Anda di halaman 1dari 19

Akibat Pergaulan Bebas Pada

Kehidupan Remaja Saat Ini

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang masalah

Pergaulan bebas adalah salah satu bentuk perilaku


menyimpang yang mana “Bebas” yang dimaksud adalah melewati
batas batas norma ketimuran yang ada. Masalah pergaulan bebas
ini sering kita dengar baik di lingkungan maupun dari media
masa. Remaja adalah individu labil yang emosionalnya sangat
rentan. pengetahuan yang minim dan ajakan teman yang bergaul
bebas membuat makin berkurangnya potensi generasi muda
dalam kemajuan zaman.

Pergaulan Bebas adalah salah satu kebutuhan hidup dari


makhluk sosial yang dalam kesehariannya membutuhkan orang
lain untuk berinteraksi.

Pergaulan adalah HAM setiap individu dan itu harus


dibebaskan, sehingga setiap manusia tidak boleh dibatasi dalam
pergaulan, apalagi melakukan diskriminasi, sebab hal itu
melanggar HAM. Jadi pergaulan manusia hendaknya bebas, tetapi
tetap harus mematuhi norma hukum,norma agama,norma
Budaya,serta norma bermasyarakat. jadi kalau secara medis
pergaulan bebas terbatasi aturan aturan dan norma norma hidup
manusia, tentunya tidak akan menimbulkan akses seperti saat ini.

Remaja adalah generasi penerus yang akan membangun


bangsa kearah yang lebih baik, yang mempunyai pemikiran jauh
ke depan dan kegiatannya yang dapat menguntungkan diri
sendiri,keluarga,dan lingkungan sekitar. Oleh karena itu remaja
tersebut harus mendapatkan perhatian khusus,baik oleh dirinya
sendiri,orang tua,dan juga masyarakat sekitar.

Banyak kita baca di media massa maupun kita lihat di media


elektronik,adanya remaja yang berprestasi tapi juga ada remaja
yang melakukan tindakan atau perbuatan yang merugikan dirinya
sendiri,keluarga dan masyarakat sekitar.

Oleh Karen itu kami akan mencoba membahas cara


mengatasi pergaulan bebas terhadap remaja.

1.2 Pembatasan masalah

Pada kesempatan ini kami hanya akan membatasi pengaruh


media massa dan media elektronik terhadap pergaulan remaja.
Untuk Media massa (cetak) diharapkanuntuk remaja banyak
membaca hal-hal yang positif.Dan untuk media
elekronik,diharapkan remaja mengurangi tontonan tayangan di
televisi yang dapat merusak aqidah dan moral remaja.tayangan
tidak layak untuk ditonton oleh para remaja misalnya tayangan
sinetron geng motor yang bersaing serta adanya perkelahian yang
terjadi,juga tayangan misteri dan film yang berbau alam gaib.
1.3 Tujuan

Makalah ini kami buat dengan bertujuan agar remaja-


remaja masa kini terarah pergaulannya yaitu dengan melakukan
kegiatan yang positif yang berguna untuk dirinya
sendiri,keluarga,dan masyarakat sekitar.

Dan supaya agar remaja tidak terjebak di dalam pergaulan


bebas.Maka dari itu perlu kiranya remaja membentengi diri
dengan iman yang kuat,juga perhatian serta dukungan dari
keluarga.

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian pergaulan bebas

Pergaulan bebas identik sekali dengan yang namanya


“dugem” ( Dunia Gemerlap ), yang sudah menjadi rahasia umum
bahwa didalamnya marak sekali pemakaian Narkoba, seks bebas
yang akhirnya berujung pada HIV /AIDS dan pastinya setelah
terkena Virus ini kehidupan remaja akan menjadi sangat timpang
dari segala segi.

Pergaulan remaja saat ini sedang menjadi sorotan utama,


karena pada masa sekarang pergaulan remaja sangat
mengkhawatirkan. dikarenakan perkembangan arus remajanya
pada saat ini sangat mengkhawatirkan, karena ditangan generasi
mudalah bangsa ini akan dibawa. baik buruknya bangsa ini sangat
bergantung pada generasi muda.
2.2 Pengertian Remaja

Kehidupan yang kita alami, salah satu tahap yang


paling tak terlupakan adalah masa remaja.karna tampaknya tidak
ada fase lain yang dipenuhi dengan pengalaman tentang patah
hati,konflik batin,dan kesalahpahaman selain masa remaja. Kita
masih dapat mengingat antara rasa sakit dan kebahagiaan
bercampur menjadi satu yang kita alami saat remaja.Kita tetap
menyimpan kenangan betapa kita disalahpahami, betapa kita
cepat berubah-rubah,betapa kita begitu mengharapkan
penerimaan,dan betapa kita begitu merasakan kesepian dan
kesendirian.

Kadang kita juga merasa mengapa tidak ada orang


yang mau mengerti tentang kita.Kita merasa heran bagaimana
semua ini dimulai dan darimana.Semua ini terjadi pada masa
remaja,saat yang penuh gejolak dan keinginan,tetapi tidak jarang
mengakibatkan begitu banyak persoalan jika tidak disikapi secara
arif dan bijak.

Remaja seing di indentikan dengan usia belasan tahun,


sehingga dalam bahasa inggris ”remaja” juga disebut dengan
istilah “Teenager”,selain kata adolescent.Akan tetapi remaja tidak
hanya dapat diidentifikasi berdasarkan usia,tetapi juga bisa
ditelisik dari kehidupan yang penuh dengan keceriaan,warna-
warni,dan permulaan usia mengenal lawan jenis.

Selain itu,di usia remaja kita juga biasanya mulai


bertemu dengan nilai-nilai dan norma-norma baru yang berbeda
dengan nilai dan norma yang selama ini kita kenal.Pada masa
remaja juga kita pada umumnya mulai merasakan kegelisahan,
dalam hubungan kita dengan orang tua dan teman-teman
sebaya.kita ingin menunjukkan kemandirian kita di satu sisi,tapi di
sisi lain kita belum dapat melepaskan diri sepenuhnya dari
pengawasan dan ketergantungan kita dari orang tua.

2.3 Ciri-ciri Fisik dan Psikologis

Bila merujuk pada psikologi perkembangan akan kita


temukan pembagian tahap perkembangan psikologis kita menjadi
tiga tahap: sembilan tahun pertama, sembilan tahun kedua dan
sembilan tahun ketiga. Sembilan tahun pertama dalam kehidupan
kita dapat disebut sebagai masa kanak-kanak. Pada masa ini kita
hampir sepenuhnya bergantung pada perhatian dan bimbingan
orang lain, utamanya orangtua kita. Dari persoalan mandi, makan,
apa yg kita pakai, pilihan sekolah, dan teman hampir semuanya di
pengaruhi oleh keputusan dan kebijakan orangtua kita. Masa
kanak-kanak ditandai dengan perkembangan dan pertumbuhan
fisik yg sangat cepat: mulai dari belajar telungkup, merangkak,
berjalan, berbicara, dan berpikir. Usia remaja berada pada
perkembangan psikologis kedua dan sembilan tahun kedua
setelah kita melewati masa kanak-kanak. Pada masa ini kita mulai
diajari tantang kemandirian dan bagaimana membuat keputusan
untuk diri kita sendiri. Selain itu, karakteristik umum dari
pertumbuhan dan perkembangan fisik kita pada periode usia ini
dapat dijelaskan sebagai berikut:
Pertumbuhan tinggi badan dan berat badan pada
umumnya lambat dan mantap. pertumbuhan yang sangat cepat
pada masa kanak-kanak telah selesai dan perubahan-perubahan
menginjak usia remaja mulai tampak. Pada usia ini kita cenderung
mengalami perubahan hormonal,berupa perubahan suara, mulai
tumbuhnya bulu-bulu di bagian tubuh tertentu, dan penonjolan-
penonjolan pada bagian tubuh tertentu bagi perempuan.

Pada tingkat usia ini system peredaran darah, pencernaan


dan pernapasan sudah berfungsi secara lengkap meskipun
pertumbuhan masih terus berlanjut. Paru-paru kita sudah hampir
berkembang secara lengkap. Tekanan darah meningkat menjadi
sedikit lebih rendah dari pada tekanan orang dewasa. Otak dan
urat syaraf tulang belakang ( spinal cord ) menjadi orang dewasa
pada usia 10 tahun, tetapi perkembangan sel-sel yg berkaitan
dengan perkembangan mental belum sempurna dan terus
berlanjut selama beberapa tahun kemudian. Pada usia 10 thun,
mata kita telah mencapai ukuran dewasa dan fungsinya sudah
berkembang secara maksimal.

Masa remaja adalah saat ketika kita tidak lagi menjadi


kanak-kanak, tetapi belum memasuki usia dewasa. Meskipun
begitu, ada juga di antara kita, remaja, yg kekanak-kanakan atau
remaja yg sudah mampu berpikir layaknya orang dewasa. Saat
masih kanak-kanak hampir sepenuhnya kita bergantung pada
orang lain, terutama orangtua. Masa kanak-kanak adalah masa
“ketergantungan aktif” ketika kita sepenuhnya mengharapkan
kasih-sayang dan perhatian orang lain. Tetapi pada masa kanak-
kanak, kita juga sadar tantang ketergantungan kita dan berjuang
untuk membebaskan diri meskipun kita tidak sepenuhnya
menyadari, bebas dari apa atau kebebasan untuk apa ? Secara
tidak langsung kita menjadi sadar bahwa, Kita menjadi tergugah
untuk menemukan diri kita. Ketergugahan dan keingintahuan
itulah yg merupakan titik yg akan menjembatani antara masa
kanak-kanak dan masa remaja. Tetapi bahkan masa kanak-kanak
kita yg sudah dilewati secara lengkap pun belum dapat
mempersiapkan diri kita secara baik untuk menghadapi masa
remaja. Tahap kehidupan baru Ini memiliki nilai unik, demikian
juga dengan kewajiban-kewajiban dan kebajikan-kebajikannya.
Masa remaja menuntut sebuah kehidupan baru yg lebih agresif
dimana apa yg telah kita pelajari pada masa kanak-kanak hanya
memiliki sedikit peran dan pengaruh.

Masa remaja juga biasanya dikaitkan dengan masa


“puber” atau pubertas. Istilah “puber” kependekan dari
“pubertas”, berasal dri bahasa Latin. Pubertas berarti kelaki-lakian
dan menunjukan kedewasaan yg dilandasi oleh sifat-sifat kelaki-
lakian dan ditandai oleh kematangan fisik. Istilah “puber” sendiri
berasal dari akar kata ”pubes”, yg berarti rambut-rambut
kemaluan, yg menandakan kematangan fisik. Dengan demikian,
masa pubertas meliputi masa peralihan dari masa anak sampai
tercapainya kematangan fisik, yakni dari umur 12 tahun sampai 15
tahun. Pada masa ini terlihat perubahan-perubahan jasmaniah
berkaitan dengan proses kematangan jenis kelamin. Terlihat pula
adanya perkembangan psikososial berhubungan dengan ber
fungsinya kita dalam lingkungan social, yakni dengan melepaskan
diri dari ketergantungan penuh kepada orangtua, pembentukan
rencana hidup dan system nilai-nilai yg baru. Dalam
literature Barat, remaja juga disebut sebagai adolescent dan masa
remaja disebut sebagai adolescentia atau adolesensia. Beberapa
tokoh psikologi menekankan pembahasan tentang adolesensia
atau masa remaja pada perubahan-perubahan penting yg terjadi
di dalamnya. Jean Piaget, misalnya, lebih menitik beratkan pada
perubahan-perubahan yg dianggap penting dengan memandang
“adolesensia” sebagai suatu fase kehidupan, dengan terjadinya
perubahan-perubahan penting pada fungsi inteligensia. Tokoh
lain, Ana Freud, menggambarkan masa adolesensia sebagai suatu
proses perkembangan yg meliputi perubahan yang berhubungan
dengan perkembangan psikoseksual, perubahan dalam hubungan
kita dengan orangtua dan cita-cita. F. Neidhart juga melihat masa
adolesensia sebagai masa peralihan ditinjau dari kedudukan
ketergantungannya dalam keluarga menuju ke kehidupan dengan
kedudukan “mandiri”.

Sedangkan E. H. Erikson mengemukakan timbulnya


perasaan baru tentang identitas dalam diri kita pada masa
adolesensia. Terbentuknya gaya hidup tertentu sehubungan
dengan penempatan diri kita, yg tetap dapat dikenal oleh
lingkungan walaupun telah mengalami perubahan baik pada diri
kita maupun kehidupan sehari-hari.

Dalam pembahasan kemudian, istilah “adolesensia”


diartikan sebagai “masa remaja” dengan pengertian yg luas,
meliputi seluruh perubahan yg terjadi di dalamnya. Remaja
merupakan masa peralihan antara masa kanak-kanak dan masa
dewasa, yakni antara usia 12 sampai 21 tahun. Mengingat
pengertian remaja tersebut menunjukan pada masa peralihan
sampai tercapainya masa dewasa, maka sulit menentukan
batasan umurnya. Tetapi setidaknya dapat dikatakan bahwa masa
remaja dimulai pada saat timbulnya perubahan-perubahan
berkaitan dengan tanda-tanda kedewasaan fisik yakni pada usia
11 tahun atau mungkin 12 tahun pada anak permpuan sedangkan
pada anak laki-laki umumnya terjadi di atas 12 tahun.

Salah satu penjelasan paling awal mengenai


kebutuhan remaja adalah bahwa pada masa remaja pada
umumnya kita merindukan pengalaman baru, rasa aman, respons,
dan pengakuan. Di usia ini kita seringkali merasa bahwa rumah
tempat kita tinggal telah memberi kita monotomi [bukan
otonomi], rasa tidak aman dan penolakan. Penyimpangan yg kita
lakukan kadang-kadang dapat digambarkan sebagai upaya yg
salah arah untuk menentukan kepuasan atau pemenuhan atas
keinginan kita yg paling fundamental. Salah satu kebutuhan
psikologis kita yg paling penting dan juga kebutuhan seluruh
manusia adalah penerimaan oleh kelompok sosial di sekitarnya.
Kebutuhan ini mencakup kebutuhan akan kasih sayang dalam
lingkungan dekat dalam rumah, penghormatan di antara teman-
teman kita sebaya dan apresiasi dari orangtua atau guru-guru yg
mengajar kita. Kebutuhan ini mengambil bentuk-bentuk yg
berbeda pada tahap-tahap usia yg berbeda dan dalam
hubunganya dengan orang-orang berbeda. Tetapi kebutuhan ini
tampaknya muncul dari watak esensial manusia sebagai makhluk
social sebagai anggota kelompok sosisal tertentu. Pengalaman
akan penerimaan ini pada masa balita dan kanak-kanak
mengarahkan pada rasa aman yg kemudian membentuk salah
satu bahan penting untuk kesehatan mental semangat juang, dari
warga sipil atau tentara yg karena diperkuat oleh perasaan ini,
mampu menghadapi pelbagai kesulitan dan kekecewaan tanpa
kecemasan yg berlebihan. Hilangnya perasaan ini pada umumnya
akan diikuti oleh rasa tertekan yg kemudian dapat memunculkan
penyimpangan dan disharmoni mental. Anak-anak yg ditolak atau
tidak diinginkan pada masa balitanya lebih besar kemungkinannya
akan menjadi anak-anak yg sulit diatur dan akan menyulitkan para
gurunya pada usia sekolah.

Bersamaan dengan kebutuhan ini, manusia pada umumnya


juga memiliki kebutuhan untuk “memberi dan menerima” untuk
menunjukan rasa kasih sayang, merasakan penghormatan,
mengekspresikan penghargaan.

Kebutuhan berikutnya adalah kebutuhan untuk mempelajari


hal-hal baru kebutuhan untuk mengalami “petualangan-
petualangan segar”. Kebutuhan ini tampaknya dirasakan secara
terus-menerus sebagai atribut umat manusia dari kelahiran
hingga kematiannya. Pada masa kanak-kanak, kebutuhan ini
ditunjukan sebagai eksplorasi atas ruangan, rumah, atau jalan.
Pada tahap selanjutnya, kebutuhan ini kemudian meluas hingga
mencakup pengalaman-pengalaman baru di sekolah dan
lingkungan; dan, pada masa remaja atau dewasa, kebutuhan ini
secara potensial meluas.kebutuhan ini akan mencari pemahaman
dan pencarian jawaban atas berbagai pertanyaan apa yang sedang
terjadi.
Kebutuhan lain yg melengkapi kebutuhan akan petualangan
dan pemahaman ini adalah kebutuhan untuk melaksanakan
tanggung jawab dalam jenis tertentu untuk memberi sumbangan
secara progresif melalui tindakan tertentu bagi kesejahteraan
kelompok. Seorang anak kecil yg berbahagia dalam kehidupan
keluarganya pada umumnya dapat dilibatkan untuk melakukan
kerjasama aktif dalam kehidupan keluarga.

2.4 Pergaulan Bebas

Akibat persepsi dan pemaknaan yg keliru tentang cinta,


tidak jarang kita terlibat dalam pergaulan yg terlalu bebas dan
permisif. Apapun boleh dilakukan, asal dilakukan atas dasar suka
sama suka. Tidak ada lagi pertimbangan tentang sebab dan akibat.
Tidak ada lagi pertimbangan berdasarkan hati nurani dan akal
sehat. Dengan dalih cinta, apa pun akan dilakukan. Biasanya kita
baru merasa sadar ketika efek atau akibat dari pergaulan bebas
tersebut membawa dampak yg negative semisal kehamilan di luar
nikah, perasaan minder akibat kita merasa tidak seperti remaja-
remaja lain yg masih “bersih”.

Meskipun angka kehamilan remaja yg belum menikah sulit


untuk diketahui dengan pasti akibat belum adanya statistik
mengenai kehamilan remaja belum menikah, akan tetapi, dari
pelbagai berita di media massa, baik cetak maupun elektronik,
dan hasil-hasil penelitian mengenai kehamilan di luar nikah,
terlepas dari keabsahan penelitian tersebut, menunjukan
kecenderungan bahwa kehamilan remaja di luar nikah cenderung
selalu meningkat dari tahun ke tahun.

Yayah Khisbiyah (1994), misalnya, mengutip pelbagai hasil


penelitian yg menunjukkan intensitas angka kehamilan remaja di
luar nikah. Lembaga konseling remaja, Sahabat Remaja,
menemukan dari pelbagai kasus yg mereka tangani pada tahun
1990 dijumpai ada 80 remaja usia 14-24 tahun yg hamil sebelum
nikah. Penalitian di Manado yg dilaporkan oleh Warouw
mengambil 663 sampel secara acak dari 3.106 orang meminta
induksi haid ditemukan sebanyak 472 responden yg belum
menikah (71,3%) mengalami kehamilan yg tidak dikehendaki
(unwanted pregnancy). Dari jumlah tersebut, 291 responden
(28,8%) berusia 14-19 tahun, 345 responden (52%) berusia 20-24
tahun.

Penelitian lain yg dikutip Khisbiyah adalah penelitian yg


dilakukan Widyantoro pada tahun 1989 di Jakarta dan Bali.
Widyantoro menemukan 405 kasus kehamilan tak dikehendaki yg
terkumpul di klinik WKBT di dua kota tersebut selama satu tahun.
Dari data yg terkumpul terungkap bahwa 95 persen kehamialn
adalah kehamilan pada remaja berusia 15-25 tahun. Dari segi
pendidikan, 47 persen remaja tersebut duduk di tingkat SLTP dan
SLTA. Selanjutnya Khisbiyah melaporkan bahwa data dari klinik
dan praktik dokter di sekitar kabupaten Magelang diduga ada
sekitar 1.456 kasus kehamilan remaja dalam setahun. Tentu saja
kasus yg terjadi sebenarnya berbeda dari laporan penelitian
tersebut. Boleh jadi angkanya jauh lebih besar mengingat ada
sebagian kasus yg luput dari penelitian atau tidak terdektesi oleh
klinik atau dokter setempat karena mereka dating ke “tempat
lain” untuk melakukan “pengobatan”.

Jika data-data ini benar, maka selayaknya kita merasa


prihatin dan mencari penanganan atas masalah tersebut secara
lebih serius dan komprehensif. Kehamilan remaja di luar nikah
tidak hanya membawa dampak negatif bagi si calon ibu, tetapi
juag bagi anak yg di kandungnya. Selain itu, keluarga dari remaja
yg hamil di luar nikah itu pun akan mengalami tekanan batin
tertentu mumgkin akan diterima oleh si remaja maupun
keluarganya. Rasa malu pada tetangga dan teman-teman
merupakan penderitaan batin tersendiri yg harus ditanggung si
remaja dan keluarganya. Meskipun ada sebagian orang yg tidak
malu dengan kehamilannya di luar nikah.

Dalam islam, jelas sekali Al-Qur’an melarang perzinahan


karena dampak buruk yg diakibatkannya. Ayat-ayat yg melarang
zina antara lain yang artinya adalah:

“Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu


adalah Suatu perbuatan yang keji dan jalan yang sangat buruk”
(Al-Isra’:32).

“Dan terhadap wanita-wanita yg mengerjakan perbuatan


keji (zina), Hendaklah ada empat orang saksi di antara kamu (yang
menyaksikannya). Kemudian apabila mereka telah memberikan
persaksian, Maka kurunglah wanita-wanita itu dalam rumah
sampai menemui Ajalnya, atau sampai Allah memberikan jalan yg
lain kepada mereka” (An-Nisa’:15).
Berikut ini adalah beberapa dampak negatif yg dapat
ditimbulkan dari kehamilan di usia remaja, utamanya yang
menyakut perkembangan bayi yg akan dilahirkan sebagai
manusia;

# Perkembangan Kognitif

Aspek kognitif yg menonjol dalam kehidupan kita adalah


kecerdasan. Kecerdasan kita terdiri atas beberapa aspek yg salah
satunya adalah kemampuan berbahasa dan menalar.
Perkembangan kognitif kita dapat dipengaruhi oleh beberapa hal,
anara lain perawatan kesehatan, keadaan gizi, dan stimulasi
mental yg diberikan oleh lingkungan, terutama kedua orangtua.
Selain itu, kondisi sosial dan ekonomi serta kematangan psikologis
kedua orangtua kita pun ikut berperan besar dalam
mempengaruhi perkembangan kognitif kita.
Berdasarkan hasil-hasil penelitian di Amerika, misalnya, anak yg
dilahirkan oleh ibu-ibu remaja rata-rata memiliki tingkat
kecerdasan yg lebih rendah dibandingkan dengan anak yg
dilahirkan oleh ibu-ibu yg usianya lebih dewasa (lihat Baldwin &
Cain, 1978). Perkembangan bahasa dan penalaran anak-anak yg
lahir dari ibu-ibu remaja umumnya jauh lebih terbelakang,
dibandingkan dengan anak-anak yg lahir dari ibu-ibu yg usianya
lebih dewasa.
Menurut sebagian pakar psikologi, sebagaimana dikutip
Ancok dan Suroso (1995), rendahnya tingkat kecerdasan anak-
anak tersebut disebabkan oleh si ibu yg belum mampu
memberikan stimulasi mental yg baik pada anak-anak mereka. Hal
ini, antara lain disebabkan ibu-ibu yg masih remaja ini belum
memiliki kesiapan untuk menjadi seorang ibu. Perkembangan
bahasa seorang anak sangat banyak dipengaruhi oleh bagaimana
cara kedua orngtuanya berbicara kepada si anak. Aspek-aspek
kecerdasan lainnya akan berkembang jika kedua orangtua dan
lingkungannya dapat memberikan permainan atau stimulasi
mental dengan baik. Orangtua yg masih remaja pada umumnya
kurang mampu memberikan stimulasi mental semacam ini.

Mengingat kecerdasan memiliki peran yg sangat penting


dalam keberhasilan di bidang akademik maupun karier, maka
rendahnya tingkat kecerdasan anak-anak yg lahir dari ibu-ibu
remaja di luar nikah ini boleh jadi akan mengakibatkan kesulitan
hidup bagi si anak itu kelak.

# Perkembangan Sosial dan Emosinal

Meskipun penelitian mengenai dampak kehamilan ibu


remaja diluar nikah terhadap perkembangan sosial dan emosinal
anaknya belum menunjukan hasil-hasil yg konsisten; tetapi cukup
banyak penelitian yang menemukan dampak negatif dari
kehamilan semacam ini. Baldwin dan Cain (1981), misalnya,
menemukan bahwa anak-anak yg lahir dari ibu remaja lebih
banyak memiliki sifat hiperaktif, rasa bermusuhan yg besar ,
kurang mampu mengontrol emosi dan lebih impulsive jika
dibandingkan dengan anak-anak yg lahir dari ibu dewasa.
Sifat-sifat negatif seperti di atas sedikit banyak akan
mempengaruhi proses penyesuaian diri kita terhadap
lingkungannya, baik di sekolah maupun dalam kehidupan sehari-
hari di masyarakat.

Selain itu, prestasi kita di sekolah sangat dipengaruhi oleh


kemempuan kognitif kita (kecerdasan kita) dan kemampuan
menyesuaikan diri dengan sekolah. Anak yg tingkat
kecerdasannya rendah biasanya memiliki prestasi kurang (atau
bahkan tidak) baik di sekolah. Selain itu, kemampuan untuk
menyesuaikan diri dengan keadaan di sekolah memiliki pengaruh
yg cukup besar terhadap prestasi belajar anak. Anak yg agresif,
suka menyerang, sukar diatur biasanya memiliki prestasi yg
kurang baik. Para guru biasanya tidak menyukai anak-anak
hiperaktif, nakal, dan suka mengganggu teman-temannya.

Eric Taylor (1988), misalnya, pernah menceritakan seorang


anak yg bernama Ari, berusia sembilan tahun. memiliki masalah
yg berkaitan dengan sikap agresif Ari. Dalam sebuah perkelahian
Ari pernah mendorong lawannya keluar dari jendela dan pernah
menikam lawannya yg lain dengan gunting. Dua sekolahnya yang
dahulu telah menyatakan bahwa Aria tidak dapat dikendalikan
dan karena itu dikeluarkan dari sekolah. Setiap orang yg
mengenalnya sependapat bahwa di luar biasa over aktif, tidak
pernah mengikuti kegiatan apa pun, dikucilkan oleh teman-teman
sebayanya, dan mudah mengamuk bila merasa frustasi. Pola
perilaku seperti ini sudah tampak sejak Ari masih berusia satu
tahun, tetapi bersamaan dengan bertambahnya usia, nyata sekali
dia menjadi semakin menjadi pemurung. Sifat lekas marah dan
kecurigaannya yg berlebihan sebagian besar agaknya terkait
dengan suasana rumahnya yg penuh “badai”, dimana kebiasaan
buruk ayahnya seringkali tidak terkendali dan meningkat menjadi
percekcokan secara fisik.

Dalam kasus Ari, jelas sekali perangai atau watak yg


ditunjukan orangtua memiliki pengaruh yg besar terhadap
perkembangan psikologis seorang anak. Ada sebuah ungkapan
bijak yg menyatakan,”Jika seorang anak dalam pujian, dia akan
belajar untuk menghormati orang lain. Jika seorang anak
dibesarkan dengan caci maki dan hinaan, dia akan belajar untuk
membenci orang lain”.

# Perkembangan Seksual

Mungkin ada pertanyaan yg pernah terbersit dalam benak


sebagian orang. Apakah anak perempuan yg dilahirkan oleh ibu
remaja di luar nikah, pada saat anak itu menginjak remaja nanti
lebih memiliki kemungkinan untuk hamil di luar nikah pula,jika
dibandingkan dengan anak-anak yg dilahirkan oleh ibu-ibu dewasa
dalam pernikahan yg sah? Pertanyaan ini cukup menarik untuk
dikaji lebih lanjut untuk mengetahui ada tidaknya efek estafet dari
kehamilan remaja di luar nikah terhadap generasi penerusnya.

Baldwin dan Cain (1981) melaporkan bahwa tanda-tanda


terjadinya efek estafet itu memang ada. Anak yg lahir dari ibu
remaja memiliki kemungkinan lebih besar untuk hamil di luar
nikah pada usia remaja, jika dibandingkan dengan anak-anak yg
lahir dari ibu dewasa dan dalam pernikahan yg sah. Ini memang
logis mengingat remaja pada umumnya belum siap untuk
menerima kehadiran seorang anak menjadi bagian dari
kehidupannya. Ketidaksiapan inilah yang menyebabkan
kurangnya kemampuan orangtua untuk mendidik dan mengasuh
anaknya dengan baik dan benar sehingga risiko untuk terjerumus
kedalam hal-hal yg negatif akan lebih besar.

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Kami kira remaja harus pintar dalam memilih teman agar


tidak terjerumus dalam pergaulan bebas yang telah merusak
aqidah dan moral sebagian remaja di negeri ini

Oleh karena itu remaja itu perlu mengikuti kegiatan-kegiatan


seperti pengajian remaja,karang taruna,dan kegiatan lainnya
3.2 Saran dan Kritik

A. Saran

Perlu kiranya remaja melibatkan diri dalam kegiatan-


kegiatan yang positif baik di sekolah maupun di lingkungannya
yang tentunya harus mendapatkan dorongan dan restu dari orang
tua

B. Kritik

Kami menyadari dalam pembuatan makalah ini masih


kurang baik oleh karena itu kami sangat membutuhkan kritikan
yang membangun dari para pembaca

Anda mungkin juga menyukai