Secara etimologi, Mastery berasal dari bahasa inggris dan latin yang
berarti penguasaan atau keahlian dominasi terhadap sesuatu. Sedangkan dari
bahasa Perancis, berasal dari kata Maitre yang berarti seseorang mempunyai
keahlian khusus, cakap, dan ahli dalam sesuatu. (Hapsari, dkk)
Mastery tidak berarti mengontrol orang lain, maupun diri sendiri. Seiring
berjalannya waktu yang dilakukan adalah menggabungkan berbagai variasi dan
kadang-kadang konflik kepribadian seseorang (Leonard)
Manfaat dan keuntungan bagi seseorang yang mempunyai tingkat penguasaan diri
tinggi adalah :
1
8. Kepemimpinan kreatif yang kuat.
9. Meningkatkan kecerdasan emosi.
Dengan demikian terlihat jelas bahwa Personal Mastery tidak saja baik bagi
diri sendiri namun juga mempengaruhi lingkungan kerja, lingkungan tempat
tinggal dengan cara yang positif.
2
Dengan menguasai 4 aspek yang telah dikemukakan, diharapkan seseorang
dapat menggunakannya untuk mengatasi kebutaan yang dialami. Setelah mampu
menguasai 4 aspek tersebut, dapat dikatakan telah menguasai Personal Mastery.
Seseorang yang telah menguasai Personal Mastery memiliki komitmen yang
tinggi terhadap suatu hal, lebih sering mengambil insiatif, secara terus menerus
mengembangkan kemampuannya untuk menciptakan hasil terbaik dalam
kehidupan yang benar-benar diinginkan.
3
Pengembangan Personal Mastery
Peter M. Senge (1990) mengemukakan beberapa prinsip dan praktik yang
dapat digunakan untuk mengembangkan PM.
1. Perlu dikembangkan sebuah visi pribadi yang jelas dan menantang. Visi ini
perlu dikembangkan berdasarkan misi (purpose) yang luhur. Untuk
membedakan keduanya, Senge menjelaskan,
… Purpose is similar to a direc tion, a general heading. Vision is a
specific destination, a picture of a
desired future. Purpose is abstract. Vision is concrete. Purpose is
“advancing man’s capability to explore the heavens.” Vision is “a man on
the moon by the end of the 1960s.” Purpose is “being the best I can be,”
“excellence.” Vision is breaking four minutes in the mile.”(Senge,
1990:412).
2. Kemampuan untuk mengelola tegangan kreatif perlu ditingkatkan terus-
menerus. Ketika keadaan yang ada jauh lebih rendah dari visi yang
dicanangkan, orang dapat memilih untuk mengubah keadaan agar semakin
menuju kondisi yang ditargetkan pada visi atau sebaliknya menurunkan visi.
Pembelajaran berkembangan dengan baik pada pilihan yang pertama.
Dorongan untuk menekan kesenjangan terjadi karena manusia menginginkan
kondisi yang nyaman. Di sini dibutuhkan kemampuan untuk bertekun dan
menunggu sampai tindakan-tindakan yang diambil memberikan hasil positif.
3. Perlu dikembangkan kemampuan untuk menangani “konflik struktural” di
dalam diri sendiri. Konflik ini terjadi karena di satu sisi kita berkomitmen
tinggi terhadap sebuah visi yang ideal, luhur, dan mampu membawa kita
kepada jati diri yang sempurna. Namun di sisi yang lain, muncul bisikan dari
dalam batin kita sendiri yang menyebabkan keragu-raguan untuk
mewujudkan visi tersebut. Sistem pendidikan kita sejak kecil tidak jarang
menekankan ketidakberdayaan (powerlessness) kita untuk mencapai hal-hal
besar. Juga sering ditanamkan dalam diri kita tentang ketidak-
layakan (unworthiness) kita untuk meraih visi yang besar. Ibarat putri
duyung mendamba, kita boleh saja memiliki cita-cita luhur untuk memberi
4
dampak positif bagi lingkungan sekitar dan kehidupan tetapi suara batin kita
menahan laju kita dari dalam. Diperlukan suatu upaya resolusi konflik
struktural. Pemeriksaan yang cermat dapat menunjukkan mengapa kedua hal
ini terjadi. Selanjutnya diperlukan suatu penyeimbangan agar beban-beban
yang dialami dapat dilepaskan dan kita memasuki tingkatan baru dan merasa
layak dan mampu untuk mewujudkan visi dalam kesatuan yang harmonis
dengan lingkungan. Melalui latihan-latihan terus-menerus, keyakinan diri
akan semakin bertumbuh dan sebaliknya ketakutan semakin dapat ditekan.
sebagaimana diketahui umum, ketakutan adalah musuh utama bagi
perubahan.
4. Perlu dikembangkan komitmen terhadap kebenaran secara terus-menerus.
Upaya-upaya untuk memperbaiki pemahaman kita mengenai berbagai
peristiwa sangat diperlukan agar kita dapat menemukan solusi yang tepat atas
permasalahan-permasalahan. Teori-teori yang kita anut perlu dikritisi dengan
menilai daya tahannya di dalam menjelaskan situasi-situasi yang terjadi
berdasarkan fakta. Dinamika yang kompleks memerlukan fleksibilitas di
dalam penerapan teori-teori. Sulit ditemukan satu-satunya teori yang mampu
menjawab semua permasalahan secara tuntas. Kemampuan berpikir kritis-
konstruktif dapat membantu kita untuk memastikan kebenaran yang dapat
diterima dan dijadikan acuan di dalam menetapkan langkah untuk
mewujudkan visi pribadi yang telah disusun.
5. Alam bawah sadar penting untuk dikenali dan didayagunakan secara optimal.
Konon alam bawah sadar manusia itu seperti samudra raya dengan kekuatan
yang dahsyat. Berhubung alam bawah sadar tidak memiliki tujuan sendiri,
maka kekuatan ini hanya bisa dimanfaatkan jika tersambung dengan alam
sadar manusia. Kegiatan-kegiatan menyepi dan bersemedi yang berkembang
pada masa lalu mungkin memiliki relevansi dengan upaya peningkatan
kapasitas diri ini: Pemeriksaan yang cermat atas alam bawah sadar dan
pengintegrasiannya dengan alam sadar. Ketika kemampuan ini dimanfaatkan
untuk mencapai visi dan misi dapat disediakan energi yang cukup untuk
5
mencapai hasil yang optimal dengan mengatasi hambatan-hambatan yang
ditemui. Per ardua ad astra!
6. PM perlu diintegrasikan dengan kamampuan berpikir kesisteman (ST).
Kemampuan untuk melakukan pembelajaran terus-menerus dapat
dipertahankan melalui perpaduan antara akal dan intuisi, senantiasa melihat
keterkaitan diri kita dengan lingkungan yang lebih luas (dunia),
pengembangan kepedulian (compassion), dan perhatian yang besar terhadap
keseluruhan. Dengan cara ini, pencapaian visi pribadi memiliki makna karena
adanya dampak positif yang dapat diberikan kepada sesama dan lingkungan
yang lebih luas. Kesabaran, ketekunan, dan rasa syukur yang sehat juga dapat
diperoleh dengan memahami bahwa tindakan-tindakan individual dapat
memiliki rangkaian yang panjang agar tiba pada hasil yang nyata. Di sisi lain,
perkembangan ini memberikan harapan untuk bertindak karena keyakinan
bahwa setiap tindakan lokal yang positif dapat berdampak global. Oleh
karena itu, masing-masing individu akan semakin terdorong untuk
mengambil tanggung jawab penuh atas bagiannya masing-masing meskipun
kelihatannya sederhana karena pengetahuan akan dampak luas yang akan
dihasilkan pada seluruh sistem. So, think globabally, act locally!
6
pribadi, (b). tegangan kreatif, dan (c). komitmen pada kebenaran.
a. Visi Pribadi. Umumnya setiap orang memiliki cita-cita dan tujuan, namun tanpa
pemahaman visi yang nyata. Mungkin anda mendambakan rumah yang lebih
bagus, pekerjaan yang lebih baik, atau segmen pasar yang lebih besar untuk
produk anda. Semua ini adalah contoh dari pencurahan perhatian pada alat bukan
pada hasil. Misalnya, mungkin anda mendambakan segmen pasar yang lebih besar
dan menguntungkan agar perusahaan anda tetap mandiri sesuai dengan kebenaran
tujuan yang anda tetapkan sebelumnya. Cita-cita akhir memiliki nilai yang paling
utama, sedangkan yang lain merupakan alat pencapaian tujuan akhir yang bisa
berubah-ubah seiring dengan perubahan waktu. Kemampuan mencurahkan
perhatian pada keingin-keinginan akhir adalah pondasi penguasaan pribadi. Visi
berbeda dengan tujuan. Visi adalah gambaran tetap dari masa depan yang dicita-
citakan, sedangkan tujuan bersifat lebih abstrak. Namun, visi tanpa dibarengi
dengan pemahaman tujuan, sama halnya dengan angan-angan belaka.
7
c. Komitmen pada Kebenaran. Kemauan pantang-mundur untuk membuka diri
dari cara-cara kita menutup dan membohongi diri sendiri, dan kemauan untuk
menantang cara-cara kerja sesuatu, merupakan ciri-ciri orang yang memiliki
tingkat Penguasaan Pribadi yang tinggi. Pencarian kebenaran tersebut membawa
mereka kepada pendalaman kesadaran bahwa ada struktur yang berpengaruh dan
menciptakan peristiwa. Kesadaran ini sangat berpengaruh pada kemampuan
mereka dalam mengubah struktur sehingga tercapai hasil yang mereka cari.
8
tegangan kreatif. Selama proses visi bersama, secara tak terelakkan seseorang
akan bertanya kepada pemimpin senior: "Baiklah, bagaimana perasaan anda
secara pribadi tentang ke mana kita seharusnya beranjak?"
9
Apakah anda dan organisasi anda siap dengan hal ini? Coba anda bayangkan
sebuah organisasi yang penuh dengan orang-orang yang bekerja dengan antusias,
karena mereka tahu bahwa mereka akan berkembang dan maju, dan berkemauan
untuk memenuhi visi dan sasaran organisasi yang lebih besar. Ada kemudahan,
penghargaan, dan sedikit upaya dalam menyelesaikan berbagai hal. Pekerjaan
mengalir tanpa rintangan diantara tim dan bagian. Setiap orang merasa senang dan
bangga dengan setiap aspek organisasi misalnya, mereka berbicara secara terbuka,
saling merenungkan gagasan satu sama lain, dan mempunyai pengaruh yang kuat
terhadap bagian-bagian di sekitar mereka. Banyak energi yang mengisi organisasi
ini setiap hari, yang merampungkan pekerjaan dalam jumlah besar, dan yang
membawa kegembiraan dalam bekerja.
Apakah skenario ini mendatangkan semangat atau menakutkan? Jika anda tidak
ingin orang-orang bergairah, memiliki perhatian dan fokus terhadap pekerjaan
mereka, maka jangan mempraktikkan disiplin yang berkekuatan besar ini. Disiplin
ini akan menuntut sesuatu yang tidak lazim kepada setiap orang, khususnya para
pemimpin senior. Beberapa upaya organisasi pembelajaran bermula dengan baik
di sini; sedangkan yang lain harus melakukannya secara bertahap, dengan
membiarkan orang-orang menemukan seperangkat cara di setiap proses evolusi.
Menentukan pilihan dan melihat secara seksama realitas saat ini sama halnya
dengan memancing emosi yang telah lama terkubur agar mencuat kembali ke
permukaan. Cara ini mungkin mendatangkan perasaan tertekan pada mulanya,
seperti: "Saya tidak ingin mengetahui seberapa besarkah saya membenci
kehidupan saya saat ini, dan saya tidak ingin terbebani dengan mencoba
10
memperbaikinya." Cara ini mungkin juga memberikan semangat kepada
seseorang: "Saya selalu berpikir bahwa dunialah yang menyebabkan hal itu terjadi
pada diri saya. Sekarang saya menyadari bahwa saya sendirilah yang
menentu¬kannya." Tidak satu pun dari emosi diatas dapat dikatakan buruk,
namun ketika emosi itu muncul ke permukaan, setiap orang harus siap
menerimanya.
11
dengan seluruh daya-upaya, sepanjang mereka beranggapan bahwa kesulitan
tersebut masih riil. Namun begitu mereka menyadari bahwa insentif ini ditujukan
untuk memanipulasi mereka, maka mereka akan segera berhenti di tengah
perjalanan.
Pada tahap ini, beberapa manajer memutuskan untuk membangun “aspirasi” dan
“inspirasi” dengan mempromosikan Penguasaan Pribadi. Mereka berkata kepada
diri mereka sendiri bahwa mereka bisa menangkap lebih banyak lalat dengan
madu daripada dengan cuka. Namun perubahan peraturan permainan tersebut
tetap tidak berjalan lancar. Sinisme biasanya memburuk; para anggota perusahaan
curiga bahwa pengejaran penguasaan pribadi hanyalah permainan belaka.
Mengapa hal ini tidak berhasil? Karena upaya Penguasaan Pribadi tergantung
pada penyingkiran asumsi-asumsi bahwa kebanyakan orang sangat termotivasi
dengan uang, pengakuan, dan ketakutan. Sebaliknya, anda harus berasumsi bahwa
dalam lingkup yang tepat, orang-orang akan berkontribusi secara penuh dan
membuat komitmen yang kuat karena mereka ingin belajar, melakukan pekerjaan
yang baik demi pekerjaan itu sendiri, dan diakui sebagai manusia. Sikap ini
mungkin sulit diubah. Salah satu pendekatannya adalah dengan memulai upaya
membentuk visi bersama yang mendalam secara simultan, di mana anda
mengizinkan para karyawan untuk berbicara tentang upaya Penguasaan Pribadi
seperti apa sajakah yang akan menyumbang terjadinya evolusi pada keseluruhan
organisasi.
12
Dimanapun anda, mulailah dari sini. Penguasaan Pribadi menawarkan pilihan bagi
orang-orang yang merasa bahwa mereka ingin mengubah organisasi mereka,
namun tidak bisa berbuat banyak pada posisi mereka. Anda selalu bisa bergerak,
sebagai seorang individu, untuk mengembangkan Penguasaan Pribadi anda.
13
Pergeseran antar orientasi merupakan hal yang sangat penting, karena hal itu
mempengaruhi aspek kemampuan seseorang untuk berpartisipasi dalam
membangun organisasi pembelajaran.
14