Disusun oleh :
Rahmat Haji Adnin
Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan hidayah-Nya, penulis dapat
menyelesaikan tugas makalah yang berjudul "Dampak Pergaulan Bebas
Bagi Generasi Bangsa" dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya tentu penulis tidak akan
sanggup menyelesaikan makalah ini dengan baik.
Makalah disusun untuk memenuhi tugas Mata Pelajaran Bahasa Indonesia. Selain itu,
makalah ini bertujuan menambah wawasan tentang Bahayanya Dampak Pergaulan Bebas Bagi
Generasi Bangsa bagi para pembaca dan juga bagi penulis.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak guru Mata Pelajaran Bahasa Indonesia.
Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada semua pihak yang telah membantu
diselesaikannya makalah ini.
Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, saran dan kritik
yang membangun diharapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Penulis
KATA PENGANTAR………………………………………………………………………..ii
DAFTAR ISI…………………………………………………………………………………iii
BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………………………...1
1.1 Latar Belakang Masalah…………………………………………………………...1
1.2 Rumusan Masalah……………………………………………………………….....1
1.3 Tujuan Penulisan…………………………………………………………………...1
BAB II PEMBAHASAN……………………………………………………………………....2
2.1 Pengertian Pergaulan Bebas………………………………………………………..2
2.2 Pengertian Remaja…………………………………………………………………2
2.3 Masa Pubertas……………………………………………………………….……..3
2.4 Pergaulan Bebas…………………………………………………………………....4
BAB III PENUTUP……………………………………………………………………………6
3.1 Kesimpulan ………………………………………………………………………..6
3.2 Saran………….…………………………………………………………………....6
DAFTAR PUSAKA…………………………………………………………………………..7
BAB I
PENDAHULUAN
Kehidupan yang kita alami, mungkin salah satu tahap yang paling tak terlupakan adalah
masa remaja,karma tampaknya tidak ada fase lain banyak dipenuhi dengan pengalaman tentang
patah hati, konflik batin, dan kesalahpahaman selain masa remaja. Kita masih dapat mengingat
antara rasa sakit dan kebahagiaan bercampur menjadi satu yang kita alami saat remaja. Kita
tetap menyimpan kenangan betapa kita disalahpahami, betapa kita begitu sering dan cepat
berubah-rubah, betapa kita begitu mengharapkan penerimaan, dan betapa kita begitu
merasakan kesepian dan kesendirian.
Kadang kita juga merasa mengapa tidak ada orang yang mau mengerti tentang kita. Kita
merasa heran bagaimana semua ini dimulai dan dari mana. Semua ini terjadi pada masa remaja,
saat yang penuh gejolak dan keinginan, tetapi tidak jarang mengakibatkan begitu banyak
persoalan jika tidak disikapi secara arif dan bijak.
Remaja sering diidentifikasikan dengan usia belasan tahun sehingga dalam bahasa
inggris ”remaja” juga disebut dengan istilah “Teenager”, selain kata adolescent. Akan tetapi
remaja tidak hanya dapat diidentifikasi berdasarkan usia, tetapi juga bisa ditelisik dari
kehidupan yang penuh dengan keceriaan,warna-warni, dan permulaan usia mengenal lawan
jenis.
Selain itu, di usia remaja kita juga biasanya mulai bertemu dengan nilai-nilai dan norma-
norma baru yang berbeda dengan nilai dan norma yang selama ini kita kenal. Pada masa remaja
juga kita pada umumnya mulai merasakan kegelisahan dalam hubungan kita dengan orang tua
dan teman-teman sebaya, kita ingin menunjukkan kemandirian kita di satu sisi, tetapi di sisi
lain kita belum dapat melepaskan diri sepenuhnya dari pengawasan dan ketergantungan kita
dari orang tua.
2.3 Masa Pubertas
Perkembangan remaja usia 12 hingga 18 tahun harus mencakup pencapaian fisik dan
mental yang diharapkan. Selama masa remaja anak-anak mengembangkan kemampuan untuk
Memahami ide-ide abstrak. Ini termasuk memahami konsep matematika yang lebih tinggi, dan
mengembangkan filosofi moral, termasuk hak dan hak istimewa. Membangun dan memelihara
hubungan yang memuaskan. Remaja akan belajar berbagi keintiman tanpa merasa khawatir
atau terhambat, juga Bergerak menuju rasa yang lebih dewasa dari diri dan tujuan mereka
sendiri, dan Mulai mempertanyakan nilai-nilai lama tanpa kehilangan identitasnya.
Secara fisik, masa remaja dimulai pada usia 12 atau 13 tahun dan mencapai puncaknya
pada usia 19 atau 20 tahun. Secara intelektual, masa remaja adalah periode ketika individu
menjadi mampu merumuskan hipotesis atau proposisi secara sistematis, mengujinya, dan
membuat evaluasi yang rasional.
Pemikiran formal remaja dan orang dewasa cenderung bersifat deduktif, rasional, dan
sistematis. Secara emosional, masa remaja adalah masa ketika individu belajar untuk
mengontrol dan mengarahkan dorongan seks mereka dan mulai membangun peran dan
hubungan seksual mereka sendiri.
Dekade kedua kehidupan juga merupakan saat ketika individu mengurangi
ketergantungan emosional (jika bukan fisik) pada orang tua mereka dan mengembangkan
seperangkat nilai yang matang dan pengarahan diri yang bertanggung jawab.
Masa remaja adalah saat ketika kita tidak lagi menjadi kanak-kanak, tetapi belum
memasuki usia dewasa. Meskipun begitu, ada juga di antara kita, remaja, yang kekanak-
kanakan atau remaja yang sudah mampu berpikir layaknya orang dewasa. Saat masih kanak-
kanak hampir sepenuhnya kita bergantung pada orang lain, terutama orangtua atau wali kita.
Masa kanak-kanak adalah masa “ketergantungan aktif” ketika kita sepenuhnya mengharapkan
kasih-sayang dan perhatian orang lain. Tetapi pada masa kanak-kanak kita juga sadar tantang
ketergantungan kita dan berjuang untuk membebaskan diri meskipun kita tidak sepenuhnya
menyadari: bebas dari apa atau kebebasan untuk apa? Secara tidak langsung kita menjadi sadar
bahwa, meminjam ungkapan Norton, selama ini kita telah “salah-diidentifikasi,” bahwa kita
selama ini bukan “budak”, bahwa kita adalah pribadi-pribadi yang sama dengan “orang lain”
dalam kehidupan kita-bukan sekedar “derivasi-derivasi”. Kita menjadi tergugah untuk
menemukan diri kita. Ketergugahan dan keingintahuan itulah yang merupakan titik yang akan
menjembatani antara masa kanak-kanak dan masa remaja. Tetapi bahkan masa kanak-kanak
kita yang diaktualisasikan secara lengkap pun belum dpat mempersiapkan diri kita secara baik
untuk menghadapi masa remaja. Tahap kehidupan baru ini memiliki nilai-nilai yang sama
sekali unik, demikian juga dengan kewajiban-kewajiban dan kebajikan-kebajikannya. Masa
remaja menuntut sebuah kehidupan baru yang lebih agresif dimana apa yang telah kita pelajari
pada masa kanak-kanak hanya memiliki sedikit peran dan pengaruh.
Berbagai jenis kebutuhan kita sebagai remaja selama ini telah di kompilasikan dari
kebutuhan-kebutuhan psikologis mendasar. Salah satu penjelasan paling awal mengenai
kebutuhan-kebutuhan remaja adalah bahwa pada mas remaja pada umumnya kita merindukan
pengalaman baru, rasa aman, resons, dan pengakuan. Di usia ini kita seringkali merasa bahwa
rumah tempat kita tinggal telah memberi kita monotomi (bukan otonomi), rasa tidak aman dan
penolakan. Penyimpangan yang kita lakukan kadang-kadang dapat digambarkan sebagai upaya
yang salah arah untuk menenukan kepuasan atau pemenuhan atas keinginan-keinginan kita
yang paling fundamental. Salah satu kebutuhan psikologis kita yang paling penting dan juga
kebutuhan seluruh manusi adalah peneromaan oleh kelompoksosial di sekitarnya. Kebutuhan
ini mencakup kebutuhan akan kasih saying dalam lingkungan dekat dalam rumah,
penghormatan di antara teman-teman kita sebaya dan apresiasi dari orangtua atau guru-guru
yang mengajar kita. Kebutuhan ini mengambil bentuk-bentuk yang berbeda pada tahap-tahap
usia yang berbeda dan dalam hubunganya dengan orang-orang berbeda. Tetapi kebutuhan ini
tampaknya muncul dari watak esensial manusia sebagai makhluk social sebagai anggota
kelompok sosisal tertentu. Pengalaman akan penerimaan ini pada masa balita dan kanak-kanak
mengarahkan pada rasa aman yang kemudian membentuk salah satu bahan penting untuk
kesehatan mental semangat juang dari warga sipil atau tentara yang karena diperkuat oleh
perasaan ini, mampu menghadapi pelbagai kesulitan dan kekecewaan tanpa kecemasan yang
berlebihan. Hilangnya perasaan ini pada umumnya akan diikuti oleh rasa tertekan yang
kemudian dapat memunculkan penyimpangan dan disharmoni mental. Anak-anak yang ditolak
atau tidak diinginkan pada masa balitanya lebih besar kemungkinanya untuk menjadi anak-
anak yang sulit diatur dan akan menyulitkan para gurunya pada usia sekolah.
Usut punya usut, ternyata pergaulan bebas juga sering dikonotasikan sebagai hal yang
negatif seperti narkoba, seks bebas, kehidupan malam, perilaku negatif yang melanggar norma
dan agama.
Hasil yang didapat ternyata secara umum, kelompok remaja yang paling banyak
mendapat dorongan seksual dari media cenderung melakukan seks pada usia rentan 14 hingga
17 tahun,
Lebih mengenaskannya lagi, menurut hasil penelitian tersebut, para remaja sudah
terlanjur mendapat informasi yang salah dari media, cenderung melakukan seks bebas karena
hal tersebut dianggap sudah biasa di kalangan sebayanya, ditambah dengan tanggapan yang
salah dari ungkapan “masa SMA adalah masa yang paling menyenangkan dan harus
dinikmati”.
Secara hukum tertulis, setiap orang juga memiliki hak untuk mengembangkan diri yang
tertera pada UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia pada pasal 12 mengenai Hak
Kebebasan Pribadi, “setiap orang berhak atas perlindungan bagi pengembangan pribadinya,
untuk memperoleh pendidikan, mencerdaskan dirinya dan meningkatkan kualitas hidupnya
agar menjadi manusia yang beriman, bertaqwa, bertanggung jawab, berakhlak mulia, bahagia,
dan sejahtera, sesuai hak asasi manusia”, pada pasal 60 ayat (1) mengenai Hak Anak, “setiap
anak berhak untuk memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan
pribadinya sesuai dengan minat, bakat, dan kecerdasannya”, pada pasal 61 mengenai Hak
Anak, “setiap anak berhak untuk beristirahat dan bergaul dengan anak sebayanya, bermain,
berekreasi, dan berkreasi sesuai dengan minat, bakat, dan tingkat kecerdasannya demi
pengembangan dirinya.” Adapun tertera pada Undang-Undang Dasar 1945 pada pasal 28C
ayat (1), “setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya,
berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi,
seni dan budaya, demi kesejahteraan umat manusia.” Itu berarti setiap orang juga memilliki
hak untuk mengembangkan diri dalam pergaulannya.
Memperbaiki cara pandang, dengan mencoba untuk bersikap optimis dan hidup dalam
“kenyataan”, jadi jika kamu memiliki angan-angan lebih baik yang sesuai dengan
kemampuanmu, sehingga apabila mendapat kekecewaan, kamu dapat menanggapinya dengan
hal yang positif.
Menjaga keseimbangan pola hidup, mengharuskan anak remaja untuk belajar disiplin
dengan mengatur waktu dan mengendalikan emosinya. Cobalah untuk berpikir jernih dalam
mengambil sebuah tindakan dan gunakanlah waktu luang untuk melakukan kegiatan yang
positif.
Berpikir untuk masa depan, cita-cita sangat memotivasi setiap anak dalam menentukan
arah hidupnya. Dalam hal ini, anak perlu menentukan prioritas atau tujuan utama dalam hidup
dan berperilaku baik untuk mencapai cita-cita
Menegakkan aturan hukum dan memperdalam ajaran agama, kedua hal ini sangat
mendasar dan perlu diperhatikan dalam kehidupan. Bertindaklah seperti remaja yang
berpendidikan dengan menjunjung tinggi nilai-nilai HAM dan Pancasila dalam kehidupan.
Seperti menghargai sesama, menjaga ketertiban lingkungan dan menjauhi perzinaan dengan
menjaga pandangan dan membatasi ikhtilath. Dalam islam, jelas sekali Al-Qur’an melarang
perzinahan karena dampak buruk yang diakibatkannya. Ayat-ayat yang melarang zina,
Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah Suatu perbuatan
yang keji dan jalan yang sangat buru (Al-Isra’:32). Dan terhadap wanita-wanita yang
mengerjakan perbuatan keji (zina), Hendaklah ada empat orang saksi di antara kamu (yang
menyaksi-Kannya). Kemudian apabila mereka telah memberikan persaksian, Maka kurunglah
wanita-wanita itu dalam rumah sampai menemui Ajalnya, atau sampai Allah memberikan
jalan yang lain kepada mereka (An-Nisa’:15). Meskipun persoalan tafsir dan pemahaman atas
ayat tersebut masih dapat diperdebatkan, tetapi yang jelas zina memberikan dampak buruk
dan perbuatan yang tidak layak dilakukan.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Remaja memang harus bergaul dan berinteraksi dengan lingkungan sekitar tetapi juga
harus pintar dalam memilih teman agar tidak terjerumus dalam pergaulan bebas yang
berakibat merusak aqidah dan moral sebagian remaja di negeri ini.
Oleh karena itu remaja itu perlu membatasi pergaulan agar tidak terjerumus lebih
dalam dan lebih mendekatkan diri kepada keluarga.
3.2 Saran
Perlu kiranya remaja melibatkan diri dalam kegiatan-kegiatan yang positif baik di
sekolah maupun di lingkungannya yang tentunya harus mendapatkan dorongan dan restu dari
orang tua.
DAFTAR PUSAKA