Banyak seminar,
training, maupun tulisan yang mengupas subyek ini karena memang diperlukan bagi mereka yang
berada di lingkungan profesional maupun dalam kehidupan sosial kemasyarakatan.
Pada dasarnya manajemen diri merupakan pengendalian diri terhadap pikiran, ucapan, dan
perbuatan yang dilakukan, sehingga mendorong pada penghindaran diri terhadap hal-hal yang tidak
baik dan peningkatan perbuatan yang baik dan benar.
Manajemen diri juga menuju pada konsistensi dan keselarasan pikiran, ucapan dan perbuatan
sehingga apa yang dipikirkan sama dan sejalan dengan apa yang diucapkan dan diperbuat. Integritas
seperti inilah yang diharapkan akan timbul dalam diri para praktisi manajemen diri.
Sebelum bisa memiliki pikiran-ucapan-perbuatan baik, terlebih dahulu seseorang harus memiliki
pemahaman dan pengertian yang benar.
Pemahaman/pengertian benar ==> pikiran benar ==> ucapan benar ==>perbuatan benar.
Akan tetapi walaupun punya pemahaman terhadap kebaikan dan ketidakbaikan, belum tentu pikiran
seseorang mampu diarahkan terus-menerus terhadap kebaikan. Dan walaupun seandainya pikiran
seseorang sudah didominasi oleh kebaikan, belum menjamin bahwa ucapannya selalu sejalan dengan
pikiran baik ini. Demikian pula tidak ada garansi bahwa perbuatannya secara fisik merefleksikan
sepenuhnya pikiran yang baik ini.
Sebagai contoh, apapun latar belakang, umur, jenis kelamin, pendidikan, suku dan lain sebagainya,
umumnya kita setuju bahwa olah raga dengan frekuensi dan dosis yang tepat, dapat menjaga
kebugaran, daya tahan dan kesehatan seseorang. Pemahaman ini menuntun pada pikiran yang baik
bahwa olah raga penting bagi kesehatan.
Pemahaman dan pikiran tentang kebaikan olah raga ini lebih mudah sejalan dengan ucapan. Sewaktu
menasihati orang lain, dengan mudah kita menjelaskan pentingnya berolah raga secara teratur. Akan
tetapi sewaktu harus praktek langsung, banyak di antara kita akan memunculkan berbagai alasan untuk
mendukung dan memberikan pembenaran mengapa diri kita sendiri jarang atau bahkan tidak sama
sekali berolah raga. Mulai dari alasan sibuk bekerja, waktunya belum tepat, tidak ada sarana, dan lain-
lain.
Ini menjelaskan mengapa banyak orang yang tidak atau belum sukses padahal begitu banyak kiat, taktik,
strategi, dan metode sukses diajarkan melalui buku, kaset, seminar dan lain-lain. Banyak di antara kita
hafal di 'luar kepala' dan mampu dengan cepat menyebutkan persyaratan untuk bisa sukses, mulai dari
berdisiplin tinggi, tepat waktu, punya integritas, jujur, fokus pada apa yang sedang dikerjakan, kerja
sama team, bertanggung jawab, bekerja keras, tidak mudah putus asa, dan lain sebagainya.
Begitulah, banyak dari kita hanya bermain pada tataran pemahaman dan pikiran, atau paling jauh
sampai level ucapan saja. Begitu harus diterapkan dalam kehidupan kita sehari-hari secara disiplin, kita
memberikan banyak maaf kepada diri sendiri untuk menunda atau tidak melakukan berbagai kiat, taktik,
strategi dan metode sukses tersebut.
Akhirnya sukses terlihat hanya menjadi hak orang lain dan bukan hak kita. Padahal kita sendirilah yang
menentukan sukses tidaknya diri kita masing-masing karena setiap orang punya hak untuk sukses,
seperti yang dikatakan oleh Bapak Andrie Wongso bahwa " Success is My Right " (sukses adalah hak
saya).
Sebenarnya tanpa perlu menjalankan semua persyaratan sukses, masih terbuka lebar kesempatan
meraih berbagai keberhasilan dalam hidup kita. Seringkali cukup dengan menjalankan secara disiplin
dan konsisten beberapa poin saja di antaranya, maka kita akan menjadi insan-insan yang berbeda dan
lebih baik dari mereka-mereka yang hanya berwacana di tataran pikiran dan ucapannya saja (OmDo =
Omong Doang, NATO = No Action Talk Only, "Tong Kosong Nyaring Bunyinya").
Pemahaman/pengertian benar ==> pikiran benar ==> ucapan benar ==> perbuatan salah.
Pemahaman/pengertian benar ==> pikiran benar ==> ucapan salah ==> perbuatan salah.
Pemahaman/pengertian benar ==> pikiran salah ==> ucapan salah ==> perbuatan salah.
Dan yang pasti terjadi jika pemahaman/pengertian seseorang tidak benar adalah :
Pemahaman/pengertian salah ==> pikiran salah ==> ucapan salah ==> perbuatan salah.
John C. Maxwell mengatakan bahwa pikiran berlanjut ke ucapan terus ke perbuatan. Jika rangkaian ini
terus dilakukan dapat membentuk kebiasaan yang menghasilkan karakter seseorang dan akhirnya
menentukan destiny (= nasib)-nya.
Marilah kita mulai menyelaraskan antara pikiran benar, ucapan benar dan perbuatan benar untuk
membentuk kebiasaan benar dalam membangun karakter yang benar pula sehingga pada akhirnya
kita bisa menuai 'hasil' yang baik dan benar pula dalam semua aspek kehidupan kita.
Manajemen Diri
Posted by: fikriana on: Juni 20, 2007
In: Manajemen
Comment!
Setiap orang mempunyai tujuan hidup. Tujuan hidup setiap orang berbeda-beda.
Karena mereka memiliki pemikiran yang berbeda, dan juga keinginan yang berbeda dalam
kehidupannya. Ada yang sangat berambisi, biasa saja, dan ada pula yang hanya menjalani
apa yang sudah tuhan takdirkan.
Tidak mudah menjalani tujuan hidup yang sudah kita rencanakan, karena terkadang
rencana yang sudah kita ingin jalankan terbentur oleh kenyataan yang ada. Karena kita
tidak mempunyai kuasa apapapun untuk dapat menentukan apakah tujuan yang sudah kita
tentukan itu dapat berjalan dengan baik. Karena ada Tuhan yang menentukan dan
mempunyai kuasa atas segala hal yang ada di dunia ini. Jika DIA sudah menentukan tidak
apakah kita dapat merubahnya. Oleh sebab itu kita hanya dapat berdoa agar tujuan yang
sudah kita rancang dapat berjalan sesuai rencana.
Perencanaan tujuan hidup yang baik tidak mudah. Karena kita harus mampu
konsisten dengan apa yang sudah kita rencanakan. Dan kita sudah memikirkan baik dan
buruknya terlebih dahulu.Merencanakan tujuan hidup yang baik dengan cara manajemen
diri. Pengertian Manajemen Menurut James A.F. Stoner : Manajemen adalah suatu
proses perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan, dan pengendalian upaya
dari anggota organisasi serta penggunaan sumua sumber daya yang ada pada
organisasi untuk mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan sebelumnya.
Pengertian Manajemen Menurut Mary Parker Follet : Manajemen adalah suatu seni, karena
untuk melakukan suatu pekerjaan melalui orang lain dibutuhkan keterampilan khusus.
Manajemen diri adalah orang yang mampu untuk mengurus dirinya sendiri.
Sedangkan kemampuan untuk mengurus diri sendiri itu dilihat dari kemampuan untuk
mengurus wilayah diri yang paling bermasalah. Dan yang paling biasa bermasalah dalam
diri itu adalah hati. Oleh karena itu kita harus bisa memanaj hati.
Menata hati dan potensi yang ada di dalam diri diperlukan kecerdasan. Saat ini
seseorang berkarya tidak cukup dengan kecerdasan rasional yaitu seseorang yang bekerja
dengan rumus dan logika kerja saja, atau dengan kecerdasan emosional (Goleman, 1996)
agar merasa gembira, dapat bekerjasama dengan orang lain, punya motivasi kerja,
bertanggungjawab dan life skill lainnya. Dan satu hal lain yaitu kecerdasan spiritual agar
seseorang merasa bermakna, berbakti dan mengabdi secara tulus, luhur dan tanpa pamrih
yang menjajahnya (Zohar, 2002).
Jika diantara ketiganya kita satukan untuk dapat manata atau mamanaj diri,
tidaklah mungkin semua yang sudah kita rencanakan dapat berjalan sesuai dengan
harapan. Karena dari ketiga kecerdasan tersebut saling mendukung dalam menata diri.
Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di
belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak merubah
keadaan suatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan
apabila Allah menghendaki keburukan terhadap suatu kaum, maka tak ada yang dapat
menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia (QS. Ar-Ra’ad [13]:11).
Iftitâh
Bismillâh. Sejak 2004, seperti air hujan, mahasiswa baru (MABA) dari Indonesia datang
membanjiri lembah Sungai Nil. Jumlahnya mencapai 1054. Tahun berikutnya pun demikian.
Peningkatan drastis pada dua tahun (2004-2005) itu, satu sisi membahagiakan, karena jumlah
kader ummat dan bangsa yang akan mengeluarkan Indonesia dari krisis multidimensi semakin
banyak. Namun di sisi lain menyedihkan, setelah natijah imtihân turun, banyak yang rasib.
Muncullah sebuah kesimpulan, bahwa secara kuantitas Masisir besar, namun secara kualitas
kecil. Ini pula yang membuat Departemen Agama (Depag) RI, tahun ini (2006), mengeluarkan
kebijakan untuk menyeleksi, lewat testing di perguruan tinggi Islam di beberapa propinsi,
terhadap semua CAMABA, baiknya jalur Depag maupun “Terjun Bebas” dan mensyaratkan
adanya “uang bekal” (living cost) sebesar US$. 2500,- (25 juta rupiah).
Terlepas dari polemik dan pro-kontra Masisir terhadap kebijakan Dapag yang dianggap
“sepihak” dan “sangat mendadak” tersebut, yang jelas peningkatan jumlah MABA perlu kita
respon dengan proaktif dan bijaksana. Sebab, persoalannya, tidak hanya masalah akademis saja,
tapi masalah patologi sosial —penyakit masyarakat (baca: Masisir)— yang muncul akibat
“penumpukan” emigran; ketidakseimbangan antara kedatangan MABA dengan kepulangan
mahasiswa lama.
Oleh sebab itu, dalam tulisan ini, saya ingin mengajak diskusi Anda dan para MABA yang
dianggap sebagai “persoalan” (problem) agar berubah menjadi solusi dari masalah (problem
solver). Ada empat pembahasan yang akan kita diskusikan di sini, (1) fenomena kehidupan
Masisir sebagai upaya identifikasi sekaligus mencari akar masalah Masisir; (2) Manajemen Diri
sebagai tawaran solusi dari persoalan Masisir; (3) Tujuh Prinsip dan Kiat Praktis Manajemen
Diri sebagai bentuk konkrit dari Manajemen Diri itu; dan terakhir, (4) Manajemen Waktu
sebagai pelengkap untuk menjelaskan salah satu prinsip dari 7 prinsip yang saya rumuskan.
Daftar Pustaka
1. Asy-Syarifain, Khadim Al-Haramain, Al-Quran wa Tarjamah Ma’âniyah ilâ al-Lughatu al-
Andunisia (Al-Quran dan Terjemahnya), (Madinatu al-Munawwarah: Majammak Malik Fahd li
Thiba’ah al-Mushaf asy-Syarîf, 1971)
2. Ridla, Dr. Akrim, Idâratu adz-Dzât: Dalîlu asy-Syabâbu ilâ an-Najahi, (Cairo: Dâr at-Tawzi’
wa an-Nasyr al-Islâmi, 2000)
3. Fathy, Muhammad, Al-Waqtu Huwa al-Hayah, (Cairo: Dâr at-Tawzi’ wa an-Nasyr al-Islâmi,
2000)
4. Al-Qoradhowy, Dr. Yusuf, Al-Waqtu fî Hayati al-Muslim, (Cairo: Maktabah Wahbah, 2004)
5. Covey, Stephen R., The 7 Habits of Highly Effective People (7 Kebiasaan Manusia Yang
Sangat Efektif), (Jakarta: Binarupa Aksara, 1997)
6. ______________, First Things First (Dahulukan Yang Utama), (Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama, 1999)
7. Daud Ibrahim, Marwah, Ph.D, Mengelola Hidup & Merencanakan Masa Depan, (Jakarta:
MHMMD, 2004)
8. Az-Zuhaily, Dr. Wahbah, At-Tafsîr al-Munîr fî al-’Aqîdah wa as-Syarî’ah wa al-Manhaj
(Libanon: Darul Fikri, 1998)
9. Khalid Muhammad Khalid, Rijâlu Haula Rasûl (Cairo: Darul Muqatham, 1994)
10. Hernowo, Self Digesting (Bandung: MLC, 2004)
Prestasi merupakan refleksi jiwa. Jiwa yang dinamis akan merefleksikan semangat pengembangan diri
secara total dan berkesinambungan. Jiwa yang dinamis pula yang pada akhirnya akan melahirkan etos
kerja dan budaya pengembangan diri yang baik.
Pengembangan diri manusia bersifat dinamis, berubah dari hari ke hari. Dinamisnya pengembangan
diri telah diisyaratkan Allah SWT dalam surat al-Hasyr ayat 18, Hai orang-orang yang beriman,
bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya
untuk hari esok (akhirat), bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang
kamu kerjakan. Dalam riwayat sebuah hadits juga dinyatakan, barangsiapa yang harinya sama dengan
kemarin, ia terlena, jika harinya lebih buruk dari kemarin, ia merugi, yang beruntung hanyalah orang
yang harinya lebih baik dari kemarin
Bulan Ramadhan yang baru lalu, saya berkesempatan berkunjung ke Jepang. Saat itu, saya
menyaksikan fenomena peradaban modern Asia melalui interaksi dengan masyarakat Jepang yang
dinamis, makmur secara materi, dan memiliki teknologi maju sehingga mampu menjadi keajaiban Asia
. Meskipun di sisi lain, kehidupan mereka sebenarnya timpang dan menjadi ironi bila diukur dari
parameter ukhrawi.
Negara Jepang, dengan caranya sendiri mampu mengantarkan masyarakatnya menjadi masyarakat
dengan peradaban modern. Rahasia pencapaian kemajuan mereka adalah Keizen. Kaizen adalah konsep
yang diperkenalkan oleh Masaaki Imai, seorang pakar produktivitas perusahaan Jepang. Imai yang
sejak tahun 1950-an mempelajari produktivitas industri Amerika kemudian menulis buku Kaizen, The
Key to Japan s Competitive Success (1986) yang berisi rahasia keberhasilan perusahaan dan industri
Jepang.
Strategi Kaizen merupakan konsep tunggal manajemen Jepang yang menjadi kunci sukses dalam
persaingan. Kaizen berarti penyempurnaan secara kontinyu dan melakukan pengembangan secara
total dengan melibatkan semua unsur dan potensi yang ada. Kaizen berorientasi pada proses dan
usaha yang optimal, berbeda dengan manajemen Barat yang lebih berorientasi pada hasil.
Esensi konsep Keizen dapat kita terapkan dalam kehidupan sehari-hari. Dalam bentuk upaya untuk
selalu mengembangkan dan menyempurnakan kemampuan, prestasi dan produktivitas spiritual,
intelektual, fisik maupun material secara kaffah alias total.
Pembaruan fisik dapat dilakukan dengan melalui olahraga, asupan nutrisi, dan upaya pengelolaan
stres. Pembaruan spiritual dapat diraih melalui penjelasan tentang nilai dan komitmen, melakukan
studi atau kajian dan berkontemplasi atau berdzikir. Dimensi mental dapat diperbarui melalui
kegiatan membaca, melakukan visualisasi, membuat perencanaan dan menulis. Adapun dimensi
sosial/emosional diasah melalui pemberian pelayanan, bersikap empati, melakukan sinergi dan
menumbuhkan rasa aman dalam diri. Dalam proses pengembangan diri diperlukan keseimbangan
(tawazun) dan sinergi (tanasuq) untuk mencapai hasil optimal sebagaimana yang diharapkan.
Pengembangan diri tidak muncul begitu saja. Untuk meraihnya, diperlukan latihan dengan pola seperti
spiral. Pola ini melatih kita untuk bergerak ke atas sepanjang spiral secara terus-menerus. Pola spiral
ini memaksa kita untuk melalui tiga tahap kegiatan yakni belajar, berkomitmen, dan berbuat. Latihan
ini harus terus-menerus berjalan secara berulang-ulang sampai kualitas dan produktivitas diri kita
menjadi semakin tinggi.
1. Memperluas pengetahuan mengenai fakta situasional. Jangan bersikap tak acuh dengan lingkungan
sekitar;
2. Menjalin hubungan dengan orang lain;
3. Mengelola waktu secara efektif;
4. Menjaga keaktualan pengetahuan agar tidak tertinggal dan relevan. Jangan malas mencari
pengetahuan baru;
5. Berlatih untuk mengumpulkan fakta dan membuat asumsi;
6.Membuat jurnal pribadi dengan menggunakan catatan harian agar jadwal kita menjadi teratur.;
Bicara adalah perkara mudah. Namun, hanya bicara yang diikuti oleh tindakan yang dapat membuat
segalanya menjadi lebih baik.
· Anda tidak akan dapat mencapai kemajuan apabila selalu mengerjakan sesuatu dengan
cara yang sama. Oleh karena, mengubah cara harus sering dilakukan meskipun dapat membuat anda
merasa kurang nyaman.
· Anda harus berusaha menghentikan kebiasaan yang tidak baik dengan sungguh-sungguh.
· Semakin lama anda tenggelam dalam perilaku yang merugikan diri sendiri, semakin lama
anda harus berjuang untuk menghentikannya.
· Menghindari tindakan yang anda kuatirkan akan gagal hanya dapat mengurangi
kecemasan anda sementara. Dalam jangka panjang, penghindaran ini justru dapat berakibat buruk.
Oleh karena itu lebih baik menghadapinya, ketimbang mengindar.
· Makin sering anda berfikir bahwa anda tidak berguna dan tidak berharga setelah
mengalami kegagalan, semakin sulit anda mencapai keberhasilan.
· Kalau anda ingin menemukan kedamaian dan kegembiraan di dunia dan Insya Allah di
surga nanti, atau ingin menjadi lebih baik, anda harus memaksa diri untuk melakukannya.
Sikap diri seperti di atas perlu dibangun karena menentukan gaya manajemen pengembangan diri
anda. John Maxwell dalam The Winning Attitude; Your Key to Personal Success (1993) menyimpulkan
bahwa sikap hidup menentukan tindakan, pola hubungan dengan orang lain, perlakuan yang kita terima
dari orang lain, keberhasilan dan kegagalan, menentukan hasil akhir, cara pandang yang positif dan
optimis. Ia juga menyatakan, sikap anda sekarang adalah hasil dari sikap-sikap anda selama ini.
Oleh karena itu sangat tepat jika kita selalu berpegang pada pesan Nabi saw dalam hadits
riwayat al-Bukhari, segala aktivitas ditentukan oleh niat dan seseorang akan menuai hasil
aktivitasnya sesuai dengan niatnya. Niat itulah sebenarnya yang merupakan benih dari sikap diri
sehingga perlu dijaga kesucian dan kekuatannya. Dengan demikian, niat dapat memberikan energi
positif dalam pengembangan diri. Nabi juga bersabda bahwa sangatlah beruntung seseorang yang
senatiasa menyibukkan diri dengan kekurangannya, ketimbang mengorek kekuarangan orang lain. (QS.
Ali Imran: 110-194)
Wallahu A lam Wa Billahit Taufiq Wal Hidayah
MANAJEMENDIRI
Setiap orang mempunyai tujuan hidup. Tujuan hidup setiap orang berbeda-beda. Karena mereka
memiliki pemikiran yang berbeda, dan juga keinginan yang berbeda dalam kehidupannya. Ada
yang sangat berambisi, biasa saja, dan ada pula yang hanya menjalani apa yang sudah tuhan
takdirkan.
Tidak mudah menjalani tujuan hidup yang sudah kita rencanakan, karena terkadang rencana
yang sudah kita ingin jalankan terbentur oleh kenyataan yang ada. Karena kita tidak mempunyai
kuasa apapapun untuk dapat menentukan apakah tujuan yang sudah kita tentukan itu dapat
berjalan dengan baik. Karena ada Tuhan yang menentukan dan mempunyai kuasa atas segala
hal yang ada di dunia ini. Jika DIA sudah menentukan tidak apakah kita dapat merubahnya.
Oleh sebab itu kita hanya dapat berdoa agar tujuan yang sudah kita rancang dapat berjalan
sesuai rencana.
Perencanaan tujuan hidup yang baik tidak mudah. Karena kita harus mampu konsisten dengan
apa yang sudah kita rencanakan. Dan kita sudah memikirkan baik dan buruknya terlebih
dahulu.Merencanakan tujuan hidup yang baik dengan cara manajemen diri. Pengertian
Manajemen Menurut James A.F. Stoner : Manajemen adalah suatu proses perencanaan,
pengorganisasian, kepemimpinan, dan pengendalian upaya dari anggota organisasi serta
penggunaan sumua sumber daya yang ada pada organisasi untuk mencapai tujuan organisasi
yang telah ditetapkan sebelumnya. Pengertian Manajemen Menurut Mary Parker Follet :
Manajemen adalah suatu seni, karena untuk melakukan suatu pekerjaan melalui orang lain
dibutuhkan keterampilan khusus.
Manajemen diri adalah orang yang mampu untuk mengurus dirinya sendiri. Sedangkan
kemampuan untuk mengurus diri sendiri itu dilihat dari kemampuan untuk mengurus wilayah
diri yang paling bermasalah. Dan yang paling biasa bermasalah dalam diri itu adalah hati.
Oleh karena itu kita harus bisa memanaj hati.
Menata hati dan potensi yang ada di dalam diri diperlukan kecerdasan. Saat ini seseorang
berkarya tidak cukup dengan kecerdasan rasional yaitu seseorang yang bekerja dengan rumus
dan logika kerja saja, atau dengan kecerdasan emosional (Goleman, 1996) agar merasa
gembira, dapat bekerjasama dengan orang lain, punya motivasi kerja, bertanggungjawab dan
life skill lainnya. Dan satu hal lain yaitu kecerdasan spiritual agar seseorang merasa bermakna,
berbakti dan mengabdi secara tulus, luhur dan tanpa pamrih yang menjajahnya (Zohar, 2002).
Jika diantara ketiganya kita satukan untuk dapat manata atau mamanaj diri, tidaklah mungkin
semua yang sudah kita rencanakan dapat berjalan sesuai dengan harapan. Karena dari ketiga
kecerdasan tersebut saling mendukung dalam menata diri.
Kesuksesan dapat dilihat dari kesuksesan seseorang dalam memanaj dirinya sendiri. Karena
setelah dapat memenaj diri sendiri pasti orang itu akan dapat memimpin