Pergaulan Bebas adalah salah satu kebutuhan hidup dari makluk sosial yang
dalam kesehariannya membutuhkan orang lain dan hubungan antar
manusia melalui suatu pergaulan ( interpersonal relationship)
Pergaulan adalah HAM setiap individu dan itu harus dibebaskan, sehingga
setiap manusia tidak boleh bibatasi dalam pergaulan, apalagi melakukan
diskriminasi, sebab hal itu melanggar HAM. Jadi perhgaulan manusia
hendaknya bebas, tetapi tetap mematui norma, hukum,norma
agama,Budaya,serta norma bermasyarakat, jadi klo secara medis kalau
pergaulan bebas namun tidak teratur terbatasi aturan aturan dan norma
norma hidup manusia tentunya tidak menimbulkan akses akses seperti saat
ini.
Remaja adalah generasi penerus yang akan membangun bangsa kea rah yang
lebih baik yang mempunyai pemikiran jauh ke depan dan kegiatannya yang dapat
menguntungkan diri sendiri,keluarga,dan lingkungan sekitar. Maka dari itu remaja
tersebut harus mendapatkan perhatian khusus,baik oleh dirinya sendiri,orang tua,dan
masyarakat sekitar.
Banyak kita basa di media massa maupun kita lihat di media elektronik adanya
remaja yang berprestasi juga ada remaja yang melakukan tindakan atau perbuatan
yang merugikan dirinya sendiri,keluarga dan masyarakat sekitar.
Pada makalah ini kami akan mencoba membahas cara mengatasi pergaulan
bebas terhadap remaja.
1.3 Tujuan
Makalah ini kami buat dengan bertujuan agar remaja-remaja masa kini terarah
pergaulanny yaitu dengan melakukan kegiatan yang positif yang berguna untuk dirinya
sendiri,keluarga,dan masyarakat sekitar.
Dan supaya agar remaja tidak terjebak di dalam pergaulan bebas.Maka dari itu perlu
kiranya remaja membentengi diri denan iman yang kuat.
BAB II
PEMBAHASAN
Pergaulan bebas identik sekali dengan yang namanya “dugem” ( Dunia Gemerlap ),
yang sudah menjadi rahasia umum bahwa didalamnya marak sekali pemakaian
Narkoba, ini identik dsekali dengan sek bebas yang akhirnya berujung pada HIV /AIDS
dan pastinya setelah terkena Virus ini kehidupan remaja akan menjadi sangat timpang
dari segala segi
Pergaulan remaja saat ini menjadi sorotan utama, karena pada masa sekarang
pergaulan remaja sangat mengawatirkan dikarenakan perkembangan arus remajanya
pada saat ini sangant mengkhawatirkan bangsa karena ditangan generasi mudalah
bangsa ini akan dibawa, baik buruknya bangsa ini sangat bergantung pada generasi
muda.
Kehidupan yang kita alami,mungkin salah satu tahap yang paling tak terlupakan
adalah masa remaja,karma tampaknya tidak ada fase lain banyak dipenuhi dengan
pengalaman tentang patah hati,konflik batin,dan kesalahpahaman selain masa remaja.
Kita masih dapat mengingat antara rasa sakit dan kebahagiaan bercampur menjadi
satu yang kita alami saat remaja.Kita tetap menyimpan kenangan betapa kita
disalahpahami, betapa kita begitu sering dan cepat berubah-rubah,betapa kita begitu
mengharapkan penerimaan,dan betapa kita begitu merasakan kesepian dan
kesendirian.
Kadang kita juga merasa mengapa tidak ada orang yang mau mengerti tentang
kita.Kita merasa heran bagaimana semua ini dimulai dan darimana.Semua ini terjadi
pada masa remaja,saat yang penuh gejolak dan keinginan,tetapi tidak jarang
mengakibatkan begitu banyak persoalan jika tidak disikapi secara arif dan bijak.
Remaja seing diidenntikan dengan usia belasan tahun sehingga dalam bahasa
inggris ”remaja” juga disebut dengan istilah “Teenager”,selain kata adolescent.Akan
tetapi remaja tidak hanya dapat diidentifikasi berdasarkan usia,tetapi juga bisa ditelisik
dari kehidupan yang penuh dengan keceriaan,warna-warni,dan permulaan usia
mengenal lawan jenis.
Selain itu,di usia remaja kita juga biasanya mulai bertemu dengan nilai-nilai dan
norma-norma baru yang berbeda dengan nilai dan norma yang selama ini kita
kenal.Pada masa remaja juga kita pada umumnya mulai merasakan kegelisahan dalam
hubungan kita dengan orang tua dan teman-teman sebaya;kita ingin menunjukkan
kemandirian kita di satu sisi,teapi di sisi lain kita belum dapat melepaskan diri
sepenuhnya dari pengawasan dan ketergantungan kita dari orang tua.
Bila merujuk pada psikologi perkembangan akan kita temukan pembagian tahap
perkembangan psikologis kita menjadi tiga tahap: sembilan tahun pertama, sembilan
tahun kedua dan sembilan tahun ketiga. Sembilan tahun pertama dalam kehidupan kita
dapat disebut sebagai masa kanak-kanak. Pada masa ini kita hamper sepenuhnya
bergantung pada perhatian dan bimbingan orang lain, utamanya orangtua kita. Dari
persoalan mandi, makan, apa yg kita pakai, pilihan sekolah, dan teman hamper
semuanya di pengaruhi oleh keputusan dan kebijakan orangtua kita. Masa kanak-kanak
ditandai dengan perkembangan dan pertumbuhan fisik yg sangat cepat: mulai dari
belajar telungkup, merangkak, berjalan, berbicara, dan berpikir. Usia remaja berada
pada perkembangan psikologis kedua dan sembilan tahun kedua setelah kita melewati
masa kanak-kanak. Pada masa ini kita mulai diajari tantang kemandirian dan
bagaimana membuat keputusan untuk diri kita sendiri. Selain itu, karakteristik umum
dari pertumbuhan dan perkembangan fisik kita pada periode usia ini dapat dijelaskan
sebagai berikut:
Pertumbuhan tinggi badan dan berat badan pada umumnya lambat dan mantap;
pertumbuhan yang sangat cepat pada masa kanak-kanak telah selesai dan perubahan-
perubahan menginjak usia remaja mulai tampak. Pada usia ini kita cenderung
mengalami perubahan hormonal,berupa perubahan suara, mulai tumbuhnya bulu-bulu
di bagian tubuh tertentu, dan penonjolan-penonjolan pada bagian tubuh tertentu bagi
perempuan.
Pada tingkat usia ini system peredarn darah, pencernaan dan pernapasan sudah
berfungsi secara lengkap meskipun pertumbuhan masih terus berlanjut. Parui-paru kita
sudah hampir berkembang secara lengkap dan tingkat respirasi orang dewasa. Tekanan
darah meningkat menjadi sedikit lebih rendah dari pada tekanan orang dewasa. Otak
dan urat syaraf tulang belakang ( spinal cord ) menjadi orang dewasa pada usia 10
tahun, tetapi perkembangan sel-sel yg berkaitan dengan perkembangan mental belum
sempurna dan terus berlanjut selama beberapa tahun kemudian. Pada usia 10 thun,
mata kita telah mencapai ukuran dewasa dan fungsinya sudah berkembang secara
maksimal.
Masa remaja adalah saat ketika kita tidak lagi menjadi kanak-kanak, tetapi belum
memasuki usia dewasa. Meskipun begitu, ada juga di antara kita, remaja, yg kekanak-
kanakan atau remaja yg sudah mampu berpikir layaknya orang dewasa. Saat masih
kanak-kanak hamper sepenuhnya kita bergantung pada orang lain, terutama orangtua
atau wali kita. Masa kanak-kanak adalah masa “ketergantungan aktif” ketika kita
sepenuhnya mengharapkan kasih-sayang dan perhatian orang lain. Tetapi pada masa
kanak-kanak kita juga sadar tantang ketergantungan kita dan berjuang untuk
membebaskan diri meskipun kita tidak sepenuhnya menyadari: bebas dari apa atau
kebebasan untuk apa ? Secara tidak langsung kita menjadi sadar bahwa, meminjam
ungkapan Norton, selam ini kita telah “salah-diidentifikasi,” bahwa kita selama ini bukan
“budak”, bahwa kita adalah pribadi-pribadi yang sama dengan “orang lain” dalam
kehidupan kita-bukan sekedar “derivasi-derivasi”. Kita menjadi tergugah untuk
menemukan diri kita. Ketergugahan dan keingintahuan itulah yg merupakan titik yg
akan menjembatani antara masa kanak-kanak dan masa remaja. Tetapi bahkan masa
kanak-kanak kita yg diaktualisasikan secara lengkap pun belum dpat mempersiapkan
diri kita secara baik untuk menghadapi masa remaja. Tahap krhidupan baru Ini memiliki
nilai-nilai yg sama sekali unik, demikian juga dengan kewajiban-kewajiban dan
kebajikan-kebajikannya. Masa remaja menuntut sebuah kehidupan baru yg lebih agresif
dimana apa yg telah kita pelajari pada masa kanak-kanak hanya memeliki sedikit peran
dan pengaruh.
Masa remaja juga biasanya dikaitkan dengan masa “puber” atau pubertas. Istilah
“puber” kependekan dari “pubertas”, berasal dri bahasa Latin. Pubertas berarti kelaki-
lakian dan menunjukan kedewasaan yg dilandasi oleh sifat-sifat kelaki-lakian dan
ditandai oleh kematangan fisik. Istilah “puber” sendiri berasal dari akar kata ”pubes”, yg
berarti rambut-rambut kemaluan, yg menandakan kematangan fisik. Dengan demikian,
masa pubertas meliputi masa peralihan dari masa anak sampai tercapainya
kematangan fisik, yakni dari umur 12 tahun sampai 15 tahun. Pada masa ini terutama
terlihat perubahan-perubahan jasmaniah berkaitan dengan proses kematangn jenis
kelamin. Terlihat pula adanya perkembangan psikososial berhubungan dengan ber
fungsinya kita dalam lingkungan social, yakni dengan melepaskan diri dari
ketergantungan penuh kepada orangtua, pembentukan rencana hidup dan system
nilai-nilai yg baru. Dalam literature Barat, remaja juga disebu sebagai adolescent
dan masa remaja disebut sebagai adolescentia atau adolesensia. Beberapa tokoh
psikologi menekankan pembahasan tentang adolesensia atau masa remaja pada
perubahan-perubahan penting yg terjadi di dalamnya. Jean Piaget, misalnya, lebih
menitik beratkan pada perubahan-perubahan yg dianggap penting dengan
memandang “adolesensia” sebagai suatu fase kehidupan, dengan terjadinya
perubahan-perubahan penting pada fungsi inteligensia, yr tercakup dalam aspek
kognitif seseorang. Tokoh lain, Ana Freud, menggambarkan masa adolesensia sebagai
suatu proses perkembangan yg meliputi perubahan-perubahan berhubungan dengan
perkembangan psikoseksual, perubahan dalam hubungan kita dengan orangtua dan
cita-cita. F. Neidhart juga melihat masa adolesensia sebagai masa peralihan ditintau
dari kedudukan ketergantungannya dalam keluarga menuju ke kehidupan dengan
kedudukan “mandiri”.
Pelbagai jenis kebutuhan kita sebagai remaja selama ini telah di kompilasikan dari
kebutuhan-kebutuhan psikologis mendasar. Salah satu penjelasan paling awal
mengenai kebutuhan-kebutuhan remaja adalah bahwa pada mas remaja pada
umumnya kita merindukan pengalaman baru, rasa aman, resons, dan pengakuan. Di
usia ini kita seringkali merasa bahwa rumah tempat kita tinggal telah memberi kita
monotomi [bukan otonomi], rasa tidak aman dan penolakan. Penyimpangan yg kita
lakukan kadang-kadang dapat digambarkan sebagai upaya yg salah arah untuk
menenukan kepuasan atau pemenuhan atas keinginan-keinginan kita yg paling
fundamental. Salah satu kebutuhan psikologis kita yg paling penting dan juga
kebutuhan seluruh manusi adalah peneromaan oleh kelompoksosial di sekitarnya.
Kebutuhan ini mencakup kebutuhan akan kasih saying dalam lingkungan dekat dalam
rumah, penghormatan di antara teman-teman kita sebaya dan apresiasi dari orangtua
atau guru-guru yg mengajar kita. Kebutuhan ini mengambil bentuk-bentuk yg berbeda
pada tahap-tahap usia yg berbeda dan dalam hubunganya dengan orang-orang
berbeda. Tetapi kebutuhan ini tampaknya muncul dari watak esensial manusia sebagai
makhluk social sebagai anggota kelompok sosisal tertentu. Pengalaman akan
penerimaan ini pada masa balita dan kanak-kanak mengarahkan pada rasa aman yg
kemudian membentuk salah satu bahan penting untuk kesehatan mental semangat
juang dari warga sipil atau tentara yg karena diperkuat oleh perasaan ini, mampu
menghadapi pelbagai kesulitan dan kekecewaan tanpa kecemasan yg berlebihan.
Hilanhnya perasaan ini pada umumnya akn diikuti oleh rsa tertekan yg kemudian dapat
memeunculkan penyimpangan dan disharmoni mental. Anak-anak yg ditolak atau tidak
diinginkan pada masa balitanya lebih besar kemungkinanya untuk menjadi nak-anak yg
sulit diatur dan akan menyulitkan para gurunya pda usia sekolah.
Bersamaan dengan kebutuhan ini, manusia pada umumnya juga memiliki kebutuhan
untuk “memberi dan menerima” untuk menunjukan rasa kasih saying, merasakan
penghormatan, mengekspresikan penghargaan Pelbagai studi kasus yg dilakukakn C.M.
Fleming, misalnya, menunjukan efek-efek yg merugikan akibat dihalanginya komplemen
atas penerimaan oleh kelompok sosial ini. Hilangnya rasa ini larangan atas kasih saying
dalam bentuk ekstrem mengarah pada penekana yg berlebihan atas nilai kepuasaan-
kepuasaan pengganti semisal hasrat yg besar akan kekuasaa ataau atas kesenangan.
Yang sepadan dengan kebutuhan ini adalah kebutuhan akan pemahaman pencarian
jawaban atas pelbagai pertanyaan berkaitan dengan apa yg sedang terjadi, dan, (dalam
peradabanyg kita kenal dengan baik), dari usia empat atau lima tahun dan seterusnya,
pertanyaan berkaitan dengan mengapa hal-hal itu terjadi seperti sekarang ini.
Pertanyaan-pertanyaan metafisikal seseorang anak kecil secara langsung sejalan
dengan pemikiran keagamaan atau filosofis dari seorang remaja atau dewasa.
Pertanyaan-pertanyaan tersebut tampaknya diasosiasikan dengan kebutuhan yg selalu
hadir dengan mendapatkan wawasan berkaitan dengan pengalaman yg terus berubah
dan kesalingterkaitan yg juga terus bergeser daru umat manusia sebagai makhluk sosial
dalam pelbagai kelompok sosial dimana anak itu merupakan salah seorang
anggotanya.
Kebutuhan lain yg melengkapi kebutuhan akan petualangan dan pemahaman ini adalah
kebutuhan untuk melaksanakan tanggung jawab dalam jenis tertentu untuk memberi
sumbangan secara progresif melalui tindakan tertentu bagi kesejahteraan kelompok.
Seorang anak kecil yg berbahagia dalam kehidupan keluarganya pada umumnya dapat
dilibatkan untuk melakukan kerjasama aktif dalam kehidupan keluarga. Seorang anak
kecil sebaiknya diizinkan untuk berbagi “tugas-tugas ringan” dengan ibu atau ayahnya,
maupun dengan saudara-saudaranya. Hal ini dimaksudkan untuk memupuk rasa
percaya diri dan tanggung jawab pada si anak agar si anak merasa aman dan nyaman di
rumahnya sendiri. Kebutuhan-kebutuhan yg kita miliki sebagai remaja mempunyai
keterkaitan satu sama lain yg tidak dapat dipisahkan.
Akibat persepsi dan pemaknaan yg keliru tentang cinta, tidak jarang kita terlibat dalam
pergaulan yg terlalu bebas dan permisif. Apapun boleh dilakukan, asal dilakukan atas
dasar suka sama suka. Tidak ada lagi pertimbangan tentang sebab dan akibat. Tidak
ada lagi pertimbangan berdasarkan hati nurani dan akal sehat. Dengan dalih cinta, apa
pun akan dilakukan. Biasanya kita baru merasa sadar ketika efek atau akibat dari
pergaulan bebas tersebut membawa dampak yg negative semisal kehamilan di luar
nikah, perasaan minder akibat kita merasa tidak seperti remaja-remaja lain yg masih
“bersih”.
Meskipun angka kehamilan remaja yg belum menikah sulit untuk diketahui dengan
pasti akibat belum adanya statistik mengenai kehamilan remaja belum menikah, akan
tetapi, dari pelbagai berita di media massa, baik cetak maupun elektronik, dan hasil-
hasil penelitian mengenai kehamilan di luar nikah, terlepas dari keabsahan penelitian
tersebut, menunjukan kecenderungan bahwa kehamilan remaja di luar nikah
cenderung selalu meningkat dari tahu ke tahun.
Jika sinyalemen ini bener, maka selayaknya kita merasa prihatin dan mencari penangan
atas masalah tersebut secara lebih serius dan komprehensif. Kehamilan remaja di luar
nikah tidak hanya membawa dampak negatif bagi si calon ibu, tetapi juag bagi anak yg
di kandungnya. Selain itu, keluarga dari remaja yg hamil di luar nikah itu pun akan
mengalami tekanan batin tertentu mumgkin akan diterima oleh si remaja maupun
keluarganya. Rasa malu pada tetangga dan teman-teman merupakan penderitaan batin
tersendiri yg harus ditanggung si remaja dan keluarganya. Meskipun ada sebagian
orang yg tidak malu dengan kehamilannya di luar nikah.
Dalam islam, jelas sekali Al-Qur’an melarang perzinahan karena dampak buruk yg
diakibatkannya. Ayat-ayat yg melarang zina antara lain adalah,
Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah Suatu perbuatan
yang keji dan jalan yang sangat buru (Al-Isra’:32).
Meskipun persoalan tafsir dan pemahaman atas ayat tersebut masih dapat
diperdebatkan, tetapi yg jelas zina zina memberikan dampak buruk dan perbuatan yg
tidak layak dilakukan. Berikut ini adalah beberapa dampak negatif yg dapat ditimbulkan
dari kehamilan di usia remaja, utamanya yg menyakut perkenbangan bayi yg akan
dilahirkan sebagai manusia.
# Perkembangan Kognitif
Aspek kognitif yg menonjol dalam kehidupan kita adalah kecerdasan. Kecerdasan kita
terdiri atas beberapa aspek yg salah satunya adalah kemampuan berbahasa dan
menalar. Perkembangan kognitif kita dapat dipengaruhi oleh beberapa hal, anara lain
perawatan kesehatan, keadaan gizi, dan stimulasi mental yg diberikan oleh lingkungan,
terutama kedua orangtua. Selain itu, kondisi sosial dan eoknomi serta kematangan
psikologis kedua orangtua kita pun ikut berperan besar dalam mempengaruhi
perkembangan kognitif kita.
Menurut sebagian pakar psikologi, sebagaimana dikutip Ancok dan Suroso (1995),
rendahnya tingkat kecerdasan anak-anak tersebut disebabkan oleh si ibu yg belum
mampu memberikan stimulasi mental yg baik pada anak-anak mereka. Hal ini, antara
lain disebabkan ibu-ibu yg masih remaja ini belum memiliki kesiapan untuk menjadi
seorang ibu. Perkembangan bahasa seorang anak sangat banyak dipengaruhi oleh
bagaimana cara kedua orngtuanya berbicara kepada si anak. Aspek-aspek kecerdasan
lainnya akan berkembang jika kedua orangtua dan lingkungannya dapat memberikan
permainan atau stimulasi mental dengan baik. Orangtua yg masih remaja pada
umumnya kurang mampu memberikan stimulasi mental semacam ini.
Meskipun penelitian mengenai dampak kehamilan ibu remaja diluar nikah terhadap
perkembangan sosial dan emosinal anaknya belum menunjukan hasil-hasil yg
konsisten; tetapi cukup banyak penelitian yang menemukan dampak negatif dari
kehamilan semacam ini. Baldwin dan Cain (1981), misalnya, menemukan bahwa anak-
anak yg lahir dari ibu remaja lebih banyak memiliki sifat hiperaktif, rasa bermusuhan yg
besar , kurang mampu mengontrol emosi dan lebih impulsive jika dibandingkan dengan
anak-anak yg lahir dari ibu dewasa.
Selain itu, prestasi kita di sekolah sangat dipengaruhi oleh kemempuan kognitif kita
(kecerdasan kita) dan kemampuan menyesuaikan diri dengan sekolah. Anak yg tingkat
kecerdasannya rendah biasanya memiliki prestasi kurang (atau bahkan tidak) baik di
sekolah. Selain itu, kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan keadaan di sekolah
memiliki pengaruh yg cukup besar terhadap prestasi belajar anak. Anak yg agresif, suka
menyerang, suka diatur biasanya memiliki prestasi yg kurang baik. Para guru biasanya
tidak menyukai anak-anak hiperaktif, nakal, dan suka mengganggu teman-temannya.
Eric Taylor (1988), misalnya, pernah menceritakan seorang anak yg bernama Ari, anak
berusia sembilan tahun, yg memiliki masalah yg berkaitan dengan sikap agresif Ari dan
ketelengasannya kepada anak lain. Dalam sebuah perkelahian Ari pernak mendorong
lawannya keluar dari jendeladan pernah menikam lawannya yg lain dengan gunting.
Dua sekolahnya yg dahulu telah menyatakan bahwa Aria tidak dapat dikendalikan dank
arena itu dikeluarkan. Setiap orang yg mengenalnya sependapat bahwa di luar biasa
over aktif, tidak pernah mengasyiki suatui kegiatan apa pun, dikucilkan oleh teman-
teman sebayanya, dan mudah mengamuk bila merasa frustasi. Pola perilaku seperti ini
sudah tampak sejak Ari masih berusia satu tahun, tetapi bersamaan dengan tambahnya
usia, nyata sekali dia menjadi semakin menjadoi pemurung. Sifat lekas marah dan
kecurigaannya yg berlebihan sebagian besar agaknya terkait dengan suasana
rumahnya yg penyh “badai”, dimana perbantahan menyangkut kebiasaan buruk
ayahnya seringkali tidak terkendalikan dan meningkat menjadi percekcokansecara fisik.
Dalam kasus Ari, jelas sekali perangi atau watak yg ditunjukan orangtua memiliki
pengaru yg besar terhadap perkembangan psikologis seorang anak. Ada sebuah
ungkapan bijak yg menyatakan,”Jika seorang anak dan pujian, dia akan belajar untuk
menghormati orang lain. Jika seorang anak dibesarkan dengan caci maki dan hinaan,
dia akan belajar untuk membenci orang lain”.
# Perkembangan Seksual
Mungkin ada pertanyaan yg pernah terbersit dalam benak sebagian kita: Apakah anak
perempuan yg dilahirkan oleh ibu remaja di luar nikah pada saat anak itu menginjak
remaja nanti lebuh memiliki kemungkinan untuk hamil di luar nikah jika dibandingkan
dengan anak-anak yg dilahirkan oleh ibu-ibu dewasa dalam pernikahan yg sah?
Pertanyaan ini cukup menarik untuk dikaji lebih lanjut untuk mengetahui ada tidaknya
efek estafet dari kehamilan remaja di luar nikah terhadap generasi penerusnya.
Baldwin dan Cain (1981) melaporkan bahwa tanda-tanda terjadinya efek estafet itu
memang ada. Anak-anak yg lahir dari ibu remaja memiliki kemungkinan lebih besar
untuk hamil di luar nikah pada usia remaja jika dibandingkan dengan anak-anak yg lahir
dari ibu dewasa dan dalam pernikahan yg sah. Ini memang logis mengingat remaja
pada umumnya belum siap untu menerima kehadiran seorang anak sebagai bagian
darikehidupannya. Ketidaksiapan ini kemudian yg, antara lain, menyebabkan kurangnya
kemampuan orangtua untuk mendidik dan mengasuh anaknya dengan baik dan benar
sehingga risiko untuk terjerumus kedalam hal-hal yg negatif akan lebih besar.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kami kira remaja harus pintar dalam memilih teman agar tidak terjerumus dalam
pergaulan bebas yang telah merusak aqidah dan moral sebagian remaja di negeri ini
Oleh karena itu remaja itu perlu mengikuti kegiatan-kegiatan seperti pengajian
remaja,karang taruna,dan kegiatan lainnya