Pernah sesekali, saya iseng membuka dan membaca kembali status-status di laman
facebook yang pernah saya tulis dulu kisaran tahun 2006-2007, saat awal baru memiliki akun
media tersebut. Saya cermati isi tulisan-tulisan tersebut, ada kegelian dan kelucuan
didalamnya. Saya mengira, bisa jadi, saya bukan satu-satunya yang punya pengalaman itu.
Dimana kita sering geli dan ketawa sendiri dengan apa yang pernah kita tulis saat kecil atau
remaja, baik pada media sosial atau yang paling konvensional pada sebuah diary/catatan
harian. Kondisi ini adalah sebuah indikasi bahwa bukan hanya fisik dan kognitif yang
berkembang dan bertumbuh, namun juga mental. Mental kita saat ini mampu menilai, bahwa
apa yang kita lakukan, jalani dan alami dulu, melalui cara kita menulis dan mengekspresikan
kondisi saat itu, adalah bagaimana gambaran mental kita saat itu, penuh dengan drama
kekanak-kanakan. Meskipun begitu, itulah pengalaman berharga, karena mental sangat erat
kaitannya dengan pengalaman.
Mental yang sehat selalu diidentikkan dengan pikiran positif, merasa tentram, tenang,
teduh, dan penuh dengan aura dan energi positif. Namun belakangan, mental health atau
kesehatan mental menjadi isu yang ramai didiskusikan. Banyak orang memberikan warning,
pentingnya memperhatikan kesehatan mental, lebih-lebih dengan perwujudan distrupsi
teknologi yang secara massif dan sporadis. Selain faktor lingkungan, seperti lingkungan
keluarga, sekolah atau lingkungan kerja, dan juga pola hidup, kehadiran teknologi, khususnya
media sosial, dianggap juga memberi dampak besar terhadap kesehatan mental. Namun,
benarkan teknologi memiliki andil dalam memberikan dampak negatif?