Anda di halaman 1dari 6

HUBUNGAN OVERTHINKING DENGAN INSECURITY PADA REMAJA PENGGUNA

INSTAGRAM DI UNIVERSITAS HASYIM ASY’ARI JOMBANG


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Di era globalisasi ini, penggunaan media sosial tidaklah menjadi hal yang asing bagi
orang-orang didunia khususnya para remaja di Indonesia. Bahkan orang tua dan lansia tertarik
untuk mengaksesnya, dan tidak sedikit dari mereka mengalami perubahan gaya hidup
dikarenakan oleh media sosial yang mereka simak. Hampir 85 persen orang di Indonesia telah
mengenal dan mampu mengakses media sosial dengan baik. Beberapa media sosial yang telah
beredar dikalangan masyarakat tampaknya juga mudah diakses oleh sebagian anak-anak. Salah
satu media sosial yang sering digunakan oleh masyarakat saat ini yaitu Instagram. Instagram
adalah salah satu media sosial yang mempunyai keunggulan bagi penggunanya, juga dapat
mengunggah foto ataupun video lalu menuliskan caption atau keterangan pada setiap
unggahannya sehingga beberapa orang menganggap bahwa Instagram merupakan media sosial
yang paling menarik diantara media sosial yang lain. Instagram sendiri merupakan salah satu
sosial media yang berupa sebuah aplikasi fotografi dimana pengguna dapat mengambil foto,
melakukan penerapan filter digital dan membagikannya kepada berbagai jaringan sosial lain.
Menurut Crish Garret media sosial adalah alat, jasa dan komunikasi yang memfasilitasi
hubungan antara orang dengan satu sama lain dan memiliki peminat yang banyak dari mulai
anak-anak hingga orang dewasa. Tetapi, beberapa kalangan remaja khususnya di Indonesia
sudah mulai mengalami ketergantungan terhadap media sosial. Bahkan remaja masa kini identik
dengan smartphone ditangan hampir 24 jam karena media sosial sangat banyak menawarkan
kemudahan yang membuat remaja betah berlama-lama dalam menggunakannya. Padahal,
munculnya berbagai macam media sosial memberikan pengaruh langsung baik positif maupun
negatif. Remaja yang sering menggunakan media sosial bisa mengganggu proses belajar mereka.
Oleh karena itu, remaja sebagai pengguna aktif terbanyak tentunya mereka banyak menerima
informasi yang ada di media sosial. Belum sempurnanya kematangan pemikiran remaja
membawa pengaruh negatif terhadap informasi yang tidak baik melalui media sosial. Seperti
yang kita ketahui bahwa banyak informasi yang baik melalui gambar atau video yang bisa
diakses secara bebas di media sosial yang mungkin hal itu masih belum pantas untuk disaksikan
atau terkadang menyesatkan bagi remaja dibawah umur. Sehingga banyak para remaja
mengalami berbagai macam perubahan sosial, masalah gangguan dalam berfikir dan bertindak
yang mengakibatkan masyarakat di Indonesia menganggap bahwa media sosial tidak aman
digunakan untuk remaja dan anak-anak karena mereka masih terlalu dini untuk mengakses hal
tersebut. Minimnya pengawasan orang tua dalam hal mengakses media sosial terhadap remaja
juga menjadi salah satu faktor utama yang mengakibatkan para remaja mengalami gangguan
tersebut. Sehingga perlu adanya pengawasan dalam mengakses media sosial. Selain itu, adanya
media sosial juga menyebabkan masalah baru yang akhir-akhir ini sering terjadi, yaitu beberapa
remaja mengerti akan perkembangan teknologi yang semakin canggih yang akhirnya membawa
remaja untuk mengakses sebuah official account yang mereka lihat di Instagram yang
menyajikan informasi khusus cara bergaya ala korea, cara berpacaran yang keren, gambaran
seorang pacar yang ideal dan lain sebagainya. Rutinnya akun tersebut memposting pesan-pesan
seperti itu, secara tidak langsung hanya mengarahkan focus perhatian remaja yang hanya
mengarah kepada pergaulan bebas atau pacaran bukan tentang sekolah, sehingga mereka juga
mengamati gaya hidup orang lain, bahkan sampai menirukannya dikehidupan sehari-hari yang
terkadang sebenarnya mereka tidak mampu melakukannya tetapi memaksa untuk menirukannya
agar di anggap kekinian atau gaul.
Ketidakmampuan individu dalam mengatasi hambatan dilingkungannya, membuat
individu tidak dapat mencapai harapan yang diinginkan dimana harusnya orang tersebut dapat
mencapai harapan yang diinginkan tetapi karena adanya hambatan dari lingkungan sehingga
dirinya tak dapat mencapainya. (Hurlock, 1979:435) hal ini disebut dengan penerimaan diri,
yang menurut Hurlock adalah kemampuan individu dalam menjalani hidup dengan segala
karakteristik yang dimiliki, individu mampu menerima keadaan dirinya tanpa terbebani oleh
apapun, sehingga individu dapat menyesuaikan dirinya dengan lingkungan (Hurlock 1974:434).
Selain itu Chaplin juga menyatakan bahwa penerimaan diri adalah sikap nyaman terhadap
pribadi yang dimiliki tentang kualitas-kualitas serta bakat-bakat yang dimiliki, dan dapat
menyadari serta menghargai diri sendiri akan keterbatasan yang dimiliki (Chaplin, 2004:190).
Penerimaan terhadap diri sendiri cenderung berbeda-beda setiap individu. Hal tersebut
sesuai dengan yang diungkapkan oleh Kurniawan (2013 yang dikutip dari Sulthon:2017) bahwa
kemampuan penerimaan diri yang dimiliki seseorang berbeda-beda. Sebab kemampuan
seseorang dipengaruhi oleh beberapa factor, yaitu usia, latar belakang, pendidikan, pola asuh
orang tua, dan dukungan sosial (Marni dan Yuniati 2013:2).
Adanya media sosial membuat sebagian orang lebih berfikir kritis tetapi banyak juga dari
mereka yang berfikir sebaliknya. Terlepas dari hal itu, beberapa orang yang terlalu sering
mengamati media sosial juga akan terpengaruh dengan gaya hidup orang lain yang bahkan bisa
membuat orang tersebut menjadi tidak percaya diri dengan gaya hidupnya. Seperti yang kita tahu
bahwa style yang marak di media sosial mulai mengikuti gaya yang kebarat-baratan, seperti
halnya gaya berpakaian, gaya dalam merias wajah, gaya dalam berbicara atau biasa disebut
bahasa gaul, sampai dengan gaya hidup dalam memilih makanan, sehingga bagi orang yang
kurang mampu dalam memenuhi keinginannya menjadikan orang tersebut minder atau kurang
percaya diri (insecurity). Kurang percaya diri banyak dirasakan oleh masyarakat di Indonesia
khususnya remaja, karena merasa tidak ingin tertinggal dari perkembangan zaman.
Insecure adalah salah satu istilah dalam dunia kesehatan mental yang kini menjadi
perhatian bagi banyak orang. Kata insecure sendiri menjadi sering diucapkan oleh orang-orang
yang biasanya sedang merasakan kecemasan terhadap suatu hal, rasa tidak aman, atau bisa juga
diartikan sebagai rasa takut akan sesuatu yang dipicu oleh rasa tidak puas dan rasa tidak yakin
atas dirinya sendiri atau dalam suatu situasi. Tentunya, hal itu dapat mempengaruhi beberapa
aspek kehidupan, mulai dari kesehatan fisik, kesehatan batin atau emosional, hingga dapat
mengganggu aktivitas pekerjaan sehari-hari. Yang mana sering dijumpai, dikalangan masyarakat
bahwa insecure akan memicu seseorang untuk menciptakan “topeng” agar sisi lain yang ingin
kita sembunyikan itu tidak terlihat oleh orang lain. Insecure yang berlebihan seringkali
berdampak pada pola pikir yang tidak sewajarnya atau memikirkan sesuatu secara berlebihan
yang akan menimbulkan ketakutan dalam hal apapun. Contohnya, takut berbicara dengan orang
lain, takut untuk meluapkan apa yang sedang terjadi pada dirinya. Dalam hal ini, perlu adanya
penanganan khusus untuk menghilangkan perasaan insecure atau tidak percaya diri.
Menurut Scaefer and Millman (1981), kecemasan dan kekhawatiran diartikan sebagai
kesukaran, kesedihan, ketakutan, kegelisahan tentang masalah yang sudah diantisipasi/ akan
dialami dimasa mendatang. Dengan kata lain, kecemasan adalah ketakutan pada hal-hal yang
terjadi dimasa mendatang. Alloy (1999) mendefinisikan kecemasan sebagai keadaan takut yang
berpengaruh pada area fungsional, kecemasan memiliki 3 komponen dasar: keadaan subyektif,
berkaitan dengan ketegangan, ketakutan, dan perasaan tidak mampu untuk mengatasi,
copying/respon tingkah laku menghindari dari situasi yang menimbulkan ketakutan, terganggu
fungsi bicara, motoric, dan respon fisiologos yang meliputi ketegangan otot, peningkatan detak
jantung, tekanan darah. Selain itu, ada beberapa faktor yang menyebabkan insecurity terjadi
antara lain: trauma, pergaulan, ekspektasi yang tinggi, komen negatif, tidak percaya diri.
Sementara itu, (Taylor, 1953:285) menyatakan bahwa kecemasan adalah suatu perasaan
subyektif individu mengenai ketegangan mental tentang suatu yang menggelisahkan sebagai
respon atau reaksi umum dari ketidak berdayaan individu mengatasi suatu masalah. Perasaan
yang tidak menentu ini umumnya tidak menyenangkan dan menimbulkan respon atau perubahan
fisiologis (gemetar, berkeringat, detak jantung meningkat) dan psikologi (panik, tegang, bingung,
tidak bisa konsentrasi).
Faktor utama yang mempengaruhi perasaan insecure adalah adanya rasa takut akan
kegagalan dan penolakan. Hal ini tidak jarang dialami oleh setiap orang, dimana dalam kondisi
tertentu orang takut mengambil resiko. Rasa takut ini tidak lain karena dihantui pikiran-pikiran
tentang kegagalan dan penolakan yang mungkin terjadi. Berpikir secara berlebihan biasa
disebut overthinking dan sering juga disebut  paralysys analysys. Orang

yang overthinking disebut overthinker.  Hal tersebut dapat memberikan dampak positif

dan juga negatif tergantung dari intensitas dan seberapa besar hal itu terjadi. Eli

Marlina (2019) menjelaskan bahwa overthinking adalah seseorang yang berlebihan

dalam berpikir. Orang yang mengalami hal tersebut memiliki beberapa ciri-ciri

diantaranya berhati-hati dalam memutuskan sebuah keputusan dan juga

seorang problem solver yang baik. Overthinking juga termasuk kedalam psychological

disorder atau gangguan psikologis karena dapat membuat kecemasan (anxiety) pada

penderitanya. Seseorang yang memiliki kecemasan berlebih dapat menimbulkan sakit

fisik. Overthinking juga sering disebut paralysys analysys, dimana orang tersebut terus

menerus memikirkan suatu permasalahan tanpa menemukan solusi (buntu). Dan bagi

seorang remaja yang overthinking  akan berpengaruh terhadap produktivitas dan daya

kreativitasnya.
Overthinking atau memikirkan sesuatu secara berlebihan dapat membuang-buang waktu
dan energi hingga akhirnya hanya akan menimbulkan kecemasan di dalam diri. Hal ini sering
terjadi terhadap remaja yang terlalu sering menyimak media sosial dan menirukan banyak style
sehingga merasa bahwa dirinya tidak berharga, tidak menarik bahkan merasa tidak pintar. Selain
itu overthinking adalah fenomena yang normal dan bisa terjadi pada siapapun, karena melibatkan
proses berfikir yang umumnya dialami oleh manusia. Namun ada beberapa faktor yang termasuk
dalam kategori overthinking (Mandell, dkk.,2014) menyebutkan bahwa proses menganalisa terus
menerus dapat menyiksa pemikiran seseorang, termasuk merenungkan sesuatu dimana seseorang
secara mental terjebak dalam keputusan yang mereka buat dimasa lalu atau saat ini.

Anda mungkin juga menyukai