ABSTRAK
Anak pada usia remaja sebagai generasi penerus harus memiliki karakter yang dapat dibanggakan dan
menjadi panutan bagi generasi selanjutnya. Namun, saat ini tidak sedikit remaja pelajar yang ada di
Indonesia melakukan hal-hal negatif, seperti bolos sekolah, terlibat tawuran, narkoba, bahkan
pelecehan seksual. Selain merugikan diri sendiri, perilaku buruk seperti itu juga tentunya dapat
merugikan masyarakat. Semua pihak yaitu keluarga, sekolah dan masyarakat, harus bekerja sama
untuk mencari solusi untuk mencegah maraknya kenakalan dan kriminalitas pada remaja. Salah satu
yang dapat dilakukan adalah dengan memberikan pendidikan karakter di keluarga dan sekolah yang
mengajarkan anak untuk mengambil keputusan dengan bijak dan mempraktekkannya dalam
kehidupan sehari-hari sehingga dapat memberikan kontribusi positif bagi lingkungannya.
PENDAHULUAN
Terdapat berbagai pengertian terkait dengan kenakalan remaja menurut pandangan berbagai
ahli. Kenakalan remaja dapat ditinjau dari sudut etimologis yang berasal dari kata juvenile
delinquency (bahasa Latin). Juvenile berasal dari bahasa Latin yaitu juvenilis, yang berarti anak-anak
atau anak muda. Sedangkan delinquency berasal dari bahasa Latin delinquere, yang berarti terabaikan,
mengabaikan yang kemudian artinya diperluas menjadi jahat, asosial, kriminal, pelanggar aturan,
pembuat ribut, pengacau, peneror, tidak dapat dipebaiki lagi, dan lain-lain. Dari penjelasan pengertian
secara etimologis tersebut maka yang dimaksud dengan Juvenile delinquent adalah kejahatan anak.
Namun pengertian tersebut dapat diinterpretasikan berdampak negatif secara psikologis terhadap anak
yang menjadi pelakunya, sehingga pengertian secara etimologis tersebut telah mengalami pergeseran
akan tetapi hanya menyangkut aktivitasnya yaitu nilai kejahatan (delinquent) menjadi kenakalan.
Masa remaja merupakan masa-masa yang paling menyenangkan dan akan selalu dikenang,
tetapi juga merupakan suatu masa yang banyak menimbulkan masalah, bagi ramaja yang
mengalaminya maupun bagi lingkungan pada umumnya. Masa ini merupakan masa yang dimana
seseorang tumbuh dan berkembang dari masa anak-anak ke masa dewasa. Perkembangan tersebut
dapat meliputi perkembangan fisik, terutama yang memiliki hubungan dengan kemasakan organ-
organ seksual dan perkembangan psikososial. Pada masa ini remaja berada pada suatu tahap yang
secara fisik telah dapat berfungsi layaknya sebagai orang dewasa, namun secara mental dan sosial
mereka belum matang (Utomo, 1991, p. 47)
Pada masa remaja identik dengan rasa penasaran yang tinggi pada segala hal, sehingga
banyak remaja yang ingin merasakan sesuatu hal yang baru. Segalanya ingin dirasakan. Walaupun
cukup rumit dan terjadi banyak persoalan pada masa ini, sebagian besar remaja dapat berkembang
menjadi remaja yang normal. Kenormalan ini dapat berupa krisis identitas yang relatif lunak atau
ringan; hubungan dengan keluarga, kelompok bermain, teman sebaya, pemahaman terhadap apa yang
dilihat dari media massa dan sistem pendidikan cukup baik. Remaja-remaja tersebut mempunyai
kepercayaan diri, harga diri, dan mempunyai kemampuan untuk mengatasi masalah pribadinya. Di
lain sisi terdapat remaja yang tidak memiliki hubungan yang harmonis dalam keluarga, kelompok
bermain, teman sebaya, pengaruh media masa, hingga proses pendidikan berjalan secara tidak normal.
Berbagai masalah, seperti dalam hal pelanggaran moral atau peraturan yang berlaku serta kriminalitas.
Bila individu tersebut sulit untuk dikendalikan, maka individu itu dapat disebut sebagai remaja yang
nakal.
Dewasa ini, kenakalan remaja menjadi sangat kompleks dan luar biasa perkembangannnya.
Kenakalan remaja layaknya lingkaran setan yang tak akan pernah putus bahkan permasalahannya
semakin rumit seiring dengan perkembangan teknologi dan arus globalisasi. Kemudahan dalam
mengakses informasi dari seluruh dunia merupakan salah satu dampak positif dari perkembangan
teknologi, tetapi apabila hal tersebut tidak didampingi oleh adanya kontrol/pengawasan dan
bimbingan dari orang tua, perkembangan teknologi yang demikian pesatnya akan menjadi racun bagi
para remaja. Pornografi dan kekerasan akan mudah di akses dan dicontoh bagi remaja yang belum
matang dan belum sepenuhnya memahami dan mengerti akan dampak dan resikonya karena remaja
sangat identik dengan coba – coba. Hal inilah yang paling ditakutkan dan dikhawatirkan dalam fase
perkembangan remaja.
Sayangnya, tidak semua orang tua mengetahui bagaimana bersikap terhadap perubahan
anaknya. Banyak orang tua berusaha untuk memahaminya, akan tetapi para orangtua justru
membuat seorang remaja semakin nakal. Misalnya, dengan semakin mengekang kebebasan anak
tanpa memberikannya hak untuk membela diri. Akibatnya, para orangtua mengeluhkan perilaku
anak-anaknya yang tidak dapat diatur, bahkan terkadang bertindak melawan mereka. Sehingga
sering terjadi konflik keluarga, pemberontakan/perlawanan, depresi, dan galau/ resah. Munculnya
tindakan berisiko ini, sangat umum terjadi pada masa remaja dibandingkan pada masa-masa lain di
sepanjang rentang kehidupannya.
Inilah problem sosial yang terjadi pada beberapa remaja kita sekarang ini, yaitu tingkah laku
atau prilaku menyimpang yang dicap sebagai kenakalan remaja. Adapun penyebab masalah
terjadinya kenakalan remaja diakibatkan dari berbagai macam persoalan, bisa akibat dari kesalahan
orang tua dalam cara mendidik atau orang tua yang terlampau sibuk dengan pekerjaannya sehingga
anak tidak menndapatkan perhatian dan pengawasan dari orang tua, juga dapat dikarenakan oleh tidak
tepatnya saat memilih teman atau lingkungan pergaulan hingga dapat mengakibatkan terjerumusnya
remaja ke dalam pergaulan yang menyimoang ataupun akibat dari indivudunya sendiri karena krisis
identitas.
METODE
Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif.
Metode pengumpulan data menggunakan kajian pustaka dari berbagai referensi yang bersumber dari
jurnal penelitian dan buku. Adapun metode yang digunakan bertujuan untuk memberikan gambaran
terkait dengan kenakalan remaja, faktor penyebab terjadinya kenakalan remaja dan peran orang tua,
sekolah dan masyarakat dalam menanggulangi kenakalan remaja .
Menurut para pakar psikologi, remaja merupakan suatu periode transisi dari masa awal anak-
anak hingga masa awal dewasa, yang dimasuki pada usia kira-kira antara 10 hingga 12 tahun dan
berakhir pada usia 18 tahun hingga 22 tahun. Masa remaja bermula pada saat terjadinya perubahan
fisik yang cepat, pertambahan berat dan tinggi badan yang dramatis, perubahan bentuk tubuh, dan
perkembangan karakteristik seksual seperti pembesaran buah dada pada remaja perempuan,
tumbuhnya jakun pada remaja laki-laki, perkembangan pinggang dan kumis, dan dalamnya suara.
Pada perkembangan ini, pencapaian kemandirian dan identitas sangat menonjol (pemikiran
semakin logis, abstrak, dan idealistis) dan semakin banyak menghabiskan waktu di luar lingkungan
keluarga. Remaja memiliki tempat di antara anak-anak dan orang tua karena sudah tidak termasuk
golongan anak tetapi belum juga berada dalam golongan dewasa atau tua.
Karena masa remaja merupakan masa transisi seseorang dari masa anak-anak menuju masa
dewasa, yang di mana dalam masa remaja terjadi berbagai macam perubahan dalam aspek fisik,
psikis dan juga aspek sosial. Maka kenakalan remaja dapat ditimbulkan dari perubahan yang dialami
tersebut. Seperti uraian Unayah dan Sabarisman (2015), menyatakan bahwa kenakalan remaja
menurut beberapa psikolog, secara sederhana merupakan segala perbuatan yang dilakukan oleh para
remaja dan melanggar aturan yang berlaku di dalam masyarakat. Walaupun begitu, fenomena
kenakalan remaja merupakan suatu hal yang normal adanya. Ketika seseorang mulai beranjak remaja,
beberapa perubahan mulai terjadi, baik dalam segi fisik maupun mental. Beberapa perubahan
psikologis yang terjadi di antaranya yaitu para remaja cenderung untuk resisten dengan segala
peraturan yang membatasi kebebasannya. Karena perubahan tersebutlah yang menyebabkan banyak
remaja melakukan hal-hal yang dianggap nakal oleh masyarakat. Meskipun karena faktor yang
sebenarnya alami, kenakalan remaja terkadang tidak bisa ditolerir lagi oleh masyarakat. Oleh karena
itu, peran orangtua sangat berpengaruh dalam membentuk kepribadian remaja ini.
Sedangkan menurut Kartono (2005) dalam Unayah dan Sabarisman (2015), “Kenakalan
Remaja atau dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah juvenile delinquency merupakan gejala
patologis sosial pada remaja yang disebabkan oleh satu bentuk pengabaian sosial. Akibatnya, mereka
pelanggaran hukum yang dilakukan oleh remaja, di mana tindakan tersebut dapat membuat seseorang
yang normal terjadi yang disebabkan oleh terjadinya perubahan-perubaan dalam aspek fisik, psikis
dan sosial sehingga remaja menjadi cenderung lalai atau resisten terhadap peraturan yang ada dan
berlaku di masyarakat. Dalam fase remaja, seseorang membutuhkan peran orang tua untuk dapat
mencegah terjadinya kenakalan tersebut agar tetap berada dalam batas yang bisa ditoleransi oleh
masyarakat. Karena kenakalan remaja dapat berubah menjadi tindakan kriminal yang dapat membuat
seseorang yang melakukannya masuk kedalam penjara jika tidak ditangani dengan baik dan serius.
Dalam setiap tahap-tahap perkembangan pastinya mempunyai spesifikasi mengenai aspek-
aspek perkembangan seperti apa, bagaimana, dan sejauh mana aspek perkembangan yang seharusnya
dicapai atau dikuasai. Spesifikasi terkait aspek-aspek perkembangan tersebut oleh Havighurst
dinamakan sebagai tugas perkembangan atau developmental task. Dengan memiliki konsep tugas
perkembangan tersebut maka manusia akan selalu mengalami adanya proses perubahan dalam
interaksinya terhadap lingkungan. Setiap peningkatan tahap akan disertai dengan peningkatan tugas
perkembangan.
Pada setiap masa transisi mengandung kemungkinan akan timbulnya masa-masa kritis yang
merupakan suatu tantangan perkembangan yang biasanya ditandai dengan kecenderungan munculnya
perilaku-perilaku menyimpang. Dalam kondisi tertentu, perilaku menyimpang tersebut akan memakan
waktu lebih lama dan berkemungkinan dapat berkembang dari perilaku menyimpang seperti
berbohong, membantah, bolos sekolah, dan beberapa bentuk agresivitas lainnya. Loeber dan
Schmaling (Peterson, 1993) berpendapat bahwa yang menjadi kemungkinan penyebab terjadinya
perubahan perilaku menyimpang menjadi perilaku yang mengganggu yaitu adanya disfungsi
perkembangan yang kumulatf yaitu terjadinya penumoukan masalah yang berlangsung sejak tahap
perkembangan sebelumnya.
Sama halnya dengan periode perkembangan lainnya, periode remaja memiliki ciri-ciri yang
diuraikan Hurlock (1998) sebagai berikut.
Fungsi Keluarga
Menurut Epstein, Levin, dan Bishop (Walsh, 2003) fungsi keluarga yaitu sejauh mana suatu
keluarga dapat menjalankan tugasnya masing-masing dengan tetap memberikan perhatian terhadap
kesejahteraan dan perkembangan sosial, fisik, dan psikis pada masing-masing anggota keluarganya.
Salah satu teori fungsi keluarga adalah McMaster Model of Family Functioning (MMFF) yang telah
berkembang selama lebih dari 40 tahun dalam bidang klinis, penelitian, dan pengajaran. Fungsi
keluarga terdapat enam dimensi yaitu: pemecahan masalah, komunikasi, peran, respon afektif,
keterlibatan afektif, kontrol perilaku menurut Elliot, D., & Ageton, S. (1980). Salah satu aspek
mendasar yang menjadi teori ini yaitu struktur dan organisasi keluarga adalah faktor yang paling
berkontribusi dalam mempengaruhi dan menentukan perilaku anggota keluarga sehingga sesuai
dengan variabel terikat yaitu kenakalan remaja
Kontrol Diri
Kontrol diri dapat didefinisikan sebagai kemampuan untuk menyusun, membimbing,
mengatur dan mengarahkan bentuk perilaku yang dapat membawa ke arah konsekuensi positif
(Ghufron & Rini Risnawita S., 2006). Kurangnya pengendalian terhadap dirinya akan menyebabkan
remaja tidak memiliki batasan-batasan diri terhadap pengaruh dari lingkungan yang negatif, sehingga
remaja dapat terjerumus pada perilaku yang menyimpang. Nela dkk (2013) mengatakan bahwa setiap
individu memiliki kontrol diri yang berbeda- beda, ada yang memiliki kontrol diri yang tinggi, namun
ada pula yang rendah. Sejalan dengan itu, Skinner (Alwisol, 2009) menyatakan bahwa kontrol diri
merupakan tindakan diri dalam mengontrol variabel-variabel luar yang menentukan tingkah laku. Dan
tingkah laku dapat dikontrol melalui berbagai cara yaitu menghindar, penjenuhan, stimuli yang tidak
disukai, dan memperkuat diri. Hal ini memiliki arti yaitu kontrol diri merupakan salah satu faktor dari
dalam diri manusia yang mengontrol faktor- faktor dari luar yang akan mempengaruhi tingkah laku
manusia itu sendiri.
Pendidikan Agama
Pendidikan agama merupakan pendidikan yang dapat membentuk pribadi anak-anak menjadi
pribadi yang lebih baik, sholeh, dan berakhlakul karimah. Namun pendidikan agama masih kurang
ditekankan kepada anak, bahkan anak-anak biasanya kurang minat dalam menambah pendidikan
agama di luar sekolah, seperti masjid, mushalla atau madrasah diniyah. Akibatnya kurang tertanam
jiwa agamanya secara matang, sehingga dalam pergaulannya mereka tidak mampu mengendalikan
diri, akhirnya mudah terpengaruh dan terjerumus ke perbuatan yang hina dan tercela. Dengan bekal
agama akan terhindar dari perbuatan maksiat. Dalam menghadapi remaja yang dianggap nakal dan
mereka yang telah menjadi korban dari penyalahgunaan narkotika, jelas sekali bahwa kegoncangan
jiwa mereka akibat dari kurangnya pegangan dalam hidupnya. Nilai-nilai yang akan diambilnya
menjadi pegangan, terasa kabur terutama mereka yang hidup dari keluarga yang kurang mendalami
ajaran agama dan tidak memperhatikan pendidikan agama bagi anak-anaknya.
Solusi
solusi permasalahan yang dapat di lakukan untuk mencegah Perilaku yang menyimpang pada
1. Perlunya kasih sayang dan perhatian dari orang tua dalam berbagai hal dan bidang.
2. Adanya pengawasan dari orang tua yang tidak mengekang.
3. Orang tua harus membiarkan anaknya bergaul dengan teman yang sebaya, yang hanya beda
umur 2 atau 3 tahun lebih tua darinya. Karena ketika orang tua membiarkan anaknya
bergaul dengan teman main yang sangat tidak sebaya dengannya, gaya hidupnya sudah
pasti berbeda, maka anak akan bisa terbawa gaya hidup yang mungkin seharusnya belum
perlu dia jalani.
4. Pengawasan yang perlu dan intensif terhadap media komunikasi seperti televisi, radio,
handphone,internet,dll.
5. Perlunya bimbingan kepribadian di sekolah, karena disanalah tempat anak banyak
menghabiskan waktunya selain di rumah
6. Perlunya pembelajaran agama yang dilakukan sejak dini, seperti beribadah, dan
mengunjungi tempat- tempat ibadah sesuai dengan iman dan kepercayaan yang dianut.
7. Orang tua harus mendukung hobi yang diinginkan oleh anaknya selama itu bersifat positif
untuk dia. Jangan pernah mencegah hobi maupun kesempatan untuk dia mengembangkan
bakat yang dia sukai selama bersifat positif. Karena dengan melarangnya maka akan
8. Orang tua harus bisa menjadi tempat curhat yang nyaman untuk anak anda, sehingga dapat
Kesimpulan
Fenomena kenakalan remaja bukan merupakan hal baru. Banyak faktor yang memperngaruhi
terjadinya kenakalan remaja, baik faktor internal dari dalam diri remaja maupun faktor eksternal dari
lingkungan seperti keluarga, lingkungan sekolah, maupun lingkungan masyarakat. Oleh karena itu,
dalam menangani kenakalan remaja sebagai problematika sosial diperlukan banyak pihak dari
berbagai multidisipliner. Penanganan ini sangat diperlukan untuk membentuk remaja sebagai
individu yang matang dan berkualitas dan mencetaknya sebagai generasi penerus bangsa.
DAFTAR PUSTAKA