Anda di halaman 1dari 3

--------------------------------------------------------------------------------------------------

SIAPA BILANG KITA TIDAK BISA?

--------------------------------------------------------------------------------------------------

Dalam hidup ini tentunya kita dihadapkan oleh banyak kejadian


atau peristiwa. Bermacam cara kita menyikapi setiap kejadian atau
peristiwa tersebut. Kalau kejadian yang menimpa kita membuat hati kita
senang, tentunya kita akan tertawa puas tetapi sebaliknaya kalau
peristiwa atau kejadian itu memilukan tentunya kita akan menjadi
bersedih. Yang perlu diingat adalah setiap orang akan berbeda /belum
tentu sama dalam menyikapi atas suatu kejadian atau peristiwa yang sama.
Itulah sebabnya kita manusia sering dikatakan makhluk Tuhan yang unik
dan menarik.

Pernahkah kamu tiba-tiba mengalami “blank attack,” itu lhoh….


suatu kejadian, misalkan kamu tiba-tiba tidak bisa mengerjakan tugas
yang diberikan bapak/ibu guru dan semua terasa sulit ? Atau kamu tiba-
tiba dijewer oleh Kepala Sekolah karena atributmu nggak lengkap sehingga
kamu menjadi sangat malu dihadapan teman-temanmu? Atau kamu
merasa stress karena beban tugas yang menumpuk? Atau kamu terpaksa
harus menjadi kutu buku semalaman karena besuk ulangan?

Sering kita menganggap masalah-masalah yang kita alami


disebabkan oleh kebodohan atau ketidakberdayaan kita. Padahal
kebanyakan dari semua itu disebabkan oleh persepsi kita yang salah dalam
merespon kejadian/peristiwa. Sehingga persepsi yang buruk tadi menjadi
self identity kita. Sehingga sering kita mengeluh dan berkeluh, aku bodoh,
aku lemah aku tidak bisa!!! Dan sebagainya.

Siapa bilang kita tidak bisa? Ungkapan inilah yang mestinya mulai
ditanamkan pada diri kita, dan juga kita dengung-dengungkan kepada
sesama teman. Kalau perlu, jadikan itu moto hidup kita untuk mencapai
sesuatu yang lebih baik.
Kalau kita lihat secara statistik, jumlah kelompok usia remaja di
negeri ini cukup besar, mencapai 29 persen dari total penduduk Indonesia.
Angka ini memperlihatkan, kalau remaja diberikan ruang dan waktu untuk
mengembangkan potensi dirinya, ini akan menjadi kekuatan yang sangat
luar biasa.

Jujur saja, selama ini tidak banyak orang yang dengan sukarela
membagi pemikirannya untuk kehidupan remaja. Dari waktu ke waktu,
remaja menjadi kelompok yang selalu “dikambinghitamkan” dari berbagai
persoalan. Banyak label atau cap diberikan kepada kita, “pembuat onar”,
“generasi rusak”, “generasi penerus yang pemalas”, dan seterusnya.
Memang sih ada beberapa di antara kita yang telanjur berperilaku yang
tidak sesuai dengan norma masyarakat. Tapi, bukan berarti itu menjadi
pembenaran bahwa semua remaja adalah kelompok yang selalu menjadi
biang dari segala kerusakan. Padahal, banyak juga yang justru memiliki
kemampuan dan potensi yang membanggakan, tetapi tidak cukup
terpublikasi. Prestasi seolah-olah kewajiban yang harus kita realisasikan
tanpa perlu mendapatkan imbalan.

Siapa pun kita tentu tidak ingin dicap sebagai individu yang
berperilaku tidak sesuai dengan norma-norma yang ada, itu hal yang
manusiawi dan menjadi harapan semua orang. Tetapi tidak adilnya, begitu
banyak harapan yang dibebankan di pundak remaja. Sementara itu, nyaris
tidak ada usaha yang sungguh-sungguh dari berbagai pihak untuk
menciptakan dunia yang layak bagi remaja untuk hidup, tumbuh, dan
berkembang sesuai harapan.

Contohnya, walaupun ada, tidak banyak pusat informasi kesehatan


reproduksi remaja yang bisa kita akses untuk mencari tahu perihal tumbuh
kembang diri yang sangat kita butuhkan. Sementara itu, dunia luar dengan
sangat garangnya selalu siap menyuguhkan informasi-informasi yang
belum tentu benar kepada kita dengan murah, mudah, dan
menyenangkan.
Pendidikan seks seolah-olah menjadi sebuah hal yang sangat
berbahaya melebihi “penyakit menular” jika diberikan kepada remaja,
dianggap tabu, tidak sesuai dengan adat istiadat ketimuran, dan masih
banyak alasan lain yang menentang hal itu dilakukan. Hingga kini, masih
saja banyak yang beranggapan bahwa “pendidikan seks” mengajarkan
kepada kita bagaimana cara-cara melakukan hubungan seks. Di sisi lain,
berbagai penelitian para ahli telah membuktikan bahwa hampir 90 persen
remaja membutuhkan pendidikan mengenai tumbuh kembang dan
seksualitas mereka. Bagi mereka yang mendapatkan pendidikan seks yang
benar dan bertanggung jawab, lebih mudah memutuskan untuk menunda
melakukan hubungan seks di masa remajanya.

Kita pasti bisa!


Kita masih hidup di negeri yang tidak banyak orang berpihak
kepada remaja walaupun sudah terikat dengan banyak konvensi maupun
undang-undang, seperti ICPD, Konvensi Hak Anak, dan Undang-Undang
Perlindungan Anak. Dalam Undang-Undang Perlindungan Anak tersebut,
antara lain, dinyatakan bahwa remaja berhak untuk mendapatkan
informasi yang benar dan bertanggung jawab mengenai tumbuh kembang
dirinya.

Kita enggak perlu ikut-ikut mengeluh dan menuntut terus, kita


yang harus berjuang untuk kita dan teman-teman lain.

Apa yang mesti dilakukan?


Kalau kita kembali kepada semboyan di atas, “Siapa bilang kita
tidak bisa,” banyak yang bisa kita lakukan. Apa itu? Mulai dari sekarang,
kita secara bersama-sama bertekad dan menyatukan tujuan untuk
membantu teman sebaya kita. Sudah tidak zamannya lagi bermenung dan
menunggu belas kasihan dari orang lain.Bagaimana caranya? Caranya
sangat mudah, kita yang sudah paham sedikit banyak tentang berbagai
masalah HIV/AIDS, kesehatan reproduksi, infeksi menular seksual,
pengembangan diri, dan lain-lain mulailah menyebarkan informasi dan

Anda mungkin juga menyukai