Anda di halaman 1dari 4

Milenial Berperan Bukan Baperan

Oleh : Wulan Febrianingsih

Milenial generation atau generasi Y juga akrab disebut generation me atau echo
boomers. Secara harfiah memang tidak ada demografi khusus dalam menentukan
kelompok generasi yang satu ini. Namun, para pakar menggolongkannya berdasarkan
tahun awal dan akhir. Penggolongan generasi Y terbentuk bagi mereka yang lahir
pada 1980 - 1990, atau pada awal 2000, dan seterusnya (Kominfo.go.id)
Generasi milenial didominasi oleh pemuda yang digaungkan sebagai agent of
change. Jika kita lihat dari jumlah penduduk Indonesia, menurut Badan Pusat Statistik
(BPS) 2015 mencatat terdapat 61,83 juta jiwa atau sekitar 24,53% dari total penduduk
Indonesia yang berjumlah 252,04 juta jiwa. Lebih lanjut lagi, BKKBN
memperkirakan bahwa Indonesia akan mendapatkan bonus demografi pada 2020
hingga 2030, yang berarti keadaan yang dapat dinikmati oleh suatu negara akibat
jumlah penduduk usia produktif (15-64 tahun) akan lebih besar (70% dari total
penduduk atau sekitar 180 juta penduduk), dibandingkan dengan penduduk usia tidak
produktif (usia 14 tahun ke bawah dan di atas usia 65 tahun) yang hanya berjumlah
sekitar 60 juta jiwa.
Dengan kata lain, setiap 10 orang berusia produktif akan menanggung sekitar 3-4
orang berusia tidak produktif. Keadaan ini akrab kita sebut bonus demografi.
Sehingga sudah sangat gamblang, bahwa keadaan tersebut merupakan kesempatan
emas Indonesia untuk mengubah bangsa menjadi lebih sejahtera. Namun, seiring
berkembangnya zaman, moral pemuda mulai luntur. Pemuda lebih senang berada
dalam zona zaman sehingga lemah menghadapi tantangan. Tidak sedikit pemuda yang
menggunakan waktunya dengan hal yang kurang bermanfaat. Sehingga, jika dibiarkan
maka hal tersebut akan memberikan dampak yang kurang baik ketika menghadapi
bonus demografi.
Permasalahan konkrit yang terjadi baru-baru ini seperti pembulyan anak 12 tahun
penjual jalangkote di Kabupaten Pangkep, Sulawesi Selatan di-bully sekelompok
remaja. Anak berinisial RZ itu sampai terjatuh dari sepedanya. RZ yang sehari-
harinya berjualan jalangkote dipukul dan didorong hingga terjatuh di jalanan oleh
seorang pemuda (detik.com)
Dari permasalahan tersebut, dapat dianalisis bahwa norma kesopanan mulai
bobrok. Hal tersebut juga disebabkan karena pengaruh globalisasi yang makin
merajalela. Sudah tidak menjadi hal asing lagi ketika kita melihat pemuda saat ini
lebih senang menuruti kesenangannya.
Berdasarkan laporan terbaru (detikinet.com) pada tahun 2020 disebutkan bahwa
ada 175,4 juta pengguna internet di Indonesia. Persentase pengguna internet berusia
16 hingga 64 tahun yang memiliki masing-masing jenis perangkat, diantaranya
mobile phone (96%), smartphone (94%), non smartphone mobile phone (21%), laptop
atau kompeter dekstop (66%), table (23%), konsol game (16%), hingga virtual reality
device (5,1%).
Berdasarkan data tersebut, seiring berkembangnya zaman telah membawa
dampak negatif maupun positif. Hadirnya teknologi yang semakin canggih seperti
gadget yang telah membawa perubahan yang sangat pesat. Apabila kita bijak
menggunakan gadget maka banyak manfaat sebagai media pengembangan diri,
dengan gadget kita mampu mengeksplore ide untuk menciptakan hal baru, baik untuk
berbisnis, membentuk personal branding, ataupun menginspirasi serta menebar
kemanfaatan untuk orang lain.
Beda ketika kita hanya terlena sebagai penikmat kesenangan melalui gadget
maka waktu yang kita miliki menjadi sia-sia. Sebagai contoh terus-terusan stalker
media sosial. Dalam hal ini boleh-boleh saja asalkan tau porsinya dan mampu
menambah inspirasi untuk mengembangkan diri.
Setelah kita tahu perkembangan dunia dengan segala dampaknya, sebagai
pemuda seharusnya mampu adaptif dengan keadaan lalu peka terhadap peluang dan
kreatif untuk mengembangkan diri sehingga nantinya bisa bermanfaat untuk orang
lain. Jangan sampai kita lalai atas apa yang seharusnya kita kerjakan, seperti
menunda-nunda pekerjaan lain demi menikmati kesenangan-kesenangan yang
disediakan oleh gadget. Waktu terus berjalan, jangan sampai kehilangan kesempatan.
Zaman sekarang dapat dikatakan segalanya sangat praktis. Ibarat dunia dalam
genggaman. Namun dibalik itu semua, ada mental yang semakin rentan. Telihat indah
dari luar namun rapuh ketika menghadapi tantangan. Hal tersebut disebabkan karena
manusia sudah dimanjakan oleh teknologi hingga kecanduan dan tidak tahu porsi
penggunaan yang tepat.
Menurut Rhenald Kasali (2017) permasalahan pemuda diilustrasiikan seperti
strawberry, bentuk dan warnanya strawberry itu menawan. Namun, di balik
keindahannya, ternyata begitu rapuh. Itu adalah ilustrasi dari strawberry generation.
Sebuah bagian dari suatu generasi yang rapuh meski terlihat indah.
Tentang sebuah energi milenial yang seharusnya mampu tersalurkan untuk
memberi perubahan. Bukan lagi soal baperan, karena perjuangan menuju kesuksesan
pasti menemui tantangan maupun penderitaan. Tantang sebuah impian seharusnya
segera diperjuangkan bukan memunda-nunda karena menuruti kesenangan. Tanamkan
sebuah mentalitas keyakinan dalam diri bahwa “aku pasti bisa!”. Kita adalah pejuang
impian, jangan baperan, yakinlah bahwa kita memiliki peran ikut ambil dalam
membuat senyuman manis pada wajah keluarga maupun masyarakat luas.
Sebagaimana yang sudah Allah sampaikan dalam Q.S Al-Insyirah ayat 7 sebagai
berikut:
“Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan
sungguh-sungguh (urusan) yang lain”
Dari ayat tersebut seharusnya mampu memotivasi kita untuk memaksimalkan
peran kita dalam menghadapi bonus demografi. Tentu tidak hanya kuantitas saja yang
banyak, namun kualitas para pemuda juga harus bagus. Karena, bonus demografi akan
menghasilkan sesuatu yang baik ketika kuantitas pemeran kontribusi banyak dan
kualitas kontribusnya baik.
"Khoirunnas anfa 'uhum linnas", yang artinya bahwa sebaik-baik manusia adalah
yang bermanfaat bagi manusia lainnya (HR. Bukhari Muslim)
Dari hadits tersbut kita juga dapat belajar bahwa kita tidak cukup menjadi baik
saja, namun harus berusaha untuk menjadi sebaik-baik hamba-Nya. Dengan cara apa?
Tentu banyak jalan yang dapat kita pilih untuk menjadi sebaik-baik hamba-Nya.
Asalkan kita sadar apa makna hidup kita, apa tujuan yang akan kita capai, dan
bagaimana kita disiplin atas apa yang kita pilih. Sehingga, ketika kita sudah memiliki
rencana dan tujuan maka hidup kita akan produktif untuk memberikan dampak
kebaikan ke masyarakat luas.
Generasi millenial adalah generasi yang penuh dengan gagasan kreatif dan
inovatif. Meskipun dengan berubahnya perkembangan zaman, jangan membuat jiwa
kita tejebak dalam kesenangan-kesenangan melenakan yang nantinya membuat kita
bermental lemah. Jangan hanya berada di zona nyaman yang mengunci diri dari
tantangan sehingga mentalitas menjadi rapuh. Karena kesuksesan tidak bisa diraih
melalui jalan pintas. Maka, mentalitas rapuh itu harus diubah. Jangan terlalu sempit
memandang kehidupan, ubahlah fixed mindset menjadi growth mindset.
Harapannya dengan adanya bonus demografi seharusnya kita sebagai pemuda
mampu berperan sesuai kemampuan masing-masing. Kolaborasi dalam
kebermanfaatan. Menyegerakan kebaikan sebelum hilang kesempatan. Berawal dari
mindset yang baik, maka akan turun ke hati untuk mencintai kebaikan pula. Sehingga
ketika kita sudah mencintai maka seberapa besar tantangan, ujian, penderitaan dapat
kita taklukkan.
Kita adalah manusia yang diberikan kesempatan terbaik-Nya untuk menjalani
madrasah kehidupan. Kita tidak bisa memilih dilahirkan oleh rahim siapa, namun kita
bisa melukis indah impian. Kita tidak bisa memilih masa lalu seperti apa, namun kita
bisa memperjuangkan masa depan yang gemilang.

Anda mungkin juga menyukai