Anda di halaman 1dari 10

STRATEGI MEMBENTUK PRIBADI YANG PROFESIONAL DAN BERKARAKTER DI

LINGKUNGAN KERJA

Oleh : Wiharyani, SP., M.Si

I. Pendahuluan

Tantangan dan persaingan dunia ini terlihat sangat ketat, untuk menghadapi
tantangan tersebut bagaimana mengatasinya? Perlu ditegaskan bahwa dengan
penerapan konsepsi ketahanan nasional Indonesia secara konsisten merupakan
jawabannya atas masalah tersebut. Konsepsi ini membina dan mengembangkan
seluruh aspek kehidupan nasional yang disebut Astagatra, meliputi Pancagatra dan
Trigatra. Ketahanan Nasional sangat bergantung pada pribadi-pribadi manusia yang
terlibat dalam suatu negara. Menurut Soedarsono, Jika ketahanan nasional mantap,
dengan kata lain memiliki kemampuan, keuletan, dan ketangguhan, suatu bangsa
dipastikan dapat menjamin kelangsungan hidupnya dan mewujudkan kejayaan bangsa
dan negara. Sebaliknya jika ketahanan nasional rapuh karena pribadi-pribadi
manusianya tidak tangguh dan masa bodoh, maka cita-cita bangsa pun tidak akan
pernah terwujud. Pembenahan dan pemantapan identitas suatu bangsa merupakan
dua hal mendasar agar negara dan bangsa Indonesia dapat tetap eksis dan berjaya.
Penyemaian jati diri pribadi manusia-manusia Indonesialah penentunya. Istilah
pertahanan dan ketahanan yang dimaksud disini tidak diasosiasikan dengan istilah
ketahanan pada masalah militer. Ketahanan yang dimaksud adalah mencerminkan
keuletan dan ketangguhan yang perlu ditumbuh kembangkan di dalam diri seorang
atau pada suatu bangsa (sturdiness dan tenacity).

Penyemaian jati diri dimulai dari pribadi sampai dengan untuk seluruh bangsa,
sebagi suatu upaya strategis untuk dapat hidup sejahtera dan aman merupakan cara
ampuh secara antisipatif untuk mengatasi kondisi memprihatinkan, yang bermuara
pada krisis identitas.

Mari kita melihat kepada area yang lebih mengecil, yaitu seorang warga
negara yang menjadi suatu pribadi tunggal yang mempunyai kehidupan sendiri dan
mau tidak mau harus bergabung dan membutuhkan pribadi lainnya untuk mewujudkan
kehidupan yang lebih baik. Salah satunya adalah lingkungan pekerjaan, dimana kita
dapat berinteraksi satu pribadi dengan pribadi lainnya.

Kondisi pekerjaan dan kesibukan para pekerja saat ini sangatlah hiruk pikuk,
hal ini tidak harus melupakan bagaimana cara kita untuk bisa memaknai dan
memberikan nilai lebih terhadap diri kita sendiri, sehingga teman/rekan kerja,
atasan/pimpinan kerja serta lingkungan kerja bisa menilai kita menjadi pribadi yang
lebih baik dan mereka menjadi sebuah unsur yang akan selalu terikat dengan kita.
Sudah terbayangkan bagaimana indahnya suasana kerja jika kita satu sama
lain saling menghargai, menghormati, dan satu hal lagi yang tidak kalah penting adalah
berpenampilan menarik baik dari dalam dan luar. Terkadang perilaku dan tutur kata
masih kurang dianggap penting oleh beberapa kalangan, namun dalam
kenyatanyaannya dua hal tersebut yang membuat suatu lingkungan kerja menjadi
kondusif maupun tidak kondusif. Sehingga untuk menanggulangi lingkungan kerja
yang kurang kondusif, maka dari masing-masing pribadi dari setiap karyawan harus
bisa menjadi pribadi yang lebih baik dan profesional, dan mengelola diri menjadi pribadi
yang tangguh. Beberapa konsep mengenai kepribadian akan digunakan sebagai acuan
tolok ukur kepribadian yang baik di ranah profesional maupun sosial. Mari kita coba
elaborasi beberapa konsep untuk meningkatkan dan mengembangkan kepribadian di
dunia kerja dan sosial.

II. Pembahasan

A. A.Kepribadian dan Citra Diri


B. Kesadaran akan arah (sense of direction)
C. Pengertian (understanding)
D. Keberanian (Courage)
E. Amal atau Memberi (Charity)

KEPRIBADIAN dalam diri individu, baik ataupun buruk, dibentuk oleh beberapa
factor. Menurut Roucek dan Warren, sosiolog Amerika, ada tiga faktor manpengaruhi
pembentukan kepribadian seorang individu, yaitu faktor biologis/fisik,
psikologi/kejiwaan, dan sosiologi/lingkungan.

Faktor biologis/fisik adalah suatu faktor yang timbul secara lahiriah di dalam diri
seorang individu. Contoh, seseorang yang dilahirkan dengan cacat fisik atau
penampilannya kurang ideal, pasti ia akan rendah diri, pemalu, sukar bergaul, dan sifat
minder lainnya. Ataupun sebaliknya.

Faktor psikologi/kejiwaan, adalah suatu faktor yang membentuk suatu


kepribadian yang ditunjang dari berbagai watak, seperti, pemarah, pemalu, agresif, dan
lain-lain. Contoh, temperamen pemarah jika dipaksa atau didesak untuk melakukan
sasuatu yang tidak ia sukai, maka akan memuncak amarahnya.

Faktor sosiologi/lingkungan, adalah suatu faktor yang membentuk kepribadian


seorang individu sesuai dengan kenyataan yang nampak pada kehidupan kelompok
atau lingkungan masyarakat sekitarnya tempat ia berpijak. Contoh, seseorang yang
lahir di lingkungan yang penuh solidaritas, pasti orang tersebut akan mempunyai
kepribadian solider atau sikap pengertian terhadap sesama.

Ada pepatah mengatakan, “Jika kita hidup di kehidupan yang nyata dan jika
menyelaminya pasti akan terbawa arus”. Jadi, jika seseorang hidup dalam beberapa
factor pendukung pembentukan kepribadian tersebut, baik faktor tersebut memenuhi
syarat maupun tidak, pasti sangat berdampak pada terbentuknya kepribadian individu
tersebut.Lingkungan Pertama Utama. Dalam keadaan normal, lingkungan pertama yang
berhubungan dengan anak adalah orang tua, saudara-saudara, serta mungkin kerabat
dekat yang tinggal serumah. Melalui lingkungan pertama, anak mengenal dunia sekitar
dan pola pergaulan sehari-hari. Agar proses sosialisasi dan pembentukan kepribadian
anak menjadi baik, lingkungan pertama, khususnya orang tua, harus mengusahakan
agar anak-anaknya selalu dekat dengan orang tua; memberikan pengawasan dan
pengendalian yang wajar, sehingga jiwa anak tidak merasa tertekan; mendorong anak
agar dapat membedakan yang benar dan salah, yang baik dan buruk, yang pantas dan
tidak pantas; memperlakukan anak dengan baik; dan menasihati anak-anak jika
melakukan kesalahan atau kekeliruan. Berhati-hatilah dalam membimbing anak. Sebab,
apabila terjadi sesuatu yang berbeda dengan hal-hal itu, anak-anak akan mengalami
kekecewaan. Sebuah kekecewaan yang bisa jadi begitu mendalam. Rasa kecewa ini
bisa terjadi lantaran orang tua kurang memperhatikan anak-anaknya, karena terlalu
sibuk; orang tua terlalu memaksakan kehendak dan gagasannya kepada anak dengan
ancaman sanksi, sehingga akan dirasakan oleh anak cukup berat, dan akhirnya anak
akan menjadi tertekan jiwanya
Saat anda melihat seseorang dari dekat, apa yang anda lihat atau perhatikan?
yang anda lihat atau perhatikan tentunya adalah penampilan seseorang dan juga sikap
dan perilakunya, bukan?, Soegianto Hartono pelatih dan konsultan citra diri sukses,
mengungkapkan bahwa apa yang anda lihat dari seseorang, itulah citra diri seseorang
suatu gambaran mengenai bentuk fisik seseorang termasuk penampilannya, dan juga
mengenai kepribadiannya. Demikian sebaliknya orang lain akan melihat diri anda dari
dua sisi ini juga. Lewat pandangan yang bersumber dari citra diri inilah seseorang
menilai siapa diri anda, apakah anda adalah seseorang yang layak untuk dijadikan
rekan bisnis, teman, pacar, suami atau istri dan sebagainya. Apakah orang-orang di
sekeliling anda suka untuk mendekatkan diri dengan anda, atau bahkan menjauhkan
diri dari anda, juga tidak terlepas dari citra diri anda ini.

Bila anda mempunyai suatu citra diri yang baik dan positif, tentunya akan lebih
banyak orang yang ingin bersahabat dengan anda, atau mendekatkan diri dengan
anda. sebaliknya bila anda menampilkan suatu citra diri yang kurang baik dan negatif,
sudah pasti anda akan kesepian, karena banyak orang yang menolak untuk berdekatan
dengan anda.

Untuk mengenali citra diri anda, sudah selayaknya anda memiliki kesadaran
dalam pengertian kepekaan terhadap lingkungan dan termasuk diri anda sendiri. Anda
harus sadar apakah penampilan anda dan juga sikap dan perilaku anda itu berdampak
positif dan bermanfaat bagi orang lain atau malah sebaliknya membuat orang lain sebel
bertemu dengan anda. untuk membangun kesadaran ini terlebih dahulu kita harus
sesering mungkin melihat kedalam diri kita sendiri, dan memperhatikan dampak-
dampak pada hubungan dan komunikasi yang kita sampaikan terhadap respons dari
orang lain. Dari sinilah kesadaran anda akan meningkat. Kalau anda memiliki
kesadaran yang tinggi, anda akan mudah untuk menyesuaikan diri dan melakukan
perbaikan-perbaikan terhadap citra diri anda, sehingga di kemudian hari anda dapat
memperbaiki hubungan-hubungan dan komunikasi dengan orang lain lebih baik dan
lebih dekat serta mendapatkan respons yang positif.

Maxwell Maltz dalam bukunya yang berjudul “The New Psycho-Cybernetics”


(2004) memberi resep tentang gambaran kepribadian sukses, dengan rumusan
akronim yang mudah diingat yaitu : SUCCESS. Berikut ini prinsip-prinsip yang
diberikannya, yang mungkin akan berguna sebagai bahan refleksi.

Bagaimana mungkin anda sukses kalau anda sendiri tidak tahu arah kemana
anda ingin tujuan. Sebagai orang yang sukses tentu memiliki tujuan yang realistik,
jelas, pasti dan di yakini dengan segenap hati. Kalau saat ini anda belum tahu apa yang
ingin anda tuju, sebaiknya anda menanyakan kepada diri anda sendiri : “Apa yang saya
inginkan?”, “Apa yang ingin saya capai?”, “Kemana saya ingin menuju?”.

Dengan mengajukan pertanyaan ini, anda akan tersadarkan dan mulai menelusuri apa
yang menjadi minat atau keinginan hati anda.

Setelah anda mengetahui apa saja yang anda inginkan, tetapkan sasaran anda dan
mulailah untuk bertindak.

Komunikasi yang baik secara tidak langsung akan menghasilkan pengertian yang
baik. Anda tidak akan bereaksi tepat kalau informasi yang Anda tindaklanjuti itu keliru
dalam mengartikannya.Untuk mengatasi suatu masalah secara efektif Anda harus
mengerti sifat sejatinya. Kebanyakan kegagalan kita dalam berhubungan antar manusia
adalah karena salah pengertian. Kita berharap orang lain beraksi dan memberikan
respons serta mencapai kesimpulan yang sama seperti kita dari serangkaian fakta atau
keadaan.

Manusia bereaksi terhadap gambaran mental mereka sendiri, bukan terhadap


segala apa adanya. Kebanyakan reaksi atau posisi orang lain itu bukanlah dimaksudkan
untuk membuat kita menderita, sebagai keras kepala atau berniat jahat, melainkan
karena mereka artikan dan mereka tafsirkan situasinya secara berbeda-beda. Mereka
hanyalah bereaksi sesuai dengan apa yang bagi mereka tampaknya benar dalam
situasinya. Mengakui ketulusan orang lain ketika keliru, ketimbang menganggapnya
sengaja atau berniat jahat, akan membantu melancarkan hubungan antar manusia dan
melahirkan pengertian yang lebih baik diantara mereka.

Tanyakanlah kepada diri sendiri ”Bagaimanakah hal ini tampaknya bagi dia?”
“Bagaimanakah ia menafsirkan situasi ini?” “Bagaimanakah perasaannya tentang hal
ini?”. Cobalah mengerti mengapa ia bersikap seperti itu.
Seringkali kita ciptakan kebingungan ketika kita tambahkan opini kita sendiri terhadap
fakta-fakta yang ada dan sampai pada kesimpulan yang keliru (fakta versus opini).

Fakta: Dua orang teman sedang berbisik-bisik dan berhenti ketika Anda datang

Opini: Pasti mereka sedang menggosipkan aku (reaksi negatif)

Jika Anda dapat menganalisa situasi secara tepat dan dapat memahami bahwa tindakan
kedua teman Anda itu bukanlah dimaksudkan untuk menjengkelkan Anda, maka
niscaya Anda pun dapat memilih respons yang lebih tepat dan produktif.

Kita harus dapat melihat kebenaran dan menerimanya, entah baik atau buruk.
Seringkali kita warnai data yang diperoleh dengan ketakutan, kecemasan, atau hasrat
kita sendiri.

Mempunyai sasaran serta memahami situasinya belumlah cukup. Anda harus


mempunyai keberanian untuk bertindak, sebab hanya dengan tindakanlah sasaran itu
dapat di ubah menjadi kenyataan. Perbedaan antara orang yang sukses dan gagal
bukanlah kemampuan yang lebih baik atau ide yang lebih baik, melainkan keberanian
untuk bertaruh atas ide-idenya sendiri, dan mengambil resiko yang di perhitungkan,
serta bertindak.Oleh karena itu, pelajarilah situasinya dengan seksama, bayangkanlah
dalam imajinasi anda, berbagai alternatif tindakan yang mungkin bagi anda serta
konsekuensi-kosekuensi yang mungkin bisa timbul dari masing-masing alternatif
tindakan tersebut.

Pilihlah alternatif tindakan yang memberikan janji terbaik dan silahkan anda
lakukan. Jangan menunggu sampai segalanya sudah pasti, sebab anda akan terhambat
dalam bertindak. Setiap kali anda bertindak, mungkin saja anda keliru. Setiap
keputusan yang anda ambil mungkin bisa keliru. Tetapi janganlah sampai hal itu
menghambat anda dalam mencapai sasaran yang anda inginkan. Setiap harinya anda
harus mempunyai keberanian untuk mengambil resiko membuat kesalahan,
menanggung resiko gagal, resiko terhina. Selangkah ke arah yang keliru adalah lebih
baik daripada berdiam diri seumur hidup anda. Begitu anda melangkah, anda bisa
mengoreksi kesalahan yang pernah anda perbuat. Ingatlah : Otak bawah sadar anda
akan memandu anda kalau anda bertindak.

Kepribadian-kepribadian sukses berminat terhadap dan menghargai sesamanya.


Mereka menghormati masalah serta kebutuhan sesamanya. Mereka menghormati
martabat kepribadian manusia dan memperlakukan sesamanya sebagai manusia,
daripada objek belaka. Mereka sadar bahwa setiap orang adalah anak Allah dan
individu yang unik yang layak di berikan martabat dan penghormatan.

Memberi adalah Amal, jadi jangan mengharapkan imbalan, berusahalah memberi


secara ikhlas, dengan demikian citra diri anda akan meningkat.Memberi ibarat
menanam bibit pada sebidang tanah yang subur, dan suatu saat bibit yang anda tanam
itu akan tumbuh pohon yang besar dan menghasilkan buath-buah manis.

Jika anda bekerja pada suatu perusahaan, Instansi pemerintah, atau berbisnis baik
dalam bidang produk maupun jasa untuk di nikmati oleh orang lain, maka
pertimbangkan tiga hal di bawah ini sebagai pemberian sebesar-besarnya sesuai
dengan kemampuan anda :

- Memberikan nilai tambah bagi orang lain

- Memberikan peningkatan hidup bagi orang lain

- Memberikan manfaat bagi orang lain

Anda akan mengembangkan citra diri yang lebih baik dan lebih memadai jika anda
mulai merasa bahwa orang lain itu lebih berharga. Memperlakukan semua orang
dengan hormat adalah amal, oleh sebab itu tidaklah selalu dibalas secara individual dan
seketika. Anda tidak bisa memandangnya sebagai transaksi tetapi harus
memandangnya sebagai konstribusi Anda terhadap masyarakat

1. Harga Diri (Esteem)


2. Kepercayaan Diri (Self Confidence)
3. Penerimaan Diri (Self Acceptance)
A. B.Konsep 3 B (Brain, Behaviour and Beauty)
B. C.Jati diri yang Bermoral dan Berkarakter

Pribadi yang sukses itu memiliki self-esteem yang sehat, dimana mereka tidak
mudah tersinggung, tidak mudah marah, tidak suka mengeluh, tidak suka mengkritik
atau menjelekkan orang lain, mampu berlapang hati ketika menghadapi kegagalan
serta mampu bersabar dalam menghadapi hambatan.

Memiliki kualitas diri seperti ini di awali dari penerimaan diri sendiri. Sehingga
mereka bisa merasa puas dengan keberadaan dirinya serta bisa merasa bahagia
dengan diri sendiri. Self-esteem ini tidak bisa di beli dengan uang, tetapi harus di
bentuk di dalam diri dan melalui suatu proses pembelajaran yang cukup panjang
dengan melibatkan ketekunan dan kesabaran, serta bersedia menerima kepahitan
selama proses pembelajaran itu berlangsung.

Pada saat pertama kali memulai sesuatu, kemungkinan besar kepercayaan diri
kita kecil karena kita belum belajar dari pengalaman bahwa kita bisa sukses. Oleh
karena itu kepercayaan diri dibangun atas pengalaman sukses. Dari tindakan yang
pertama kali akan muncul hasil yang menjadi umpan balik untuk melakukan tindakan
berikutnya. Setelah beberapa kali kita melakukan tindakan dan hasilnya semakin baik,
maka rasa percaya diri itu semakin menguat.
Kepercayaan diri bisa tumbuh bila kita mulai membentuk kebiasaan mengingat
sukses-sukses di masa lalu dan melupakan kegagalan-kegagalan di masa lalu. Tidak
menjadi soal seberapa sering anda gagal di masa lalu. Yang penting adalah upaya
sukses yang seharusnya anda ingat, anda kuatkan, dan anda renungkan.

Perlu kita ingat bahwa setiap kesuksesan yang di raih seseorang tidak terlepas
dari bayang-bayang kegagalan termasuk di dalamnya kekecewaan, frustrasi, dan
keterhinaan. Kepribadian Sukses menerima segalanya kegagalan beserta kekecewaan,
frustrasi, dan keterhinaan yang di alami dengan besar hati.

Penerimaan diri artinya menerima diri kita sekarang secara apa adanya, dengan
segala kesalahan, kelemahan, kekurangan, kekeliruan serta aset dan kekuatan-
kekuatan kita. Kita harus menyadari kesalahan-kesalahan dan kekurangan-kekurangan
kita sebelum kita dapat mengoreksinya. Orang yang paling sedih dan tersiksa di dunia
ini adalah mereka yang terus berupaya meyakinkan diri sendiri mau pun orang lain
bahwa mereka adalah lain dari apa yang sesungguhnya. Tak ada kelegaan atau
kepuasan ketika Anda akhirnya menanggalkan segala kepura-puraan dan bersedia
menjadi diri sendiri. Berusaha mempertahankan kepura-puraan bukan saja merupakan
tekanan mental yang hebat, tetapi juga akan terus menerus menuntun pada
kekecewaan dan frustrasi pada saat seseorang beroperasi di dunia nyata dengan
keadaan diri yang fiktif.

Mengubah citra diri tidaklah berarti mengubah diri Anda, melainkan mengubah
gambaran mental Anda, estimasi Anda, konsepsi Anda dan kesadaran Anda akan diri.
Kita bisa mengubah kepribadian kita, tetapi tak dapat mengubah diri dasar kita.
Belajarlah diri Anda apa adanya dan mulailah dari sana. Belajarlah untuk secara
emosional mentolerir ketidaksempurnaan pada diri Anda. Penting kita sadari secara
intelektual kekurangan-kekurangan kita tetapi janganlah sampai kita membenci diri
sendiri karenanya. Janganlah membenci diri sendiri karena Anda tidak sempurna. Tak
ada seorang pun yang sempurna dan mereka yang pura-pura dirinya sempurna akan
terkurung dalam kenelangsaan. Tidak ada sukses sejati atau kebahagiaan sejati
sebelum anda bisa menerima diri sendiri.

Brain atau pikiran merefleksikan pengetahuan yang diperlukan dalam


hidup. Brain juga berkaitan dengan pilihan keahlian yang didalami. Keahlian tersebut
membawa seseorang pada perannya saat ini. Penggalian keahlian yang mumpuni
mendukung peran signifikan seseorang. Brain lebih bermakna tidak single, melainkan
multibidang. Misalnya, seorang guru profesional perlu memiliki pengetahuan subbidang
materi ajarnya, penyampaian materi ajar, psikologi anak, strategi memotivasi agar
anak berminat mengelaborasi kreatif potensinya, bahasa Inggris, menulis, tahu
teknologi informasi, etika, dan masih banyak lagi. Analogi yang kira-kira sama dapat
digunakan bagi pekerjaan lain, seperti jurnalis, dokter, petani, pedagang, direktur
perusahaan, dan berbagai peran lainnya.
Behavior atau perilaku. Dalam kehidupan, keahlian atau pengetahuan saja tidak
cukup. Menurut David Goleman, perlu perilaku yang disebut kecerdasan emosional.
Menurutnya, ada empat kompetensi penting yang selayaknya digunakan seseorang.
Pertama, mampu membaca emosi diri dan dampaknya terhadap orang lain. Kedua,
mampu mengontrol emosi serta beradaptasi pada perubahan lingkungan. Ketiga,
mampu memahami emosi orang lain dan dampaknya terhadap organisasi. Keempat,
mampu menginspirasi, memengaruhi, mengembangkan orang lain, serta mengatasi
konflik. Refleksi dari kecerdasan emosional tercermin dari sikap yang diambilnya.
Mampukah seorang pejabat yang telah bersusah payah dan penuh biaya dalam
memperoleh posisi menolak tawaran uang yang dihaturkan dengan sangat sopan dan
tampak bebas risiko? Apakah seseorang memiliki kekuatan menahan diri dari narkoba
yang ada di tangannya? Apakah seorang siswa bisa menahan diri dari menyontek yang
saat itu bisa dilakukannya? Kesanggupan memenangkan nilai-nilai luhur merefleksikan
kecerdasan emosional seseorang.

Konsep ketiga, beauty, atau kemenarikan personal. Tanpa menafikan kodrat,


penerimaan diri adalah refleksi damai diri atas berkah Ilahi. Optimalisasi potensi diri
secara personal dapat meningkatkan kualitas interaksi. Kemenarikan personal dapat
digali dengan berbagai cara. Misalnya, penggunaan ekspresi wajah; gerak tubuh yang
meliputi cara duduk, berjalan, dan bersalaman; pengaturan jarak; penggunaan suara
yang tepat; serta kemenarikan fisik, seperti kebersihan tubuh dan penampilan sesuai
konteks. Ketiga konsep tersebut menarik. Namun, realitasnya, sistem pendidikan
formal di Indonesia cenderung kurang mewadahi ketiga konsep itu secara
komprehensif.

Menurut Leila Mona Ganiem, pendidikan formal cenderung membahas brain dan
sedikit bahasan behavior. Di pendidikan informal semacam training, pengembangan
pribadi lebih menekankan beauty dan sedikit bahasan behavior. Mengacu pada
tingginya kebutuhan merekonstruksi kurikulum yang menjembatani terciptanya
manusia Indonesia yang mengerti budayanya dan memiliki karakter tangguh.

Sungguh memprihatinkan bila mendengar bangsa indonesia tidak memiliki jati


diri serta nilai-nilai budaya yang menurun, karena jati diri seseorang akan
membedakan dirinya dari orang lain. Demikian juga jati diri suatu bangsa akan
membedakan bangsa tersebut dengan bangsa lain.

Sebagai Doktor Ilmu Komunikasi dan konsultan pengembangan pribadi, Leila


Mona Ganiem mengungkapkan bahwa sebuah tulisan berjudul 'Pendidikan Budaya dan
Karakter Menurun' (Republika, 18 Januari 2010) mengusik perasaannya. Nilai-nilai
budaya, seperti tata krama, etika, kreativitas, keteguhan hati, tangguh, pantang
menyerah, bangga terhadap budaya sendiri, berjuang dan berprestasi dengan optimal,
serta nilai-nilai luhur lainnya, kian langka kita temukan. Urgensi yang muncul dari
realitas ini adalah kebutuhan akan pribadi manusia Indonesia yang berbudaya dan
berkarakter tangguh.

Dalam menghadapi situasi dan kondisi seperti diatas khususnya kondisi saat ini,
maka penyemaian jati diri merupakan suatu upaya strategis dan konseptual yang
paling meyakinkan. Jati diri seorang pribadi atau bangsa akan tercermin dari
penampilan rasa, cipta serta karsa atau sistem nilai (value system), sikap pandang
(attitude), dan perilaku (behavior) yang dimiliki. Menurut Soemarno Soedarsono
(1999), ada berbagi unsur yang dapat dipertimbangkan sebagai landasan jati diri untuk
dicoba di gali dari kehidupan nyata dalam upaya memelihara nilai-nilai intrisik
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara:

- Refleksi hati nurani merupakan cerminan sikap seseorang yang tidak berhenti-
henti mencoba dan mencari tumpuan hati. Kecerdasan Emosi (EQ) merupakan
elemen sangat penting di samping kecerdasan otak (IQ). Seseorang dengan IQ
tinggi tanpa di dukung kecerdasan emosi yang memadai, cenderung akan
menemui kegagalan dalam hidupnya. Ia harus lebih memahami hati nurani,
membina, dan menggunakannya secara tepat.

- Keramahan yang tulus dan santun adalah suatu realita dalam kehidupan di
daerah pedesaan. Alangkah baiknya apabila realita ini dapat dibudayakan
kembali secara nasional.

- Ketakwaan kepada Tuhan YME, sesungguhnya telah mengakar kuat, walaupun


seringkali dikaburkan dan kurang dihayati seperti yang seharusnya.

- Keuletan dan ketangguhan merupakan unsur yang sangat menentukan dalam


meraih keberhasilan. Tanpa kedua hal ini, Indonesia dipastikan belum dapat
menikmati kemerdekaan pada tahun 1945.

- Kecerdasan yang arif merupakan suatu pendapat obyektif tentang bangsa


Indonesia. Kita bukan bangsa yang bodoh, bahkan sebaliknya dapat
dikategorikan potensial. Tidak sedikit putri-putri Indonesia yang telah
membuktikan prestasi memuaskan dalam bidang pendidikan baik didalam
maupun di luar negeri.

- Harga diri merupakan budaya tua dan luhur, yang diwariskan secara turun-
temurun dan dimiliki bangsa Indonesia. Kenyataan ini selayaknya di pertahankan
dan menjadi tumpuan jati diri bangsa.

Dengan pemahaman ini maka jati diri adalah bukan sekedar perbedaan antara
seseorang atau suatu bangsa dengan yang lain secara lahiriah semata, tetapi lebih
menekankan pada eksistensinya atau kesadaran manusia selaku obyek yang
diciptakan oleh sang pencipta.
Untuk menjadi pribadi yang efektif, seseorang harus mampu memadukan
kompetensi dan karakter atau watak. Sebagai pribadi, dia dapat berperan secara
efektif bila mampu menampilkan dengan baik dan benar siapa sesungguhnya dirinya
(who he/she is) dan apa yang dapat dilakukannya (what he/she can?)

III. Penutup

Citra diri seseorang merupakan suatu gambaran mengenai bentuk fisik seseorang
termasuk penampilannya, dan juga mengenai kepribadiannya. Menjadi pribadi
profesional perlu membangun diri dengan kesungguhan, disiplin, kinerja yang baik
dan manajemen diri yang berkualitas Mengubah citra diri tidaklah berarti mengubah diri
Anda, melainkan mengubah gambaran mental Anda, estimasi Anda, konsepsi Anda dan
kesadaran Anda akan diri. kepribadian yang kuat adalah kualitas pribadi yang
melandaskan dirinya pada : memiliki percaya diri dan berpegang teguh pada prinsip
hidup; sikap mandiri meski tetap mendambakan kebersamaan; berjiwa dinamis, kreatif
serta pantang menyerah; visi untuk lebih mengedepankan kepentingan umum dari
pada kepentingan pribadi.

Agar dapat tampil sebagai pribadi yang efektif, sejak dini jati diri perlu di semai,
dibina, dan dimantapkan. Efektivitas ini hanya dapat dicapai bila yang bersangkutan
mampu menunjukan kompetensi dan karakter sebagai satu kesatuan. Dalam
pendidikan formal dan informal perlu diterapkan konsep behavior (perilaku) dengan
pembahasan yang lebih banyak. Karena pendidikan formal lebih banyak membahas
konsep brain, dan informal atau training lebih banyak membahas konsep beauty.

Anda mungkin juga menyukai