Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH PENDIDIKAN JASMANI,OLAHRAGA,DAN

KESEHATAN (PJOK)

“Pergaulan Remaja:Antara Tantangan Dan Penemuan Identitas”

Di susun oleh:
Raditya Refhan
Hafidzh Maulana
Nadia Indriani
Rus Naeni
Zalika Putri Natasya
M.Faisal Mubarok

SMAN 01 PEBAYURAN

1
KATA PENGANTAR

Kepada Yang terhormat Bapak Natim Riki Subagya S.Pd,

Salam sejahtera bagi kita semua. Dalam era yang penuh dengan kemajuan
teknologi dan dinamika sosial yang terus berkembang, tidak dapat
dipungkiri bahwa pergaulan remaja menjadi topik yang semakin relevan dan
mendesak untuk dibahas. Pergaulan remaja tidak hanya mempengaruhi
perkembangan individu, tetapi juga membentuk pola perilaku yang akan
membawa dampak dalam jangka panjang terhadap masyarakat dan bangsa.

Dalam makalah ini, kami berusaha untuk menguraikan secara mendalam


tentang fenomena pergaulan remaja. Kami akan membahas tentang faktor-
faktor yang memengaruhinya, dampaknya terhadap perkembangan remaja,
serta upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk mengarahkan pergaulan
remaja menuju hal yang positif dan produktif.

Pergaulan remaja bukanlah hal yang sepele, namun merupakan salah satu
fase penting dalam kehidupan seseorang yang membutuhkan pemahaman
yang mendalam. Oleh karena itu, melalui makalah ini, kami berharap dapat
memberikan wawasan yang lebih luas serta solusi yang konstruktif dalam
menghadapi berbagai tantangan yang muncul dalam pergaulan remaja.

Kami menyadari bahwa makalah ini tidak akan sempurna tanpa dukungan
dari berbagai pihak. Oleh karena itu, kami ingin mengucapkan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah memberikan
bantuan, dorongan, dan dukungan dalam penyelesaian makalah ini.

Akhir kata, semoga makalah ini dapat memberikan kontribusi yang


bermanfaat dalam memahami dan mengatasi berbagai permasalahan yang
terkait dengan pergaulan remaja. Kritik dan saran yang membangun sangat
kami harapkan guna perbaikan di masa mendatang.

Terima kasih.

Hormat kami,

[Penulis Makalah R.R.]

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang masalah............................................ 4

1.2 Pembatasan masalah................................................ 4

1.3 Tujuan............................................................... 4

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Remaja.................................................. 5

2.2 Ciri-ciri Fisik dan Psikologis........................................ 5

2.3 Mengenali Kebutuhan-kebutuhan [ Psikologis ] Remaja........... 8

2.4 Pergaulan Bebas..................................................... 10

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan.................................................... 15

3.2 Saran dan Kritik.............................................. 15

DAFTAR PUSTAKA................................................ 16

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang masalah


Remaja adalah generasi penerus yang akan membangun bangsa kea rah
yang lebih baik yang mempunyai pemikiran jauh ke depan dan kegiatannya yang
dapat menguntungkan diri sendiri,keluarga,dan lingkungan sekitar. Maka dari itu
remaja tersebut harus mendapatkan perhatian khusus,baik oleh dirinya
sendiri,orang tua,dan masyarakat sekitar.
Banyak kita basa di media massa maupun kita lihat di media elektronik
adanya remaja yang berprestasi juga ada remaja yang melakukan tindakan atau
perbuatan yang merugikan dirinya sendiri,keluarga dan masyarakat sekitar.
Pada makalah ini kami akan mencoba membahas cara mengatasi pergaulan
bebas terhadap remaja

1.2 Pembatasan masalah


Kesempatan ini kami hanya akan membatasi pengaruh media massa,media
elektronik terhadap pergaulan remaja. Media massa (cetak) perlunya remaja
membaca hal-hal yang positif.Dan media elekronik,tayangan-tayangan di televisi
yang dapat merusak aqidah dan moral remaja tidak layak untuk ditonton oleh
para remaja missal tayangan yang berbau misteri dan film-film yang berbau alam
gaib.

1.3 Tujuan
Makalah ini kami buat dengan bertujuan agar remaja-remaja masa kini
terarah pergaulanny yaitu dengan melakukan kegiatan yang positif yang berguna
untuk dirinya sendiri,keluarga,dan masyarakat sekitar.

Dan supaya agar remaja tidak terjebak di dalam pergaulan bebas.Maka dari itu
perlu kiranya remaja membentengi diri denan iman yang kuat.

4
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Remaja


Diantara seluruh tahap kehidupan yang kita alami,mungkin salah satu
tahap yang paling tak terlupakan adalah masa remaja,karma tampaknya tidak ada
fase lain banyak dipenuhi dengan pengalaman tentang patah hati,konflik
batin,dan kesalahpahaman selain masa remaja.
Kita masih dapat mengingat antara rasa sakit dan kebahagiaan bercampur
menjadi satu yang kita alami saat remaja.Kita tetap menyimpan kenangan betapa
kita disalahpahami, betapa kita begitu sering dan cepat berubah-rubah,betapa
kita begitu mengharapkan penerimaan,dan betapa kita begitu merasakan
kesepian dan kesendirian.
Kadang kita juga merasa mengapa tidak ada orang yang mau mengerti
tentang kita.Kita merasa heran bagaimana semua ini dimulai dan darimana.Semua
ini terjadi pada masa remaja,saat yang penuh gejolak dan keinginan,tetapi tidak
jarang mengakibatkan begitu banyak persoalan jika tidak disikapi secara arif dan
bijak.
Remaja seing diidenntikan dengan usia belasan tahun sehingga dalam
bahasa inggris ”remaja” juga disebut dengan istilah “Teenager”,selain kata
adolescent.Akan tetapi remaja tidak hanya dapat diidentifikasi berdasarkan
usia,tetapi juga bisa ditelisik dari kehidupan yang penuh dengan keceriaan,warna-
warni,dan permulaan usia mengenal lawan jenis.
Selain itu,di usia remaja kita juga biasanya mulai bertemu dengan nilai-
nilai dan norma-norma baru yang berbeda dengan nilai dan norma yang selama ini
kita kenal.Pada masa remaja juga kita pada umumnya mulai merasakan
kegelisahan dalam hubungan kita dengan orang tua dan teman-teman sebaya;kita
ingin menunjukkan kemandirian kita di satu sisi,teapi di sisi lain kita belum dapat
melepaskan diri sepenuhnya dari pengawasan dan ketergantungan kita dari orang
tua.

2.2 Ciri-ciri Fisik dan Psikologis

Bila merujuk pada psikologi perkembangan akan kita temukan pembagian


tahap perkembangan psikologis kita menjadi tiga tahap: sembilan tahun pertama,
sembilan tahun kedua dan sembilan tahun ketiga. Sembilan tahun pertama dalam
kehidupan kita dapat disebut sebagai masa kanak-kanak. Pada masa ini kita
hamper sepenuhnya bergantung pada perhatian dan bimbingan orang lain,
utamanya orangtua kita. Dari persoalan mandi, makan, apa yg kita pakai, pilihan

5
sekolah, dan teman hamper semuanya di pengaruhi oleh keputusan dan kebijakan
orangtua kita. Masa kanak-kanak ditandai dengan perkembangan dan
pertumbuhan fisik yg sangat cepat: mulai dari belajar telungkup, merangkak,
berjalan, berbicara, dan berpikir. Usia remaja berada pada perkembangan
psikologis kedua dan sembilan tahun kedua setelah kita melewati masa kanak-
kanak. Pada masa ini kita mulai diajari tantang kemandirian dan bagaimana
membuat keputusan untuk diri kita sendiri. Selain itu, karakteristik umum dari
pertumbuhan dan perkembangan fisik kita pada periode usia ini dapat dijelaskan
sebagai berikut:

Pertumbuhan tinggi badan dan berat badan pada umumnya lambat dan
mantap; pertumbuhan yang sangat cepat pada masa kanak-kanak telah selesai
dan perubahan-perubahan menginjak usia remaja mulai tampak. Pada usia ini kita
cenderung mengalami perubahan hormonal,berupa perubahan suara, mulai
tumbuhnya bulu-bulu di bagian tubuh tertentu, dan penonjolan-penonjolan pada
bagian tubuh tertentu bagi perempuan.
Pada tingkat usia ini system peredarn darah, pencernaan dan pernapasan
sudah berfungsi secara lengkap meskipun pertumbuhan masih terus berlanjut.
Parui-paru kita sudah hampir berkembang secara lengkap dan tingkat respirasi
orang dewasa. Tekanan darah meningkat menjadi sedikit lebih rendah dari pada
tekanan orang dewasa. Otak dan urat syaraf tulang belakang ( spinal cord )
menjadi orang dewasa pada usia 10 tahun, tetapi perkembangan sel-sel yg
berkaitan dengan perkembangan mental belum sempurna dan terus berlanjut
selama beberapa tahun kemudian. Pada usia 10 thun, mata kita telah mencapai
ukuran dewasa dan fungsinya sudah berkembang secara maksimal.
Masa remaja adalah saat ketika kita tidak lagi menjadi kanak-kanak,
tetapi belum memasuki usia dewasa. Meskipun begitu, ada juga di antara kita,
remaja, yg kekanak-kanakan atau remaja yg sudah mampu berpikir layaknya
orang dewasa. Saat masih kanak-kanak hamper sepenuhnya kita bergantung pada
orang lain, terutama orangtua atau wali kita. Masa kanak-kanak adalah masa
“ketergantungan aktif” ketika kita sepenuhnya mengharapkan kasih-sayang dan
perhatian orang lain. Tetapi pada masa kanak-kanak kita juga sadar tantang
ketergantungan kita dan berjuang untuk membebaskan diri meskipun kita tidak
sepenuhnya menyadari: bebas dari apa atau kebebasan untuk apa ? Secara tidak
langsung kita menjadi sadar bahwa, meminjam ungkapan Norton, selam ini kita
telah “salah-diidentifikasi,” bahwa kita selama ini bukan “budak”, bahwa kita
adalah pribadi-pribadi yang sama dengan “orang lain” dalam kehidupan kita-bukan
sekedar “derivasi-derivasi”. Kita menjadi tergugah untuk menemukan diri
kita.
Ketergugahan dan keingintahuan itulah yg merupakan titik yg akan menjembatani
antara masa kanak-kanak dan masa remaja. Tetapi bahkan masa kanak-kanak kita

6
yg diaktualisasikan secara lengkap pun belum dpat mempersiapkan diri kita
secara baik untuk menghadapi masa remaja. Tahap krhidupan baru Ini memiliki
nilai-nilai yg sama sekali unik, demikian juga dengan kewajiban-kewajiban dan
kebajikan-kebajikannya. Masa remaja menuntut sebuah kehidupan baru yg lebih
agresif dimana apa yg telah kita pelajari pada masa kanak-kanak hanya memeliki
sedikit peran dan pengaruh.
Masa remaja juga biasanya dikaitkan dengan masa “puber” atau pubertas.
Istilah “puber” kependekan dari “pubertas”, berasal dri bahasa Latin. Pubertas
berarti kelaki-lakian dan menunjukan kedewasaan yg dilandasi oleh sifat-sifat
kelaki-lakian dan ditandai oleh kematangan fisik. Istilah “puber” sendiri berasal
dari akar kata ”pubes”, yg berarti rambut-rambut kemaluan, yg menandakan
kematangan fisik. Dengan demikian, masa pubertas meliputi masa peralihan dari
masa anak sampai tercapainya kematangan fisik, yakni dari umur 12 tahun sampai
15 tahun. Pada masa ini terutama terlihat perubahan-perubahan jasmaniah
berkaitan dengan proses kematangn jenis kelamin. Terlihat pula adanya
perkembangan psikososial berhubungan dengan ber fungsinya kita dalam
lingkungan social, yakni dengan melepaskan diri dari ketergantungan penuh
kepada orangtua, pembentukan rencana hidup dan system nilai-nilai yg baru.
Dalam literature Barat, remaja juga disebu sebagai adolescent dan masa
remaja disebut sebagai adolescentia atau adolesensia. Beberapa tokoh psikologi
menekankan pembahasan tentang adolesensia atau masa remaja pada perubahan-
perubahan penting yg terjadi di dalamnya. Jean Piaget, misalnya, lebih menitik
beratkan pada perubahan-perubahan yg dianggap penting dengan memandang
“adolesensia” sebagai suatu fase kehidupan, dengan terjadinya perubahan-
perubahan penting pada fungsi inteligensia, yr tercakup dalam aspek kognitif
seseorang.
Tokoh lain, Ana Freud, menggambarkan masa adolesensia sebagai suatu proses
perkembangan yg meliputi perubahan-perubahan berhubungan dengan
perkembangan psikoseksual, perubahan dalam hubungan kita dengan orangtua dan
cita-cita. F. Neidhart juga melihat masa adolesensia sebagai masa peralihan
ditintau dari kedudukan ketergantungannya dalam keluarga menuju ke kehidupan
dengan kedudukan “mandiri”.
Sedangkan E. H. Erikson mengemukakan timbulnya perasaan baru tentang
identitas dalam diri kita pada masa adolesensia. Terbentuknya gaya hidup
tertentu sehubungan dengan penempatan diri kita, yg tetap dapat dikenal oleh
lingkungan walaupun telah mengalami perubahan baik pada diri kita maupun
kehidipan sehari-hari.
Dalam pembahasan kemudian, istilah “adolesensia” diartikan sebagai
“masa remaja” dengan pengertian yg luas, meliputi seluruh perubahan yg terjadi
di dalamnya. Remaja merupakan masa peralihan antara masa kanak-kanak dan
masa dewasa, yakni antara usia 12 sampai 21 tahun. Mengingat pengertian remaja

7
tersebut meninjukan pada masa peralihan sampai tercapainya masa dewasa, maka
sulit menentukan batasan umurnya. Tetapi setidaknya dapat dikatakan bahwa
masa remaja dimulai pada saat timbulnya perubahan-perubahan berkaitan dengan
tanda-tanda kedewasaan fisik yakni pada usia 11 tahun atau mungkin 12 tahun
pada anak permpuan sedangkan pada anak laki-lakinumumnya terjadi di atas 12
tahun.

2.3 Mengenali Kebutuhan-kebutuhan [ Psikologis ] Remaja

Konsepsi “ kebutuhan pada hakikatnya lrbih berkaitan dengan implikasi-


implikasi social dari pada sekedar sebuah penggambaran tentang perilaku
manusia berkaitan dengan insting-insting yg dimilikinya. Insting, berdasarkan
definisinya, merupakan sebuah atribut bagi seseorang individu. Kebutuhan
mengisyaratkan kerjasama ( cooperation ) kelompok untuk dapat memenuhinya.
Ia mengarahkan perhatian dari individu kepada masyarakatnya dengan cara-cara
yg, jika diperlukan, mungkun digunakan oleh suatu kelompok untuk memodifikasi
metodo-metodenya dengan harapan mendapatkan pelbagai perubahan yg
dihasilkan dalam reaksi seorang individu.

Pelbagai jenis kebutuhan kita sebagai remaja selama ini telah di kompilasikan
dari kebutuhan-kebutuhan psikologis mendasar. Salah satu penjelasan paling awal
mengenai kebutuhan-kebutuhan remaja adalah bahwa pada mas remaja pada
umumnya kita merindukan pengalaman baru, rasa aman, resons, dan pengakuan. Di
usia ini kita seringkali merasa bahwa rumah tempat kita tinggal telah memberi
kita monotomi [bukan otonomi], rasa tidak aman dan penolakan. Penyimpangan yg
kita lakukan kadang-kadang dapat digambarkan sebagai upaya yg salah arah
untuk menenukan kepuasan atau pemenuhan atas keinginan-keinginan kita yg
paling fundamental.

Salah satu kebutuhan psikologis kita yg paling penting dan juga kebutuhan
seluruh manusi adalah peneromaan oleh kelompoksosial di sekitarnya. Kebutuhan
ini mencakup kebutuhan akan kasih saying dalam lingkungan dekat dalam rumah,
penghormatan di antara teman-teman kita sebaya dan apresiasi dari orangtua
atau guru-guru yg mengajar kita. Kebutuhan ini mengambil bentuk-bentuk yg
berbeda pada tahap-tahap usia yg berbeda dan dalam hubunganya dengan orang-
orang berbeda. Tetapi kebutuhan ini tampaknya muncul dari watak esensial
manusia sebagai makhluk social sebagai anggota kelompok sosisal tertentu.

Pengalaman akan penerimaan ini pada masa balita dan kanak-kanak mengarahkan
pada rasa aman yg kemudian membentuk salah satu bahan penting untuk
kesehatan mental semangat juang dari warga sipil atau tentara yg karena

8
diperkuat oleh perasaan ini, mampu menghadapi pelbagai kesulitan dan
kekecewaan tanpa kecemasan yg berlebihan. Hilanhnya perasaan ini pada
umumnya akn diikuti oleh rsa tertekan yg kemudian dapat memeunculkan
penyimpangan dan disharmoni mental. Anak-anak yg ditolak atau tidak diinginkan
pada masa balitanya lebih besar kemungkinanya untuk menjadi nak-anak yg sulit
diatur dan akan menyulitkan para gurunya pda usia sekolah.

Bersamaan dengan kebutuhan ini, manusia pada umumnya juga memiliki kebutuhan
untuk “memberi dan menerima” untuk menunjukan rasa kasih saying, merasakan
penghormatan, mengekspresikan penghargaan Pelbagai studi kasus yg dilakukakn
C.M. Fleming, misalnya, menunjukan efek-efek yg merugikan akibat dihalanginya
komplemen atas penerimaan oleh kelompok sosial ini. Hilangnya rasa ini larangan
atas kasih saying dalam bentuk ekstrem mengarah pada penekana yg berlebihan
atas nilai kepuasaan-kepuasaan pengganti semisal hasrat yg besar akan kekuasaa
ataau atas kesenangan.

Kebutuhan berikutnya adalah kebutuhan untuk mempelajari hal-hal baru


kebutuhan untuk mengalami “petualangan-petualangan segar”.Kebutuhan ini
terkait erat dengan impuls organisme manusia terhadap pertumbuhan dan
perkembangan; tetapi tidak terbatas hanya pada pertumbuhan fisikal semata.
Kebutuhan ini tampaknya dirasakan secara terus-menerus sebagai atribut umat
manusia dari kelahiran hingga kematiannya. Pada masa kanak-kanak, kebutuhan ini
ditunjukan sebagai eksplorasi atas ruangan, rumah, atau jalan. Pada tahap
selanjutnya, kebutuhan ini kemudian meluas hingga mencakup pengalaman-
pengalaman baru di sekolah dan lingkungan; dan, pada masa remaja atau dewasa,
kebutuhan ini secara potensial meluas sampai pada batas-batas pengetahuan
mengenai suku, bangsa atau ras. Penaklukannya dari satu langkah menuju langkah
lainnya ditandai dengan pengalaman akan hasilan pengakuan yg diberikan olah
kelompok, atau individu itu sendiri, pada fakta bahwa sebuah kemenangan baru
telah diraih.

Yang sepadan dengan kebutuhan ini adalah kebutuhan akan pemahaman pencarian
jawaban atas pelbagai pertanyaan berkaitan dengan apa yg sedang terjadi, dan,
(dalam peradabanyg kita kenal dengan baik), dari usia empat atau lima tahun dan
seterusnya, pertanyaan berkaitan dengan mengapa hal-hal itu terjadi seperti
sekarang ini. Pertanyaan-pertanyaan metafisikal seseorang anak kecil secara
langsung sejalan dengan pemikiran keagamaan atau filosofis dari seorang remaja
atau dewasa. Pertanyaan-pertanyaan tersebut tampaknya diasosiasikan dengan
kebutuhan yg selalu hadir dengan mendapatkan wawasan berkaitan dengan
pengalaman yg terus berubah dan kesalingterkaitan yg juga terus bergeser daru
umat manusia sebagai makhluk sosial dalam pelbagai kelompok sosial dimana anak

9
itu merupakan salah seorang anggotanya.

Kebutuhan lain yg melengkapi kebutuhan akan petualangan dan pemahaman ini


adalah kebutuhan untuk melaksanakan tanggung jawab dalam jenis tertentu
untuk memberi sumbangan secara progresif melalui tindakan tertentu bagi
kesejahteraan kelompok. Seorang anak kecil yg berbahagia dalam kehidupan
keluarganya pada umumnya dapat dilibatkan untuk melakukan kerjasama aktif
dalam kehidupan keluarga. Seorang anak kecil sebaiknya diizinkan untuk berbagi
“tugas-tugas ringan” dengan ibu atau ayahnya, maupun dengan saudara-
saudaranya. Hal ini dimaksudkan untuk memupuk rasa percaya diri dan tanggung
jawab pada si anak agar si anak merasa aman dan nyaman di rumahnya sendiri.
Kebutuhan-kebutuhan yg kita miliki sebagai remaja mempunyai keterkaitan satu
sama lain yg tidak dapat dipisahkan.

2.4 Pergaulan Bebas


Akibat persepsi dan pemaknaan yg keliru tentang cinta, tidak jarang kita terlibat
dalam pergaulan yg terlalu bebas dan permisif. Apapun boleh dilakukan, asal
dilakukan atas dasar suka sama suka. Tidak ada lagi pertimbangan tentang sebab
dan akibat. Tidak ada lagi pertimbangan berdasarkan hati nurani dan akal sehat.
Dengan dalih cinta, apa pun akan dilakukan. Biasanya kita baru merasa sadar
ketika efek atau akibat dari pergaulan bebas tersebut membawa dampak yg
negative semisal kehamilan di luar nikah, perasaan minder akibat kita merasa
tidak seperti remaja-remaja lain yg masih “bersih”.

Meskipun angka kehamilan remaja yg belum menikah sulit untuk diketahui dengan
pasti akibat belum adanya statistik mengenai kehamilan remaja belum menikah,
akan tetapi, dari pelbagai berita di media massa, baik cetak maupun elektronik,
dan hasil-hasil penelitian mengenai kehamilan di luar nikah, terlepas dari
keabsahan penelitian tersebut, menunjukan kecenderungan bahwa kehamilan
remaja di luar nikah cenderung selalu meningkat dari tahu ke tahun.

Yayah Khisbiyah (1994), misalnya, mengutip pelbagai hasil penelitian yg


menunjukkan intensitas angka kehamilan remaja di luar nikah. Lembaga konseling
remaja, Sahabat Remaja, menemukan dari pelbagai kasus yg mereka tangani pada
tahun 1990 dijumpai ada 80 remaja usia 14-24 tahun yg hamil sebelum nikah.
Penalitian di Manado yg dilaporkan oleh Warouw mengambil 663 sampel secara
acak dari 3.106 orang meminta induksi haid ditemukan sebanyak 472 responden
yg belum menikah (71,3%) mengalami kehamilan yg tidak dikehendaki (unwanted
pregnancy). Dari jumlah tersebut, 291 responden (28,8%) berusia 14-19 tahun,
345 responden (52%) berusia 20-24 tahun.

10
Penelitian lain yg dikutip Khisbiyah adalah penelitian yg dilakukan Widyantoro
pada tahun 1989 di Jakarta dan Bali. Widyantoro menemukan 405 kasus
kehamilan tak dikehendaki yg terkumpul di klinik WKBT di dua kota tersebut
selama satu tahun. Dari data yg terkumpul terungkap bahwa 95 persen kehamialn
adalah kehamilan pada remaja berusia 15-25 tahun. Dari segi pendidikan, 47
persen remaja tersebut duduk di tingkat SLTP dan SLTA. Selanjutnya Khisbiyah
melaporkan bahwa data dari klinik dan praktik dokter di sekitar kabupaten
Magelang diduga ada sekitar 1456 kasus kehamilan remaja dalam setahun. Tentu
saja kasus yg terjadi sebenarnya berbeda dari laporan penelitian tersebut. Boleh
jadi angkanya jauh lebih besar mengingat ada sebagian kasus yg luput dari
penelitian atau tidak terdektesi oleh klinik atau dokter setempat karena mereka
dating ke “tempat lain” untuk melakukan “pengobatan”.

Jika sinyalemen ini bener, maka selayaknya kita merasa prihatin dan mencari
penangan atas masalah tersebut secara lebih serius dan komprehensif. Kehamilan
remaja di luar nikah tidak hanya membawa dampak negatif bagi si calon ibu,
tetapi juag bagi anak yg di kandungnya. Selain itu, keluarga dari remaja yg hamil
di luar nikah itu pun akan mengalami tekanan batin tertentu mumgkin akan
diterima oleh si remaja maupun keluarganya. Rasa malu pada tetangga dan teman-
teman merupakan penderitaan batin tersendiri yg harus ditanggung si remaja
dan keluarganya. Meskipun ada sebagian orang yg tidak malu dengan
kehamilannya di luar nikah.

Dalam islam, jelas sekali Al-Qur’an melarang perzinahan karena dampak buruk yg
diakibatkannya. Ayat-ayat yg melarang zina antara lain adalah,
Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah
Suatu perbuatan yang keji dan jalan yang sangat buru (Al-Isra’:32).
Dan terhadap wanita-wanita yg mengerjakan perbuatan keji (zina),
Hendaklah ada empat orang saksi di antara kamu (yang menyaksi-
Kannya). Kemudian apabila mereka telah memberikan persaksian,
Maka kurunglah wanita-wanita itu dalam rumah sampai menemui
Ajalnya, atau sampai Allah memberikan jalan yg lain kepada mere-
Ka (An-Nisa’:15).

Meskipun persoalan tafsir dan pemahaman atas ayat tersebut masih dapat
diperdebatkan, tetapi yg jelas zina memberikan dampak buruk dan perbuatan yg
tidak layak dilakukan. Berikut ini adalah beberapa dampak negatif yg dapat
ditimbulkan dari kehamilan di usia remaja, utamanya yg menyakut perkenbangan
bayi yg akan dilahirkan sebagai manusia.

11
# Perkembangan Kognitif
Aspek kognitif yg menonjol dalam kehidupan kita adalah kecerdasan. Kecerdasan
kita terdiri atas beberapa aspek yg salah satunya adalah kemampuan berbahasa
dan menalar. Perkembangan kognitif kita dapat dipengaruhi oleh beberapa hal,
anara lain perawatan kesehatan, keadaan gizi, dan stimulasi mental yg diberikan
oleh lingkungan, terutama kedua orangtua. Selain itu, kondisi sosial dan eoknomi
serta kematangan psikologis kedua orangtua kita pun ikut berperan besar dalam
mempengaruhi perkembangan kognitif kita.

Berdasarkan hasil-hasil penelitian di Amerika, misalnya, anak yg dilahirkan oleh


ibu-ibu remaja rata-rata memiliki tingkat kecerdasan yg lebuh rendah
dibandingkan dengan anak yg dilahirkan oleh ibu-ibu yg usianya lebuh dewasa
(lihat Baldwin & Cain, 1978). Perkembangan bahasa dan penalaran anak-anak yg
lahir dari ibu-ibu remajaumumnya jauh lebuh terbelakang dibandingkan dengan
anak-anak yg lahir dari ibu-ibu yg usianya lebih dewasa.
Menurut sebagian pakar psikologi, sebagaimana dikutip Ancok dan Suroso (1995),
rendahnya tingkat kecerdasan anak-anak tersebut disebabkan oleh si ibu yg
belum mampu memberikan stimulasi mental yg baik pada anak-anak mereka. Hal
ini, antara lain disebabkan ibu-ibu yg masih remaja ini belum memiliki kesiapan
untuk menjadi seorang ibu. Perkembangan bahasa seorang anak sangat banyak
dipengaruhi oleh bagaimana cara kedua orngtuanya berbicara kepada si anak.
Aspek-aspek kecerdasan lainnya akan berkembang jika kedua orangtua dan
lingkungannya dapat memberikan permainan atau stimulasi mental dengan baik.
Orangtua yg masih remaja pada umumnya kurang mampu memberikan stimulasi
mental semacam ini.

Mengingat kecerdasan memiliki peran yg sangat penting dalam keberhasilan di


bidang akademik maupun karier, maka rendahnya tingkat kecerdasan anak-anak
yg lahir dari ibu-ibu remaja di luar nikah ini boleh jadi akan mengakibatkan
kesulitan hidup bagi si anak itu kelak.

# Perkembangan Sosial dan Emosinal

Meskipun penelitian mengenai dampak kehamilan ibu remaja diluar nikah


terhadap perkembangan sosial dan emosinal anaknya belum menunjukan hasil-
hasil yg konsisten; tetapi cukup banyak penelitian yang menemukan dampak
negatif dari kehamilan semacam ini. Baldwin dan Cain (1981), misalnya,
menemukan bahwa anak-anak yg lahir dari ibu remaja lebih banyak memiliki sifat
hiperaktif, rasa bermusuhan yg besar , kurang mampu mengontrol emosi dan
lebih impulsive jika dibandingkan dengan anak-anak yg lahir dari ibu dewasa.

12
Sifat-sifat negatif seperti di atas sedikit banyak akan mempengaruhi proses
penyesuaian diri kita terhadap lingkungannya, baik di sekolah maupun dalam
kehidupan sehari-hari di masyarakat.

Selain itu, prestasi kita di sekolah sangat dipengaruhi oleh kemempuan kognitif
kita (kecerdasan kita) dan kemampuan menyesuaikan diri dengan sekolah. Anak
yg tingkat kecerdasannya rendah biasanya memiliki prestasi kurang (atau bahkan
tidak) baik di sekolah. Selain itu, kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan
keadaan di sekolah memiliki pengaruh yg cukup besar terhadap prestasi belajar
anak. Anak yg agresif, suka menyerang, suka diatur biasanya memiliki prestasi yg
kurang baik. Para guru biasanya tidak menyukai anak-anak hiperaktif, nakal, dan
suka mengganggu teman-temannya.
Eric Taylor (1988), misalnya, pernah menceritakan seorang anak yg bernama Ari,
anak berusia sembilan tahun, yg memiliki masalah yg berkaitan dengan sikap
agresif Ari dan ketelengasannya kepada anak lain. Dalam sebuah perkelahian Ari
pernak mendorong lawannya keluar dari jendeladan pernah menikam lawannya yg
lain dengan gunting. Dua sekolahnya yg dahulu telah menyatakan bahwa Aria
tidak dapat dikendalikan dank arena itu dikeluarkan. Setiap orang yg
mengenalnya sependapat bahwa di luar biasa over aktif, tidak pernah mengasyiki
suatui kegiatan apa pun, dikucilkan oleh teman-teman sebayanya, dan mudah
mengamuk bila merasa frustasi. Pola perilaku seperti ini sudah tampak sejak Ari
masih berusia satu tahun, tetapi bersamaan dengan tambahnya usia, nyata sekali
dia menjadi semakin menjadoi pemurung. Sifat lekas marah dan kecurigaannya yg
berlebihan sebagian besar agaknya terkait dengan suasana rumahnya yg penyh
“badai”, dimana perbantahan menyangkut kebiasaan buruk ayahnya seringkali
tidak terkendalikan dan meningkat menjadi percekcokansecara fisik.

Dalam kasus Ari, jelas sekali perangi atau watak yg ditunjukan orangtua memiliki
pengaru yg besar terhadap perkembangan psikologis seorang anak. Ada sebuah
ungkapan bijak yg menyatakan,”Jika seorang anak dan pujian, dia akan belajar
untuk menghormati orang lain. Jika seorang anak dibesarkan dengan caci maki
dan hinaan, dia akan belajar untuk membenci orang lain”.

# Perkembangan Seksual

Mungkin ada pertanyaan yg pernah terbersit dalam benak sebagian kita: Apakah
anak perempuan yg dilahirkan oleh ibu remaja di luar nikah pada saat anak itu
menginjak remaja nanti lebuh memiliki kemungkinan untuk hamil di luar nikah jika
dibandingkan dengan anak-anak yg dilahirkan oleh ibu-ibu dewasa dalam
pernikahan yg sah? Pertanyaan ini cukup menarik untuk dikaji lebih lanjut untuk

13
mengetahui ada tidaknya efek estafet dari kehamilan remaja di luar nikah
terhadap generasi penerusnya.
Baldwin dan Cain (1981) melaporkan bahwa tanda-tanda terjadinya efek estafet
itu memang ada. Anak-anak yg lahir dari ibu remaja memiliki kemungkinan lebih
besar untuk hamil di luar nikah pada usia remaja jika dibandingkan dengan anak-
anak yg lahir dari ibu dewasa dan dalam pernikahan yg sah. Ini memang logis
mengingat remaja pada umumnya belum siap untu menerima kehadiran seorang
anak sebagai bagian darikehidupannya. Ketidaksiapan ini kemudian yg, antara lain,
menyebabkan kurangnya kemampuan orangtua untuk mendidik dan mengasuh
anaknya dengan baik dan benar sehingga risiko untuk terjerumus kedalam hal-hal
yg negatif akan lebih besar.

14
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Kami kira remaja harus pintar dalam memilih teman agar tidak terjerumus dalam
pergaulan bebas yang telah merusak aqidah dan moral sebagian remaja di negeri
ini
Oleh karena itu remaja itu perlu mengikuti kegiatan-kegiatan seperti pengajian
remaja,karang taruna,dan kegiatan lainnya

3.2 Saran dan Kritik


A. Saran
Perlu kiranya remaja melibatkan diri dalam kegiatan-kegiatan yang positif baik di
sekolah maupun di lingkungannya yang tentunya harus mendapatkan dorongan dan
restu dari orang tua

B. Kritik
Kami menyadari dalam pembuatan makalah ini masih kurang baik oleh karena itu
kami sangat membutuhkan kritikan yang membangun dari para pembaca

15
DAFTAR PUSTAKA

Santrock, J. W. (2018). Adolescence (16th ed.). McGraw-Hill Education.

Brown, B. B., & Larson, J. (2009). Peer relationships in adolescence.


Handbook of Adolescent Psychology, 2, 74-103.

Steinberg, L. (2014). Age of opportunity: Lessons from the new science of


adolescence. Houghton Mifflin Harcourt.

Berndt, T. J. (2013). Developmental changes in conformity to peers and


parents. Developmental Psychology, 49(6), 1157-1168.

Crosnoe, R., & Johnson, M. K. (2011). Research on adolescence in the


twenty-first century. Annual Review of Sociology, 37, 439-460.

Way, N., Cressen, J., Bodian, S., Preston, J., Nelson, J., & Hughes, D. (2014).
Harassment, aggression, and victimization in middle childhood: A multilevel
analysis of peer and school contextual influences. Journal of Applied
Developmental Psychology, 35(1), 25-33.

Laursen, B., & Collins, W. A. (2009). Parent-child relationships during


adolescence. Handbook of Adolescent Psychology, 3, 3-42.

Allen, J. P., Porter, M. R., McFarland, F. C., Marsh, P., & McElhaney, K. B.
(2005). The two faces of adolescents' success with peers: Adolescent
popularity, social adaptation, and deviant behavior. Child Development, 76(3),
747-760.

Rubin, K. H., Bukowski, W. M., & Bowker, J. C. (2015). Children in peer


groups. Handbook of Child Psychology and Developmental Science, 4, 175-
222.

Prinstein, M. J., & Giletta, M. (2016). Peer relations and developmental


psychopathology. Developmental Psychopathology, 3, 527-577.

16

Anda mungkin juga menyukai