Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

BAHAYA PERGAULAN BEBAS


DIKALANGAN REMAJA

Disusun oleh :
Kelompok 2
1. Amarudin
2. Ami Hasanah
3. Sadiyah
4. Royat
5. Fatir
6. Juliantika

SMP N 1 SUKAKARYA
TAHUN 2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami haturkan kehadirat Allah Swt. yang telah melimpahkan rahmat

dan hidayah-Nya sehingga kami bisa menyelesaikan karya Makalah tentang "Bahaya

pergaulan bebas di kalangan remaja". Tidak lupa juga kami mengucapkan terima kasih

kepada semua pihak yang telah turut memberikan kontribusi dalam penyusunan karya

makalah ini. Tentunya, tidak akan bias maksimal jika tidak mendapat dukungan dari

berbagai pihak.

Sebagai penyusun, kami menyadari bahwa masih terdapat kekurangan, baik dari

penyusunan maupun tata bahasa penyampaian dalam karya makalah ini. Oleh karena

itu, kami dengan rendah hati menerima saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat

memperbaiki karya makalah ini.Kami berharap semoga karya makalah yang kami

susun ini memberikan manfaat dan juga inspirasi untuk pembaca.

Sukakarya, Januari 2023


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang masalah

Pergaulan bebas adalah salah satu bentuk salah satu bentuk perilku menyimpang yang
mana “Bebas” yang dimaksud adalah melewati batas batas norma ketimuran yang ada.
Mesalah pergaulan bebas ini sering kita dengar baik dilingkungan maupu dari media masa.
Remaja adalah individu labil yang emosionalnya sangat rentan pengetahuan yang minim dan
ajakan teman yang bergaul bebas membuat makin berkurangnya potensi generasi muda dalam
kemajuan zaman.

Pergaulan Bebas adalah salah satu kebutuhan hidup dari makluk sosial yang dalam
kesehariannya membutuhkan orang lain dan hubungan antar manusia melalui suatu pergaulan
( interpersonal relationship)

Pergaulan adalah HAM setiap individu dan itu harus dibebaskan, sehingga setiap
manusia tidak boleh bibatasi dalam pergaulan, apalagi melakukan diskriminasi, sebab hal itu
melanggar HAM. Jadi perhgaulan manusia hendaknya bebas, tetapi tetap mematui norma,
hukum,norma agama,Budaya,serta norma bermasyarakat, jadi klo secara medis kalau
pergaulan bebas namun tidak teratur terbatasi aturan aturan dan norma norma hidup manusia
tentunya tidak menimbulkan akses akses seperti saat ini.

Remaja adalah generasi penerus yang akan membangun bangsa kea rah yang lebih baik
yang mempunyai pemikiran jauh ke depan dan kegiatannya yang dapat menguntungkan diri
sendiri,keluarga,dan lingkungan sekitar. Maka dari itu remaja tersebut harus mendapatkan
perhatian khusus,baik oleh dirinya sendiri,orang tua,dan masyarakat sekitar.

Banyak kita basa di media massa maupun kita lihat di media elektronik adanya remaja
yang berprestasi juga ada remaja yang melakukan tindakan atau perbuatan yang merugikan
dirinya sendiri,keluarga dan masyarakat sekitar.

Pada makalah ini kami akan mencoba membahas cara mengatasi pergaulan bebas
terhadap remaja.
1.2 Pembatasan Masalah

Kesempatan ini kami hanya akan membatasi pengaruh media massa,media elektronik
terhadap pergaulan remaja. Media massa (cetak) perlunya remaja membaca hal-hal yang
positif.Dan media elekronik,tayangan-tayangan di televisi yang dapat merusak aqidah dan
moral remaja tidak layak untuk ditonton oleh para remaja missal tayangan yang berbau misteri
dan film-film yang berbau alam gaib.

1.3 Tujuan

Makalah ini kami buat dengan bertujuan agar remaja-remaja masa kini terarah pergaulanny
yaitu dengan melakukan kegiatan yang positif yang berguna untuk dirinya
sendiri,keluarga,dan masyarakat sekitar. Dan supaya agar remaja tidak terjebak di dalam
pergaulan bebas.Maka dari itu perlu kiranya remaja membentengi diri denan iman yang kuat.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Pergaulan Bebas

Pergaulan bebas identik sekali dengan yang namanya “dugem” ( Dunia Gemerlap ),
yang sudah menjadi rahasia umum bahwa didalamnya marak sekali pemakaian Narkoba, ini
identik dsekali dengan sek bebas yang akhirnya berujung pada HIV /AIDS dan pastinya
setelah terkena Virus ini kehidupan remaja akan menjadi sangat timpang dari segala segi

Pergaulan remaja saat ini menjadi sorotan utama, karena pada masa sekarang pergaulan
remaja sangat mengawatirkan dikarenakan perkembangan arus remajanya pada saat ini
sangant mengkhawatirkan bangsa karena ditangan generasi mudalah bangsa ini akan dibawa,
baik buruknya bangsa ini sangat bergantung pada generasi muda.

2.1 Pengertian Remaja

Kehidupan yang kita alami,mungkin salah satu tahap yang paling tak terlupakan adalah
masa remaja,karma tampaknya tidak ada fase lain banyak dipenuhi dengan pengalaman
tentang patah hati,konflik batin,dan kesalahpahaman selain masa remaja. Kita masih dapat
mengingat antara rasa sakit dan kebahagiaan bercampur menjadi satu yang kita alami saat
remaja.Kita tetap menyimpan kenangan betapa kita disalahpahami, betapa kita begitu sering
dan cepat berubah-rubah,betapa kita begitu mengharapkan penerimaan,dan betapa kita begitu
merasakan kesepian dan kesendirian.

Kadang kita juga merasa mengapa tidak ada orang yang mau mengerti tentang kita.Kita
merasa heran bagaimana semua ini dimulai dan darimana.Semua ini terjadi pada masa
remaja,saat yang penuh gejolak dan keinginan,tetapi tidak jarang mengakibatkan begitu
banyak persoalan jika tidak disikapi secara arif dan bijak.

Remaja seing diidenntikan dengan usia belasan tahun sehingga dalam bahasa inggris
”remaja” juga disebut dengan istilah “Teenager”,selain kata adolescent.Akan tetapi remaja
tidak hanya dapat diidentifikasi berdasarkan usia,tetapi juga bisa ditelisik dari kehidupan yang
penuh dengan keceriaan,warna-warni,dan permulaan usia mengenal lawan jenis.
Selain itu,di usia remaja kita juga biasanya mulai bertemu dengan nilai-nilai dan norma-
norma baru yang berbeda dengan nilai dan norma yang selama ini kita kenal.Pada masa
remaja juga kita pada umumnya mulai merasakan kegelisahan dalam hubungan kita dengan
orang tua dan teman-teman sebaya;kita ingin menunjukkan kemandirian kita di satu sisi,teapi
di sisi lain kita belum dapat melepaskan diri sepenuhnya dari pengawasan dan ketergantungan
kita dari orang tua.

2.2 Ciri-ciri Fisik dan Psikologis

Bila merujuk pada psikologi perkembangan akan kita temukan pembagian tahap
perkembangan psikologis kita menjadi tiga tahap: sembilan tahun pertama, sembilan tahun
kedua dan sembilan tahun ketiga. Sembilan tahun pertama dalam kehidupan kita dapat disebut
sebagai masa kanak-kanak. Pada masa ini kita hamper sepenuhnya bergantung pada perhatian
dan bimbingan orang lain, utamanya orangtua kita. Dari persoalan mandi, makan, apa yg kita
pakai, pilihan sekolah, dan teman hamper semuanya di pengaruhi oleh keputusan dan
kebijakan orangtua kita. Masa kanak-kanak ditandai dengan perkembangan dan pertumbuhan
fisik yg sangat cepat: mulai dari belajar telungkup, merangkak, berjalan, berbicara, dan
berpikir. Usia remaja berada pada perkembangan psikologis kedua dan sembilan tahun kedua
setelah kita melewati masa kanak-kanak. Pada masa ini kita mulai diajari tantang kemandirian
dan bagaimana membuat keputusan untuk diri kita sendiri. Selain itu, karakteristik umum dari
pertumbuhan dan perkembangan fisik kita pada periode usia ini dapat dijelaskan sebagai
berikut:

Pertumbuhan tinggi badan dan berat badan pada umumnya lambat dan mantap;
pertumbuhan yang sangat cepat pada masa kanak-kanak telah selesai dan perubahan-
perubahan menginjak usia remaja mulai tampak. Pada usia ini kita cenderung mengalami
perubahan hormonal,berupa perubahan suara, mulai tumbuhnya bulu-bulu di bagian tubuh
tertentu, dan penonjolan-penonjolan pada bagian tubuh tertentu bagi perempuan.

Pada tingkat usia ini system peredarn darah, pencernaan dan pernapasan sudah
berfungsi secara lengkap meskipun pertumbuhan masih terus berlanjut. Parui-paru kita sudah
hampir berkembang secara lengkap dan tingkat respirasi orang dewasa. Tekanan darah
meningkat menjadi sedikit lebih rendah dari pada tekanan orang dewasa. Otak dan urat syaraf
tulang belakang ( spinal cord ) menjadi orang dewasa pada usia 10 tahun, tetapi
perkembangan sel-sel yg berkaitan dengan perkembangan mental belum sempurna dan terus
berlanjut selama beberapa tahun kemudian. Pada usia 10 thun, mata kita telah mencapai
ukuran dewasa dan fungsinya sudah berkembang secara maksimal.

Masa remaja adalah saat ketika kita tidak lagi menjadi kanak-kanak, tetapi belum
memasuki usia dewasa. Meskipun begitu, ada juga di antara kita, remaja, yg kekanak-kanakan
atau remaja yg sudah mampu berpikir layaknya orang dewasa. Saat masih kanak-kanak
hamper sepenuhnya kita bergantung pada orang lain, terutama orangtua atau wali kita. Masa
kanak-kanak adalah masa “ketergantungan aktif” ketika kita sepenuhnya mengharapkan kasih-
sayang dan perhatian orang lain. Tetapi pada masa kanak-kanak kita juga sadar tantang
ketergantungan kita dan berjuang untuk membebaskan diri meskipun kita tidak sepenuhnya
menyadari: bebas dari apa atau kebebasan untuk apa ? Secara tidak langsung kita menjadi
sadar bahwa, meminjam ungkapan Norton, selam ini kita telah “salah-diidentifikasi,” bahwa
kita selama ini bukan “budak”, bahwa kita adalah pribadi-pribadi yang sama dengan “orang
lain” dalam kehidupan kita-bukan sekedar “derivasi-derivasi”. Kita menjadi tergugah untuk
menemukan diri kita. Ketergugahan dan keingintahuan itulah yg merupakan titik yg akan
menjembatani antara masa kanak-kanak dan masa remaja. Tetapi bahkan masa kanak-kanak
kita yg diaktualisasikan secara lengkap pun belum dpat mempersiapkan diri kita secara baik
untuk menghadapi masa remaja. Tahap krhidupan baru Ini memiliki nilai-nilai yg sama sekali
unik, demikian juga dengan kewajiban-kewajiban dan kebajikan-kebajikannya. Masa remaja
menuntut sebuah kehidupan baru yg lebih agresif dimana apa yg telah kita pelajari pada masa
kanak-kanak hanya memeliki sedikit peran dan pengaruh.

Masa remaja juga biasanya dikaitkan dengan masa “puber” atau pubertas. Istilah
“puber” kependekan dari “pubertas”, berasal dri bahasa Latin. Pubertas berarti kelaki-lakian
dan menunjukan kedewasaan yg dilandasi oleh sifat-sifat kelaki-lakian dan ditandai oleh
kematangan fisik. Istilah “puber” sendiri berasal dari akar kata ”pubes”, yg berarti rambut-
rambut kemaluan, yg menandakan kematangan fisik. Dengan demikian, masa pubertas
meliputi masa peralihan dari masa anak sampai tercapainya kematangan fisik, yakni dari umur
12 tahun sampai 15 tahun. Pada masa ini terutama terlihat perubahan-perubahan jasmaniah
berkaitan dengan proses kematangn jenis kelamin. Terlihat pula adanya perkembangan
psikososial berhubungan dengan ber fungsinya kita dalam lingkungan social, yakni dengan
melepaskan diri dari ketergantungan penuh kepada orangtua, pembentukan rencana hidup dan
system nilai-nilai yg baru.

Dalam literature Barat, remaja juga disebu sebagai adolescent dan masa remaja disebut
sebagai adolescentia atau adolesensia. Beberapa tokoh psikologi menekankan pembahasan
tentang adolesensia atau masa remaja pada perubahan-perubahan penting yg terjadi di
dalamnya. Jean Piaget, misalnya, lebih menitik beratkan pada perubahan-perubahan yg
dianggap penting dengan memandang “adolesensia” sebagai suatu fase kehidupan, dengan
terjadinya perubahan-perubahan penting pada fungsi inteligensia, yr tercakup dalam aspek
kognitif seseorang. Tokoh lain, Ana Freud, menggambarkan masa adolesensia sebagai suatu
proses perkembangan yg meliputi perubahan-perubahan berhubungan dengan perkembangan
psikoseksual, perubahan dalam hubungan kita dengan orangtua dan cita-cita. F. Neidhart juga
melihat masa adolesensia sebagai masa peralihan ditintau dari kedudukan ketergantungannya
dalam keluarga menuju ke kehidupan dengan kedudukan “mandiri”.

Sedangkan E. H. Erikson mengemukakan timbulnya perasaan baru tentang identitas


dalam diri kita pada masa adolesensia. Terbentuknya gaya hidup tertentu sehubungan dengan
penempatan diri kita, yg tetap dapat dikenal oleh lingkungan walaupun telah mengalami
perubahan baik pada diri kita maupun kehidipan sehari-hari.

Dalam pembahasan kemudian, istilah “adolesensia” diartikan sebagai “masa remaja”


dengan pengertian yg luas, meliputi seluruh perubahan yg terjadi di dalamnya. Remaja
merupakan masa peralihan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa, yakni antara usia 12
sampai 21 tahun. Mengingat pengertian remaja tersebut meninjukan pada masa peralihan
sampai tercapainya masa dewasa, maka sulit menentukan batasan umurnya. Tetapi setidaknya
dapat dikatakan bahwa masa remaja dimulai pada saat timbulnya perubahan-perubahan
berkaitan dengan tanda-tanda kedewasaan fisik yakni pada usia 11 tahun atau mungkin 12
tahun pada anak permpuan sedangkan pada anak laki-lakinumumnya terjadi di atas 12 tahun.
2.3 Mengenali Kebutuhan-kebutuhan [ Psikologis ] Remaja

Konsepsi “ kebutuhan pada hakikatnya lrbih berkaitan dengan implikasi-implikasi social


dari pada sekedar sebuah penggambaran tentang perilaku manusia berkaitan dengan insting-
insting yg dimilikinya. Insting, berdasarkan definisinya, merupakan sebuah atribut bagi
seseorang individu. Kebutuhan mengisyaratkan kerjasama ( cooperation ) kelompok untuk
dapat memenuhinya. Ia mengarahkan perhatian dari individu kepada masyarakatnya dengan
cara-cara yg, jika diperlukan, mungkun digunakan oleh suatu kelompok untuk memodifikasi
metodo-metodenya dengan harapan mendapatkan pelbagai perubahan yg dihasilkan dalam
reaksi seorang individu.

Pelbagai jenis kebutuhan kita sebagai remaja selama ini telah di kompilasikan dari
kebutuhan-kebutuhan psikologis mendasar. Salah satu penjelasan paling awal mengenai
kebutuhan-kebutuhan remaja adalah bahwa pada mas remaja pada umumnya kita merindukan
pengalaman baru, rasa aman, resons, dan pengakuan. Di usia ini kita seringkali merasa bahwa
rumah tempat kita tinggal telah memberi kita monotomi [bukan otonomi], rasa tidak aman dan
penolakan. Penyimpangan yg kita lakukan kadang-kadang dapat digambarkan sebagai upaya
yg salah arah untuk menenukan kepuasan atau pemenuhan atas keinginan-keinginan kita yg
paling fundamental. Salah satu kebutuhan psikologis kita yg paling penting dan juga
kebutuhan seluruh manusi adalah peneromaan oleh kelompoksosial di sekitarnya. Kebutuhan
ini mencakup kebutuhan akan kasih saying dalam lingkungan dekat dalam rumah,
penghormatan di antara teman-teman kita sebaya dan apresiasi dari orangtua atau guru-guru
yg mengajar kita. Kebutuhan ini mengambil bentuk-bentuk yg berbeda pada tahap-tahap usia
yg berbeda dan dalam hubunganya dengan orang-orang berbeda. Tetapi kebutuhan ini
tampaknya muncul dari watak esensial manusia sebagai makhluk social sebagai anggota
kelompok sosisal tertentu. Pengalaman akan penerimaan ini pada masa balita dan kanak-
kanak mengarahkan pada rasa aman yg kemudian membentuk salah satu bahan penting untuk
kesehatan mental semangat juang dari warga sipil atau tentara yg karena diperkuat oleh
perasaan ini, mampu menghadapi pelbagai kesulitan dan kekecewaan tanpa kecemasan yg
berlebihan. Hilanhnya perasaan ini pada umumnya akn diikuti oleh rsa tertekan yg kemudian
dapat memeunculkan penyimpangan dan disharmoni mental. Anak-anak yg ditolak atau tidak
diinginkan pada masa balitanya lebih besar kemungkinanya untuk menjadi nak-anak yg sulit
diatur dan akan menyulitkan para gurunya pda usia sekolah.

Bersamaan dengan kebutuhan ini, manusia pada umumnya juga memiliki kebutuhan
untuk “memberi dan menerima” untuk menunjukan rasa kasih saying, merasakan
penghormatan, mengekspresikan penghargaan Pelbagai studi kasus yg dilakukakn C.M.
Fleming, misalnya, menunjukan efek-efek yg merugikan akibat dihalanginya komplemen atas
penerimaan oleh kelompok sosial ini. Hilangnya rasa ini larangan atas kasih saying dalam
bentuk ekstrem mengarah pada penekana yg berlebihan atas nilai kepuasaan-kepuasaan
pengganti semisal hasrat yg besar akan kekuasaa ataau atas kesenangan.

Kebutuhan berikutnya adalah kebutuhan untuk mempelajari hal-hal baru kebutuhan


untuk mengalami “petualangan-petualangan segar”.Kebutuhan ini terkait erat dengan impuls
organisme manusia terhadap pertumbuhan dan perkembangan; tetapi tidak terbatas hanya
pada pertumbuhan fisikal semata. Kebutuhan ini tampaknya dirasakan secara terus-menerus
sebagai atribut umat manusia dari kelahiran hingga kematiannya. Pada masa kanak-kanak,
kebutuhan ini ditunjukan sebagai eksplorasi atas ruangan, rumah, atau jalan. Pada tahap
selanjutnya, kebutuhan ini kemudian meluas hingga mencakup pengalaman-pengalaman baru
di sekolah dan lingkungan; dan, pada masa remaja atau dewasa, kebutuhan ini secara potensial
meluas sampai pada batas-batas pengetahuan mengenai suku, bangsa atau ras. Penaklukannya
dari satu langkah menuju langkah lainnya ditandai dengan pengalaman akan hasilan
pengakuan yg diberikan olah kelompok, atau individu itu sendiri, pada fakta bahwa sebuah
kemenangan baru telah diraih.

Yang sepadan dengan kebutuhan ini adalah kebutuhan akan pemahaman pencarian
jawaban atas pelbagai pertanyaan berkaitan dengan apa yg sedang terjadi, dan, (dalam
peradabanyg kita kenal dengan baik), dari usia empat atau lima tahun dan seterusnya,
pertanyaan berkaitan dengan mengapa hal-hal itu terjadi seperti sekarang ini. Pertanyaan-
pertanyaan metafisikal seseorang anak kecil secara langsung sejalan dengan pemikiran
keagamaan atau filosofis dari seorang remaja atau dewasa. Pertanyaan-pertanyaan tersebut
tampaknya diasosiasikan dengan kebutuhan yg selalu hadir dengan mendapatkan wawasan
berkaitan dengan pengalaman yg terus berubah dan kesalingterkaitan yg juga terus bergeser
daru umat manusia sebagai makhluk sosial dalam pelbagai kelompok sosial dimana anak itu
merupakan salah seorang anggotanya.

Kebutuhan lain yg melengkapi kebutuhan akan petualangan dan pemahaman ini adalah
kebutuhan untuk melaksanakan tanggung jawab dalam jenis tertentu untuk memberi
sumbangan secara progresif melalui tindakan tertentu bagi kesejahteraan kelompok. Seorang
anak kecil yg berbahagia dalam kehidupan keluarganya pada umumnya dapat dilibatkan untuk
melakukan kerjasama aktif dalam kehidupan keluarga. Seorang anak kecil sebaiknya diizinkan
untuk berbagi “tugas-tugas ringan” dengan ibu atau ayahnya, maupun dengan saudara-
saudaranya. Hal ini dimaksudkan untuk memupuk rasa percaya diri dan tanggung jawab pada
si anak agar si anak merasa aman dan nyaman di rumahnya sendiri. Kebutuhan-kebutuhan yg
kita miliki sebagai remaja mempunyai keterkaitan satu sama lain yg tidak dapat dipisahkan.

2.4 Pergaulan Bebas

Akibat persepsi dan pemaknaan yg keliru tentang cinta, tidak jarang kita terlibat dalam
pergaulan yg terlalu bebas dan permisif. Apapun boleh dilakukan, asal dilakukan atas dasar
suka sama suka. Tidak ada lagi pertimbangan tentang sebab dan akibat. Tidak ada lagi
pertimbangan berdasarkan hati nurani dan akal sehat. Dengan dalih cinta, apa pun akan
dilakukan. Biasanya kita baru merasa sadar ketika efek atau akibat dari pergaulan bebas
tersebut membawa dampak yg negative semisal kehamilan di luar nikah, perasaan minder
akibat kita merasa tidak seperti remaja-remaja lain yg masih “bersih”.

Meskipun angka kehamilan remaja yg belum menikah sulit untuk diketahui dengan pasti
akibat belum adanya statistik mengenai kehamilan remaja belum menikah, akan tetapi, dari
pelbagai berita di media massa, baik cetak maupun elektronik, dan hasil-hasil penelitian
mengenai kehamilan di luar nikah, terlepas dari keabsahan penelitian tersebut, menunjukan
kecenderungan bahwa kehamilan remaja di luar nikah cenderung selalu meningkat dari tahu
ke tahun.

Yayah Khisbiyah (1994), misalnya, mengutip pelbagai hasil penelitian yg menunjukkan


intensitas angka kehamilan remaja di luar nikah. Lembaga konseling remaja, Sahabat Remaja,
menemukan dari pelbagai kasus yg mereka tangani pada tahun 1990 dijumpai ada 80 remaja
usia 14-24 tahun yg hamil sebelum nikah. Penalitian di Manado yg dilaporkan oleh Warouw
mengambil 663 sampel secara acak dari 3.106 orang meminta induksi haid ditemukan
sebanyak 472 responden yg belum menikah (71,3%) mengalami kehamilan yg tidak
dikehendaki (unwanted pregnancy). Dari jumlah tersebut, 291 responden (28,8%) berusia 14-
19 tahun, 345 responden (52%) berusia 20-24 tahun.

Penelitian lain yg dikutip Khisbiyah adalah penelitian yg dilakukan Widyantoro pada


tahun 1989 di Jakarta dan Bali. Widyantoro menemukan 405 kasus kehamilan tak dikehendaki
yg terkumpul di klinik WKBT di dua kota tersebut selama satu tahun. Dari data yg terkumpul
terungkap bahwa 95 persen kehamialn adalah kehamilan pada remaja berusia 15-25 tahun.
Dari segi pendidikan, 47 persen remaja tersebut duduk di tingkat SLTP dan SLTA.
Selanjutnya Khisbiyah melaporkan bahwa data dari klinik dan praktik dokter di sekitar
kabupaten Magelang diduga ada sekitar 1456 kasus kehamilan remaja dalam setahun. Tentu
saja kasus yg terjadi sebenarnya berbeda dari laporan penelitian tersebut. Boleh jadi angkanya
jauh lebih besar mengingat ada sebagian kasus yg luput dari penelitian atau tidak terdektesi
oleh klinik atau dokter setempat karena mereka dating ke “tempat lain” untuk melakukan
“pengobatan”.

Jika sinyalemen ini bener, maka selayaknya kita merasa prihatin dan mencari penangan
atas masalah tersebut secara lebih serius dan komprehensif. Kehamilan remaja di luar nikah
tidak hanya membawa dampak negatif bagi si calon ibu, tetapi juag bagi anak yg di
kandungnya. Selain itu, keluarga dari remaja yg hamil di luar nikah itu pun akan mengalami
tekanan batin tertentu mumgkin akan diterima oleh si remaja maupun keluarganya. Rasa malu
pada tetangga dan teman-teman merupakan penderitaan batin tersendiri yg harus ditanggung si
remaja dan keluarganya. Meskipun ada sebagian orang yg tidak malu dengan kehamilannya di
luar nikah.

Dalam islam, jelas sekali Al-Qur’an melarang perzinahan karena dampak buruk yg
diakibatkannya. Ayat-ayat yg melarang zina antara lain adalah,
Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah Suatu perbuatan
yang keji dan jalan yang sangat buru (Al-Isra’:32).

Dan terhadap wanita-wanita yg mengerjakan perbuatan keji (zina), Hendaklah ada


empat orang saksi di antara kamu (yang menyaksi-Kannya). Kemudian apabila mereka telah
memberikan persaksian, Maka kurunglah wanita-wanita itu dalam rumah sampai menemui
Ajalnya, atau sampai Allah memberikan jalan yg lain kepada mereka (An-Nisa’:15).

Meskipun persoalan tafsir dan pemahaman atas ayat tersebut masih dapat diperdebatkan,
tetapi yg jelas zina zina memberikan dampak buruk dan perbuatan yg tidak layak dilakukan.
Berikut ini adalah beberapa dampak negatif yg dapat ditimbulkan dari kehamilan di usia
remaja, utamanya yg menyakut perkenbangan bayi yg akan dilahirkan sebagai manusia.

# Perkembangan Kognitif

Aspek kognitif yg menonjol dalam kehidupan kita adalah kecerdasan. Kecerdasan kita
terdiri atas beberapa aspek yg salah satunya adalah kemampuan berbahasa dan menalar.
Perkembangan kognitif kita dapat dipengaruhi oleh beberapa hal, anara lain perawatan
kesehatan, keadaan gizi, dan stimulasi mental yg diberikan oleh lingkungan, terutama kedua
orangtua. Selain itu, kondisi sosial dan eoknomi serta kematangan psikologis kedua orangtua
kita pun ikut berperan besar dalam mempengaruhi perkembangan kognitif kita.

Berdasarkan hasil-hasil penelitian di Amerika, misalnya, anak yg dilahirkan oleh ibu-


ibu remaja rata-rata memiliki tingkat kecerdasan yg lebuh rendah dibandingkan dengan anak
yg dilahirkan oleh ibu-ibu yg usianya lebuh dewasa (lihat Baldwin & Cain, 1978).
Perkembangan bahasa dan penalaran anak-anak yg lahir dari ibu-ibu remajaumumnya jauh
lebuh terbelakang dibandingkan dengan anak-anak yg lahir dari ibu-ibu yg usianya lebih
dewasa.

Menurut sebagian pakar psikologi, sebagaimana dikutip Ancok dan Suroso (1995),
rendahnya tingkat kecerdasan anak-anak tersebut disebabkan oleh si ibu yg belum mampu
memberikan stimulasi mental yg baik pada anak-anak mereka. Hal ini, antara lain disebabkan
ibu-ibu yg masih remaja ini belum memiliki kesiapan untuk menjadi seorang ibu.
Perkembangan bahasa seorang anak sangat banyak dipengaruhi oleh bagaimana cara kedua
orngtuanya berbicara kepada si anak. Aspek-aspek kecerdasan lainnya akan berkembang jika
kedua orangtua dan lingkungannya dapat memberikan permainan atau stimulasi mental
dengan baik. Orangtua yg masih remaja pada umumnya kurang mampu memberikan stimulasi
mental semacam ini.

Mengingat kecerdasan memiliki peran yg sangat penting dalam keberhasilan di bidang


akademik maupun karier, maka rendahnya tingkat kecerdasan anak-anak yg lahir dari ibu-ibu
remaja di luar nikah ini boleh jadi akan mengakibatkan kesulitan hidup bagi si anak itu kelak.

# Perkembangan Sosial dan Emosinal

Meskipun penelitian mengenai dampak kehamilan ibu remaja diluar nikah terhadap
perkembangan sosial dan emosinal anaknya belum menunjukan hasil-hasil yg konsisten; tetapi
cukup banyak penelitian yang menemukan dampak negatif dari kehamilan semacam ini.
Baldwin dan Cain (1981), misalnya, menemukan bahwa anak-anak yg lahir dari ibu remaja
lebih banyak memiliki sifat hiperaktif, rasa bermusuhan yg besar , kurang mampu mengontrol
emosi dan lebih impulsive jika dibandingkan dengan anak-anak yg lahir dari ibu dewasa.

Sifat-sifat negatif seperti di atas sedikit banyak akan mempengaruhi proses penyesuaian
diri kita terhadap lingkungannya, baik di sekolah maupun dalam kehidupan sehari-hari di
masyarakat.

Selain itu, prestasi kita di sekolah sangat dipengaruhi oleh kemempuan kognitif kita
(kecerdasan kita) dan kemampuan menyesuaikan diri dengan sekolah. Anak yg tingkat
kecerdasannya rendah biasanya memiliki prestasi kurang (atau bahkan tidak) baik di sekolah.
Selain itu, kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan keadaan di sekolah memiliki
pengaruh yg cukup besar terhadap prestasi belajar anak. Anak yg agresif, suka menyerang,
suka diatur biasanya memiliki prestasi yg kurang baik. Para guru biasanya tidak menyukai
anak-anak hiperaktif, nakal, dan suka mengganggu teman-temannya.

Eric Taylor (1988), misalnya, pernah menceritakan seorang anak yg bernama Ari, anak
berusia sembilan tahun, yg memiliki masalah yg berkaitan dengan sikap agresif Ari dan
ketelengasannya kepada anak lain. Dalam sebuah perkelahian Ari pernak mendorong
lawannya keluar dari jendeladan pernah menikam lawannya yg lain dengan gunting. Dua
sekolahnya yg dahulu telah menyatakan bahwa Aria tidak dapat dikendalikan dank arena itu
dikeluarkan. Setiap orang yg mengenalnya sependapat bahwa di luar biasa over aktif, tidak
pernah mengasyiki suatui kegiatan apa pun, dikucilkan oleh teman-teman sebayanya, dan
mudah mengamuk bila merasa frustasi. Pola perilaku seperti ini sudah tampak sejak Ari masih
berusia satu tahun, tetapi bersamaan dengan tambahnya usia, nyata sekali dia menjadi semakin
menjadoi pemurung. Sifat lekas marah dan kecurigaannya yg berlebihan sebagian besar
agaknya terkait dengan suasana rumahnya yg penyh “badai”, dimana perbantahan menyangkut
kebiasaan buruk ayahnya seringkali tidak terkendalikan dan meningkat menjadi
percekcokansecara fisik.

Dalam kasus Ari, jelas sekali perangi atau watak yg ditunjukan orangtua memiliki
pengaru yg besar terhadap perkembangan psikologis seorang anak. Ada sebuah ungkapan
bijak yg menyatakan,”Jika seorang anak dan pujian, dia akan belajar untuk menghormati
orang lain. Jika seorang anak dibesarkan dengan caci maki dan hinaan, dia akan belajar untuk
membenci orang lain”.

# Perkembangan Seksual

Mungkin ada pertanyaan yg pernah terbersit dalam benak sebagian kita: Apakah anak
perempuan yg dilahirkan oleh ibu remaja di luar nikah pada saat anak itu menginjak remaja
nanti lebuh memiliki kemungkinan untuk hamil di luar nikah jika dibandingkan dengan anak-
anak yg dilahirkan oleh ibu-ibu dewasa dalam pernikahan yg sah? Pertanyaan ini cukup
menarik untuk dikaji lebih lanjut untuk mengetahui ada tidaknya efek estafet dari kehamilan
remaja di luar nikah terhadap generasi penerusnya.

Baldwin dan Cain (1981) melaporkan bahwa tanda-tanda terjadinya efek estafet itu
memang ada. Anak-anak yg lahir dari ibu remaja memiliki kemungkinan lebih besar untuk
hamil di luar nikah pada usia remaja jika dibandingkan dengan anak-anak yg lahir dari ibu
dewasa dan dalam pernikahan yg sah. Ini memang logis mengingat remaja pada umumnya
belum siap untu menerima kehadiran seorang anak sebagai bagian darikehidupannya.
Ketidaksiapan ini kemudian yg, antara lain, menyebabkan kurangnya kemampuan orangtua
untuk mendidik dan mengasuh anaknya dengan baik dan benar sehingga risiko untuk
terjerumus kedalam hal-hal yg negatif akan lebih besar.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Kami kira remaja harus pintar dalam memilih teman agar tidak terjerumus dalam pergaulan
bebas yang telah merusak aqidah dan moral sebagian remaja di negeri ini

Oleh karena itu remaja itu perlu mengikuti kegiatan-kegiatan seperti pengajian remaja,karang
taruna,dan kegiatan lainnya

3.2 Saran dan Kritik

A. Saran

Perlu kiranya remaja melibatkan diri dalam kegiatan-kegiatan yang positif baik di sekolah
maupun di lingkungannya yang tentunya harus mendapatkan dorongan dan restu dari
orang tua

Anda mungkin juga menyukai