepada Tuhanmu, karena
itulah tujuan penciptaan kamu kedunia ini. Shaleh yang kami inginkan juga tentu
saja, kamu bener-bener menjadi khalifah dan pemimpin di muka bumi ini. Pemimpin
agamamu, pemimpin bagi negaramu, pemimpin bagi keluargamu atau hanya sekedar
memimpin diri kamu sendiri di jalan-Nya.
Wahai anakku.
Hidup ini hanya sekali, dan kami orang tuamu ingin sekali menjadi orang tua
yang dengan segenap tanggung jawab kami, mengantarkan engkau ke jalan yang
seharusnya engkau lalui dalam mengarungi kehidupan kamu di dunia yang fana ini.
hidup ini tidaklah mudah, terlalu banyak aral dan rintangan yang harus engkau
hadapi, dan karena itulah kami tidak akan pernah berhenti untuk selalu mengingatkan
engkau, bahwa harus ada bekal dan persiapan dalam mengarungi dunia ini, dan bekal
itulah nantinya yang akan bisa mengantarkan dan dan menyelamatkanmu hingga
menghadapi kehidupan yang kekal nanti diakhirat kelak.
Kami berharap, bacalah dan renungkanlah setiap bait-bait dari surat kami ini,
dan kami juga berharap, semua pesan ini nantinya akan dapat menyemangati engkau

dan dapat engkau jadikan bekal sebagai sebuah kekuatan dalam menghadapi
duniamu, bahkan ketika kami sudah tidak ada lagi nantinya
Bacalah wahai anakku. Bacalah, semoga mendatangkan manfaat untukmu
dan untuk mereka-meraka yang juga memperhatikannya.!
Kami menyayangimu..

Surat Kesatu
Saat Engkau Lahir

Anakku sayang, apa kabarmu hari ini?


Bunda bahagia saat mendengar suaramu lewat telepon minggu yang lalu dan
memberitahu kalau kau mulai masuk kuliah. Lega rasanya membayangkan putri
Bunda menjadi seorang mahasiswi. Semoga kau bisa menjalaninya dengan baik ya,
Nak.
Nak, sekarang kau menjadi perempuan dewasa. Masa yang telah kau lewati
adalah tahun-tahun kebahagiaan dalam kehidupan Ayah dan Bunda. Rasanya Bunda
tidak percaya menulis surat ini untukmu. Seperti baru kemarin Bunda menimangmu
dalam gendongan, dan sekarang kau sudah dewasa. Membesarkanmu adalah masa
terindah dalam hidup Bunda, sekalipun Bunda harus melepas karier yang cukup
menjanjikan saat itu.
Kisah hidupmu segera dimulai ketika belasan tahun lalu Bunda memeriksakan
diri ke dokter kandungan pada kira-kira sembilan bulan sejak pernikahan Bunda dan
Ayah. Waktu itu ayahmu menemani Bunda. Hasilnya, dokter menyampaikan hasil

pemeriksaan bahwa Bunda hamil. Begitu hasil di USG memperlihatkan ada kantung
kecil, tempat calon janinmu akan tumbuh berkembang, tidak ada kata lagi yang
mampu terucap saat itu selain mengucap takbir lirih, Allaahu Akbar. Bercampur
rasa gembira dan bahagia dalam diri Bunda mendengarnya. Satu pesan dari dokter
kandungan saat itu, Kehamilan muda itu risikonya besar, masih rawan untuk
keguguran. Tolong dijaga baik-baik istrinya ya, Bu.
Ternyata memang tidak mudah mengandung janinmu, Nak. Bunda mengalami
perubahan fisik dan emosi. Bahkan, selama empat bulan pertama Bunda mengalami
flek sehingga dokter menyarankan Bunda beristirahat total.
Saat itu, menjelang ayahmu berangkat ke kantor, Bunda selalu ditemani rasa
khawatir di sepanjang hari. Banyak artikel kesehatan dan kehamilan yang
menyebutkan perihal flek pada kehamilan, dan hampir semuanya mengatakan bahwa
risiko terburuknya adalah keguguran. Nyawa janin dan Bunda terancam karena
keguguran akan diderita oleh kami berdua.
Berbagai klinik dan dokter telah Bunda singgahi. Harapannya tentu saja
supaya janin yang ada di rahim Bunda selalu sehat dan berkembang dengan baik. Di
saat-saat itulah Bunda selalu membawamu kemana pun: tidur, berdiri, makan, dan
lain-lain. Flek yang Bunda derita tidak mengurangi cinta dan kasih sayang Bunda
kepadamu, bahkan kasih itu semakin tumbuh bersama berjalannya waktu.
Dalam kegelisahan itu, kemana Bunda harus mengadu kalau bukan kepada
Tuhan? Kemanakah Bunda harus meminta pertolongan kalau bukan kepada-Nya?
Syukurlah, dalam kegelisahan itu Tuhan memberikan pertolongan.

Semakin besar engkau dalam kandungan, Nak, semakin kuat pula engkau
berkembang di sana. Ketika kandungan berusia lima bulan, Bunda tidak mengalami
flek lagi, bahkan Bunda mulai bisa beraktivitas kembali.
Nak, Bunda dan Ayah merasa sangat bahagia ketika malam tiba dan kami
berdua mulai menghitung berapa kali gerakanmu dalam rahim Bunda. Ketika
gerakanmu berhenti di angka 7, Ayah biasanya berseru menyemangati, Ayo Nak,
tiga lagi. Ayo, Nak, sambil harap-harap cemas menanti gerakanmu berikutnya. Tapi,
sejujurnya pada saat yang sama kami khawatir. Setiap kali kami menghitung, setiap
itu pula ada rasa cemas yang muncul. Ayah dan Bunda banyak mendengar kabar
mengenai janin yang meninggal di kandungan secara tiba-tiba. Kami sangat
mencemaskanmu, Nak.
Bunda mengandungmu dalam kondisi cukup lemah. Namun, bersamaan
dengan itu Bunda sangat senang tatkala merasakan dan melihat terjangan kakimu,
atau balikan badanmu di perut Bunda. Bunda merasa puas ketika setiap kali
menimbang badan, ternyata bobot Bunda semakin berat. Artinya, engkau sehat di
dalam rahim Bunda, Nak.
Nak, Bunda lebih memilih berbadan besar karena mengandungmu daripada
berbadan langsing tapi tak ada janinmu di rahim Bunda. Dengan mengandungmu,
Bunda merasakan keajaiban dan kebesaran Tuhan. Sembilan bulan engkau hidup di
perut Bunda. Engkau ikut kemana pun Bunda pergi. Engkau ikut merasakan ketika
jantung Bunda berdetak karena rasa bahagia. Engkau menendang rahim Bunda ketika
merasa tidak nyaman karena Bunda sedang kecewa atau berurai air mata.

Nak, Bunda lebih memilih berjuang melahirkanmu secara normal daripada


dengan operasi caesar. Menunggu dari jam ke jam, menit ke menit, kelahiranmu
adalah seperti menunggu antrian memasuki salah satu pintu surga karena Bunda
sangat merasakan kedahsyatan perjuanganmu untuk mencari jalan keluar menuju
dunia. Saat itulah kebesaran Tuhan menyelimuti kita berdua. Malaikat tersenyum di
antara peluh dan erangan rasa sakit Bunda yang tak pernah bisa Bunda ceritakan
kepada siapa pun.
Akhirnya detik-detik kelahiranmu pun tiba. Malam itu dengan sangat terburuburu Bunda harus dibawa ke ruang bersalin menggunakan kursi roda. Bidan jaga saat
itu hanya mengatakan bahwa air ketuban di rahim Bunda tinggal sedikit sehingga
membahayakan janin padahal bukaan jalan lahirnya baru terbuka 3 cm. Nak, waktu
itu Bunda sangat mencemaskanmu.
Tuhan kembali menguji Bunda. Berjam-jam Bunda harus terbaring di ruang
bersalin dengan berpeluh keringat. Bunda juga berkali-kali berteriak karena menahan
rasa sakit. Padahal, tak ada kabar pasti kapan engkau bisa keluar dari rahim Bunda,
Nak.
Beberapa kali bidan dan perawat jaga keluar masuk ruang bersalin memeriksa
kondisi kandungan Bunda. Tapi, selalu jawabannya sama ketika Ayah dan Bunda
tanya, Sabar ya, Bu. Masih belum sempurna bukaannya.
Pada malam itu, di sepertiga malam terakhir, ayahmu keluar dari ruang
bersalin, Nak. Ayah membersihkan diri dan bersuci. Ayah menyerahkan diri
sepenuhnya kepada Tuhan. Sendirian di musala rumah sakit, Ayah memanjatkan doa

kepada-Nya. Ayah memohon dengan penuh pengharapan agar Tuhan memberikan


pertolongan. Dan engkau tahu, Nak, Tuhan adalah sebaik-baik tempat meminta dan
sebaik-baik pemberi.
Selanjutnya Ayah kembali ke ruang bersalin. Tak lama kemudian dokter yang
biasa memeriksa kandungan Bunda pun datang. Dari mimiknya setelah memeriksa
kandungan bunda, Ayah bisa melihat ada kekhawatiran dokter terhadap kondisimu di
dalam sana, Nak. Bagaimana tidak, sepanjang malam itu hampir tiga kali detak
jantungmu diperiksa untuk memastikan engkau baik-baik saja di rahim Bunda karena
air ketuban di rahim Bunda mulai berwarna hijau pertanda engkau mulai stres di sana.
Nak, malam itu Bunda tidak bisa tidur sekejap pun. Bunda merasakan sakit
yang tidak tertahankan, juga rasa takut yang tidak bisa dilukiskan. Sakit itu berlanjut
sehingga membuat Bunda tidak dapat lagi menangis. Sebanyak itu pula Bunda
melihat kematian begitu dekat. Nak, sungguh berat perjuangan Bunda waktu itu.
Dua jam kemudian, setelah percobaan yang ketiga, engkau lahir dengan
persalinan normal, Nak. Engkau keluar dengan kulit yang kering, dan tanpa
menangis. Ya Tuhan, kenapa anakku tidak menangis begitu keluar ke dunia?
Dokter dan bidan seketika itu langsung bereaksi sigap. Mereka memasukkan
selang ke hidungmu yang kecil, Nak. Dan tiba-tiba tangismu pun pecah. Sungguh
Tuhan adalah pemberi pertolongan. Sungguh Dia adalah sebaik-baik penjaga dan
tempat meminta. Teriakan pertamamu begitu kencang, Nak. Teriakan yang
membangunkan jiwa yang sedang terlelap. Itu adalah saat paling membahagiakan
Bunda. Segala sakit dan derita Bunda pun sirna melihat dirimu yang merah.

Ayahmu segera mengumandangkan adzan, kalimat syahadat kebesaran Tuhan


dan penetapan hati tentang Rasulullah di telinga mungilmu, Nak. Semenjak itu
pernikahan Ayah dan Bunda terasa lengkap dengan kehadiranmu.
Bercampur air mata kebahagiaan Bunda dengan air mata tangismu, Nak.
Ketika engkau lahir, menetes air mata bahagia Bunda. Dengan itu, sirna semua
keletihan dan kesedihan, hilang semua sakit dan penderitaan, bahkan kasih Bunda
kepadamu semakin bertambah, dengan bertambah kuatnya sakit.
Bunda meraihmu, Nak, sebelum Bunda meraih minuman. Bunda memeluk
dan menciummu, sebelum Bunda meneguk satu tetes air yang ada di kerongkongan.
Bunda sangat menyayangimu.

Surat Kedua
Tiada Lelah Demi Engkau

Tak Bunda ingkari memang Bundalah yang mengandungmu selama sembilan


bulan. Saat itu Bunda selalu gelisah menanti kelahiranmu. Bunda selalu menjaga
kesehatan agar janin di perut ini, yaitu dirimu, Nak, tumbuh dengan baik.
Bunda melahirkanmu dengan susah payah dan rasa sakit yang tak
tergambarkan. Tangismu pecah diiringi dengan rasa syukur yang tidak berkesudahan,
Sayangku, Bunda menitikkan air mata bahagia saat mendengar tangis pertamamu.
Engkau adalah darah dan daging Bunda. Engkau tumbuh dari bagian tubuh Bunda.
Namun, engkau lahir sebagai manusia yang baru sama sekali, dengan segala
keistimewaan yang telah dipersiapkan Tuhan untukmu.
Anakku sayang, kehadiranmu di dunia ini adalah sebuah bentuk kemenangan.
Inilah gambaran sederhana tentang kehidupan. Semua dilewati dengan perjuangan
yang mungkin saja tidak singkat. Perlu waktu yang panjang untuk melaluinya. Butuh
kesabaran yang tak berani Ayah dan Bunda beri batas untuk melaluinya. Butuh segala
upaya ekonomi yang harus kami lakukan tanpa kenal lelah untuk mendapatkannya.
Semua itu adalah garis yang harus dilalui di dunia. Setiap orang perlu
berusaha dan berlomba menjadi yang terbaik dengan mengerahkan segala
kemampuan. Ayah dan Bunda juga seperti itu. Kami sadar bahwa hidup adalah
perjuangan panjang yang tidak akan berhenti sebelum Tuhan menyuruhnya berhenti.

Nak, kelak saat dewasa kau akan tahu bagaimana persaingan terjadi di antara
sesama manusia. Ilmu pengetahuan mengatakan bahwa lebih dari 250 juta sel sperma
berenang di saluran rahim Bunda. Dari jutaan sperma itu hanya satu sperma unggul
yang menjadi pemenang dan akhirnya menjadi manusia. Salah satunya tentu saja
engkau, Nak.
Bunda hendak bercerita tentang seorang raja yang mengadakan sebuah
sayembara di sebuah sungai. Sang raja berkata, Barangsiapa yang bisa berenang
paling awal hingga hulu sungai, akan aku nikahkan dengan putri cantikku.
Engkau bisa bayangkan, Nak, jika sayembara itu diikuti oleh 250 juta orang,
tentulah persaingan yang luar biasa dahsyat terjadi di sana. Ada yang sekuat tenaga
berenang mendahului yang lain, ada yang tenggelam, ada yang mundur karena tidak
kuat, ada yang terinjak-injak sampai tak sadarkan diri, ada juga yang terbentur batu.
Di pertengahan lomba, tentunya yang masih bertahan pun mulai berkurang.
Hanya peserta yang gigih dan memiliki semangat juang tinggi yang bisa sampai ke
hulu sungai. Kecepatan, ketahanan fisik, dan mental pantang menyerah adalah
kuncinya. Kemampuan menyelesaikan setiap rintangan selama perjalanan serta
kemampuan memilih strategi jitu agar bisa paling depan menuju ke hulu sungai juga
menjadi penentu kemenangan.
Seluruh potensi fisik, dari kemampuan fisik dalam berenang, bertahan dari
rasa dingin dan sakit, bahkan kecepatan berenang dikerahkan oleh semua peserta
lomba. Selain itu mereka berusaha mengeluarkan potensi akal untuk mencari strategi
terbaik menuju hulu sungai, potensi nafsu agar tetap memiliki harapan dan pantang

menyerah, serta kemampuan mengendalikan emosi untuk tidak berkelahi dengan


sesama peserta yang bisa menghambat perjalanan menuju hulu. Sedangkan potensi
kalbu dapat menjaga ketenangan jiwa agar setiap orang tetap fokus pada tujuan untuk
memberikan yang terbaik dalam sayembara.
Peserta yang akan menjadi pemenang sayembara adalah peserta terbaik. Dia
memiliki potensi fisik, akal, nafsu, maupun kalbu. Begitu juga dengan sel sperma
yang berenang menuju sel telur Bunda. Hanya satu sel sperma yang mampu
membuahi, sedangkan sel sperma lainnya mati, Jadi, anakku sayang, engkau adalah
satu dari sekian banyak manusia unggul ciptaan Tuhan karena engkau sudah menjadi
pemenang dari 249.999.999 sperma lainnya.
Nak, telah berlalu setahun dari usiamu. Bunda membawamu dengan hati.
Setiap hari Bunda memandikanmu dengan kedua tangan yang penuh kasih, bahkan
sari pati hidup ini Bunda serahkan kepadamu. Bunda tidak tidur demi tidurmu. Bunda
letih demi kebahagiaanmu. Bunda berharap setiap hari selalu melihat senyumanmu.
Bunda tak ingin melihat air mata membasahi pipimu. Kebahagiaan Bunda adalah
ketika semua perbuatan bisa membuatmu selalu tertawa dan bahagia melewati hariharimu.
Anakku sayang, Bunda enggan memiliki dada yang indah tapi berat hati
menyusuimu. Bunda lebih memilih bangun tengah malam dan memberimu
kehangatan dekapan dan kasih sayang dengan menyusuimu. Menyusuimu sama
dengan membekali hidupmu dengan tetesan-tetesan dan tegukan-tegukan yang sangat

berharga. Merasakan kehangatan bibir dan badanmu di dada Bunda di tengah kantuk
adalah sebuah rasa luar biasa yang tidak bisa rasakan orang lain.
Nak, kalau Bunda harus memilih duduk berlama-lama di ruang rapat atau
duduk di lantai menemanimu bermain dan tertawa, maka Bunda lebih memilih
bermain denganmu. Tawamu adalah tanda kemenangan yang harus Bunda dapatkan.
Tetapi, Nak, hidup memang pilihan. Jika dengan pilihan Bunda kadang-kadang
engkau merasa sepi dan merana, maafkanlah Bunda. Percayalah, Bunda sedang
menyempurnakan puzzle kehidupan kita agar tidak ada satu keping pun bagian puzzle
yang hilang. Percayalah, Nak, kadang-kadang sepi adalah sebagian duka Bunda.
Waktu Bunda untuk mendampingimu memang sering kali terbatas, anakku.
Maafkan Bunda jika untuk membuatmu mengerti Bunda harus marah dan bertindak
keras. Saat mengandung, melahirkan, menyusui, dan menemanimu tumbuh besar
adalah saat yang tak akan tergantikan lelahnya. Nak. Tapi Bunda sangat iklhas karena
Bunda yang mengharapkan kehadiranmu di dunia ini. Mungkin engkau tak pernah
ingat, kecuali kenangan samar yang tampak melalui semburat ceria wajahmu dari
foto-foto masa kecilmu.
Bunda merawatmu sedari engkau kecil, anakku. Bunda melakukannya dengan
sangat hati-hati dan penuh kasih. Engkau lebih Bunda perhatikan daripada apa pun
yang pernah Bunda miliki. Bunda menggendong dan menghiburmu saat engkau
menangis. Bunda memberimu

pakaian, sepatu, dan topi yang cocok untukmu.

Bahkan tidak henti-hentinya Bunda membelikan mainan yang kau sukai, Nak.

Saat kau masih kecil, anakku, Bunda memandikanmu setiap pagi dan sore
hari. Bahkan Bunda melakukannya sampai engkau menjelang tamat Sekolah Dasar.
Bunda ingat, waktu itu kau mulai merasa malu dan risih ketika Bunda masih ingin
terus memandikanmu. Ketika tidur dan engkau mengompol, dengan sabar pula Bunda
membersihkan serta menggantikan pakaianmu yang kotor.
Bunda tak pernah merasa direpotkan olehmu, Nak, karena engkau adalah
belahan hati junjungan jiwa Bunda. Ketika engkau menangis karena sakit, rasanya
pilu hati Bunda. Apalagi engkau hanya makhluk kecil yang tak berdaya. Bunda
sangat mencintaimu dan engkau adalah bagian dari hidup Bunda sendiri. Maka,
merawatmumu dengan sungguh-sungguh adalah keniscayaan bagi Bunda.
Menjelang tidur di setiap malam, Bunda selalu bertanya kepadamu, Nak.
Masakan apa yang ingin kau santap esok hari? Minuman apa yang harus Bunda
buatkan agar pagimu menjadi pagi yang penuh semangat dan bahagia?
Ketika

engkau

tertidur

lelap,

anakku,

sesekali

Bunda

atau Ayah

menyempatkan diri untuk melihat ke kamarmu. Kami memastikan dirimu tidur


nyenyak dan tidak diganggu nyamuk. Kadang-kadang ketika manjamu datang,
engkau merengek enggan tidur sendiri dan ingin tidur di tengah Bunda dan Ayah. Ini
sangat membahagiakan Bunda karena tidur bersamamu adalah kesempatan yang
sangat sulit terulang lagi. Apalagi engkau semakin hari tumbuh semakin besar.
Pagi hari, begitu Bunda bangun dan mempersiapkan segala keperluanmu
untuk aktivitasmu, Bunda membangunkanmu, Nak. Bunda mengucapkan salam

sambil mengecup keningmu, Bangunlah Nak. Pagi sudah tiba. Persiapkan dirimu
dan segara santap sarapanmu yang sudah Bunda persiapkan di atas meja makan.
Bunda merasa bahagia ketika di awal pagi melihat engkau sangat bahagia,
Nak. Bibirmu dipenuhi senyuman. Bunda harap engkau bisa melewati hari itu dengan
tetap bersemangat dan selalu tersenyum hingga malam menjelang dan Bunda akan
mengatarkanmu kembali tidur. Pada saat itu pula Bunda tersenyum dan berharap ada
kebahagian lagi esok hari yang akan kita lalui bersama, sayangku.

Surat Ketiga
Kamilah Orang Tuamu

Tangisan pertamamu adalah suara kebahagiaan Bunda dan Ayah, Nak. Tawa
haru kami adalah karunia yang tidak terbantahkan lagi dari Tuhan. Satu persatu
Bunda lihat tubuhmu, dan Bunda kembali bersyukur bahwa dirimu terlahir dengan
sempurna tanpa ada kurang sedikit apa pun.
Ayahmu lantas menghampirimu, Nak. Ayah menyuarakan kalimat-kalimat
suci di telingamu, berharap suara dan kata-kata itulah yang mengawali hari-harimu di
dunia. Semoga kalimat-kalimat itu juga yang akan selalu ada di ujung lidahmu dan
selalu membasahi bibirmu kelak ketika engkau dewasa.
Di mulai dari ruh ditiupkan ke tubuhmu, anakku sayang, Bunda segera
memberitahumu tanpa henti: inilah kami orang tuamu. Tiada hari yang Bunda
lewatkan tanpa bercengkerama denganmu. Tiada hari yang Bunda lalui tanpa
mendendangkan kalimat suci di kandungan Bunda. Tiada hari yang Bunda lewatkan
tanpa besenandung kecil menemani siang dan malammu. Masihkah kau ingat, Nak,
permainan petak umpat kita ketika kau masih di kandungan Bunda. Engkau
menendang dan memukul kian kemari mencari dinding sentuhan. Bunda bahkan
harus berteriak mengaduh ketika engkau menendang terlalu kencang. Itulah
kebahagiaan yang sulit dilukiskan bagaimana kita berkomunikasi dan menghabiskan
waktu bersama, sayangku.

Kelelahan dan keletihan Bunda akhirnya terbayar ketika tangisan pertamamu


terdengar, Nak. Air mata mengalir di pipi Bunda namun dengan senyuman yang tak
henti terlihat. Ini adalah kebahagiaan yang tidak lagi sederhana. Bunda sangat
bersyukur karena tangisanmu adalah pelipur lara Bunda.
Anakku, Bunda sabar dalam berproses agar engkau dapat dengan utuh
mengenal Bunda dan Ayah sebagai orang tuamu. Setiap langkah yang Bunda ayunkan
keluar rumah, dalam waktu yang sama Bunda berharap dan ingin segera kembali
menemuimu. Tidak ada waktu yang tidak Bunda habiskan bersamamu, karenamu dan
untuk

kebahagiaanmu,

demi

melihat

dengan

sungguh-sungguh

setiap

perkembanganmu.
Bunda dan Ayah sangat senang ketika engkau mulai mengerlingkan mata
dengan lucu. Bunda percaya kontak mata itu bukan hanya mengambarkan bahwa sel
saraf matamu berkembang dengan baik, tapi itu adalah caramu berkomunikasi yang
mulai Bunda rasakan. Bunda yakin, engkau sedang memberitahu bahwa engkau
mengingat wajah orang tuami dan seolah ingin berkata, Hei, aku tahu kalian, lho...
Aku tahu Bunda.
Bunda ingat betapa keras tangismu dan betapa menggoda teriakanmu. Dengan
insting alami pun Bunda bisa mengenali bermacam jenis tangismu. Bagaimana
tangismu ketika popokmu mulai basah dan engkaupun gelisah karenanya. Bagaimana
tangismu ketika bibirmu sudah mulai mengering karena kehausan. Bagaimana
tangismu ketika engkau ingin digendong. Juga bagaimana tangismu ketika engkau
merasa sendiri dan ingin ditemani.

Seiring waktu berjalan, usiamu mulai bertambah. Hari-hari Bunda diisi


dengan tangis dan tawa lucumu. Engkau mulai memperlihatkan senyuman. Bunda
sadar itu bukan senyuman biasa yang kaulakukan secara spontan. Senyuman itu
adalah respons balasan setiap kali Bunda tersenyum karena ingin bersenda gurau
denganmu. Bunda sadar bahwa semua itu merupakan tanda: ada bagian di otakmu
yang mulai berkembang dan menunjukkan bahwa engkau mampu melihat dalam
jarak dekat, merasakan objek yang dilihat. Juga, tentu saja itu adalah senyuman
bahwa engkau mengenal dan paham bahwa Bunda dan Ayah adalah orang tuamu.
Bulan demi bulan berlalu. Engkau mulai berceloteh membuat suara-suara
kecil dari mulutmu. Tangan-tangan kecilmu mulai meraih dan menggenggam. Bagi
Bunda, itu adalah kenikmatan yang luar biasa sebagai pertanda engkau mulai
mengenal lingkunganmu dan tentu saja itu adalah kami: Bunda dan Ayah. Senyummu
selalu mengembang ketika Bunda dengan serius memperhatikanmu. Bahkan senyum
itu engkau berikan kepada siapa saja yang menatapmu, Nak.
Anakku sayang, perlahan-lahan Bunda mulai hapal tindakan-tindakan yang
membuatmu tertawa. Masih ingatkah engkau ketika Bunda bersembunyi di balik
selimutmu dan kamu mencari Bunda kesana kemari. Engkau sangat terkejut begitu
Bunda muncul tiba-tiba.
Di sela-sela waktumu di tempat tidur, Bunda juga sering meniup perut, tangan,
dan telapak kakimu. Engkau tertawa geli sambil mengangkat-angkat kaki kecilmu.
Wajah konyol yang tidak mungkin Bunda perlihatkan ke orang lain justru
Bunda memperlihatkannya kepadamu, Nak. Kamu sangat menyukai permainan itu.

Lain waktu Bunda berpura-pura menggigit jari-jarimu. Tawamu segera pecah


dan kita saling pandang bahagia, Nak. Sungguh engkau adalah sumber kebahagiaan.
Hampir tidak ada kegiatan Bunda tanpa dirimu, Sayangku. Ketika mandi,
Bunda mengajakmu bercengkerama. Engkau memainkan gelombung-gelembung
sabun yang bisa melayang di udara. Engkau menggapainya dengan berteriak gembira
begitu berhasil memecahkan gelombung-gelembung itu. Sungguh detik demi detik
yang tidak mungkin dapat Bunda beli dengan apa pun. Kadang-kadang engkau
berteriak begitu siraman air membasahi sekujur tubuhmu. Tanganmu mengepak
memercikkan air dan membasahi Bunda. Ah, Bunda masih sangat ingat adegan itu,
Sayangku.
Kelelahan Bunda adalah keniscayaan yang pada suatu saat nanti engkau juga
akan merasakannya. Tapi percayalah, Nak, tidak ada kata menyerah dalam hidup
orang tuamu. Dengan bertambahnya usiamu, maka bertambah pula rasa yang kami
miliki. Dengan izin Tuhan, tidak ada waktu yang Bunda perjuangkan tanpa alasan
dirimu. Ketika engkau mulai bisa bermain sendiri, Bunda tetap mengawasimu dari
kejauhan agar sewaktu-waktu Bunda bisa meraihmu ketika engkau membutuhkan
Bunda. Bahkan Bunda juga bisa ikut tersenyum ketika engkau membutuhkan hal itu.
Begitulah Bunda menghabiskan waktu agar engkau mengenal orang tuamu,
Nak. Tentu saja tidak ada yang sia-sia untuk semua itu. Engkau dengan cepat tahu
bahwa Bunda dan Ayah adalah orang terdekatmu. Kamilah orang-orang yang akan
memberimu rasa aman saat engkau terjaga maupun sewaktu engkau tidur. Seiring

usiamu, semoga engkau juga dapat mengetahui bagaimana engkau kelak


memperlakukan orang tuamu.
Bunda dan Ayah mengajar dan mendidikmu tidak hanya bagaimana engkau
mengetahui bahwa kami adalah orang-orang yang membesarkanmu, Nak. Kami juga
berusaha menanamkan sikap dan akhlak yang baik tentang bagaimana engkau
memperlakukan orang tuamu. Hal ini bukan kehendak kami, tapi ini adalah suruhan
agama yang menjadi kewajiban agar kami menyampaikannya kepadamu.
Ketika waktu terus berjalan, Bunda selalu ada dan tanpa henti mengajakmu
merenung agar engkau dapat mengerti serta memahami tugas dan kewajiban kita
masing-masing: kewajiban kami sebagai orang tuamu dan kewajibanmu sebagai
anak.
Mendidik dan memeliharamu adalah keniscayaan orang tuamu, Sayangku.
Mulai dari kehamilan Bunda, ingatlah bahwa sembilan bulan bukanlah waktu yang
singkat. Begitu engkau lahir, engkau dijaga, dipelihara, dan disayang. Ketika malam
tiba pun, Bunda rela terjaga agar engkau tertidur pulas tanpa gangguan nyamuk.
Tiada malam yang Bunda tidak menciumimu. Tak ada hari yang mencukupkan segala
kebutuhan dan keperluanmu hingga engkau beranjak remaja, Nak.
Anakku, pelan-pelan Bunda memberitahu engkau bahwa agama kita
mengajarkan dengan lengkap perihal cara memperlakukan kedua orang tuamu.
Sayangilah, cintailah, hormatilah, patuhlah kepada mereka. Rendahkan suaramu.
Tundukanlah pandanganmu. Berbaut baiklah kepada mereka.

Nak, sadarlah bahwa sosok ibu adalah orang yang sangat penting dalam
kehidupan setiap manusia. Tak ada seorang pun yang memungkiri jasa-jasanya yang
sangat besar. Tanpa harus mengecilkan peran seorang ayah, banyak sekali yang tidak
bisa dilakukan oleh ayah terhadap anaknya. Dalam banyak hal itulah seorang ibu saja
yang dapat melakukannya. Mungkin karena itulah penghargaan kepada ibu memiliki
prioritas dalam agama. Sosok ayah bukan tidak dimuliakan, tapi ajaran agama
mengajarkan bahwa siapa pun seharusnya mendahulukan ibu daripada mendahulukan
ayah dalam cara memuliakan orang tua.
Sayangku, Bunda adalah manusia biasa yang tak luput dari kesalahan dan
kekurangan. Jangan posisikan Bunda seperti orang yang tidak pernah berbuat salah.
Maafkanlah Bunda bila engkau menganggap cara dan perintah Bunda bertentangan
dari hati nurani atau nilai-nilai yang engkau yakini kebenarannya.
Berbakti kepada orangtua tidak hanya engkau lakukan ketika orang tuamu
masih hidup. Engkau harus tetap melakukannya meski keduanya telah meninggal
dunia. Bahkan banyak hal yang harus kaulakukan ketika kelak kami sudah tiada.
Engkau harus merawat jenazah kami dengan memandikan, menshalatkan dan
menguburkanya. Engkau juga harus melaksanakan wasiat dan menyelesaikan hak
yang ditinggalkan orang tuami. Engkau harus memuliakan dan menyambung kembali
tali silaturahmi kepada kerabat dan teman-teman dekat orang tuamu. Engkau harus
melanjutkan cita-cita luhur yang telah mereka niatkan. Ketika mereka masih hidup
dan mempunyai janji kepada seseorang, maka hendaklah engkau berusaha

menunaikan dan menepati janji tersebut serta mendoakan agar mereka diampuni oleh
Tuhan dari segala dosa yang telah diperbuat.
Nak, yakinlah bahwa agama mana pun di dunia ini sangat membenci oranng
yang durhaka kepada orang tuanya karena Ridha Tuhan berada di dalam keridhaan
kedua orang tua, dan murka Tuhan terasa di dalam murka kedua orang tuanya.
Mereka yang durhaka akan dikutuk kelak di hari pembalasan. Bahkan bagi mereka
yang durhaka kepada orang tua, Tuhan akan segerakan siksa untuknya di dunia.

Surat Keempat
Ayahmu Luar Biasa

Anakku, tidak ada satu pun alasan bagi Bunda untuk tidak merasa bangga dan
haru dengan kesadaranmu bersujud dan bersimpuh di hadapan Bunda. Namun, Bunda
akan lebih merasa bangga kalau engkau juga melakukannya untuk orang yang telah
benar-benar berhasil mengantarkanmu menjadi anak yang seperti sekarang ini.
Bersujud

dan

bersimpuhlah

untuk

ayahmu,

karena

sejatinya Ayah

telah

menjadikanmu seperti saat ini.


Nak, engkau harus tahu, ketika Bunda letih mengasuhmu, Ayah yang
menggantikan Bunda dalam merawatmu. Ayah juga tetap menyemangati Bunda untuk
selalu tersenyum ketika melatih dan mengajarimu banyak hal. Kadangkala ada
saatnya Bunda tidak sabar menghadapai kenakalan dan tingkah lakumu. Tapi, Ayah
menenangkan Bunda dan menyadarkan bahwa engkau sedang tumbuh dan berproses
dengan umurmu.
Saat Bunda letih menyediakan dan memasak segala sesuatu untuk engkau
santap dari pagi hingga menjelang tidurmu, Ayah tidak henti-henti membantu Bunda
dengan senyuman yang penuh semangat. Saat Bunda berkeringat, mencuci semua
pakaianmu, Ayah yang menggantikan Bunda dengan segala sisa tenaganya. Padahal
Bunda tahu Ayah juga sangat letih mencari nafkah setiap hari untuk kita sekeluarga.

Sayangku, Bunda tahu pada saat Ayah bilang masih kenyang, sesungguhnya
itu semata-mata agar engkau makan lebih banyak. Ketika Ayah memarahimu karena
engkau tidak belajar, sesungguhnya itu semua semata-mata agar engkau lebih tahu
banyak dan menjadi anak yang sukses. Saat engkau butuh dana lebih untuk sekolah
dan kuliahmu, Nak, Ayah yang selalu bilang ada. Padahal Bunda tahu persis Ayah
sedang tidak punya uang. Semua itu hanya agar dirimu tetap fokus belajar dan tidak
perlu mengetahui kesulitan-kesulitan orang tuamu dalam menyekolahkanmu.
Bunda terharu dan sedih ketika Ayah harus segera menghapus air matanya
karena dia tidak mau seorang pun tahu keletihannya dalam melakukan kewajibannya
untuk mencukupi kebutuhan keluarga. Bunda sadar, jangankan di depanmu, Nak,
bahkan di depan Bunda saja Ayah selalu berusaha terlihat tegar dangan wajah
lusuhnya yang kadang-kadang sulit dia sembunyikan.
Nak, segeralah bersujud di hadapan Ayah. Mohon ampunlah atas segala salah
dan khilaf yang telah engkau lakukan. Jangan pernah malu dan enggan untuk
melakukannya. Katakanlah: Ayah, berilah aku maaf, terimalah sujud anakmu yang
hingga hari ini tetap saja tak tahu diri, tidak menyadari betapa letihnya Ayah
mengurus dan membesarkanku. Maafkan anakmu yang kurang peka akan budi
baikmu. Ayah telah begitu tulus mendidikku. Begitu besar perjuangan dan
pengorbanan Ayah dalam membesarkanku. Ayah, aku berjanji akan meneladani Ayah
dalam segala hal, dan berjanji mendidik cucu-cucu Ayah dan Bunda kelak dengan
segala sentuhan kasih sayang yang telah kalian ajarkan kepadaku.

Sayangku, ingatlah bahwa apa pun yang ada di dunia ini hanyalah titipan
belaka. Belajarlah dari tukang parkir yang setiap hari engkau jumpai. Lihatlah
mereka, bahwa semewah apa pun kendaraan yang dititipkan kepadanya, mereka tidak
pernah menyombongkan diri. Mereka sadar bahwa segala kemewahan yang mereka
dapatkan itu sekadar titipan.
Bunda menyayangimu dengan kasih yang engkau tidak perlu ragukan. Ayah
juga menyayangimu jauh sebelum engkau dilahirkan ke dunia. Begitu besarnya cinta
Ayah hingga dia harus berusaha keras mencari Bunda terbaik untukmu, Nak. Bunda
yang mampu mendidikmu menjadikanmu manusia hebat dan bermanfaat untuk
banyak orang. Ayahmu berharap kepada Bunda untuk mencintai anak Bunda kelak,
jauh sebelum engkau lahir, Nak.
Nak, dengan bertambahnya usiamu, engkau harus semakin memahami bahwa
kewajibanmu yang tidak pernah akan engkau tinggalkan adalah selalu menghormati
dan menghargai orang tuamu. Jangan pernah terucap keluhan dari mulutmu bila kelak
Bunda dan Ayah sudah renta. Jangan repotkan Bunda pada hal-hal yang di luar
kemampuannya. Janganlah durhaka kepadanya hanya karena engkau tergoda oleh
urusan dunia yang setiap saat mampu melipat akal dan nuranimu. Sekali saja engkau
lakukan itu, maka semakin dekatlah dirimu pada neraka. Berjuanglah untuk tidak
melakukannya, Sayangku.
Bunda selalu ingat, pada saat engkau jauh dari Bunda dan Ayah, dengan rasa
rindu engkau mengabari kami tentang kondisimu. Bunda memang sering menelepon
dan menanyakan kabarmu di sana. Tapi engkau sering lupa kepada Ayah. Bunda juga

sering mengingatkanmu, kabarkanlah kondisimu kepada Ayah supaya dia senang dan
tenang. Engkau harus tahu, Nak, Ayah tak pernah lupa mengingatkan Bunda untuk
menanyakan kabarmu. Pahamilah bahwa Ayah memang bukan tipe laki-laki yang
banyak bicara dan pandai mengungkapkan perasaannya. Dia hanya sanggup berpesan
agar Bunda tidak lupa menanyakan kabarmu.
Sewaktu engkau kecil, Sayangku, Bunda lebih sering mengajakmu bercerita
atau berdongeng. Namun, tahukah engkau bahwa sepulang Ayah bekerja, dia dengan
wajah lelah selalu menanyakan kepada Bunda tentang kabarmu dan apa yang kau
lakukan seharian.
Nak, ingatlah bahwa Ayahlah yang mengajarimu naik sepeda. Setelah dia
mengganggapmu bisa, dia melepaskan roda bantu di sepedamu. Sungguh waktuwaktu yang membuat Bunda khawatir adalah ketika engkau dibiarkan mengayuh
sepeda yang tidak lagi memakai roda bantu. Bunda tidak mau melihat engkau sakit
karena terjatuh. Tapi sadarkah kau, Anakku, Ayah dengan keyakinannya
membiarkanmu tapi tetap menatap dan menjagamu mengayuh sepeda dengan kasih
sayang. Ayah tahu bahwa engkau bisa melakukannya, Nak.
Ketika engkau merengek meminta mainan baru, Bunda merasa iba dan
kasihan. Namun Ayah kadang-kadang berkata tegas, Boleh, tapi kita akan beli nanti.
Tidak sekarang. Tahukah engkau maksud Ayah, Nak? Dia melakukan hal itu karena
tidak ingin engkau menjadi anak yang manja dengan semua tuntutan yang selalu
dapat dipenuhi kapan pun engkau ingat dan menginginkannya.

Nak, Bunda berharap, dengan usiamu hari ini, engkau lebih bisa berpikir
terbuka dan menyadari apa yang telah dilakukan Ayah kepadamu. Ingatkah engkau
pada saat dirimu terserang pilek dengan hidung yang memerah? Ayah selalu kahwatir,
meski dengan nada yang tinggi dia berkata, Sudah Ayah katakan, jangan minum air
dingin lagi!
Itulah ayahmu, Nak. Dia menyayangimu dengan caranya sendiri. Jangan
engkau samakan Ayah dengan Bunda yang hanya mampu menasihatimu secara
lembut walau kadang-kadang tanpa sadar membiarkanmu tetap melakukannya. Tapi
tidak dengan Ayah, dia tidak ingin melihatmu sakit.
Pada

saat

engkau

beranjak

remaja,

Nak,

ayahmu

benar-benar

mengkhawatirkan keadaanmu. Ketika engkau mulai menuntut untuk keluar malam


dan bermain dengan teman-temanmu, dan Ayah selalu dengan tegas dan mengatakan,
Tidak boleh!. Ayahmu melakukan itu untuk menjagamu. Baginya, engkau adalah
sesuatu yang sangat berharga, Sayangku.
Kadang-kadang engkau justru marah kepada ayahmu, Nak. Engkau masuk
kamar sambil membanting pintu. Lalu Bunda disuruh Ayah untuk membujukmu
bahwa apa yang menjadi keinginanmu adalah hal yang dapat membahayakanmu.
Tahukah engaku, Nak, pada saat itu Ayah memejamkan matanya dan menahan
gejolak dalam batinnya. Dia sangat ingin mengikuti keinginanmu, tapi dia harus
menjagamu.
Seiring berjalannya waktu, ayahmu merasa engkau mulai bisa mengatur dan
menjaga dirimu sendiri, Nak. Dia mulai menizinkanmu keluar malam dengan batasan

waktu yang disepakati olehmu dan Ayah. Ketika engkau melanggar jam malammu,
Ayah duduk gelisah di ruang tamu dan menunggumu pulang dengan hati yang sangat
khawatir. Dia memang memarahimu, tapi sadarkah engkau bahwa itu adalah
ungkapan rasa sayangnya kepadamu?
Ketika engkau beranjak dewasa dan harus kuliah di kota lain, ayahmulah yang
melepasmu di bandara. Tidak bisakah engkau merasakan waktu itu bahwa tubuhnya
kaku ketika memelukmu? Ayah hanya memberimu nasihat dan memintamu untuk
selalu berhati-hati. Padahal Ayah ingin sekali menangis seperti yang Bunda lakukan.
Tapi dia hanya memelukmu erat dengan menyeka sedikit linangan di sudut matanya.
Dia lalu menepuk pundakmu dan berkata, Jaga dirimu baik-baik ya, Sayang, Ayah
melakukan itu semua agar kamu kuat, Nak. Kuat untuk pergi dan menjadi dewasa.
Ketika engkau memerlukan segala keperluan di rantau orang, ayahmu selalu
berkerut kening. Namun, dia tetap berusaha keras mencari jalan agar engkau bisa
merasa sama dengan teman-temanmu. Ketika permintaanmu bukan lagi sekadar
mainan baru seperti saat engkau kecil, Ayah tidak lagi menolak kebutuhanmu. Dia
tidak mau lagi gagal membuat engkau tersenyum di saat jauh darinya, Nak.
Bunda hanya bisa berdoa agar engkau menjadi anak yang sukses, Sayangku.
Tapi Ayahmu berbuat lebih dari itu. Dia bekerja tanpa lelah. Bahkan dia yang selalu
mengingatkan Bunda untuk selalu menanyakan kebutuhanmu supaya kuliahmu tidak
terhambat. Ketika tiba saatnya engkau diwisuda sebagai seorang sarjana, ayahmu
adalah orang pertama yang berdiri dan memberi tepuk tangan untukmu. Dia

tersenyum bangga dan puas melihat engkau menjadi anak yang berhasil melampaui
fase kesekian dalam hidupmu.
Anakku, Bunda dan Ayah tidak ingin merepotkanmu kelak di hari tua kami.
Tapi, pada saat itu terjadi, Bunda berharap engkau akan mengerti dan bersabar
terhadap kami. Kalau nanti kami memecahkan piring atau menumpahkan sup di meja
karena mata kami mulai rabun, janganlah engkau berteriak atau membentak kami.
Kami sudah tua dan sangat sensiti. Kami akan mudah mengasihani diri sendiri bila
dimarahi.
Pada saat tua nanti, pendengaran Bunda dan Ayah mulai berkurang. Kami
tidak bisa mendengar secara jelas apa yang engkau katakan. Kami berharap engkau
tak membentak dengan menyebut kami, Dasar tuli!. Engkau cukup mengulang apa
saja yang engkau katakan, atau tuliskan itu di selembar kertas agar kami dapat
memahaminya.
Maafkanlah kami, Nak. Bukan salah Bunda dan Ayah bila kami bertambah tua
dan lemah. Ketika lutut kami mulai gampang gemetar, Bunda berharap engkau cukup
sabar untuk membantu kami berdiri. Sama seperti yang pernah dulu kami lakukan
kepadamu ketika engkau belajar melangkahkan kaki di masa kecilmu. Jangan pula
engkau bosan ketika kami harus mengulangi kata-kata kami karena engkau tidak
mengerti apa yang kami ucapkan.
Anakku, jangan pernah mengolok-olok kelemahan dan ketidakberdayaan
Bunda dan Ayah di masa tua kami. Ketika aroma tubuh kami membuatmu risih,
tolong jangan paksa kami untuk mandi karena kami mungkin terlalu tua untuk berdiri

lama, membuka keran air, serta memakai sabun. Pada waktunya nanti, engkau pasti
akan mengerti, yaitu ketika usiamu bertambah tua.
Apabila engkau punya waktu luang, Nak, mungkin kita bisa mengobrol
berdua lebih lama. Di usia tua kami kelak, Bunda dan Ayah tidak punya siapa-siapa
lagi untuk berbagi cerita. Kami tahu engkau mungkin akan sibuk dengan
pekerjaanmu. Meski nanti cerita kami melantur dan tidak masuk akal sehingga
engkau tidak tertarik mendengarnya, tolong engkau tetap diam dan penuh senyum
mendengarkan kami, Sayangku.

Surat Kelima
Harapan Bunda

Sayangku, adakah engkau selalu mendoakan Bunda? Bunda sangat


merindukanmu, Nak. Bunda menulis surat ini agar engkau ingat untuk selalu
menghargai kedua orang tuamu. Cintailah Bunda lebih dari cintamu kepada
pasanganmu. Kesetiaan berarti ketulusan untuk menyimpan satu hati di dalam hati,
dan berjanji untuk tidak akan mengkhianati. Ketika engkau kecewa, luangkan waktu
untuk bersyukur, karena dalam hidupmu masih banyak hal yang berjalan
sebagaimana mestinya. Berilah perhatian sekecil apa pun kepada orang tuamu
sehingga mereka bangga dan bahagia.
Ketika Bunda menikah dengan ayahmu, Bunda tidak pernah membayangkan
akan mempunyai anak sepertimu, Nak. Sungguh, Bunda bangga padamu. Engkau
lahir dan tumbuh semata-mata karena mukjizat dan rahmat Allah Swt. Bunda hanya
dititipi amanah oleh Allah. Bunda dan Ayah harus menjaga dan merawatmu menjadi
seorang pribadi yang mampu mempertanggungjawabkan dirinya sendiri.
Nak, dalam sebuah cerita disebutkan, pada suatu ketika seorang anak laki-laki
bertanya kepada ibundanya. Mengapa Bunda menangis?
Ibundanya menjawab, Karena Bunda perempuan.
Aku tak mengerti, kata anak itu.

Sang ibunda hanya tersenyum dan memeluknya erat. Nak, kamu memang tak
akan mengerti.
Kemudian anak laki-laki itu bertanya kepada ayahnya. Ayah, mengapa
Bunda menangis? Sepertinya Bunda menangis tanpa ada sebab yang jelas.
Sang ayah menjawab, Semua perempuan memang menangis tanpa ada
alasan.
Bertahun-tahun kemudian anak laki-laki itu tumbuh menjadi remaja. Ia tetap
bertanya-tanya, mengapa perempuan menangis. Pada suatu malam ia bermimpi dan
bertanya kepada Allah, Ya Allah, mengapa perempuan mudah sekali menangis?
Dalam mimpi itu Allah menjawab, Saat Kuciptakan perempuan, Aku
membuatnya menjadi sangat utama. Kuciptakan bahunya agar mampu menahan
seluruh beban dunia dan isinya walaupun bahu itu harus cukup nyaman dan lembut
untuk menahan kepala bayi yang sedang tertidur.
Kuberikan pada perempuan kekuatan untuk dapat melahirkan dan
mengeluarkan bayi dari rahimnya, walau ia sering pula menerima cerca dari anaknya.
Kuberikan pada perempuan keperkasaan yang akan membuatnya tetap
bertahan, pantang menyerah, saat semua orang sudah putus asa.
Kuberikan pada perempuan kesabaran untuk merawat keluarganya walau
letih, sakit, dan lelah, tapi ia tak berkeluh kesah.
Kuberikan pada perempuan perasaan peka dan kasih sayang untuk mencintai
semua anaknya dalam kondisi dan situasi apa pun walau tak jarang anak-anaknya
melukai perasaan dan hatinya. Perasaan ini pula yang akan memberikan kehangatan

pada bayi-bayi yang terkantuk menahan lelap dan sentuhan kasih sayangnya akan
memberikan kenyamanan saat didekap dengan lembut olehnya.
Kuberikan pada perempuan kekuatan untuk membimbing suaminya, melalui
masa-masa sulit, dan menjadi pelindung baginya. Bukankah tulang rusuk yang
melindungi setiap hati dan jantung agar tak terkoyak?
Kuberikan

pada

perempuan

kebijaksanaan

dan

kemampuan

untuk

memberikan pengertian serta menyadarkan bahwa suami yang baik adalah yang tak
pernah melukai istrinya. Kebijaksanaan itu akan menguji kesetiaan yang diberikan
kepada suaminya agar tetap berdiri, sejajar, saling melengkapi, dan saling
menyayangi.
Dan, akhirnya, Kuberikan pada perempuan air mata agar dapat mencurahkan
perasaannya. Inilah yang khusus Kuberikan kepadanya agar dapat ia gunakan kapan
pun ia inginkan. Hanya inilah kelemahan yang dimiliki perempuan walaupun
sebenarnya airmata ini adalah airmata kehidupan.
Anakku, sosok ibu adalah makhluk Allah yang luar biasa. Ia manusia serba
bisa. Tidak ada yang tidak bisa dilakukannya untuk anaknya agar anaknya tetap
tersenyum dan berhenti dari tangis serta kesedihannya.
Di tangan seorang ibu, semua hal di dunia ini bisa terjadi. Ketika anaknya
lapar, tangan ibu yang menyuapi. Ketika anaknya haus, tangan ibu yang memberinya
minum. Ketika anaknya menangis, tangan ibu yang mengusap air mata. Ketika
anaknya gembira, tangan ibu yang menadah syukur. Ia memeluk anaknya erat dengan
deraian air mata bahagia.

Ketika anaknya hendak mandi, tangan ibu yang meratakan air ke seluruh
badan, membersihkan segala kotoran. Ketika anaknya dilanda masalah, tangan ibu
yang membelai duka sambil berkata, Sabar ya, Sayang. Selalu ada jalan dari setiap
persoalan. Engkau harus kuat!
Namun, kadang-kadang takdir tidak sebaik nasib anak ketika sang ibu menua
dan renta. Ketika ibu tua dan kelaparan, tiada tangan dari anak yang menyuapinya.
Dengan tangan yang gemetar, ia menyuap sendiri makanan ke mulutnya. Ia
melakukannya dengan linangan air mata. Ketika banyak ibu yang sakit? Dimana
tangan anak-anaknya yang diharapkan dapat merawatnya yang sedang terbaring
lemas? Ketika nyawa ibu terpisah dari jasad, ketika jenazahnya hendak dimandikan,
dimana tangan anak-anaknya yang ia harapkan menyirami jenazahnya untuk terakhir
kalinya?
Sayangku, tidak ada sosok ibu yang mengharapkan balasan dari apa yang
telah ia lakukan kepada anaknya. Tapi kali ini Bunda berpesan, ketika engkau masih
diberi waktu dan kesempatan, Bunda harap engkau tidak melupakan baktimu kepada
orang tuamu. Ketika engkau masih diberi waktu dan kesempatan, tidak ada salahnya
engkau bisa membuat orang tuamu. Tiada bukti keberhasilan kami mendidik dan
merawatmu selain engkau dapat memuliakan kedua orang tuamu sebagaimana
mestinya.
Nak, Bunda bangga jika engkau tidak pernah melepaskan Allah dari hatimu.
Genggamlah keyakinan dalam akidahmu sekuat-kuatnya. Cengkeramlah dengan gigi

gerahammu sehingga menjiwai setiap kata dan tindakanmu. Sungguh pesan ini Bunda
tuliskan dengan sepenuh hati.
Anakku, maafkanlah Bunda. Kelak engkau bisa belajar mana yang baik dan
mana yang buruk dari perilaku orang tuamu. Ambillah yang baik dan tinggalkanlah
yang buruk. Semoga Allah menjadikannya amalan yang disukai-Nya sehingga Dia
berkenan memanggil kita ke surga-Nya kelak.
Atas keburukan yang engkau dapati dari kedua orang tuamu, perbaikilah, Nak.
Ingatkanlah Bunda dengan perkataan yang baik. Maafkanlah kesalahan Bunda dan
Ayah. Ikhlaskanlah kekurangan itu dan mohonkanlah kepada Allah agar memberi
ampunan yang sempurna bagi kami.
Sayangku, belajarlah untuk menghormati kedua orang tuamu. Cintailah Bunda
dengan penghormatan yang tinggi dan perhatian yang tulus. Sungguh surgamu berada
di telapak kaki Bunda. Kalau sekali waktu Bunda tampak membelalak atau wajahnya
sedikit cemberut, ketahuilah bahwa Bunda penat karena harus menyayangimu tanpa
batas waktu.
Kalau hari ini engkau bisa berlari-lari gembira, Nak, itu karena Bunda
mengikhlaskan keletihan untuk mencurahkan kasih sayang kepadamu saat tulangtulangmu belum kuat. Kekuatan Bundalah yang engkau hisap saat kakimu belum
mampu berdiri tegak sehingga sekarang teriakanmu bisa lantang.
Anakku, andai saja Allah tidak melarang manusia bersujud kepada sesama
manusia, mungkin Bunda akan menyuruhmu bersujud dan memuja kedua orang

tuami. Meski engkau satukan seisi alam dan jagad raya, engkau takkan pernah
sanggup mengimbangi besar kasih dan sayang mereka, Nak.

Surat Keenam
Petuah dari Ayah

Sayangku, ketahuilah bahwa setiap ibu mengalami tiga macam kepayahan,


yaitu hamil, melahirkan, dan menyusui. Kebaikan kepada ibu tiga kali lebih besar
daripada kepada ayah. Kecintaan dan kasih sayang kepada ibu harus tiga kali lipat
besar dibanding kepada ayah.
Nak, ibumu telah mengandungmu di dalam perutnya selama sembilan bulan,
seolah-olah sembilan tahun. Ia bersusah payah ketika melahirkanmu, bahkan ia nyaris
kehilangan nyawa. Ia menyusuimu dari putingnya, dan ia hilangkan rasa kantuknya
demi menjagamu. Ia mencuci kotoranmu dengan tangan kirinya. Ia lebih
mengutamakan dirimu daripada diri serta makanannya sendiri. Ia menjadikan
pangkuannya sebagai ayunan bagimu. Ia telah memberimu semua kebaikan.
Apabila engkau sakit atau mengeluh, Nak, Bundamu menampakkan
kesusahan yang luar biasa. Ia sangat bersedih. Ia segera membayar dokter yang
mengobatimu. Seandainya ia harus memilih hidupmu dan kematiannya, maka ia akan
meminta kepada Allah supaya engkau hidup. Ia meminat hal itu dengan suaranya
yang paling keras. Sungguh banyak kebaikan ibumu. Tegakah engkau membalasnya
dengan akhlak yang tidak baik?
Anakku, ibumu selalu mendoakanmu dengan segala kebaikan, baik secara
sembunyi maupun terang-terangan. Apakah engkau akan berbuat jahat kepadanya

tatkala ia membutuhkanmu di masa tuanya? Apakah engkau tega menjadikannya


barang yang tidak berharga di sisimu?
Dalam banyak kondisi, ibumu sering kali menempatkanmu dalam kondisi
kenyang sementara dia lapar. Engkau puas minum dalam keadaan dia kehausan.
Engkau mendahulukan berbuat baik kepada istri dan anakmu, sementara ibumu tidak
begitu. Engkau lupakan semua kebaikan yang pernah dia perbuat. Apakah engkau
merasa berat merawat ibumu padahal itu adalah urusan yang mudah? Engkau kira
ibumu selalu berada di sisimu selamanya panjang padahal umurnya pendek. Engkau
meninggalkannya padahal dia tidak punya penolong selain dirimu, Nak.
Begitu besarnya jasa seorang ibu kepada anaknya, Sayangku. Engkau atau
siapa pun mungkin tidak punya kapasitas untuk menghitung satu demi satu hak-hak
yang dimiliki seorang ibu. Agama hanya menekankan kepada setiap orang untuk
sedapat mungkin menghormati, memuliakan, dan menyucikan kedudukan seorang ibu
dengan melakukan hal-hal terbaik yang dapat dilakukan demi kebahagiannya.
Sungguh suratan yang patut untuk disyukuri ketika seorang perempuan
mendapatkan amanah menjadi seorang ibu yang baik bagi anak-anaknya. Ia dapat
mendidik, memberikan kasih sayang yang utuh, dan melindungi buah hatinya dengan
segenap pengorbanan. Menjadi ibu adalah anugerah yang mulia. Jauh lebih mulia dari
yang mampu diucapkan oleh kata. Menjadi seorang ibu adalah kesempatan paling
berharga yang diberikan Allah kepada kaum perempuan.
Nak, tahukah engkau bahwa sering kali di tengah kesibukan seorang ibu
mengurusnya tanpa mengenal batas waktu, ia bisa saja merasa terpenjara dan

terkungkung. Ia dapat tidur setelah buah hatinya tertidur lelap. Bahkan saat itu pun ia
sudah kelelahan sehingga kadang-kadang tertidur bersama anaknya. Namun, walau
harus kehilangan waktu istrirahat yang cukup dan melewatkan segala privasi, semua
itu telah dibayar dengan kebahagiaan dan keceriaan yang dirasakan ibu bersama buah
hatinya. Mungkin tidak ada orang tua di dunia ini, terutama seorang ibu, yang tidak
bahagia melihat buah hatinya tersenyum ceria dan tertawa gembira. Pada saat itulah
semua kelelahan terbayarkan. Rasa letih melakukan segala kesibukan rumah tangga
menghilang. Kadang-kadang segala tekanan hidup pun sembuh karena senyum yang
mempesona dari buah hatinya.
Nak, kadang kala seorang ibu di satu sisi terlihat lemah tetapi di sisi lainnya ia
terlihat sangat kuat. Kekuatan itu muncul karena kasihnya yang terlalu besar kepada
keluarga dan buah hatinya. Meskipun segudang perhargaan, pujian, rangkaian bunga
atau ucapan selamat dipersembahkan anak kepada ibunya, percayalah tak akan pernah
mewakili kesetiaan dan pengorbanan luar biasa dari ibu kepada keluarga dan anakanaknya.
Tidak ada hadiah, persembahan, penghargaan, ungkapan, jiwa dan segala
bentuk penghormatan yang sanggup membayar setimpal segala dedikasi dan
pengorbanan mulia seorang ibu. Hanya doa tulus dan kepatuhan yang tidak membabi
buta, kemudian perhatian yang tiada henti dan rasa hormat yang ditunjukkan lewat
kata-kata yang lembut nan bersahaja, serta perilaku yang penuh kelembutan kepada
ibu yang mampu membahagiakannya setelah ia berkorban jiwa dan raga demi anakanaknya.

Ingatlah, Anakku, jangan pernah memandang sebelah mata kepada ibumu.


Segala hakikat pengorbanan yang luar biasa telah ia lakukan untukmu. Berkat ibumu
pula engkau dilahirkan ke dunia ini. Hal ini harus engkau sampaikan kepada anakanakmu kelak.
Ayah selalu berdoa kepada Allah agar Bunda selalu diberi kebahagiaan olehNya: Wahai Allah Dzat yang Maha Pemurah dan Maha Menebarkan Kasih Sayang
kepada setiap ibu, lindungi dan ampunilah segala khilaf dan dosa ibu kami.
Berikanlah ia tempat terbaik dan terindah di Sisi-Mu, Syurga dan segala nikmat-Mu,
Yaa Tuhan kami yang Maha Agung.
Nak, hendaknya doa yang sama engkau sampaikan pula kepada Allah untuk
Ayah dan Bunda. Tidak ada lagi yang bisa kami banggakan kepada engkau selain
kebahagiaanmu yang tidak lupa mendoakan kami agar selalu dalam lindungan-Nya.
Bunda yang sudah melahirkanmu, Nak, tidak berharap banyak darimu. Ia
tidak akan meminta harta kekayaanmu. Ia tak akan minta dibelikan sesuatu yang
mewah. Ia hanya ingin engkau tidak menyakiti hatinya. Ia juga ingin engkau menjadi
anak shaleh dan shalehah. Ia berharap engkau menjadi orang yang berguna bagi
agama, keluarga, dan agamamu.
Nak, menurut Ayah sepertinya tidak ada lagi harapan ibumu yang melebihi
harapan tersebut. Ia setiap hari berdoa demi engkau, Nak. Saat menggendong,
menjaga, memandikan, bermain, tidur, makan, menyusui, mengantarkanmu menjadi
sosok dewasa, maupun saat ia membisikkan kalimat doa ketika engkau menikah.

Sayangku, kalaupun ibumu berharap lebih kepadamu, maka itu tidak akan
melebihi harapan agar engkau menjadikan ibumu sebagai sahabat dalam
kehidupannya. Jangan pernah memandang dan membuang wajah dari hadapan ibumu,
Nak.
Anakku, bertakwalah kepada Allah. Takutlah engkau kepada-Nya. Berbaktilah
kepada ibumu. Peganglah kakinya karena sesungguhnya surga berada di telapak
kakinya. Basuhlah air matanya. Balurlah kesedihannya. Kencangkan tulang
ringkihnya. Kokohkan ia saat badannya melapuk. Lakukanlah hal-hal baik itu, Nak,
sehingga engkau dapatkan surgamu di dunia dan akhirat.

Surat Ketujuh
Di Usia Balitamu

Sayangku, Bunda dan Ayah sematkan harapan besar kepadamu saat engkau
lahir ke dunia ini. Segala doa kami haturkan kepada Allah agar semua keberkahan
diberikan oleh-Nya untukmu. Kami begitu senang dan terharu ketika pertama kali
mendengar tangisanmu. Kemudian engkau mulai menjerit lucu. Semua itu membuat
kami bersemangat dan bangga.
Nak, kehadiranmu di tengah kami adalah anugerah terindah. Engkau
mewarnai kehidupan kami dengan tawa kecil dan senyum lucumu. Engkau sangat
menggemari bunyi-bunyian, tapi yang lebih menyenangkan adalah engkau lebih
mengenali suara Bunda daripada suara lainnya. Engkau juga suka sekali dipeluk
dengan cara meringkuk ke dalam lekukan lengan Ibu. Sungguh suasana yang sangat
menyenangkan engkau bisa nyaman dan tenang di dekapan Bunda.
Beranjak dan bertambah umurmu, semakin banyak saja tingkah lakumu yang
lucu dan menggemaskan, Nak. Tingkah lakumu luar biasa, bahkan terkadang
membingungkan dan di luar logika Bunda. Kadang-kadang engkau mengamuk tibatiba ketika keinginanmu tidak dipenuhi atau ditolak dan kamu sendiri tidak bisa
mengungkapkannya. Apalagi ketika engkau merasa bosan, lapar, atau lelah, maka
semua perubahan emosimu membuat Bunda harus lebih sabar menghadapinya.

Dalam perkembangan masa-masa balitamu, Nak, Bunda sadar bahwa


sebenarnya engkau bukanlah pemberani dan tidak perkasa. Engkau justru bersikap
irasional dan tidak punya rasa takut. Terkadang engkau tanpa takut menarik ekor
kucing atau meluncur dari tempat tinggi tanpa memperhitungkan risikonya. Itulah
sebabnya Bunda berusaha membuat lingkunganmu senyaman mungkin untuk
bermain dan beraktivitas.
Kadang-kadang engkau mengatakan apa saja yang terpikirkan olehmu, Nak.
Bunda ingat ketika engkau dengan nada tinggi melarang tetangga kita membakar
sampah karena engkau terganggu dengan asapnya. Hal itu membuat Bunda malu, tapi
Bunda senang engkau mengatakannya.
Sayangku, Bunda menulis surat ini hanya karena ingin berbagi kebahagiaan
denganmu. Bunda hendak mengingat masa-masa bahagia kita dulu ketika usiamu
mulai menanjak. Saat engkau mulai bisa memiliki kehidupan dan hari-harimu sendiri.
Juga ketika engkau mulai asyik dengan duniamu.
Di usia balitamu, Nak, engkau mulai berani merajuk dan menangis saat Bunda
tidak memenuhi keinginanmu. Kala itu Bunda memang enggan membelikanmu
mainan, melarangmu keluar rumah sendirian, dan tak mengizinkanmu bermain
dengan teman-temanmu.
Itu adalah saat-saat perkembanganmu menjadi sangat berarti bagi Bunda.
Balita merupakan tahap perkembangan sebelum engkau tumbuh menjadi anak-anak.
Berbagai aspek nyata kehidupan mulai engkau jalani. Perkembangan sosial dan
emosionalmu mulai kelihatan. Pemahamanmu terhadap lingkungan sekitar mulai

tampak dan engkau sangat mempedulikannya. Bahasamu mulai tertata rapi dan
Bunda tidak perlu lagi berpikir tentang apa yang engkau ucapkan, Nak. Yang pasti, itu
adalah masa ketika fisikmu tumbuh dan berkembang pesat.
Sayangku, Bunda ketika engkau sangat menikmati masa bermain dengan
teman-temanmu. Engkau berlarian kesana kemari hingga engkau lupa bahwa
napasmu tersengal-sengal dan batuk karena terlalu letih. Waktu itu engkau juga mulai
memahami

perasaan

dan

kebutuhan

orang-orang

di

sekitarmu.

Engkau

memperlihatkan potensi dirimu seperti terlihat dari simpati yang engkau tunjukkan
terhadap hal-hal yang membuatmu senang dan sedih. Ketika ada orang yang datang
ke rumah dan menengadahkan tanggan, engkau bertanya setengah berbisak kepada
Bunda, Bunda, boleh minta uanga? Ada orang di depan yang minta-minta, kayaknya
dia belum makan. Bunda terharu, Nak. Simpati dan kepedulianmu ternyata lahir
dengan sendirinya.
Rasa pedulimu membuat Bunda bangga. Bahkan sikap itu engkau tularkan
kepada teman-temanmu. Engkau berbagi mainan dan makanan dengan temantemanmu. Bahkan Bunda menikmati setiap sikap yang engkau punya, Nak, termasuk
rasa peduli dan cemburu yang engkau tunjukkan kepada teman-temanmu.
Masih teringat jelas bagaimana engkau dengan bangganya menunjukan hasil
pekerjaanmu kepada Bunda. Semua bumbu dapur yang Bunda punya engkau campur
menjadi satu, lalu engkau mengajak Bunda untuk berpura-puara menjadi koki dan
membuat hidangan santap malam kita. Ingin sekali rasanya Bunda marah kala itu,
tapi melihat senyum dan semangatmu membuat Bunda harus menahan marah. Bunda

justru memelukmu. Semoga apa yang engkau bayangkan itu bisa membuat dirimu
bahagia dan menikmatinya, Nak.
Bunda juga ingat, ketika di kamar mandi Bunda mendapati semua peralatan
mandi engkau cuci dengan sabun dan sampo. Rasanya Bunda juga ingin merah. Tapi,
sekali lagi engkau tersenyum memanggil Bunda dan berkata bahwa engkau telah
membantu Bunda membersihkan semua peralatan itu. Sayangku, imajinasimu harus
selalu hidup dan berkembang. Bunda tidak akan pernah mau membunuhnya karena
Bunda tahu bahwa itulah yang membuat anak seusiamu mengabarkan tentang
perkembangan hidupnya.
Nak, tidak satu pun pertumbuhan dan perkembanganmu yang Bunda lewatkan
untuk mengetahuinya. Bunda selalu berharap dengan cemas karena menunggu setiap
perubahan yang terjadi pada dirimu.
Bunda juga masih ingat ketika pertanyaan-pertanyaanmu mulai menggelitik.
Bunda sering kewalahan menjawabnya dan tidak jarang harus menjanjikan
jawabannnya untukmu. Engkau pernah bertanya, Kenapa Bunda bisa hamil?, dan
engkau sangat memaksa ketika Bunda berjanji untuk menjawabnya esok hari. Engkau
merajuk dan bersembunyi di bawah meja dengan rasa kesal karena tidak menemukan
jawaban dari pertanyaan itu.
Engkau tidak pernah lupa mengajak Bunda ke toko buku. Engkau berharap
menemukan bacaan baru yang menarik perhatianmu. Engkau bahkan mengoleksi
buku-buku tentang kumpulan-kumpulan planet dan tata surya. Menjelang tidurmu,
Nak, engkau selalu memakasa Bunda untuk membacakan satu buku, bahkan

berulang-ulang sampai engkau bosan dan beralih ke buku yang lain. Engkau tidak
akan tidur sebelum Bunda selesai membacakan buku-buku yang kausodorkan,
Sayangku.
Bunda pernah kewalahan ketika engkau menanyakan kenapa orang-orang
meninggal dunia. Engkau mengaku tidak mau kehilangan Bunda karena engkau takut
nanti hidup sendirian tanpa ada yang menemani dan menjagamu. Bunda sedih ketika
engkau mengatakan hal itu. Tanpa sadar air mata membasahi pipi Bunda ketika
mengantarkan engkau tidur kala itu.
Bunda sadar engkau hanya ingin tahu bagaimana dunia ini dan semua hal
bekerja. Tidak ada alasan bagi Bunda untuk tidak melayani semua perkembangan dan
tingkah lakumu yang memang dipenuhi rasa ingin tahu.
Bunda hanya berusaha menjadi teman yang baik untukmu, Nak. Bunda juga
ingin menjadi pendengar setiap celotehmu. Itulah sebabnya Bunda selalu berusaha
menciptakan lingkungan yang sehat dan nyaman untuk perkembanganmu menuju
tahap berikutnya. Bunda ingin setiap tahap yang kaulalui selalu dalam pengawasan
dan kontrol orang tuamu, Nak.

Surat Kedelapan
Sekolah yang Kautunggu

Anakku tersayang, tetaplah jalani hidup dengan penuh syukur dan semangat.
Waktu tidak pernah menunggu. Tetaplah berjalan dan fokus pada cita-cita serta
mimpi-mimpimu. Jangan pernah berhenti memberikan versi terbaikmu untuk siapa
saja dalam hidup ini. Dengan begitu engkau tidak perlu tahu penyesalan, karena
penyesalan akan datang hanya bagi mereka yang tidak pernah berjuang dan bertindak
dengan versi terbaiknya serta melakukan segala sesuatu secara maksimal.
Nak, engkau bersedih saat pertama kali Bunda meninggalkanmu di sekolah.
Engkau menangis dan Bunda berkata, Berhentilah bersedih dan menangis. Bunda
akan selalu ada untukmu. Bunda harus rela dan berani melepasmu agar engkau
menjadi peribadi yang berani serta menghadapi hidupmu sendiri. Engkau harus berani
dan bisa beradaptasi dengan lingkungan barumu, yaitu sekolah, karena di sana ada
guru dan teman-teman barumu. Bunda lalu memelukmu sejenak justru karena
engkau harus tahu bahwa hati Bunda selalu memelukmu selamanya.
Nak, sudahkah engkau menyantap bekal yang Bunda siapkan? Jangan sampai
bekalmu tidak kau habiskan. Bunda berharap engkau menemukan secarik kertas
dengan tulisan,

"Engkaulah alasan

mengapa

Bunda tersenyum. Tetaplah

bersemangat menjalani hari-harimu, anakku. Bersemagatlah menjalani pelajaranmu di


sekolah. Bunda tidak mengharuskanmu pulang dengan nilai yang tinggi. Bunda lebih

senang ketika engkau pulang dengan senyum lalu mengatakan bahwa engkau
mendapatkan pelajaran baru dan engkau memahaminya.
Suatu hari engkau begitu kecewa dengan keadaan di sekolah. Temanmu
mencontekmu dan nilainya bagus. Engkau merasa diperlakukan tidak adil, Nak.
Bunda hanya bisa berkata, Sabarlah, anakku. Nilai bukanlah segalanya. Nilai
hanyalah sebuah simbol. Percayalah, temanmu tidak akan pernah bangga dengan apa
yang telah meraka dapatkan dengan mencontekmu. Meskipun ia mendapatkan pujian
atas perbuatannya, pujian itu akan terasa hampa, karena dalam hatinya ia tahu bahwa
perbuatan itu tidaklah mulia. Anakku, jangan pernah iri dengan siapa pun yang ingin
meraih segalanya tanpa usaha, walaupun ia mendapat nilai bagus.
Tetaplah engkau bersekolah tanpa merasa wajib membahagiakan siapa saja
melainkan

hanya

dirimu

sendiri,

Nak.

Carilah

ilmu

karena

ilmu

akan

menyenangkanmu. Engkau pasti akan menemukan keindahan hidup dan melihat


seluruh dunia dari tempat kakimu berpijak dengan ilmumu. Engkau bisa tahu banyak
rahasia dari makhluk paling kecil yang tak kasat mata hingga benda-benda di
angkasa. Dengan ilmu pula engkau bisa menggenggam dunia.
Bunda yakin, selama engkau bersungguh-sungguh dengan segala usahamu,
engkau akan maju, Nak. Dengan ilmu engkau bisa mengenal dirimu dan mengenal
Tuhanmu. Dengan ilmu pula engkau bisa memahami kebesaran Tuhanmu. Jalanilah
semua itu dan sambil engkau hiasi dirimu dengan kebaikan, junjunglah tinggi
kejujuran serta isilah hari-harimu dengan ketaatan kepada Tuhan. Manfaatkan
waktumu dengan ketekunan sehingga engkau bisa meraih cita-citamu. Dengan doa

serta usaha pantang putus asa, kejarlah duniamu. Restu Bunda dan Ayah menyertai
setiap langkahmu.
Anakku, Bunda selalu bangga dengan apa pun yang engkau dapatkan. Nilai
yang baik tentu baik, tapi Bunda sama sekali tidak mengharapkanmu menghasilkan
nilai yang bagus. Bunda lebih menginginkan engkau mampu berproses melewati harihari belajarmu dengan baik.
Ketika temanmu menjadi juara kelas, tentu engkau sangat ingin seperti dia,
Nak. Bunda tahu, itu bagus sekali. Engkau harus keras dengan dirimu, tapi tidak
dengan memaksakan diri. Bunda hanya ingin engkau terus belajar. Jadikanlah sekolah
itu menyenangkan. Jangan jadikan sekolah sebagai beban. Nikmatilah semua proses
pembelajaran melewati setiap tahapan, menaklukkan setiap tantangan, dan
mengalahkan rintangan sambil mengukir prestasi untuk kepuasan, dan demi pujian.
Emgkau tak harus menjadi juara kelas, tapi engkau harus bisa.
Anakku sayang, Bunda selalu menyempatkan diri menulis pesan di secarik
kertas setiap kali engkau berangkat sekolah. Bahkan itu Bunda lakukan sampai
engkau menamatkan sekolahmu. Dalam pesan itu, Bunda tidak pernah lupa untuk
tetap mengecupmu meskipun hanya lewat sapaan selembar kertas. Rasakanlah
kehadiran Bunda bersamamu. Semoga engkau bisa merasakan harapan Bunda dan
Ayah agar kelak engkau menjadi manusia yang berhasil.

Surat Kesembilan
Detak Waktu
Menjelang Usia Remajamu

Anakku, kini usiamu 14 tahun. Bunda merasa harus semakin keras


membekalimu dengan segala kasih sayang, perhatian, dan pemahaman tentang hidup
kepadamu. Usiamu yang sangat penting buat Bunda bukanlah usia 17 tahun yang
dianggap oleh kebanyakan orang tua sebagai usia menuju kedewasaan. Menurut
Bunda, usiamu sekarang adalah gerbang menuju sebuah kedewasaan, yaitu masa praremaja dan transisi dari kanak-kanak menuju manusia dewasa. Justru di usia inilah
Bunda ingin engkau mulai belajar hidup lurus agar tidak berjalan di jalur yang salah.
Nak, sekarang engkau sedang berusaha mencari identitasmu. Engkau merasa
ingin menjadi dirimu sendiri. Engkau ingin memilih kegiatan yang kausukai. Engkau
memiliki keinginan impian dan cita-cita yang tidak sama seperti yang dulu pernah
kauimpikan, atau bahkan tidak sama dengan cita-cita yang diinginkan Bunda serta
Ayah.
Bunda paham, engkau beranjak remaja. Tentu saja Bunda bangga. Mungkin
berat bagimu ketika Bunda masih saja mengurusimu, termasuk membelai rambutmu
saat Bunda bercerita denganmu dan bahkan saat engkau tidur. Bunda selalu
menyempatkan diri untuk menenangkan dirimu saat engkau merasa sedih. Bunda
menjadi pendengar yang baik saat engkau bercerita tentang banyak hal di sekolahmu.

Bunda menemani dan membantu saat engkau mengerjakan tugas-tugas sekolah.


Bunda menyiapkan sarapan pagi kesukaanmu. Bunda tertawa bersamamu saat kita
menyaksikan kartun lucu kesayanganmu. Bunda menghabiskan waktu memasak
bersama di akhir pekan. Kita juga berjalan-jalan bersama ke tempat-tempat yang
indah.
Nak, Bunda dan Ayah sangat bahagia dan bersemangat melihatmu ceria di
usiamu sekrarang. Meskipun kadang-kadang Bunda sendiri melihatmu tetap saja
sebagai seorang remaja yang sedang mencari jati diri menuju kedewasaan. Kadangkadang Bunda juga tidak melewatkan kondisi saat engkau terlihat murung karena
menghadapi kegalauan. Memang selalu ada rintangan yang menghambat langkahmu
dalam mencari jati diri, apalagi di zaman sekarang dengan segala keterbukaannya.
Engkau sendiri tentu ingin mendapatkan segala sesuatu dengan mudah. Tapi, ingatlah
Nak, tiada suatu hasil pun di dunia ini yang kaudapatkan tanpa perjuangan.
Berjuanglah sungguh-sungguh untuk mendapatkan impianmu. Lalu, setelah engkau
mendapatkannya, jagalah baik-baik.
Hampir setiap hari Ayah bertanya kepada Bunda tentang perkembanganmu,
Nak. Setiap malam Bunda dan Ayah juga sering menghabiskan waktu untuk
bercengkrama serta berdiskusi denganmu tentang banyak hal. Engkau pantas untuk
bersyukur akan kepedulian Ayah terhadap tumbuh kembangmu.
Bunda bangga sekaligus haru kepadamu, Anakku. Bunda berusaha
mendekatimu dengan hati-hati. Bunda berharap tidak terlihat mengguruimu. Apalagi
engkau sedang menghadapi masa remaja yang tidak mudah dilewati setiap anak.

Nak, di hari-hari mendatang Bunda mungkin tidak sanggup lagi


mengawasimu. Bunda tidak lagi bisa menemanimu karena bulu-bulu di sayapmu akan
tumbuh sempurna. Lalu engkau terbang jauh mengitari duniamu.
Kelak bila masa itu tiba, Bunda tidak sanggup lagi mengikutimu, Nak. Bunda
hanya mampu berpesan, di luar sana dunia bisa saja menelan dan menghimpitmu. Tak
seorang pun yang tidak mendapatkan peran sandiwara di dunia ini. Janganlah engkau
telanjang menatapnya. Jangan pula engkau ditelanjangi olehnya. Jagalah dirimu.
Jagalah tubuhmu. Jagalah harga dirimu.
Anakku sayang, kelak perangmu tidak hanya dengan apa yang ada di
depanmu, tapi perang dengan segala nafsumu. Ikatlah nafsumu dengan imanmu,
niscaya surgamu adalah surga Bunda.
Kelak engkau juga akan bertemu seseorang yang mungkin engkau sayangi
selain Bunda dan Ayah. Engkau akan lebih memilih menghabiskan waktumu bersama
orang yang kaucintai itu. Tidak apa-apa, Nak. Bunda cukup bisa memahami kondisi
itu. Bunda juga dulu pernah muda sepertimu. Tapi, pandai-pandailah membawa
dirimu. Di luar sana banyak sekali orang yang tidak kaukenal dengan baik. Kalaupun
engkau merasa mengenal orang yang kaucintai, jangan sampai engkau serahkan
dirimu kepadanya sebelum pernikahan terjadi.
Nak, waktu adalah misteri yang belum satu orang pun di dunia ini dapat
menjawabnya. Oleh karena itulah, selagi dirmu masih diberi kesempatan menikmati
waktu, nikmatilah sebaik-baiknya sehingga dapat mendatangkan manfaat buat dirimu
di dunia dan akhirat.

Bunda sadar bahwa masa remajamu adalah masa yang sangat sulit engkau
lalui. Bunda juga lebih banyak khawatir kepadamu. Bunda sering sedih melihat
kelakuanmu kala engkau bermalas-malasan untuk bangun tidur. Juga ketika engkau
bermain seharian yang kadang-kadang tidak mengenal waktu. Bahkan Bunda gundah
ketika

engkau

susah

diberitahu

untuk

belajar,

mengerjakan

PR-,

atau

mengingatkanmu untuk tidak membolos sekolah.


Anakku, maafkan Bunda yang telah memberi dan menghadapkanmu dengan
berbagai peraturan di masa remajamu. Sungguh Bunda tidak bermaksud
menyengsarakanmu dengan aturan-aturan itu. Bunda hanya ingin engkau bahagia
serta mampu hidup layak di tengah dunia yang penuh persaingan. Semua itu Bunda
lakukan agar engkau tidak tertelan oleh zamanmu.
Bunda bersedih bila engkau menuduh Bunda sebagai orang tua kolot yang
tidak mengikuti zaman. Tapi Bunda yakin, apa pun itu yang Bunda beritahukan
kepadamu dan apa pun yang engkau tuduhkan kepada Bunda, kelak engku akan
menyadarinya bahwa semua itu adalah sebuah cambuk untuk membuatmu berani
menghadapi dunia yang sebenarnya.
Nak, Bunda mendidik dan mengajarimu banyak hal karena Bunda tahu betul
betapa halusnya bujukan setan dan beratnya hidup yang tidak tegas terhadap yang
jahat. Bunda hanya ingin engkau memahami hal itu. Setiap malam Bunda berdoa
untukmu. Tak sekejap pun engkau hilang dari perhatian dan doa Bunda agar engaku
betul-betul jadi pribadi yang kelak bisa membuat dirimu sendiri bangga dan puas.

Surat Kesepuluh
Kenali Tuhanmu, Kenali Dirimu

Sayangku, adakah engkau sadar bahwa setiap detik dalam kehidupan adalah
ketetapan Tuhan yang tak akan sanggup diubah oleh siapa pun? Adakah engkau sadar
bahwa ada yang mengatur setiap hembusan nafasmu? Adakah engkau sadar bahwa
ada yang mengatur setiap kuncup bunga yang tumbuh dan setiap helai daun yang
jatuh?
Bunda akan berpesan lebih dalam,

Nak. Engkau pun perlu untuk lebih

memperhatikannya. Bila engkau sedang lelah, beristirahatlah. Jika engkau baru saja
pulang beraktivitas, santaikanlah dirimu. Setelah itu kembalilah membuka pesan
Bunda lagi karena pesan kali ini Bunda ingin engkau betul-betul dapat memahaminya
agar engkau menemukan arti hidup yang sesungguhnya.
Nak, di zaman sekarang tak sedikit manusia yang menjalani kehidupan tanpa
pernah tahu untuk apa dan untuk siapa tujuan akhir dari pertempuran hidup itu.
Kehidupan dijalankan seolah-olah tanpa kehadiran Tuhan. Manusia terlalu angkuh
dan hanya mempedulikan diri dan kehidupannya. Manusia sering kali membutuhkan
Tuahan tatkala dipikirkannya saja. Ketika mereka tidak memikirkannya, maka saat itu
juga mereka menganggap dirinya sedang sangat menikmati dunianya sendiri.

Nak, Bunda ingat perkataan Imam al-Ghazali perihal pentingnya manusia


mengenali Tuhan karena dalam unsur ketuhanan selalu ada dalam kehidupan
manusia. Mengenal diri adalah kunci untuk mengenal Tuhan, kata al-Ghazali.
Anakku sayang, tidak ada yang lebih dekat kepada diri setiap manusia kecuali
dirinya sendiri. Begitu juga dengan dirimu, tidak ada yang lebih dekat kepada dirimu
kecuali dirimu sendiri. Jika engkau tidak mengetahui dirimu sendiri, bagaimana
engkau bisa mengetahui yang lain? Ingatlah bahwa mengetahui diri sendiri bukanlah
ketika engkau memahami dirimu secara lahiriah seperti mengenal bentuk muka,
badan, anggota tubuh, dan lain-lain. Hal itu sama sekali tak akan mengantarmu untuk
bisa mengenal Tuhanmu. Begitu juga ketika engkau mencoba untuk memahami
karakter fisikmu, seperti ketika engkau makan di saat lapar, menangis kala bersedih,
dan menyerang ketika marah. Hal itu pun bukanlah kunci bagimu untuk mengenal
Tuhanmu.
Percayalah Nak, engkau tidak akan menemukan pengetahuan tentang
Tuhanmu ketika engkau masih mengandalkan naluri hewani. Pengetahuan yang
sesungguhnya ketika engkau ingin mengenal Tuhanmu adalah pada saat engaku mulai
memikirkan siapa dirimu dan dari mana engkau datang, hendak kemana engkau pergi,
apa tujuan kedatanganmu dan persinggahanmu di dunia fana, serta dimanakah
kebahagiaan sejati dapat ditemukan.
Tentu saja semua pertanyaan itu tidak sederhana. al-Ghazali memberikan
perumpamaan yang sangat menarik utnuk engkau pahami, Nak. Menurut beliau, agar
memahami lebih jauh perjuangan batin untuk benar-benar mengenal diri dan Tuhan,

kita dapat melihat jasad kita sebagai sebuah kerajaan, jiwa sebagai rajanya, dan
indera beserta anggota tubuh lainnya sebagai tentaranya. Akal bisa disebut perdana
menterinya, syahwat sebagai pemungut pajak, dan amarah sebagai polisi.
Dengan alasan mengumpulkan pajak, syahwat selalu ingin merampas segala
hal demi kepentingan sendiri, sementara amarah cenderung bersikap kasar dan keras.
Pemungut pajak dan polisi harus selalu ditempatkan di bawah raja, tetapi tidak harus
dibunuh atau ditindas karena mereka punya peran tersendiri yang harus dipenuhinya.
Apabila syahwat dan amarah menguasai nalar, maka jiwa pasti runtuh. Jiwa
yang membiarkan anggota tubuh yang lebih rendah menguasai yang lebih tinggi
ibarat orang yang menyerahkan bidadari kepada seekor anjing, atau seorang muslim
kepada seorang raja kafir yang zalim.
Nak, banyak orang yang mengaku mengenal Tuhan tapi mereka tidak
mencinta-Nya. Buktinya, mereka melanggar perintah dan larangan-Nya, padahal
semua itu mengambarkan bahwa mereka tidak mengenal Tuhan yang sebenarnya.
Anakku, mengenal Tuhan bukan sekadar di rumah ibadah, majelis pengajian,
majelis ilmu, ataupun ketika engkau tersandung batu, terjatuh dan tersungkur,
mendengar kematian, atau ketika engkau mendapatkan musibah dan mendapatkan
kesenangan. Dalam kenyataannya, ketika banyak orang mengaku mengenal Tuhan,
pada saat yang bersamaan mereka mereka melakukan kemaksiatan dimana-mana,
bahkan tidak kenal waktu siang dan malam. Lantas, apa manfaat mereka mengenal
Tuhan kalau kenyataanya demikian? Apa artinya mereka mengenal Tuhan sedangkan
mereka melanggar perintah dan larangan-Nya?

Nak, banyak orang yang begitu sulit melihat ke dalam dirinya sendiri. Nabi
Muhammad mengatakan, Siapa saja yang berhasil mengenal dirinya, maka akan bisa
mengenal Tuhannya. Dan sekarang Bunda ingin bertanya kepadamu, Nak.
Sejauhmana engkau mengenal dirimu? Bunda khawatir ketika engkau berkata, Aku
sangat mengenal diriku sendiri, pengakuan ini mungkin karena engkau hanya
mengenal fisikmu sendiri, seperti tangan, kaki, kepala, dan badan. Engkau tidak
mengetahui apa yang tersembunyi di dalam batinmu. Engkau tak memahami kondisi
ketika engkau marah, mencari permusuhan, berhasrat, mencari pasangan nikah,
merasa lapar, mencari makan, tertawa ketika engkau senang, atau mencari minum
ketika engkau dahaga.
Lihatlah sekelilingmu, Nak. Betapa banyak ciptaan Tuhan yang dapat engkau
saksikan setiap hari. Bahkan binatang memiliki sifat-sifat yang sama dengan dirimu.
Mereka butuh makan, tidur, dan marah kalau merasa terganggu. Lantas, apa bedanya
engkau dengan binatang? Pada kenyataanya manusia berbeda dengan binatang.
Manusia adalah makhluk yang lebih istimewa dari binatang. Ketika engkau benarbenar mengenali dirimu yang sesungguhnya, engkau dapat mengetahui jawaban dari
pertanyaan: Siapa engkau? Dari mana engkau datang hingga singgah di dunia ini?
Untuk apa engkau diciptakan? Apa yang dapat membuatmu bahagia? Apa yang dapat
menyebabkanmu celaka?
Nak, di dalam jiwamu terhimpun berbagai macam sifat. Ada sifat binatang
dan kebuasan dan ada pula sifat-sifat setan. Engkau memiliki sifat-sifat suci seperti
sifat yang dimiliki Malaikat, dan Ruh atau jiwa adalah substansi dari dirimu yang

sesungguhnya, sementara yang lain adalah bagian asing yang pada dasarnya terpisah
dari dirimu. Engkau juga harus memahami bahwa masing-masing memiliki tempat
dan kesenangannya sendiri-sendiri.
Kesenangan binatang terletak pada makan, minum, tidur, dan berhubungan
seksual. Kesenangan binatang buas terletak pada seringnya berkelahi dan menyerang
mangsa. Jika engkau adalah bagian dari binatang, bekerjalah demi memuaskan perut
dan nafsu seksualmu. Kesenangan setan terletak pada hasratnya untuk berbuat rusuh,
kejahatan dan tipu daya. Jika engkau adalah bagian dari setan, sibukkanlah dirimu
untuk melakukan hal-hal semacam itu.
Nak, yang lebih penting adalah sifat Malaikat, yaitu saat engkau menikmati
kesenangan karena menyaksikan indahnya kehadiran Tuhan. Malaikat tidak memiliki
celah untuk meluapkan amarah dan syahwat. Apabila engkau adalah substasi dari
Malaikat, percayalah bahwa engkau pasti mengetahui asalmu hingga engkau dapat
mengetahui jalan menuju Tuhan, menyaksikan keagungan dan keindahan-Nya,
mampu membersihkan jiwamu dari perbudakan nafsu, keganasan dan amarah, dan
engkau mampu menemukan jawaban dari mengapa kamu diciptakan dengan
membawa sifat-sifat tersebut.
Anakku, engkau boleh saja menjadikan salah satu sifat binatang sebagai kuda
tunggangan dan sifat yang lain sebagai senjata. Dengan demikian engkau dapat
mencapai kebahagiaan. Namun, jika engkau sudah dapat menundukan sifat-sifat itu di
bawah kekuasaanmu, tempatkanlah sifat-sifat tersebut di bawah kakimu dan
kembalilah ke tempat kebahagiaanmu yang sesungguhnya, sebuah tempat dimana

hamba-hamba terkasih merasakan kehadiran Tuhan dan tempat orang-orang shaleh


akan masuk surga. Ketahui dan pahamilah makna tersembunyi dibalik semua ini,
Nak, sehingga engkau dapat mengenal dirimu sendiri meskipun hanya sedikit.

Surat Kesebelas
Jalani Duniamu
Sesuai Aturan Tuhan

Anakku, jangan pernah engkau berpikir bahwa kehidupan di dunia ini akan
engkau lewati begitu saja. Engkau harus mempersiapkan dirimu untuk akhiratmu.
Hidup ini terlalu singkat untuk kausia-siakan. Hidup ini terlalu berharga untuk
kaulalui hanya dengan mengejar duniamu. Hidup ini terlalu menggoda kalau engkau
hanya ingin menuruti segala gemerlapnya.
Berhentilah berpikir bahwa dunia ini hanya sebatas persinggahan, Nak.
Engkau perlu mempersiapkan bekal untuk kehidupanmu setelah itu. Sadarilah bahwa
manusia hidup bukan sekadar menutup auratnya dengan segala model pakaian tanpa
mengetahui hendak kemana tujuannya karena tak memiliki ilmu.
Nak, al-Quran menyebutkan bahwa tidaklah jin dan manusia diciptakan
kecuali untuk beribadah kepada Allah Swt. Beribadah ini diartikan menyembah
(shalat), berpuasa, berhaji, berbuat kebaikan, dan sebagainya. Namun, beribadah
kepada-Nya bukanlah sekadar menyembah-Nya karena maknanya jauh dari itu.
Beribadah artinya juga mengabdi atau bekerja untuk-Nya dengan sungguhsungguh. Dia adalah penguasa sekalian alam. Sudah seharusnyalah manusia patuh
dan taat mengikuti semua peraturan-Nya, termasuk soal cara hidup dan cara berkerja
di dunia-Nya. Semua aturan itu tertulis jelas dalam kitab-kitab suci yang harus
engkau yakini, Anakku.

Nak, ketahuilah bahwa orang yang mulia di sisi Tuhan adalah adalah orang
yang bertakwa kepada-Nya. Hanya dengan takwa, Tuhan akan memberimu
kemudahan dan jalan keluar. Hanya dengan takwa engkau memperoleh kemenangan
yang mulia. Hanya dengan takwa Tuhan memberimu rejeki yang tak terduga. Takwa
berarti mengerjakan apa yang diperintah dan menjauhi apa yang dilarang oleh-Nya.
Nak, segala sesuatu yang ada di dunia mempunyai tujuan dan tugasnya
masing-masing. Mereka harus melaksanakannya. Bahkan benda mati pun mempunyai
tugas tersendiri. Begitu juga dengan tumbuh-tumbuhan, hewan, dan manusia. Tugas
mereka telah digariskan oleh Tuhan. Tujuan hidup manusia di dunia adalah mengabdi
atau bekerja untuk-Nya.
Ada beberapa hal yang harus engkau ketahui, Nak. Terutama mengenai tujuan
hidup dan tugasmu sebagai manusia. Al-Quran menyebutkan, Dialah yang telah
menciptakan kamu dari Bumi (tanah), dan menjadikan kamu pemakmurnya. Jadi,
tugas pertama adalah perintah bekerja keras dan sungguh-sungguh untuk
memakmurkan Bumi, termasuk memakmurkan keluarga, masyarakat, dan umat.
Anakku, tugas manusia berikutnya adalah mengolah apa pun yang disediakan
alam sebagai bahan baku, lalu mengunakannya sebaik-baiknya untuk memakmurkan
Bumi. Setiap manusia bertugas memakmurkannya karena semua sumber daya untuk
membangun sebuah peradaban telah disediakan oleh Tuhan. Dia menyediakannya di
langit, di Bumi, maupun di air. Semua itu diberikan untuk manusia.
Nak, manusia memerlukan ilmu dan pengetahuan yang baik untuk
memakmurkan Bumi sehingga setiap yang dihasilkan tentu akan menjadi baik juga.

Itulah sebabnya Tuhan memerintahkan manusia untuk mempelajari berbagai disiplin


ilmu, bukan hanya belajar ilmu agama.
Dengan segala pengetahuan yang didapatkannya, manusia harus dapat
membangun

dan

mendirikan,

misalnya,

sekolah-sekolah

dengan

segala

kelengkapannya, seperti gedung, buku, alat tulis, bangku, alat penerangan, dan
sebagainya. Untuk membuat buku-buku tulis, manusia harus menanam pohon-pohon
kapas sebagai bahan baku kertas dan kain baju. Lalu manusia membuat pabrik kertas
dan kain. Selanjutnya manusia membuat alat-alat transportasi. Semua itu berasal dari
bahan-bahan baku yang disediakan Tuhan.
Manusia harus mempelajari berbagai ilmu dan bekerja keras agar
kehidupannya di dunia menjadi kuat. Bisa engkau bayangkan, Nak, jika keluarga
sehat dan ekonominya kuat, maka kuat pula ekonomi bangsa. Semua itu harus
dimulai dari setiap orang, dan tentu saja dimulai dari diriumu sendiri, Nak.
Semua itu akhirnya membawa manusia ke arah kemajuan. Manusia dapat
meningkatkan kemakmuran, kesejahteraan, keamanan, dan keharmonisan. Manusia
mampu hidup bahagia serta menjadi umat yang produktif namun selalu menundukkan
diri kepada Tuhan. Inilah yang disebut umat yang mendatangkan rahmat untuk
sekalian alam.
Anakku, semoga engkau bisa dengan mudah memahami apa yang Bunda tulis
ini. Sadarilah bahwa engkau harus mepelajari banyak pengetahuan. Apabila setiap
manusia sudah mengetahui, maka setiap orang akan tunduk kepada Tuhan dan pada

akhirnya manusia mau bekerja keras, rajin, serta bersungguh-sungguh untuk


memakmurkan Bumi.
Tugas berikutnya setelah manusia berilmu dan tahu cara bekerja dengan
sungguh-sungguh adalah menjadi khalifah untuk memimpin dunia. Manusia bahkan
harus menjadi pemimpin dalam lingkaran yang paling kecil, yaitu keluarga dan
dirinya sendiri.
Menjadi khalifah di muka Bumi berarti mengajak dan membimbing
masyarakat untuk bekerja dengan rajin. Setiap orang harus mampu memberikan
lapangan kerja kepada masyarakat atau mendirikan sekolah-sekolah agar orang
lainnya bisa pula menjadi khalifah atau pemimpin dalam kelompoknya masingmasing.
Nak, hidup adalah sebuah perjalanan yang penuh liku-liku dan rintangan.
Engkau tidak akan pernah tahu waktu datangnya onak dan hambatan. Engkau juga tak
pernah tahu tanjakan yang harus didaki maupun jalan landai. Ada begitu banyak
kerikil yang setiap saat menggelincirkanmu ke jurang yang dalam.
Anakku, siapa pun bisa menemukan apa yang mereka cari jika ia memiliki
pegangan dan petunjuk hidup yang dipatuhi dan ditaatinya. Betapapun terjal jalan
yang dilaluinya, ketika ia berpegang pada petunjuk, maka ia akan selamat dalam
mengarungi bahtera hidup di dunia yang fana ini.
Tuhan telah merencang agar kehidupan setiap orang mengalami kenaikan
selangkah lebih tinggi dan menuju ke arah yang lebih baik. Tapi, seberapa banyak

langkah untuk menjadi baik dan selalu naik itu berkaitan langsung dengan seberapa
baik engkau mengikuti petunjuk-petunjuk yang telah digariskan oleh-Nya, Nak.
Sesungguhnya Tuhan memberikan kepada manusia kebebasan untuk
melakukan apa saja. Dia tidak pernah memaksa hambanya untuk mengikuti kemauanNya. Dia memberikan pilihan bagi manusia untuk taat atau mengikuti jalan lain selain
jalan yang telah digariskannya. Namun, tentu saja akan lebih baik dan mudah bagi
manusia jika berjalan dan taat pada aturan dan petunjuk-Nya sehingga manusia tidak
perlu menanggung konsekuensi dari ketidaktaatannya.
Ketaatan seorang hamba pada aturan-aturan Tuhan merupakan bentuk
keshalehan jiwa. Apa pun yang Tuhan minta dari hambanya untuk engkau lakukan
adalah untuk keselamatan dirimu sendiri. Engkau harus yakin bahwa semua itu
adalah bagian dari rencana Tuhan supaya Dia bisa memberikan lebih banyak
kemurahan ke dalam kehidupanmu, Nak. Percayalah bahwa Tuhan tidak pernah
memintamu melakukan sesuatu yang engkau sendiri tidak sanggup melakukannya.
Anakku, berpegang teguh pada ajaran-ajaran agama adalah bentuk nyata
ketaatan manusia kepada Tuhan. Ajaran agama bersifat menyeluruh karena di
dalamnya mengatur semua aspek kehidupan: dunia maupun akhirat. Mulai dari hal
kecil seperti adab hendak ke toilet hingga masalah-masalah besar. Mulai dari bayi
dalam kandungan hingga manusia di alam akhirat. Juga perihal cara memanfaatkan
sumber daya alam, aturan bernegara, dan sebagainya.

Nak, Bunda berharap dan selalu mendoakan agar engkau senantiasa diberi
kebahagiaan oleh Tuhan. Bunda ingin engkau tetap berpegang teguh pada aturanaturan yang telah ditetapkan-Nya.

Surat Kedua Belas


Ingatlah Kampung Akhirat

Anakku, Bunda berharap semoga Tuhan senantiasa membimbingmu dalam


jalan keselamatan dan kebahagiaan. Bunda sadar bahwa tidak seorang pun di dunia
ini yang bisa menghentikan waktu. Detak waktu terus berjalan tanpa disadari. Bunda
tahu engkau bukan kanak-kanak lagi. Engkau sudah dewasa. Sungguh waktu berlalu
begitu cepat. Bunda meminta ampun kepada Tuhan akan setiap waktu Bunda yang
terbuang sia-sia selama ini.
Nak, hidup manusia di dunia itu sangat terbatas dan tidak bertahan lama
dibanding keberadaan alam semesta. Rata-rata setiap orang diberi waktu hidup
selama 63 tahun. Apabila ada orang yang dianugerahi usia lebih, maka itu merupakan
karunia dari Tuhan yang harus betul-betul dimanfaatkan sebaik-baiknya.
Engkau harus sadar betul, Nak, bahwa lahir, hidup dan mati adalah
keniscayaan dari perjalanan yang harus ditempuh oleh setiap manusia. Namun, lahir
dan hidup hanya berlangsung dengan waktu yang sangat singkat dan masih dapat
dihitung dengan jari. Sadari dan yakinlah bahwa mati sangat berbeda dari apa yang
kita alami dalam kehidupan ini karena waktunya hampir tidak pernah berkesudahan
sehingga diperlukan bekal yang cukup untuk menghadapinya.
Nak, kehidupan terus berjalan tanpa kita sadari. Dulu engkau yang masih
terlihat lucu dan selalu Bunda timang-timang sekarang menjelma orang dewasa. Ini

menandakan bahwa hari berganti hari, minggu berganti bulan, dan bulan berganti
tahun. Kadang-kadang kita tidak sadar bahwa hari-hari yang kita lewati justru
semakin mendekatkan kita pada kematian.
Perjalanan kita selama ini adalah gambaran relativitas waktu. Apa yang kita
rasakan di dunia ini mungkin begitu cepat bagi sebagian orang dan mungkin juga
sangat lama bagi sebagian orang lainnya. Bahkan akan jauh lebih lama ketika kita
kelak berpulang ke pangkuan Ilahi. Alam akhirat sangatlah berbeda dengan alam
dunia. Waktu yang digambarkan sangatlah lama, dan tidak satu pun manusia yang
berkuasa akan keadaan itu.
Hal ini juga tidak jauh berbeda ketiika kita melihat seorang bayi yang baru
membuka matanya di dunia dengan seseorang yang sedang menghadapi kematian.
Keduanya sama sekali tidak berkuasa terhadap kelahiran dan kematiannya. Hanya
Tuhan-lah yang memiliki kuasa untuk memberikan nafas kehidupan pada mereka atau
mencabutnya.
Alangkah bodohnya kita ketika kita memandang perbincangan tentang
kehidupan sebagai sebuah proses yang biasa. Alangkah bodohnya kita ketika
membicarakan tentang kematian justru sering dicela dan dianggap hal yang hanya
akan dialami oleh setiap orang. Banyak yang menganggap kematian hanya akan
terjadi ketika seseorang telah lanjut usia. Mereka tidak ingin memikirkan kematian
karena tidak menyenangkan. Padahal, tidak ada yang menjamin bahwa seseorang
akan hidup satu jam lagi.

Banyak orang yang menyaksikan kematian orang lain, tetapi mereka tidak
memikirkan tentang hari ketika orang lain menyaksikan kematian dirinya. Mereka
tidak mengira bahwa kematian itu sedang menunggunya.
Ketika kematian dialami oleh seorang manusia, semua kenyataan dalam
hidup tiba-tiba lenyap. Saat mati, kita hanyalah seonggok daging yang terbujur kaku.
Dengan dibungkus kain kafan beraroma khas wewangian, jenazah dibawa ke kuburan
untuk dimasukkan ke liang lahat. Sesaat kemudian, tanah menutupi seluruh tubuh.
Anakku, manfaatkan dan maknailah kehidupan ini sebagai ladang
persemaianmu untuk kehidupan akhirat. Engkau harus bisa mengisinya dengan kerja
keras untuk memperoleh kebahagiaan walau kebahagiaan itu selalu berlompatan
sehingga kita selalu disibukkan untuk terus mencarinya.
Seseorang yang baru memiliki rumah ataupun kendaraan biasanya merasa
bahagia. Namun ketika semua itu sudah dirasakannya, ia tidak lagi bahagia dengan
benda-benda yang dimilikinya. Sama halnya dengan orang-orang desa yang menduga
bahwa hidup di kota besar adalah bahagia. Sebaliknya orang-orang kota merasa
bahwa hidup di desalah yang bahagia.
Semua itu menunjukkan bahwa bahagia hidup di dunia bagaikan fatamorgana,
Nak. Keadaan seperti ini memberi pelajaran kepada kita untuk beralih mencari
kebahagiaan di alam lain dan inilah yang disebut dengan kematian. Manusia harus
mempersiapkan diri untuk menemui kematian itu.
Anakku, sadarlah dengan harapan yang membuat setiap manusia di dunia
memilih bertahan hingga maut menjemputnya. Sadarilah harapan akan kebahagian di

dunia, mendapat balasan surga dari Sang Khalik, dan lain-lain. Oleh karena itu
kematian siapa saja merupakan sebuah peristirahatan dari pekerjaan yang tidak lelah
mengukur dunia yang tidak berbatas ini. Engkau perlu memikirkan kematian karena
di sinilah letak kebahagiaan yang hakiki, Nak.
Semua manusia mengakui bahwa kematian adalah sebuah kepastian.
Kematian akan datang kapan saja. Namun sebagian besar manusia begitu takut
menghadapinya karena ragu bahwa kehidupan yang mereka jalani selama di dunia
hanya diisi dengan kesia-siaan. Ketakutan itulah yang akhirnya membuat mereka
begitu ngeri menghadapi kematian.
Nak, Bunda ingin menyampaikan ucapan Jalaluddin al-Rumi tentang
kehidupan dan kematian. Dia berkata, Jika janin diberitahu bahwa hidup di dunia
lebih baik dari kehidupan di dalam rahim. maka dapat dipastikan bahwa janin tidak
akan percaya. Ketika janin lahir ke dunia barulah dia menyadari bahwa kehidupan
dunia lebih baik dari kehidupan di dalam rahim. Kemudian diberi tahu bahwa
kehidupan akhirat lebih baik dari kehidupan dunia namun kebanyakan manusia juga
tidak mempercayainya.
Tidak ada sama sekali larangan dari Tuhan kepada seluruh makhluk-Nya
untuk meraih dunia. Tetapi engkau juga harus paham bahwa dunia adalah sarana dan
bukanlah sebuah tujuan, Nak. Bila dunia dipahami sebagai sarana, maka hukumhukum Tuhan selalu dijadikan panduan. Sebaliknya bila dunia dipahami sebagai
tujuan maka hukum-hukum Tuhan akan selalu terabaikan, dan akhiratmu terabaikan.

Apa yang harus engkau lakukan untuk menyadari bahwa dunia hanyalah
sebuah sarana? Anakku, jawabannya adalah sering-seringlah mengingat mati karena
mengingat kematian akan membuatmu lebih kreatif dalam setiap amalan yang
kaukerjakan. Ingatlah bawah semua amalan merupakan ibadah.
Anakku, dunia adalah tiket kita untuk menentukan apakah kita sebagai ahli
surga atau penghuni neraka. Baik atau tidaknya amalan yang kita dilakukan semasa
hidup merupakan taruhan besar untuk menghadapi kehidupan yang sebenarnya, yaitu
kehidupan hari akhirat.
Kematian hanyalah perpindahan dari alam mimpi ke alam nyata. Kematian
adalah tangga menuju kebahagiaan abadi. Mati merupakan perpindahan dari suatu
tempat ke tempat lain. Kematian adalah kelahiran baru bagi manusia.
Kehidupan manusia di dunia ibarat telur dengan anak ayam. Kesempurnaan
wujud anak ayam karena menetasnya telur. Oleh karena itu kematian adalah pintu
menuju kesempurnaan. Sedangkan kebahagiaan dan kesenangan yang abadi bisa
diperoleh di akhirat nanti.
Anakku, apabila persiapan kita menghadapi kematian sudah lengkap dan
sempurna, maka kehadiran maut pun selalu dirindukan karena kematian itu nikmat.
Mengantuk adalah nikmat dan tidur jauh lebih nikmat dari mengantuk. Namun,
nikmat yang lebih sempurna daripada tidur adalah kematian.
Kematian dapat menjadi nikmat apabila dilengkapi bekal yang sempurna.
Bagi yang tidak memiliki bekal, kematian adalah kabar yang tidak menyenangkan.

Namun, kematian tetap akan datang tanpa mempedulikan apakah seseorang sudah
memiliki bekal atau tidak.
Anakku, sadarilah bahwa manusia hanyalah makhluk yang banyak dosa dan
kemaksiatan. Orang-orang yang sadar bahwa kematian senantiasa mengintai tidak
ingin menghadap Tuhan dengan membawa setumpuk dosa yang akan mendatangkan
kemurkaan-Nya. Dia akan sesegera mungkin bertaubat atas dosa dan kesalahannya.
Dia akan giat dan semangat dalam beribadah kepada-Nya.
Orang yang banyak mengingat kematian, akan senantiasa memanfaatkan
waktunya untuk beribadah. Dia meyakini bahwa segala pemberian Tuhan dari
perbendaharaan dunia adalah titipan semata, dan seluruhnya akan diambil kembali
oleh-Nya, serta dimintai pertanggung jawaban oleh-Nya atas seluruh pemberian
tersebut.
Nak, pernahkah engkau berpikir, seandainya kematian merupakan tempat
peristirahatan yang tenang dan nyaman dari seluruh keluh kesah hidup manusia di
dunia, pastilah kematian merupakan suatu kabar gembira yang dinantikan setiap
orang.

Tapi

kenyataanya

tidaklah

demikian.

Setelah

kematian

ada

pertanggungjawaban dan kehidupan, bahkan kehidupan yang sangat abadi dan


kehidupan

yang

sebenarnya.

Semua

manusia

akan

diadili

dan

harus

mempertanggungjawabkan setiap amalan yang dia perbuat selama hidup di dunia.

Surat Ketiga Belas


Pasrahlah kepada Tuhan

Anakku, bagian yang penting dalam mengenal Tuhan datang dari perbuatan
kita sendiri serta bagaimana kita memberikan kasih sayang terhadap ciptaan-Nya.
Pernahkah engkau berpikir bahwa otot-otot yang menyatukan tulang-tulang paha
dapat menahan beban seberat delapan ton per inci persegi, dan tulang-tulang pahanya
mampu menahan ketegangan setengah ton per inci persegi saat berjalan? Tahukah
engkau bahwa seorang atlet dapat berlari dengan kecepatan 25 mil per jam, melempar
bola dengan kecepatan 100 mil per jam, serta meloncat setinggi 7 kaki? Tahukah
engkau bahwa jantung manusia memompa 4,73 liter darah setiap menit hidup
manusia dan tiga kali lipatnya saat berolah raga? Juga, tahukah engkau bahwa tubuh
manusia memiliki hampir 60.000 mil pembuluh arteri, vena dan kapiler, yang jika
dibentangkan mampu menutupi 6.070 meter persegi tanah?
Nak, kita patut bersyukur kepada Tuhan atas anugerah yang Dia berikan.
Tahukan engkau bahwa tubuh manusia mengandung 2,5 triliun sel darah merah yang
memuat oksigen dan 2,5 miliar sel darah putih yang semuanya membentuk bagian
penting dalam sistem kekebalan tubuh kita? Tahukah engkau bahwa selama rata-rata
jangka waktu hidup manusia, seseorang akan bernapas 500 juta kali? Tahukah engkau
bahwa air merupakan 60 persen bobot tubuh manusia? Tahukah engkau bahwa tiga

pon otak berwarna putih keabu-abuan dengan miliaran komponen yang bekerja
mampu melakukan ribuan komunikasi yang saling terhubung dalam sekejap?
Pernahkah engkau memikirkan semua hal tersebut, Nak? Sungguh kecil bagi
Tuhan untuk melakukan semua itu. Penciptaan manusia adalah hal yang teramat
mudah bagi-Nya. Bahkan penciptaan langit dan Bumi lebih besar daripada penciptaan
manusia. Namun, kebanyakan manusia tidak mengetahuinya.
Bunda menjelaskan contoh-contoh di atas agar engkau selalu bersyukur, Nak.
Ingatlah bahwa Tuhan mengeluarkan seorang bayi dari perut setiap ibu dalam
keadaan tidak mengetahui apa pun. Tuhanlah yang memberinya pendengaran,
penglihatan, serta hati.
Manusia dengan bentuknya yang kecil dan tubuhnya yang lemah serta
umurnya yang relatif pendek dibanding usia alam semeseta adalah sesuatu yang
sangat kecil. Anakku, kita hidup di suatu tempat dari bagian pulau yang merupakan
bagian dari benua. Benua adalah bagian dari bola dunia yang menggantung di langit
atau tata surya. Sebuah tata surya merupakan bagian yang sangat kecil dari jagat raya
yang kita tempati. Di situlah berbagai bintang bertebaran. Jumlahnya tidak terhitung
dan seakan tak terbatas. Ada miliaran bintang dan planet, padahal satu bintang saja
ada yang besarnya sekian ratus atau sekian ribu atau sekian juta dari besarnya ukuran
Bumi yang kita pijak.
Alam raya sangatlah luas. Tak seorang pun bisa mengetahui batasnya kecuali
Tuhan. Tuhan menciptakannya dengan kekuasaan-Nya. Sesungguhnya Dia benarbenar meluaskannya, Nak.

Alangkah kecilnya manusia dibanding alam semesta. Seberapa lama manusia


bisa bertahan hidup di dunia? Sampai saat ini belum ada manusia yang berusia sama
dengan usia Nabi Nuh yang hidup di tengah kaumnya hampir selama seribu tahun.
Namun, berapa pun umur yang diberikan Tuhan kepada manusia, ujungnya adalah
kematian.
Anakku, ingatlah bahwa yang membuat manusia bernilai adalah sesuatu yang
disusupkan dan ditiupkan Tuhan ke dalam jasadnya. Bukan tanah, debu, atau badan,
melainkan ruh-Nya. Dengan ruh itu Tuhan mengharuskan para malaikat bersujud
kepada Nabi Adam sebagai penghormatan dan ucapan sejahtera. Itulah gambaran
manusia. Hakikat manusia tidak terletak pada fisiknya tetapi pada ruh Tuhan yang
menyusup di dalam rongganya. Dengan semua itu pula engkau menjadi besar di
tengah alam semesta, Nak.
Tuhan menghamparkan apa pun yang ada di langit dan Bumi bagi manusia.
Dia menundukkan makhluk-makhluk yang besar di atasnya maupun di bawahnya
agar semuanya tunduk kepada manusia. Anakku, apa pun yang diciptakan-Nya di
dunia adalah untuk manusia. Semua hal itu akan menjadi bagian dari dirimu.
Sudahkah engkau mengetahui dan menyadarinya? Jika engkau renungkan lebih
dalam, semakin engkau mengenal dirimu dan semakin engkau mengetahui dirimu,
percayalah bahwa engkan akan lebih mengenal Tuhanmu.
Nak,

orang-orang

shaleh

selalu

terus

mencari

Tuhannya.

Mereka

melakukannya dengan banyak cara, termasuk merenungkan tentang dirinya sendiri.


Sesungguhnya pencari sejati adalah orang yang tidak pernah berhenti belajar

mengenal dirinya. Dia merenungkan keberadaan dirinya, dari mana, mau kemana dan
apa yang harus dilakukannya. Dia merenungkan asal usul manusia sehingga
membuatnya lebih jernih berpikir tentang kehidupan dan penemuan jatidiri.
Orang-orang shaleh juga selalu belajar dan banyak bertanya kepada mereka
yang bisa disandarkan segala pengetahuan kepadanya. Semakin engkau banyak
bertanya, Nak, maka engkau semakin banyak tahu. Kadang-kadang orang lainlah
yang lebih mengenal dirimu sendiri karena orang lain iru melihat seluruh tampilan
dan sikapmu setiap saat. Mereka bisa merasakannya.
Kendalikanlah hasrat dan keinginanmu, Nak. Setiap orang pasti memiliki
hasrat dan keinginan yang biasanya merupakan refleksi dari sebuah bentuk ideal atau
cita-cita yang bermula dari ego. Dalam bentuk yang paling sederhana, ego semua
manusia adalah hal yang baik karena secara alamiah bersumber dari naluri untuk
mempertahankan hidup. Namun, engkau juga harus menyadari bahwa setiap orang
dilengkapi segala macam kelebihan.
Nak, setiap individu dilengkapi oleh ketidakmampuan dan keterbatasan. Jika
engkau bermaksud melakukan proses pengenalan diri, engkau harus lebih mengenal
keterbatasan yang kaumiliki. Tentu saja semua itu demi memperbaiki dan
mengubahnya sebisa mungkin sehingga menjadi faktor yang justru dapat
kauandalkan.
Selalulah memohon kepada Tuhan, Anakku. Dia akan menunjukkan
jatidirimu. Pencarian dan pengenalan dirimu tidak akan pernah berakhir sampai
kematian menjemputmu.

Manfaatkanlah secara maksimal apa yang telah diberikan Tuhan kepadamu,


Nak. Itu adalah jawaban yang bijaksana. Bertanyalah pula kepada-Nya dengan selalu
berdoa agar Dia melimpahkan ilmu yang bermanfaat.

Surat Keempat Belas


Kebahagiaan di Jalan Tuhan

Nak, tidak ada satu pihak pun di dunia ini yang menjanjikan kehidupan di
dunia akan dipenuhi kebahagiaan dan keceriaan. Hanya Tuhan yang menjanjikannya.
Bagi orang-orang beriman, kebahagiaan yang kekal akan dirasakan dan diraih di
kehidupan selanjutnya sehingga setiap orang harus siap menghadapi kenyataan bahwa
hidup di dunia tidaklah mudah.
Anakku, kehidupan di dunia adalah perjalanan yang harus ditempuh dengan
penuh perjuangan. Itulah sebabnya Bunda dengan sepenuh hati mengabarkan segala
sesuatu yang perlu engkau ketahui melalui surat ini.
Keyakinan akan kekuasaan Tuhan mutlak harus engkau miliki, Nak. Tentu
saja hal ini sebagai pengakuan karena kita adalah makhluk yang beragama. Dengan
keyakinan itu pula kita harus mengikuti aturan-aturan Tuhan dan utusan-utusan-Nya.
Jangan pernah engkau memandang aturan-aturan itu sebagai kekangan yang
membatasi ruang gerakmu dalam mengarungi luasnya dunia ini. Pahamilah bahwa
itulah yang seharusnya engkau lakukan sebagai manusia yang memiliki keyakinan
akan Tuhan.
Nak, tidak ada manusia yang luput dari kesalahan. Manusia adalah tempatnya
salah dan khilaf. Bunda juga pernah terpedaya oleh bisikan-bisikan yang mengatakan
bahwa Bunda mempunyai hak untuk mereguk kebahagiaan yang Bunda inginkan

padahal keinginan itu sudah keluar dari ketentuan-ketentuan Tuhan. Namun, akhirnya
Bunda sadar bahwa Bunda hanyalah makhluk yang tidak berdaya di hadapan Tuhan.
Bunda pernah berusaha mempertanyakan banyak hal. Namun pada akhirnya
Bunda sadar bahwa manusia diberi pengetahuan sedikit saja. Semua itu tidak berarti
dibanding keagungan Tuhan yang meliputi seluruh alam semesta. Berkali-kali pula
Bunda harus jatuh dan tersungkur menyadari lalu bersujud di hadapan-Nya memohon
ampunan dari setiap kesalahan dan kekeliruan.
Anakku, kita adalah makhluk yang lemah dan sangat bergantung kepada
Tuhan. Kita terlalu lemah untuk berani menentang-Nya. Sungguh Maha Suci Dia,
dari segala prasangka buruk yang pernah muncul dalam hati kita. Bunda berharap ini
akan menjadi pelajaran yang berharga buatmu dalam menjalani kehidupanmu yang
masih terbentang luas di dapan sana.
Menyadari segala hal dan mempertanyakan segala persoalan serta fenomena
kehidupan adalah bentuk ikhtiar manusia dalam memahami kehidupan yang telah
diberikan Tuhan kepada kita. Tidak ada yang salah dengan cara itu karena semua itu
adalah bagian dari pencarian setiap manusia yang diberikan pikiran dan pengetahuan
oleh Tuhan. Segala dosa baru akan ditimpakan bila kita kalah dan akhirnya mengikuti
hawa nafsu dengan melakukan perbuatan yang melanggar aturan-aturan-Nya. Oleh
karena itu, Anakku, berjuanglah melawan kehendak hatimu sendiri yang tidak sesuai
dengan tuntunan-Nya. Percayalah bahwa perjuangan serta pertempuranmu akan
berlangsung seumur hidupmu.

Nak, dalam perjalanan hidupmua engkau akan banyak menemukan berbagai


hal serta pengalaman. Dengan semua itu engkau dapat lebih memahami isi pesan
yang Bunda tuliskan ini. Dalam kenyataannya selalu saja ada manusia yang masih
melakukan berbagai penyimpanga meskipun Tuhan sudah mengingatkannya untuk
kembali. Sungguh sangat disayangkan memang, tapi itulah kenyataan hidup, selalu
ada dua hal yang saling bertentangan dan berpasangan. Oleh karena itu, Anakku,
berlindunglah kepada-Nya akan hal-hal yang akan menyesatkanmu dari aturanaturan-Nya.
Bersabarlah engkau bersama Tuhan, Anakku. Jangan bersabar bersama
nafsumu. Bersemangatlah dalam meraih kemenangan dan kejayaan hidup di jalanNya. Ingatlah selalu kepada-Nya dan jangan sampai engkau melalaikan-Nya. Jangan
biarkan kesadaranmu hadir setelah kematian karena keterlambatan hanyalah sebuah
penyesalan. Jika perlu, menangislah hari ini agar engkau sadar. Biarlah engkau
merasakan derita neraka sekarang daripada engkau mengalami derita neraka di
akhirat kelak.
Bencana adalah penderitaan hidup namun jika dihadapi dengan sabar, maka
Tuhan akan menggantikan dengan kemuliaan dan karunia-Nya yang besar.
Bangkitkan kesadaranmu kepada-Nya sebelum engkau berjumpa dengan-Nya, Nak.
Sadarlah, sebelum engkau disadarkan oleh bencana dari perbuatanmu sendiri, lalu
engkau akan menyesal di hari yang tiada guna lagi penyesalan.

Kecintaan Bunda kepadamu adalah anugerah Tuhan. Rasa cinta ini adalah
kecintaan demi Tuhan. Bunda tanpa henti mengingatkanmu agar engkau mengerti dan
faham bahwa hanya di jalan Tuhan-lah kebahagiaan hidup akan engkau dapatkan.
Nak, meskipun umurmu masih muda, tidak satu pun manusia yang tahu kapan
semua ini akan berakhir. Engkau tak akan tahu kapan engkau menemui ajalmu.
Ingatlah bahwa kesehatan pun tidak akan selalu bersamamu. Jadi, janganlah engkau
merasa umurmu akan panjang karena yang mengetahui dan menentukan semua itu
hanyalah Tuhan.

Surat Kelima Belas


Cintamu, Pilihanmu, Jodohmu

Anakku, panjang sudah rasanya pesan yang Bunda sampaikan untukmu. Kali
ini Bunda ingin membicarakan hal yang tidak kalah penting untuk hidupmu, yakni
memilih jodoh untuk menemani hidupmu di kemudian hari.
Nak, engkau harus bangga hati telah dibesarkan dalam cinta kedua orang
tuamu. Bunda dan Ayah tidak putus memberikan perhatian kepadamu, bahkan hingga
engkau dewasa seperti sekarang. Bunda berharap perhatian ini tidak akan pernah
berhenti sampai Bunda dan Ayah tidak ada lagi di dekatmu.
Bunda tidak akan melewatkan satu langkah pun untuk dapat mengantarkan
engkau ke jenjang pernikahan, Nak. Engkau perlu berusaha menemukan pendamping
hidup yang dapat membuatmu merasa nyaman. Engkau dan pasanganmu harus saling
menyayangi.
Bunda bisa memahami kebingunganmu dalam memilih jodoh. Engkau tidak
perlu risau, Nak. Bukan engkau saja yang mengalaminya. Setiap orang yang akan
menikah tentu mengalaminya. Begitu juga Bunda dan Ayah dulu.
Mungkin Bunda sama seperti orang tua lainnya yang khawatir ketika buah
hati yang dulu ditimang-timang sekarang menjelma sosok dewasa yang cukup umur
untuk menikah. Hal ini memang biasanya membuat orang tua menjadi lebih sering
bertanya, Kapan engkau hendak menikah? atau Apakah engkau sudah memiliki

calon pendamping, Nak?. Pertanyaan ini selalu terulang hingga janur kuning
akhirnya melengkung di depan rumah.
Percayalah Nak, bukan berarti Bunda ingin mengatur masa depanmu. Namun
Bunda ingin engkau mendapatkan yang terbaik untuk jodoh dan masa depanmu.
Maafkan Bunda yang mungkin tidak bisa berpikir objektif saat menilai calon
pasanganmu yang akan engkau kenalkan. Tapi Bunda berjanji untuk bersikap adil
semampunya.
Bunda pikir tidak akan ada seorang pun yang cukup pantas untuk
mendapatkanmu, Nak. Ini terdengar berlebihan, tapi setinggi itulah kebanggaan
Bunda kepadamu. Pada waktunya kelak engkau pasti merasakan hal yang sama. Oleh
karena itu pilihlah pasangan dengan bijak. Ingatlah bahwa engkau menikahinya untuk
seumur hidup.
Pilihlah pasangan yang memiliki pesona kuat dalam dirinya, dan itu tidak
dibuat-buat, Nak. Dulu Bunda berpikir Ayahmu tidak akan menyukai Bunda karena
begitu banyak perempuan rupawan yang menyukainya. Nyatanya, Ayah jatuh cinta
dan memilih Bunda yang kadang-kadang tidak takut memanjat pohon, tidak sungkan
mengungkapkan keinginan, dan tidak berani tampil tanpa bersembunyi di balik
topeng duniawi. Tapi, sesungguhnya yang dibutuhkan adalah kecocokan serta
perasaan saling mencintai satu sama lain.
Anakku, pilihlah pasangan yang bisa menertawakan dirinya sendiri. Dia juga
harus bisa melihat sisi lucu dari segala sesuatu sehingga engkau berdua dapat melihat
dan menatap jalan masa depan dengan tetap ceria dan penuh semangat.

Menikahlah dengan pasangan yang memiliki sikap dan prinsip dalam


hidupnya, Nak. Dia harus menghormati prinsip-prinsip yang telah dia buat sendiri.
Engkau tidak harus memilih pasangan yang selalu sanggup mengatakan, Ya, tapi
pilihlah pasangan yang mampu melahirkan pendapat-pendapat yang terpikirkan
olehnya. Dengan demikian dia juga sanggup mengatakan, Tidak, dalam setiap
perdebatan dan diskusi denganmu.
Nak, pilihlah pasangan yang bijak menyikapi perbedaan. Dia harus mau
menghargai perbedaan selera dalam hal apa pun secara adil. Dia juga harus mampu
berkompromi dan konsisten untuk selalu menghargai segala perbedaan denganmu.
Menikahlah dengan pasangan yang sanggup menghormati dirimu, Nak, baik
ketika kalian hanya berdua ataupun sedang berada di depan umum. Ingatlah bahwa
cinta tanpa rasa hormat itu seperti mobil tanpa setir. Tidak ada gunanya.
Anakku, pilihlah pasangan yang mau memperbaiki dirinya sendiri tanpa harus
ada paksaan dari siapa pun. Orang yang mau memperbaiki diri adalah orang yang
selalu mau berubah ke arah yang lebih baik.
Pilihlah jodoh yang sesuai dengan kapasitas yang engkau miliki, Nak. Engkau
sebaiknya merasa sanggup untuk mendapatkanya. Jangan terkesan memaksakan diri
dengan

kriteria-kriteria

muluk

sehingga

engkau

sendiri

kesulitan

untuk

mendapatkanya, seperti menginginkan jodoh yang mapan, keturunan baik-baik, dan


beriman. Sebenarnya tidak ada yang salah dengan kriteria itu, tapi engkau perlu
mempersiapkan diri untuk itu. Jika hal-hal itu dijadikan syarat untuk jodohmu,
engkau mempersulit dirimu sendiri, Nak.

Sebenarnya masih banyak kriteria lain yang bisa engkau jadikan patokan
dalam menetukan jodoh, Nak. Namun, kembali lagi pada dirimu sendiri. Menikah
bukanlah melulu mencari kecocokan satu sama lain. Menikah adalah menemukan
seseorang yang mampu menghadirkan ketentraman hati dan menjadikanmu sosok
yang jauh lebih baik serta bermanfaat untuk orang lain.
Anakku sayang, Bunda sedih karena atas nama cinta engkau mungkin
menyerahkan diri kepada orang yang kaucintai. Atas nama cinta juga engkau bisa
melupakan dosa dan meniadakan moral. Jangan kaulakukan itu, Nak. Ingatlah bahwa
selalu ada mata yang memperhatikan dan mengawasi setiap jengkal langkah dan
hembusan nafasmu.
Percayalah, Nak, kenikmatan cinta hanya sekejap engkau rasakan. Tapi,
engkau menanggung akibatnya di seumur hidupmu. Jangan engkau sia-siakan
hidupmu dengan perbuatan-perbuatan yang melanggar aturan agama dan normanorma kepatutan, dimana pun engkau berada. Jadikanlah hidupmu bahagia di jalan
Tuhan.

Surat Keenam Belas


Menikah dan Berbahagialah

Anakku, Bunda pernah mengalami yang kau rasakan saat ini. Merasa ragu dan
gamang dalam menghadapi langkah hidup yang lebih jauh, yaitu menikah. Setiap
orang merasakan hal yang sama, Nak. Menikah bukan saja menyatukan dua makhluk
yang berbeda, tapi menyatukan dua keluarga yang mungkin memiliki berbagai
karakter yang tidak sama. Belum lagi persoalan kesiapan mental yang dihadapi pihak
perempuan ataupun laki-laki, kesiapan finansial, dan sebagainya. Tapi, percayalah
bahwa

setiap

sesuatu

ada

jalannya

selama

engkau

bersungguh-sungguh

menghadapinya.
Nak, Bunda percaya bahwa engkau sudah diberikan oleh Tuhan keluasan
rejeki, cukup umur, dan kesempatan untuk berkenalan dengan berbagai karakter calon
pasangan hidupmu. Apalagi yang engkau tunggu, Nak. Jangan sampai segala hal yang
sudah mewajibkanmu menikah itu gagal karena alasan yang engkau tidak akan
pernah tahu sebab dan datangnya.
Bunda ingin mengatakan bahwa dengan menikah engkau akan merasakan
banyak hal. Semua itu tidak mungkin engkau rasakan tanpa menikah. Dengan
menikah, engkau dapat lebih merasakan ketenangan hidup. Ketenangan yang
dirasakan setiap orang yang telah menikah adalah janji Tuhan, bahwa di antara tanda-

tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri
supaya engkau cenderung dan merasa tentram kepadanya.
Menikah membuatmu lebih tentram karena engkau memiliki pendamping
hidup. Setiap orang akan merasakan kenyamanan dan ketentraman ketika berada di
samping pendampingnya karena Tuhan memberikan pada pernikahan tersebut
ketentraman yang tidak didapati pada yang lainnya. Tentu saja ini adalah kenikmatan
yang menenangkan jiwa untuk setiap pasangan nikah.
Dengan menikah, Tuhan yang akan mencukupkan rejekimu, Nak. Memang
wajar bagi siapa pun yang akan menikah merasakan kekhawatiran yang berkaitan
dengan urusan keuangan. Ia cemas setelah menikah nanti tidak punya cukup rejeki
untuk menghidupi anak dan istrinya. Tapi, percayalah bahwa Tuhan sudah berjanji
untuk selalu mencukupkan rejeki bagi mereka yang bersungguh-sungguh dalam
menjalankan tanggung jawabnya masing-masing ketika berkeluarga. Tuhan berkata,
Dan nikahilah orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan orang-orang yang
layak untuk dinikahi dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba
sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Tuhan akan memampukan mereka
dengan karunia-Nya. Dan Tuhan Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha
Mengetahui.
Nak, menikah adalah bentuk ketaatan seorang hamba kepada Tuhannya.
Tuhan tidak mungkin membiarkan hamba-Nya sengsara ketika mereka ingin berbuat
kebaikan seperti menikah. Jangan pernah berkecil hati. Kecukupan rejeki bisa saja
Tuhan benar-benar memberikannya dalam bentuk kecukupan harta dan benda, dan

mungkin juga dengan memberikan engkau sifat qanaah (selalu merasa cukup).
Bahkan mungkin Tuhan mengumpulkan keduanya untuk dirimu. Yakinlah bahwa
engkau akan semakin berpenghasilan atau kaya dengan menikah.
Menikah adalah bentuk ketaatan kita kepada orang-orang yang telah disucikan
Tuhan semasa hidupnya. Dan menikah juga merupakan perkara-perkara yang
disunnahkan oleh rasul-rasul utusan Tuhan.
Menikah lebih akan menjaga kemaluan dan menundukkan pandangan.
Ingatlaj, Anakku, bahwa dunia ini panggung sandiwara. Selalu ada godaan dan tipu
daya di dalamnya. Menikah merupakan salah satu cara menghindarkan diri dari
perbuatan-perbuatan yang dilarang agama dan norma-norma kepatutan. Menikah
berarti ajak agak setiap menjaga kemaluannya dan menundukkan pandanganya
kepada lawan jenisnya.

Surat Ketujuh Belas


Keluarga Samara

Anakku, jangan berpikir bahwa rejeki hanyalah harta dan menjadikanmu


sibuk mengumpulkannya. Bunda ingin mengingatkan bahwa begitu banyak
kenikmatan lain yang engkau lupakan untuk disyukuri: nikmat sehat, anggota tubuh
yang sempurna, tempat tinggal, keluarga, harta, dan lain-lain. Semua itu merupakan
rejeki yang sangat banyak dan tak terhingga dari Tuhan.
Salah satu rejeki yang sering kita lupakan adalah keluarga yang sakinah,
mawaddah, wa rahmah, atau keluarga samara. Sebanyak apa pun engkau memiliki
harta, kebahagiaan tak akan engkau raih ketika dalam rumah tangga sudah tidak ada
sakinah, mawaddah, wa rahmah. Harta tak menjamin setiap orang untuk bahagia.
Harta hanyalah sarana bagimu dalam beribadah ataupun bermaksiat kepada Tuhan.
Harta itu tergantung bagaimana engkau memperoleh dan menggunakannya.
Hal penting lainnya yang mampu mendatangkan kebahagiaan, ampunan, dan
ridha Tuhan adalah keluarga. Keluarga yang seperti apa yang mampu mendatangkan
ridha Tuhan? Jawabannya tentu keluarga yang sesuai dengan tujuan yang dikehendaki
oleh Tuhan dan Rasul-Nya: sakinah, mawaddah, wa rahmah.
Anakku, Tuhan mengatakan kepada hamba-Nya bahwa di antara tanda-tanda
kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri supaya
engkau cenderung dan merasa tentram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu

rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat
tanda-tanda bagi kaum yang berpikir.
Pernyataan Tuhan itu mengisyaratkan kepada bahwa salah satu tujuan
pernikahan dan dibentuknya sebuah keluarga adalah agar terciptanya ketentraman,
Nak. Keluarga samara adalah suasana keluarga yang diharapkankan oleh setiap orang.
Di dalamnya terkandung arti tenang, terhormat, aman, merasa dilindungi, penuh kasih
sayang, dan memperoleh pembelaan. Keluarga sakinah merupakan keluarga yang
semua anggotanya merasakan cinta kasih, keamanan, ketentraman, perlindungan,
bahagia, keberkahan, terhormat, dihargai, dipercaya dan dirahmati oleh Tuhan.
Mawaddah adalah jenis cinta membara yang didorong oleh kekuatan nafsu
seseorang pada lawan jenisnya. Setiap mahluk Tuhan memiliki sifat ini, mulai dari
hewan sampai manusia. Mawaddah adalah cinta yang lebih condong pada hal-hal
material, seperti cinta pada paras, tubuh, harta, dan sebagainya. Namun, mawaddah
juga bisa diartikan sebagai mahabbah atau cinta dan kasih sayang.
Warahmah berarti ampunan, anugerah, karunia, rahmat, belas kasih, dan
rejeki. Rahmah adalah jenis cinta kasih sayang yang lembut, siap berkorban untuk
menafkahi dan melayani, serta siap melindungi orang yang dicintai. Rahmah lebih
condong pada sifat yang menunjukkan suasana batin yang terimplementasikan pada
wujud kasih sayang, seperti cinta tulus, kasih sayang, rasa memiliki, membantu,
menghargai, dan rela berkorban yang terpancar dari cahaya iman. Sifat rahmah juga
muncul ketika niatan pertama saat melangsungkan pernikahan adalah karena

mengikuti perintah Tuhan dan sunnah Rasul-Nya serta bertujuan hanya untuk
mendapatkan ridha Tuhan.
Keluarga sakinah dapat tercipta jika pernikahan dilandasi cinta dan kasih
sayang. Cinta itu memang penting, namun porsinya naik-turun bahkan bisa berkurang
dan hilang, sebagaimana bolak baliknya hati manusia.
Nak, pada dasarnya cintamu kepada manusia atau pasanganmu tidak boleh
melebihi kecintaanmu kepada Tuhan dan Rasul-Nya. Cintamu kepada seseorang
hendaklah karena Tuhan. Dengan demikian cintamu bukanlah cinta yang buta dan
tidak pula cinta yang menyesatkan dari jalan yang telah digariskan Tuhan, namun
justru sebaliknya lebih mendekatkan dirimu kepada Tuhan.
Apabila engkau mencintai karena Tuhan, tentu perasaan cinta itu akan tumbuh
sewajarnya dan atas bimbingan dan ridha-Nya. Cinta yang seperti itu akan tahan lama
dibanding cinta yang membabi buta dan menghilangkan etika serta melanggar norma
agama. Cinta yang membabi buta biasanya cepat surut, bahkan kerap berakhir dengan
rasa benci dan penyesalan.
Landasan keluarga sakinah berikutnya adalah rahmah (kasih sayang) yang
mampu bertahan lama dibanding cinta. Cinta itu lebih pada ketertarikan fisik dan
lahiriah sehingga wajar jika kita senang melihat lawan jenis yang parasnya rupawan
meskipun itu bersifat sangat individual sesuai kriteria dan persepsi kita. Namun tentu
saja fisik dan lahiriah akan mudah berubah seiring bertambahnya usia ataupun
berubahnya keadaan.
Lantas, apakah pernikahan akan berakhir ketika cinta mulai berkurang?

Rahmah (kasih sayang) adalah jalan keluarnya, Nak. Tuhan menciptakan


kasih sayang yang mampu melanggengkan hubungan pernikahan dua insan. Ketika
kasih sayang sudah tertanam, maka suami atau istri akan saling menjaga dan
mengingatkan tentang tujuan berumah tangga, tujuan hidup, juga kewajiban menjaga,
merawat dan mendidik anak-anak mereka. Semuanya semata-mata untuk mencari
ridha Tuhan dan beribadah kepada-Nya. Harta dan anak hanyalah titipan serta
amanah yang akan dimintai pertanggungjawabannya. Jika sudah demikian, maka
akan terwujudlah keluarga yang sakinah yang diliputi ketenangan, kerelaan, dan
kebahagiaan.
Nak, ada banyak pilar keluarga sakinah yang dapat engkau pahami, di
antaranya memiliki kecenderungan kepada agama, ketika yang muda menghormati
yang tua dan yang tua menyayangi yang muda, kesederhanaan dalam belanja,
terciptanya kesantunan dalam bergaul, dan selalu ada waktu untuk introspeksi diri.
Jika engkau memutuskan untuk segera menikah, maka hubunganmu dengan
pasanganmu harus didasari rasa saling membutuhkan. Suami dan istri harus menjalani
hidup bersama dengan landasan tersebut. Jika istri mempunyai kekurangan yang tidak
disenangi, maka suami tidak menceritakannya kepada orang lain. Begitu juga
sebaliknya. Jika istri sakit, suami segera memberikan perhatian serta mencari obat
atau membawa ke dokter, begitu juga sebaliknya.
Seorang istri harus selalu tampil membanggakan suaminya. Sebaliknya suami
juga harus tampil membanggakan istrinya. Jangan terbalik jika saat keluar rumah istri
atau suami tampil menarik agar dilihat orang banyak. Sedangkan ketika berada di

rumah suami atau istri berpakaian seadanya dan tidak menarik sehingga
menghilangkan kesan senang dan simpati salah satu pasangan.
Suami dan istri harus selalu saling menjaga penampilan pada masing-masing
pasangannya. Jangan lupa untuk memberikan perhatian setiap detail yang kenakan
oleh pasangan. Sampaikanlah dengan bahasa penuh santun dan cinta sehingga tidak
ada yang merasa dilecehkan dan sakit hati.
Anakku, perhatikanlah cara bergaul suami dan istri dalam rumah tangga.
Keduanya harus bergaul dengan cara yang maruf. Walau keduanya berasal dari latar
belakang yang berbeda, mereka harus bergaul dengan selalu mempraktikkan caracara yang dianggap sebagai norma kepatutan pada umumnya.
Anakku, lakukanlah segala sesuatu dalam keluarga dengan ketulusan hati dan
kesadaran yang penuh tanggung jawab. Suami dan istri memiliki hak dan kewajiban.
Masing-masing pihak harus mampu menjalankannya dengan tulus didasari keyakinan
bahwa hal itu merupakan perintah Tuhan. Suami menjaga hak-hak istrinya, begiru
juga sebaliknya. Dari sanalah muncul sikap saling menghargai, mempercayai, setia,
dan kerja sama untuk mencapai kebaikan di dunia sebanyak-banyaknya melalui
ikatan rumah tangga.
Hal terpenting dari semua itu adalah bahwa kewajiban yang dilakukan suami
dan istri diyakini sebagai perintah Tuhan tanpa memandang cintanya kepada suami
semata atau sebaliknya. Dibalik itu terdapat niat agar suami dan istri mendapatkan
ridha di sisi-Nya melalui pengorbanan kedua belah pihak dengan menjalankan
kewajibannya.

Anakku, sikap yang melandasi keluarga samara adalah keikhlasan dan ridha
dengan apapun yang didapatkan. Suami, istri, dan anak-anak harus selalu ridha
terhadap apa pun anugerah yang diberikan Tuhan. Jika diberi lebih, maka mereka
harus bersyukur dan berbagi dengan yang berhak untuk menerimanya. Kika sedang
kekurangan, mereka harus sabar dan berikhtiar lebih giat.
Ingatlah, Nak bahwa berumah tangga itu tidak cukup hanya bermodalkan
cinta. Engkau harus memilih pasangan yang taat menjalankan perintah Tuhan.
Ketika engkau hendak berumah tangga, jangan lupa untuk menentukan
prioritasmu ketika memilih pasangan. Pilihlah pasanganmu dengan mengutamakan
keimanan dan ketakwaan. Ikutilah dengan kriteria kecantikan, kekayaan serta
kedudukannya.
Pilihlah pasangan dari keturunan dan keluarga yang menjaga kehormatan dan
keturunannya, Nak. Niatkanlah ketika hendak menikah untuk beribadah kepada
Tuhan dan menghidari hal-hal yang tidak diridhai-Nya.
Laki-laki sebagai kepala keluarga harus berusaha menjalankan kewajibannya
sebagai suami dan ayah dengan bekal iman, cinta, serta beribadah kepada Tuhan,
seperti memberi nafkah, rasa nyaman, dan pendidikan yang baik kepada anak ataupun
istrinya. Kepala keluarga juga harus dapat memberikan sandang, pangan, dan papan
dari rejeki yang halal.
Di sisi lain istri harus berusaha menjalankan kewajiban sebagai istri dan ibu
dengan semangat beribadah dan berharap ridha Tuhan semata. Ia harus melayani
suami, mendidik putra-putrinya tentang agama dan ilmu pengetahuan, mendidik

mereka dengan akhlak yang mulia, menjaga kehormatan keluarga, memelihara harta
suaminya, dan membahagiakan seluruh anggota keluarga.
Suami dan istri harus berkomunikasi dengan baik mengenai segala
kekurangan dan kelebihan masing-masing. Mereka juga perlu saling menghargai,
membutuhkan, melengkapi, menghormati, mencintai, mempercayai, serta setia.
Selanjutnya mereka berjanji untuk menempuh perjalanan rumah tangga dengan selalu
bersama ketika mengarungi badai dan gelombang kehidupan.
Anakku, berdoalah kepada Tuhan agar engkau diberikan keluarga yang
sakinah, mawaddah, wa rahmah. Ajaklaj semua anggota keluargamu untuk saling
melakukan instropeksi terhadap segala perbuatan yang dilakukan.

Surat Kedelapan Belas


Keluarga Sakinah dan
Rezeki yang Melimpah

Anakku, Bunda berharap engkau tidak berhenti membaca pesan-pesan ini.


Apa pun yang belum Bunda sampaikan ketika engkau masih berada di sisi kami,
engkau bisa mendapatkan dan membacanya di surat yang panjang ini.
Nak, sama halnya dengan keadaan ketika Bunda dan Ayah menikah dulu,
dengan keyakinan yang mantap, kami menjalaninya. Kami berdoa, berusaha, dan
selalu meyakini bahwa rejeki adalah urusan Tuhan. Tugas kami hanyalah berusaha
dengan giat, baik, dan halal. Meskipun dalam kenyataannya kami percaya bahwa
rejeki bagi keluarga tidak akan jauh berbeda dengan fungsi bahan bakar pada sebuah
kendaraan. Tanpa bahan bakar, kendaraan tidak bisa berfungsi. Tanpa rejeki, keluarga
tidak bisa bergerak.
Nak, bagi kebanyakan keluarga, rejeki mungkin menjadi masalah utama.
Akibatnya, mereka sibuk setiap hari memenuhi hal tersebut. Lihatlah sosok ayah dari
keluarga yang berpandangan seperti itu. Apa pun dilakukan demi menghidupi
keluarganya di rumah. Bahkan ada yang beranggapan bahwa untuk meraih
kemudahan dan kelapangan rejeki, mata harus ditutup dari batasan-batasan dan
dogma-dogma agama. Alasannya, Yang haram saja sulit didapat, apalagi yang
halal?

Kondisi ekonomi yang berat kadang-kadang tidak pernah menunggu bahwa


hajat hidup tidak pernah mengenal kata henti. Mungkin itulah yang menyebabkan
banyak orang mencari pintu rejeki dengan berbagai cara. Nak, tidak ada yang salah
dengan segala usaha halal yang dilakukan oleh semua orang. Tapi, kebanyakan
keluarga mencari pintu rejeki hanya bertumpu pada sebab-sebab materi. Yang terpikir
oleh mereka hanyalah membuka dan membuka usaha terus-menerus, apa pun
jenisnya.
Nak, pada dasarnya urusan rejeki adalah bagaimana kita mengetuk pintu
Tuhan sebagai pemilik dan pembagi rejeki sesungguhnya. Tuhan tidak membiarkan
manusia tanpa petunjuk dalam memperoleh rejeki-Nya. Dia telah menata dan
meletakkan sebab-sebabnya. Ketika manusia mau mengetuk pintu itu, niscaya sebabsebab rezeki akan dimudahkan oleh-Nya tanpa keraguan. Inilah salah satu tugas
seorang kepala keluarga. Ia mengerahkan seluruh usahanya hanya dengan bekerja
keras sambil tetap mengetuk pintu-pintu penhebab dibukakannya rejeki.
Anakku, rejeki itu tidak melulu harta. Keluarga yang menentramkan adalah
rejeki yang tak terbantahkan dengan kalimat apa pun. Kelelahan suami di luar rumah
dengan kerja keras dan belum mendapatkan hasil yang diharapkan, namun begitu tiba
di rumah ia mendapati istri dan anak-anak yang selalu menyejukkan hati dan
menyemangatinya, itulah kenikmatan yang tak terhingga. Sang suami kian
bersemangat untuk bekerja lebih giat sembari bersama-sama mengetuk pintu-pintu
penyebab dibukakannya rejeki oleh Tuhan Yang Maha Pemberi Rizki.

Nak, setiap orang menginginkan keluarga sakinah mawaddah wa rahmah


atau keluarga yang tenang, penuh cinta, dan dirahmati Tuhan. Adapun kebahagiaan
seorang kepala keluarga bisa didapatkan dengan memiliki rumah yang luas, yaitu
rumah yang memberikan kelapangan bagi penghuninya dan rumah yang besar secara
fisik sehingga dapat menampung seluruh anggota keluarga, tamu dan kerabat yang
menginap dengan masing-masing kamar yang terpisah. Rumah yang luas itu juga bisa
berarti rumah yang dimiliki sendiri. Sulit rasanya bisa tenang (sakinah) kalau
sewaktu-waktu rumah yang hanya disewa diminta oleh pemiliknya.
Seorang kepala keluarga dapat merasa bahagia apabila keluarganya memiliki
kendaraan yang baik. Di zaman dahulu, kendaraan yang baik itu berupa kuda dan
unta

yang

digunakan

untuk

berdagang,

bekerja,

mengunjungi

kerabat,

bersilaturrahmi, serta berdakwah. Sedangkan di zaman sekarang kendaraan yang baik


itu dapat mengantarkan seseorang ke tujuan tertentu. Bahkan hal ini juga diartikan
dengan memiliki alat komunikasi yang baik sehingga dapat mengantarkan seseorang
tanpa harus adanya kedekatan fisik.
Seorang kepala keluarga merasa bahagia jika dia memiliki istri shalehah.
Dalam aspek finansial, ini adalah gambaran istri yang dapat menjaga kehormatan dan
harta suami yang telah dipercayakan kepadanya.
Kepala keluarga juga bahagia bila keluarganya memiliki rejeki yang halal
dzatnya dan cara memperolehnya. Kiranya jelas, Anakku, bahwa keluarga sakinah
ditinjau dari aspek finansial adalah keluarga yang kaya, yaitu keluarga yang memiliki
aset yang baik serta dapat menjaga dan mengelola kekayaannya dengan amanah.

Yang terpenting adalah kekayaan tersebut hanya didapat dengan cara yang halal dan
baik.

Surat Kesembilan Belas


Berjuanglah dalam Hidupmu

Anakku sayang, detik-demi detik, menit demi menit, dan hari demi hari yang
engkau lalui dalam hidupmu adalah bentuk nyata dari sebuah perjuangan. Apa pun
yang kaudapatkan dari kehidupan ini akan sangat bergantung pada apa yang
kaumasukkan ke dalamnya. Tidak ada yang sia-sia dari setiap perbuatan yang
kaulakukan selama hal itu lahir dari kesadaranmu untuk hidup lebih baik. Engkau
harus menjalaninya meskipun semua yang kaulakukan tidak selamanya berjalan
sesuai harapan dan keinginanmu.
Sangat mungkin ada orang-orang yang membenci, menertawakan, atau
menghinamu dengan segala kesuksesan yang engkau dapatkan, Nak. Tapi engkau
tidak perlu bersedih karena selalu ada orang yang tak menyukaimu dalam hidupmu.
Itu bukan urusanmu. Lebih baik engkau tetap melakukan yang terbaik dan engkau
anggap benar selama masih berada dalam aturan-aturan yang digariskan Tuhan.
Mungkin juga mereka yang membencimu beranggapan bahwa ada sesuatu yang
engkau miliki tapi tidak mereka punyai dan mereka menginginkannya. Oleh karena
sebaiknya engkau berpikir positif saja karena segala sesuatu yang terjadi pada dirimu
dipengaruhi oleh pikiranmu.
Nak, tidak ada kesuksesan yang diraih tanpa perjuangan. Tidak ada
keberhasilan hidup tanpa peluh, keringat, dan air mata. Semakin kita merasakan

perjuangan hidup, semakin dekat pula penemuan kita akan makna kehidupan yang
sesungguhnya.
Anakku, setiap orang yang beragama selalu memiliki cara pandang pada
kehidupan ini. Milikilah cara pandang optimistis yang selalu meletakkan perjuangan
sebagai bagian dari dinamika kehidupan yang bergulir. Dengan demikian engkau
akan melihat bahwa setiap hari hidupmu semakin berisi dan berarti. Seperti kuncup
teh yang hanya mengeluarkan sari ketika diseduh dan dimasukkan ke dalam air panas,
begitulah manusia yang kadang-kadang harus masuk ke dalam panas serta getirnya
kehidupan. Namun, dari situ pula manusia menjalani makna kehidupan yang
sesungguhnya.
Kita bisa belajar dari berbagai hal tentang perjuagan hidup, Nak. Ketika
seekor anak rusa dilahirkan induknya, ia terhempas ke tanah dan mendapati udara
dingin, tanah kasar, dan angin kencang. Ini adalah kondisi yang sangat menyedihkan
baginya. Suatu keadaan yang tidak akan dirasakan olehnya ketika ia berada di dalam
perut induknya.
Si anak rusa tetap berharap induknya selalu melindunginya ketika ia baru saja
dilahirkan. Tapi, si induk justru menendang anaknya hingga berguling-guling di
tanah. Tentu saja si anak rusa kaget. Ia bahkan ditendang lagi oleh induknya. Ia
segera tersadar. Ia berusaha bangun dan berdiri karena tidak ingin mendapatkan
tendangan lagi dari induknya. Akhirnya ia mampu bangkit dan berlari menghindari
tendangan itu. Ia terus berlari dan berlari. Anehnya, si induk justru tersenyum bangga
melihat anaknya yang baru lahir mampu berdiri dan berlari.

Nak, cerita tentang anak rusa itu menunjukkan bahwa proses pembelajaran
yang dilakukan sang induk terkesan kasar dan seperti tidak mengasihi anaknya.
Namun, sang induk tahu bahwa bahwa di luar sana begitu banyak binatang buas yang
sangat suka menyantap anak rusa yang baru lahir. Artinya, induk rusa tidak ingin
anaknya yang baru lahir itu mati sia-sia tanpa perjuangan. Begitulah kehidupan,
Anakku.

Surat Kedua Puluh


Lupakanlah Pantai,
Temukan Dunia Barumu

Sayangku, hidup itu laksana lautan luas, sedangkan manusia hanyalah buih
yang terombang-ambing di dalamnya. Kita harus siap kapan pun ombak menerjang,
Jangan pernah goyah. Jangan menyerah. Tidak akan ada yang sia-sia dari perjuangan.
Tuhan tidak melihat hasil perjuangan kita, tapi Dia menyaksikan bagaimana sebuah
proses hidup berjalan dan berlangusng.
Nak, engkau masih muda. Jalanmu masih panjang dan sangat berliku. Begitu
banyak kemungkinan yang dapat kautemukan dalam hidupmu. Bila kautemukan
kegagalan dalam hidupmu, jangan pernah menyerah. Orang yang sebenar-benarnya
gagal adalah orang yang menyerah. Jangan pula takut gagal karena jika engkau berani
gagal, maka kau akan berani untuk berbuat. Bertindaklah karena semakin banyak
kegagalanmu, maka semakin dekat dirimu pada keberhasilan.
Anakku, salah suatu kualitas orang hebat adalah ia tidak akan pernah
menyerah walau apa pun terjadi kepada dirinya. Ia boleh saja mendapat ribuan
tantangan atau ribuan kegagalan, tapi ia selalu bangkit menemukan cara baru untuk
sukses.

Sebuah pepatah mengatakan, Apabila engkau ingin menemukan benua baru,


engkau harus melupakan pantai. Artinya, tidak ada pilihan mundur kembali ke
pantai. Yang ada hanyalah maju hingga kita menemukan benua yang kita impikan.
Bunda ingin bercerita tentang perjuangan seorang anak dalam menghadapi
hidupnya yang keras. Ia bernama Zhangda, seorang anak di China yang pada
akhirnya mendapat penghargaan tinggi dari pemerintahnya karena dinyatakan telah
melakukan Perbuatan Luar Biasa. Hal yang membuatnya luar biasa adalah
perhatian dan pengabdiannya kepada ayahnya. Ia selalu bekerja keras dan pantang
menyerah.
Sejak berusia 10 tahun, Zhangda ditinggal pergi oleh ibunya yang sudah tidak
tahan lagi hidup bersama ayahnya yang sakit keras dan miskin. Sejak itu pula
Zhangda hidup dengan sang ayah yang tidak bisa bekerja, tidak bisa berjalan, dan
sakit-sakitan. Kondisi itu memaksanya untuk mengambil tanggung jawab yang sangat
berat dengan bekerja dan mengurusi ayahnya. Pada saat yang sama ia tetap sekolah
walau ia juga harus mencari makan untuk ayahnya dan dirinya sendiri. Bahkan ia
harus memikirkan obat-obat yang tidak murah untuk sang ayah.
Bagi Zhangda, hidup harus terus berjalan tanpa harus melakukan kejahatan. Ia
memikul tanggung jawab untuk meneruskan kehidupan dirinya dan ayahnya. Setiap
hari ia harus berjalan kaki dari rumah melewati hutan kecil untuk sampai di sekolah.
Dalam perjalanan itulah ia memakan dedaunan, biji-bijianm dan buah-buahan yang ia
temui. Kadang-kadang ia juga memakan jamur-jamuran dan rerumputan. Dari

mencoba-coba makan itulah ia belajar dan bisa membedakan mana saja yang bisa ia
makan dan mana yang tak bisa diterima oleh lidahnya.
Di siang hari selepas sekolah, Zhangda bergabung dengan beberapa tukang
batu untuk membelah batu-batu besar. Ia memperoleh upah dari pekerjaan itu.
Upahnya ia gunakan untuk membeli beras dan obat-obatan untuk ayahnya.
Setiap hari Zhangda menjalani kehidupan yang keras. Namun badannya tetap
sehat, segar dan kuat. Bahkan setiap hari ia mampu menggendong ayahnya ke toilet.
Ia menyeka dan sesekali memandikan sang ayah. Ia membeli beras dan membuat
bubur serta segala keperluan ayahnya. Ia mengerjakan semuanya dengan rasa
tanggung jawab dan penuh kasih sayang. Bahkan ia menyuntik sendiri ayahnya.
Alasannya, obat-obatan terlalu mahal dan tempat berobat sangatlah jauh dari
rumahnya.
Kesulitan tentang cara pengobatan ayahnya membuat Zhangda berpikir untuk
menemukan cara terbaik dalam mengatasinya. Ia mulai belajar tentang obat-obatan
melalui sebuah buku bekas yang ia beli. Ia belajar menjadi seorang suster yang
memberikan injeksi atau suntikan kepada pasiennya. Setelah merasa mampu, ia nekat
menyuntik ayahnya sendiri. Ia melakukannya selama lima tahun. Bahkan ia sangat
mahir dan terampil dalam menyuntik.
Perjuangan Zhangda memang luar biasa. Perjuangan itu sungguh pantas
ditiru. Tak heran setelah dunia mengetahui kisahnya, ia didaulat menerima
penghargaan. Dalam acara itu ia ditanya oleh pembawa acara, Zhangda, sebut saja
engkau mau apa, sekolah di mana, dan apa yang engkau rindukan untuk terjadi dalam

hidupmu? Berapa uang yang kaubutuhkan sampai engkau selesai kuliah? Besar nanti
mau kuliah dimana. Sebut saja. Pokoknya apa yang engkau idam-idamkan sebut saja.
Di sini ada banyak pejabat, pengusaha, dan orang terkenal yang hadir. Mereka bisa
membantumu.
Zhangda terdiam.
Sang pembawa acara bertanya lagi, Sebut saja. Mereka bisa membantumu.
Beberapa menit Zhangda masih terdiam. Lalu, dengan suara bergetar ia
menjawab, Aku mau Ibu kembali. Ibu, kembalilah ke rumah. Aku bisa membantu
Ayah. Aku bisa cari makan sendiri. Ibu, kembalilah.
Semua yang hadir di acara itu langsung menitikkan air mata karena terharu.
Tidak ada yang menyangka Zhangda akan mengatakan hal tersebut. Mengapa ia tidak
minta kemudahan untuk pengobatan ayahnya? Mengapa ia tidak meminta uang yang
cukup untuk meringankan hidupnya dan sedikit bekal untuk masa depannya?
Mengapa ia tidak minta rumah kecil yang dekat dengan rumah sakit? Mengapa ia
tidak minta sebuah kartu kemudahan dari pemerintah agar ketika ia membutuhkan
maka semua orang akan membantunya?
Hal yang paling utama bagi Zahngda adalah keinginannya agar sang ibu mau
kembali. Sepertinya ungkapan itu sudah dipendamnya sejak ia melihat ibunya pergi
meninggalkan dirinya dan ayahnya.
Anakku, dibalik setiap kesusahan dan usaha yang dilakukan dengan sungguhsungguh tanpa menyerah selalu ada hasil yang sepadan dengan apa yang kita lakukan.

Berjuanglah, Nak. Jangan pernah menyerah. Selalu ada jalan terang di depan sana
menunggumu dan setiap mengharapkan kedatangmu.

Surat Kedua Puluh Satu


Patah Arang Tiada Guna

Anakku, bersyukurlah engkau dengan segala pemberian Tuhan kepadamu.


Engkau diberi nikmat fisik yang tidak kurang sedikit pun. Kesehatan, kelengkapan
fisik, dan kecerdasan telah dikaruniakan Tuhan kepadamu. Di luar sana, banyak orang
yang tidak seberuntung dirimu. Tapi, dengan keterbatasan fisik, mereka sanggup
berjuang dan melakukan banyak hal untuk dirinya. Bahkan kehadirannya bermanfaat
untuk orang lain.
Nak, Bunda pernah bertemu dengan seorang laki-laki, yang berprofesi sebagai
penjaja koran. Dia terlahir tanpa memiliki kaki. Sehari-hari ia menggunakan kaki
palsu dan tongkat untuk membantunya berjalan serta beraktivitas. Namun hal itu
tidak membuatnya patah semangat. Dia justru termotivasi untuk berbuat banyak hal
yang bermanfaat. Dia menyadari bahwa apa pun yang terjadi pada dirinya adalah
karunia Tuhan yang diberikan atas izin-Nya. Tuhan tidak akan menguji hambanya di
luar kemampuannya.
Laki-laki itu setiap hari berjalan dari rumahnya menuju perempatan jalan. Di
sanalah ia memiliki sebuah kios yang menjual koran dan majalah. Bunda bisa melihat
dan merasakan bahwa dia tidak sedetik pun menunjukkan wajah berkerut. Bibirnya
selalu dihiasi senyum yang sering kali bercampur keringat dan peluh karena tersengat
matahari.

Nak, Bunda membayangkan dirimu ketika melihat laki-laki penjual koran itu.
Bunda berharap semangatmu tidak kalah darinya. Dia tak menunjukkan gurat
kesedihan. Dia tidak pernah mengeluh dan tetap tersenyum meskipun korannya
belum laku terjual. Setiap ada kendaraan yang lewat, dia langsung mendekati dengan
langkah tertatih-tatih tanpa memperlihatkan wajah ingin dikasihani. Bahkan dia
melempar senyum sambil menawarkan korannya.
Bunda terharu melihat kejadian itu. Tanpa sadar Bunda bergumam dan berdoa
kepada Tuhan, Ya Tuhan Yang Maha Pengasih, sungguh luar biasa hamba-Mu itu,
lancarkan rezekinya, dan berikanlah semangat yang sama, semangat yang tanpa
mengeluh kepada anak-anak kami.
Anakku, bersyukurlah sebab engkau memiliki anggota tubuh yang lengkap.
Bahkan engkau diberi berbagai kemampuan dan kecerdasan yang bisa kaugunakan
untuk mengarungi kehidupanmu. Tapi, semua itu sia-sia kalau engkau tidak
mensyukurinya dan tidak memanfaatkannya.
Ketika engkau memiliki banyak karunia dari Tuhan, tapi engkau tak juga
memperoleh nasib baik, maka bersabarlah, Nak. Semua itu adalah kehendak Tuhan.
Jangan pernah sedikit pun mengeluh dan patah semangat. Apabila engkau tidak bisa
bersabar seperti sabarnya Nabi Ayub, paling tidak engkau bisa bersabar seperti lakilaki si penjual koran. Yakinlah bahwa Tuhan tidak akan melihat hasil yang
kaukerjakan, Nak. Tuhan justru melihat prosesmu dalam mengarungi setiap nikmat
dan cobaan yang diberikan-Nya.

Anakku, alih-alih engkau mengeluhkan rasa makananmu, pikirkanlah orangorang yang tidak punya apa pun untuk dimakan. Daripada engkau mengeluh ketika
hendak tidur karena kasurmu yang tidak empuk lagi, pikirkanlah orang yang tidak
memiliki tempat tinggal, bahkan tempat untuk sakadar tidur. Daripada engkau
mengeluhkan pakaianmu yang sudah ketinggalan mode, pikirkanlah orang yang
hanya memiliki satu baju yang tidak pernah lepas dari tubuhnya karena tidak
memiliki pakaian lain sebagai gantinya. Ketika engkau diberi banyak kesempatan
dalam meraih apa pun untuk menuju cita-citamu, sadarlah bahwa banyak orang yang
tidak punya apa-apa dan hanya bisa meminta-minta di jalanan. Bahkan ketika engkau
mengeluhkan buruknya nasibmu, lebih baik kaupikirkan orang-orang yang benarbenar berada dalam kondisi terburuk dalam hidupnya.
Nak, banyak sekali celah bagi manusia untuk mengeluh dalam menghadapi
hidup. Banyak juga celah bagi munculnya bisikan negatif kepada setiap orang, mulai
dari urusan harta, keluarga, pekerjaan, persahabatan, dan lain-lain. Padahal, manusia
seharusnya lebih bersyukur pada apa yang telah digariskan Tuhan.
Hadapilah hidupmu dengan senyuman, Nak. Hadapilah hidupmu dengan
penuh rasa syukur. Teruslah berjalan menemukan harapan-harapan yang bisa
membuat semangatmu selalu berkobar dan tidak akan pernah padam.
Hidup ini hanya sekali, Nak. Tidak ada alasan bagimu untuk tidak bahagia.
Tidak ada alasan bagimu untuk tidak bersyukur. Tidak ada alasan bagimu untuk tidak
menjalaninya dengan semangat bahwa semua harapan yang engkau inginkan akan
terwujud pada waktunya.

Surat Kedua Puluh Dua


Sudahkah Engkau Bermanfaat
bagi Orang Lain?

Anakku, hidup ini hanya sekali, maka jadilah orang yang bermanfaat. Tingkah
laku adalah cerminan jiwa. Tindakan yang baik pasti lahir karena jiwa-jiwa yang
baik. Ibaratnya, tanah yang baik menghasilkan tanaman yang tumbuh subur.
Nak, jiwa-jiwa yang baik adalah jiwa-jiwa yang memiliki kebijakan pada
kehidupan, bermanfaat bagi kehidupan orang lain, memerdekakan dan memberi
kebebasan untuk orang lain, serta mengurangi beban dan himpitan nasib orang lain.
Buatlah hidupmu bermakna. Hiasilah hidupmu dengan kilau kebajikan sehingga
setiap detik waktumu dan setiap langkah hari-harimu membuat tentram jiwa ragamu.
Menjadi pribadi yang bermanfaat adalah salah satu karakter yang harus
dimiliki oleh setiap orang. Sesungguhnya mereka yang berbuat baik kepada orang
lain adalah orang-orang yang juga berbuat baik kepada dirinya sendiri. Oleh karena
itu, Nak, engkau harus senantiasa berusaha menjadi orang yang mampu
mendedikasikan diri sesuai dengan potensi yang kaumiliki.
Anakku, hidup bisa menjadi sangat rumit karena demikianlah adanya. Tapi
hidup juga bisa menjadi sangat sederhana karena cara pandang dan pola pikir kita
yang bisa dengan bijaksana memaknai setiap yang tahap yang kita lalui.

Anakku, ketika engkau memiliki kemauan untuk menjadi pribadi yang


bermanfaat, doronglah dirimu untuk selalu menjadi orang yang bermanfaat bagi
lingkungan. Mulailah dari lingkungan yang paling kecil, seperti keluarga. Doronglah
pula dirimu untuk memulainya dari sekarang. Segeralah berbuat. Jangan pernah
menunggu esok atau lusa. Apa yang bisa kaulakukan sekarang, lakukanlah. Jangan
biasakan menunggu untuk berbuat kebaikan, sekecil apa pun itu.
Memberi manfaat bagi orang lain harus menjadi bagian dari gaya hidupmu,
Nak. Tapi engkau jangan cepat merasa puas dengan apa yang telah kaulakukan.
Berusaha meningkatkan manfaat diri untuk orang lain adalah urusan yang tidak akan
pernah berhenti hingga nyawa tidak lagi dikandung badan. Percayalah bahwa sekecil
apa pun kebaikanmu akan mendapatkan imbalan yang positif, seperti kata pepatah,
Siapa yang menanam, dialah yang akan menuai. Dan siapa saja yang mengerjakan
kebaikan, bahkan sebesar dzarrah pun akan mendapatkan balasannya.
Ketahuilah Nak, sadar atau tidak, segala yang diciptakan oleh Tuhan di jagat
raya ini tidak ada satu pun yang sia-sia. Semua mendatangkan manfaat bagi makhluk
lainnya di Bumi dengan manusia sebagai pemeran utamanya. Tidak ada salahnya
engkau merenungkan ciptaan Tuhan, Nak. Bahkan kalaupun itu hanya kotoran
binatang yang menjijikkan. Kotoran ternak sangatlah bermanfaat untuk menjadi
pupuk tanaman yang mendorong tanaman tumbuh dengan subur serta menghasilkan
buah.
Pernahkah engkau merenungkan ciptaan Tuhan meski hanya debu yang
merupakan partikel-partikel kecil sebesar atom, Nak? Tentu saja debu memberikan

manfaat bagi manusia sebagai sebuah sarana untuk bersuci dari hadats kecil sebagai
alat bantu bertayammum.
Engkau merasakan manfaat dari benda-benda yang dipandang menjijikkan
namun ternyata memiliki manfaat yang besar. Lantas, apakah engkau sebagai
manusia sudah bisa memberikan manfaat kepada manusia lainnya? Ataukah engkau
hanya menjadi makhluk yang menyebabkan kerusakan bagi manusia lainnya?
Nak, berkaca dan merenunglah. Apabila hidupmu saat ini belum atau tidak
memberikan manfaat bagi manusia lainnya, jelaslah bahwa dirimu lebih buruk dari
debu, bahkan lebih buruk dari kotoran ternak. Padahal, salah satu syarat untuk
menjadi manusia yang baik di antara manusia lainnya adalah dengan menjadi
manusia yang bermanfaat bagi manusia lainnya. Mulai saat ini, pikirkanlah apa
manfaat yang bisa kauberikan kepada orang lain. Ingatlah bahwa Tuhan menciptakan
makhluknya bukan untuk hal yang penuh kesia-siaan.
Anakku, sudahkah engkau merasakan penderitaan teman di sekelilingmu?
Sudahkah kehadiranmu menyejukkan hati bagi orang lain sehingga mereka bisa
tersenyum? Atau malah sebaliknya kehadiranmu membuat derita bagi orang lain?
Sedikit berbagi dengan sesama adalah obat yang bisa membunuh kesedihan.
Mulailah berbagi senyum, waktu untuk mendengar, harta, dan apa pun sehingga
orang lain terhibur dengan kehadiranmu. Semakin banyak engkau bersahabat dengan
orang lain, kau akan menemukan arti hidup yang sebenarnya. Hidup itu indah, Nak.

Surat Kedua Puluh Tiga


Tundukkanlah Keangkuhan

Sayangku, hidup yang keras dan penuh persaingan kadang-kadang membuat


orang putus asa. Tidak sedikit juga di antara mereka yang menjadi sombong dan
akhirnya lupa diri dengan segala apa yang telah mereka peroleh. Sikap rendah hati
pun kian langka di masa sekarang. Mungkin karena itulah Tuhan membayar dengan
harga tinggi untuk merangkul dan memeluk orang-orang rendah hati dalam kasih
sayang-Nya.
Rendah hati adalah perpaduan hati, ucapan, dan perbuatan untuk mendekatkan
atau

mengakrabkan,

melunakkan

keangkuhan,

menumbuhkan

kepercayaan,

membawa keharmonisan, serta mengikis kekakuan. Sikap rendah hati berarti selalu
terbuka dalam mendengarkan nasihat dan belajar dari setiap kesempatan, siapa pun,
dimana pun, dan kapan pun.
Sikap yang berlawanan dengan rendah hati adalah angkuh, seperti sok pintar,
merasa hebat, merasa paling berjasa, merasa levelnya lebih tinggi, minta dihormati,
enggan menegur atau menyapa terlebih dahulu, tidak mau diperintah, sulit ditemui
atau dimintai tolong dengan alasan birokratis, menganggap remeh, tidak peduli,
antipati, dan sebagainya.
Orang rendah hati memiliki syarat utama untuk menjadi seorang pemimpin.
Dari kerendahan hatinya ia mampu memahami permasalahan yang dihadapinya

Anakku, jangan sekali-kali engkau melihat orang lain sebatasa sosoknya.


Lihatlah apa yang dikatakannya. Kita tidak pernah tahu dari mulut siapa saja
kebenaran itu keluar. Jangan pernah ragu dan sungkan untuk selalu mendengarkan
nasihat orang lain, meskipun itu keluar dari mulut seorang anak kecil, supaya engkau
menjadi bijak di masa depan. Sikap ini juga mengambarkan bagaimana seseorang
terlihat menjadi sosok yang rendah hati.
Nak, ketika sebuah nasihat disampaikan orang lain kepadamu, dengarkanlah
nasihat itu. Sangat mungkin nasihat itu lebih baik untukmu. Terimalah dengan
senyum. Jangan marah dan memberontak. Jangan pula melihat siapa yang memberi
nasihat dari segi usia atau latar belakang statusnya. Rendahkanlah hatimu untuk bisa
menerima kemuliaan hidup di dunia.
Rendah hatilah, Anakku. Sepandai apa pun engkau, ilmu akan selalu datang
kepadamu apabila engkau bersikap rendah hati. Engkau mungkin sudah tahu banyak
hal, tapi pastilah orang lain punya banyak hal yang belum engkau ketahui. Jika
engkau sombong dan tinggi hati, pastilah orang lain mengira engkau sudah tahu
segalanya. Akibatnya, orang lain tidak akan membagi informasi dan pengetahuan apa
pun kepadamu.
Nak, ketika engkau sudah mencapai suatu tingkat kesuksesan, berlindunglah
kepada Tuhan agar engkau dijauhkan dari sikap angkuh, congkak, dan arogan
terhadap apa yang telah engkau raih. Kesombongan hanya akan menjauhkan dirimu
dari sahabat-sahabat, keluarga, dan orang-orang di sekelilingmu. Tanpa engkau
sadari, sehabat dan keluargamu akan berganti dengan para pencari keuntungan dan

penjilat yang memanfaatkan kesuksesanmu. Akhirnya engkau dihancurkan oleh


kesombonganmu sendiri.
Alkisah di Tiongkok di Masa Tiga Kerajaan muncul seorang negarawan
bernama Lu Shiun yang terkenal cerdik dan berwawasan luas. Pada suatu ketika ia
berbincang dengan Zuger Keh, seorang teman karibnya. Ia berkata kepada temannya,
Untuk menjauhkan diri dari masalah, engkau harus selalu bersikap rendah hati.
Terus terang aku menghormati dan belajar dari seseorang yang lebih pandai dariku,
bahwa aku melakukan yang terbaik untuk membantu mereka yang tidak sepandaiku.
Sayangnya, menurut pengamatanku, engkau melakukan yang sebaliknya. Engkau
menjauhkan dirimu dari orang yang lebih pandai dan mencemooh orang yang kurang
pandai. Hasilnya, orang-orang yang pandai tidak akan memberimu nasihat mereka
yang berharga, dan orang lain akan mengacuhkanmu. Engkau akan memiliki banyak
saingan dan tidak satu pun ada pengikut sejati. Percayalah, dalam jangka panjang,
engkau akan mendapat masalah besar.
Zuger Keh tersentak oleh keterusterangan Lu Shiun. Ia enggan mendengarkan
saran itu dan justru pergi dengan kesal. Beberapa tahun kemudian, ia tewas dibantai
dalam suatu pertempuran politik di kerajaannya.
Anakku, kisah itu menunjukkan bahwa sepandai apa pun seseorang, selalu ada
saja orang yang lebih pandai darinya. Dalam suatu kelompok yang terdiri dari tiga
orang, pastilah masing-masing orang memiliki sesuatu yang berharga untuk
kaupelajari. Hal ini menunjukkan kepada siapa pun bahwa setiap orang memiliki
kelebihan. Tidak ada satu pun alasan yang harus menjadikanmu sombong dan

angkuh. Teruslah belajar untuk menjadi manusia yang rendah hati karena sikap itu
akan mengantarkanmu pada keberhasilan hidup di dunia ini.
Nak, belajarlah bahwa sebuah kebenaran bisa berasal dari siapa pun, dimana
pun, dan kapan pun. Engkau perlu belajar untuk rendah hati, selalu terbuka untuk
mendengarkan nasihat, dan belajar dalam setiap kesempatan. Kritik dan masukan itu
tidak selalu buruk. Orang-orang yang menyampaikannya tidak selalu berniat
menjatuhkanmu. Selama kritik itu bersifat konstruktif, dengarkanlah dan jalankanlah
selama hal itu engkau anggap baik.
Engkau jangan terburu-buru menilai buruk suatu kritik, Nak. Sebaiknya
engkau sejenak merenungkan apa yang disampaikan oleh si pengritik. Apakah yang
disampaikannya itu benar adanya? Apakah itu kebenaran? Jika ya, sepatutnya engkau
berusaha menundukkan emosi dan ego, lalu belajar rendah hati menerima kebenaran.
Dengan demikian engkau tidak terburu-buru membela diri, marah, atau menyerang
balik orang yang mengritikmu.

Surat Kedua Puluh Empat


Tuhan Tidak Pernain Bermain-main
dengan Orang yang Bersyukur

Anakku, ketahuilah bahwa Tuhan tidak pernah bermain-main dengan orang


yang bersyukur. Tuhan juga tidak bermain-main dengan orang-orang yang
mengingkari nikmat-Nya. Dia bersabda, Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu
memaklumkan: Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Dia akan menambah
(nikmat) kepadamu, dan jika engkau mengingkari nikmatnya, maka sesungguhnya
azab-Nya sangat pedih.
Rasa syukur merupakan sebuah bentuk pujian dan terima kasih kepada Tuhan
atas semua nikmat dan karunia-Nya. Rasa syukur itu bukan untuk siapa-siapa
melainkan untuk diri manusia sendiri. Tuhan menegaskan, Barangsiapa yang
bersyukur, maka sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri, dan barangsiapa
yang tidak bersyukur, maka sesungguhnya Tuhan Maha Kaya lagi Maha Terpuji.
Nak, semakin bertambah usiamu, tentu semakin banyak yang kaurasakan.
Dari sanalah engkau akan mengerti kenapa engkau harus bersyukur. Manusia yang
bersyukur akan merasakan tingginya perasaan positif, kepuasan hidup, semangat
hidup, dan pengharapan tentang masa lalu ataupun masa depannya.

Alkisah ada tiga orang yang menderita penyakit belang, botak, dan buta.
Karena Tuhan hendak menguji mereka, maka Tuhan mengutus Malaikat kepada
mereka.
Malaikat mendatangi Si Belang dan bertanya:

Apa yang paling

kaudambakan?
Aku ingin paras yang tampan dan kulit yang bagus serta hilang penyakit
yang menjadikan orang-orang jijik kepadaku, jawab Si Belang.
Malaikat lalu mengusap Si Belang. Hasilnya, hilanglah penyakit yang
menjijikkan itu. Bahkan Si Belang kini berparas tampan.
Harta apakah yang paling kausenangi? tanya Malaikat.
Unta, jawab Si Belang.
Kemudian Malaikat membberinya unta yang bunting sepuluh bulan.
Semoga Tuhan memberi barakah atas apa yang kaudapatkan ini, kata
Malaikat.
Selanjutnya Malaikat menemui Si Botak dan bertanya, Apa yang paling
kaudambakan?
Aku ingin rambut yang bagus dan hilangnya penyakit yang menjadikan
orang-orang jijik kepadaku, jawab Si Botak.
Malaikat segera mengusap Si Botak, maka hilanglah penyakit itu. Bahkan Si
Botak diberi rambut yang bagus.
Harta apakah yang paling kausenangi?, tanya Malaikat.
Sapi, jawab Si Botak.

Malaikat lantas memberinya sapi yang bunting.


Semoga Tuhan memberi barakah atas apa yang kaudapatkan ini, kata
Malaikat.
Kemudian Malaikat menemui Si Buta dan bertanya, Apa yang paling
kaudambakan?
Aku ingin Tuhan mengembalikan penglihatanku sehingga aku dapat
melihat, jawab Si Buta.
Malaikat mengusap Si Buta, dan Tuhan mengembalikan penglihatannya.
Harta apakah yang paling kausenangi?, tanya Malaikat.
Kambing, jawab Si Buta.
Kemudian Si Buta diberi kambing yang bunting.
Beberapa saat kemudian unta, sapi, dan kambing itu berkembang biak.
Hasilnya, Si Belang memiliki unta yang memenuhi suatu lembah. Begitu juga Si
Botak dan Si Buta.
Selanjutnya Malaikat menemui Si Belang dengan menyerupai orang yang
berpenyakit belang. Malaikat berkata, Aku adalah orang miskin yang kehabisan
bekal di tengah perjalanan. Sampai hari ini tidak ada yang mau memberiku
pertolongan kecuali Tuhan kemudian engkau. Aku meminta kepadamu dengan
menyebut Dzat yang telah memberimu paras tampan dan kulit yang bagus serta harta
kekayaan seekor unta untuk bekal dalam perjalananku.
Hak-hak yang harus aku berikan masih banyak, jawab Si Belang.

Kalau tidak salah aku sudah mengenalimu. Bukankah engkau dahulu orang
yang berpenyakit belang sehingga orang lain merasa jijik kepadamu? Bukankah
engkau dahulu orang yang miskin kemudian Tuhan memberi kekayaan kepadamu?m
kata Malaikat.
Harta kekayaanku ini adalah warisan dari nenek moyangku,: kata Si Belang.
Jika engkau berdusta, semoga Tuhan mengembalikanmu seperti keadaan
semula, lanjut Malaikat.
Malaikat kemudian menemui Si Botak dengan menyerupai kondisi Si Botak
sebelumnya. Malaikat mengatakan hal yang sama seperti apa yang dikatakannya
kepada Si Belang. Namun, Si Botak menjawab sebagaimana jawaban Si Belang.
Jika engkau berdusta, semoga Tuhan mengembalikanmu seperti keadaan semula,
kata Malaikat.
Selanjutnya Malaikat menemui Si Buta dengan menyerupai sosok Si Buta
sebelumnya. Ia berkata, Aku adalah orang miskin yang kehabisan bekal di tengah
perjalanan. Sampai hari ini tidak ada yang mau memberi pertolongan kecuali Allah
kemudian engkau. Aku meminta kepadamu dengan menyebut Dzat yang telah
mengembalikan penglihatanmu, seekor kambing untuk bekal dalam perjalananku.
Si Buta berkata, Aku dahulu adalah orang yang buta kemudian Tuhan
mengembalikan penglihatanku. Maka ambillah apa yang kauinginkan dan
tinggalkanlah apa yang tidak kausenangi. Demi Tuhan, sekarang aku tidak akan
memberatkan sesuatu kepadamu yang kauambil karena Tuhan Yang Maha Mulia.

Malaikat lalu berkata, Peliharalah harta kekayaanmu, sebenarnya engkau


diuji dan Tuhan telah ridha kepadamu dan murka kepada kedua temanmu.
Anakku, tidakkah engkau mendapatkan pelajaran dari kisah di atas?
Ketahuilah, tanpa kausadari, kadang-kadang engkau sering melupakan dua nikmat
yang paling beharga yang telah diberikan Tuhan, yakni nikmat kesempatan dan
nikmat kesehatan. Kedua nikmat ini baru terasa penting ketika menghilang dari
genggamanmu. Mungkin engkau pernah merasakan nikmatnya waktu luang ketika
engkau dilanda kesibukan. Kau merasakan nikmatnya sehat setelah engkau
merasakan sariawan. Jadi, pergunakanlah segala nikmat yang telah diberikan
kepadamu dengan penuh rasa syukur, sebelum nikmat itu dicabut darimu.

Surat Kedua Puluh Lima


Nikmat Kala Berbagi

Anakku, engkau harus selalu mensyukuri nikmat Tuhan karena bersyukur


adalah konsekuensi seorang hamba kepada Tuhannya. Engkau harus pandai
memahami rasa syukur itu dengan saling berbagi kepada sesama. Ketika engkau
sudah memahami nikmatnya bersyukur, maka berbagi dengan sesama pun menjadi
akhlak yang melekat pada dirimu.
Nikmat Tuhan tidak akan pernah berhenti pada hambanya, Nak. Ini juga
menjadi isyarat bagi siapa pun untuk tidak selalu menikmatinya seorang diri. Nikmat
itu seharusnya juga bisa dialami oleh orang lain dan tentunya mereka yang lebih
membutuhkan.
Bunda hendak mengisahkan sebuah cerita yang berhubungan dengan
nikmatnya berbai. Pada suatu ketika ada seseorang yang bernama Ibnu Mubarak. Dia
hendak menjalankan ibadah haji karena semua perbekalan dia kumpulkan sudah
memungkinkan dirinya untuk berangkat menunaikan Rukun Islam yang kelima itu.
Selanjutnya Ibnu Mubarak dari rumahnya. Di suatu tempat di perjalanan yang
tidak jauh dari kampungnya, dia menyaksikan pemandangan unik. Dia melihat
seorang perempuan renta sedang mengais sampah, mengambil sesuatu, lalu
memasaknya.

Ibnu Mubarak menanyakan apa yang dimasak perempuan itu. Si perempuan


menjawab, Ini tidak baik bagimu, tapi baik bagiku.
Setelah dieslidiki, ternyata perempuan renta itu mengambil dan memasak
seekor ayam yang berasal dari tempat sampah. Ia terpaksa melakukannya karena ia
sudah tiga hari tidak makan.
Melihat kejadian itu Ibnu Mubarak langsung menggagalkan niatnya berangkat
ke Mekkah. Dia menyerahkan seluruh perbekalannya kepada si perempuan renta. Dia
pun gagal menunaikan ibadah haji yang telah lama dia persiapkan itu.
Setelah musim haji usai, dan para jamaah haji berdatangan dari Mekkah, Ibnu
Mubarak keluar menyambut mereka. Uniknya, para jamaah juga memberi ucapan
selamat kepadanya. Dia menjelaskan bahwa pada tahun ini dia tidak jadi berangkat
haji. Dia justru heran dengan kejadian tersebut. Namun, jamaah yang pulang haji
berkata, Bukankah engkau yang kutitipi uang sedangkan kami berangkat ke
Arafah?. Jamaah lain menyahut, Bukankah engkau yang memberiku minum di
tempat ini dan itu?. Jamaah lainnya pun heran, Bukankah engkau yang
membelikanku ini dan itu?
Ibnu Mubarak semakin tidak mengerti. Dia berkata, Aku tidak tahu semua
yang kalian katakan. Aku tidak berangkat haji pada tahun ini.
Malam harinya Ibnu Mubarak bermimpi ada yang datang kepadanya dan
mengatakan bahwa sedekah yang dia berikan telah diterima oleh Tuhan. Tuhan
kemudian mengutus malaikat dengan bentuk menyerupai dirinya untuk melaksanakan
haji bagi dirinya.

Anakku, cerita itu menunjukkan indahnya berbagi dengan sesama. Siapa pun
akan menemukan kebahagian yang tidak ternilai harganya ketika ia menjadi lebih
bermanfaat bagi orang lain.
Engkau harus tetap belajar agar selalu berbagi karunia Tuhan dengan orang
lain, Nak. Bunda berharap hatimu gelisah saat menyaksikan orang lain susah. Engkau
tidak akan tenang jika mendiamkannya dan tergerak untuk segera membantu dengan
jalan apa pun yang engkau dapat lakukan. Semoga tanganmu segera memberi
pertolongan kepada orang lain. Percayalah, Nak, kebahagiaan yang kaubagikan
kepada orang lain tidak akan berkurang, bahkan justru terus bertambah.
Anakku, luaskanlah pemahamanmu tentang saling berbagi. Berbagi itu tidak
terbatas pada hartamu saja karena engkau bisa memberikan apa pun yang bermanfaat
dari dirimu untuk orang lain. Bahkan ketika engkau melihat temanmu sedang tidak
bergairah dan murung, jadilah penghibur baginya. Ketika engkau melihat seseorang
yang kebingungan, berilah penjelasan kepadanya agar kebingungan itu berubah
menjadi terang menderang.
Yakinlah, Nak, bahwa banyak sekali lahan untuk berbuat baik dan saling
berbagi dengan orang lain. Jangan engkau sia-siakan karena banyak sekali saudara
kita yang bermasalah, mulai dari masalah pribadi, keluarga, sosial, ekonomi, bahkan
negara. Semua masalah itu bisa menjadi lahan siapa saja untuk berbagi sehingga
ditemukan cara untuk memecahkannya.

TENTANG PENULIS

Sutan Makmur, lahir di Bukittinggi Sumatra Barat, 10 Agustus 1980. Anak


kedua dari lima bersaudara. Memulai pendidikan di kota SD 04 Bukittinggi kemudian
melanjutkan sekolah ke SMP/SMU Pesantren Moderen Terpadu Prof. Dr. Hamka di
Sumatra Barat hingga melanjutkan sekolah di UIN Sunan Kali Jaga di Jogjakarta.
Mengawali karir sebagai salah satu staf di sekolah kepenulisan yang juga ikut
didirikannya Jogja Writing School di Jogjakarta, kemudian sempat menjadi staf di
beberapa penerbit di Jogjakarta hingga akhirnya terjun langsung dalam dunia
penulisan.
Sudah beberapa buku yang pernah di tulis dan diterbitkan diberbagai penerbit
yang ada di Jogjakarta, terutama untuk naskah-naskah populer termasuk buku yang
berada di tangan Anda ini. Mengawali karir menulis disalah satu penerbit di
Jogjakarta dengan judul buku Muhammad Jagoaanku yang ditulis bersama istri
tercinta Imas Kurniasih yang berprofesi sebagai salah seorang guru di MAN 3
Jogjakarta.
Sutan Makmur juga aktif menulis tentang naskah-naskah parenting, beberapa
naskah yang bertemakan agama serta beberapa tema buku lainnya yang sudah beredar
di toko-toko buku terdekat di kota Anda.

Anda mungkin juga menyukai