Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

KEPEMIMPINAN DAN PERSONAL MASTERY

Dosen
Dr. Surianti, M.ADM

IHWAL NUR KASMAR


P2MK200204011

PROGRAM STUDI MEGISTER KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS PASCASARJANA
UNIVERSITAS INDONESIA TIMUR
MAKASSAR
2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat
dan rahmat-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik dan
tepat pada waktunya yang berjudul “Kepemimpinan dan Personal Mastery”.

            Makalah ini disusun dalam rangka memenuhi nilai tugas untuk mata
kuliah Kepemimpinan dan Berpikir Sistem. Kami menyadari bahwa makalah ini
masih jauh dari sempurna. Meskipun kami telah berusaha melakukan yang terbaik
dalam penulisan makalah ini. Untuk itu kami mengharapkan kritik dan saran yang
bersifat membangun, demi kesempurnaan makalah ini.

Semoga dengan adanya makalah ini, akan menambah informasi dan


wawasan bagi para pembaca.

Penulis
PEMBAHASAN

Kepemimpinan dan Personal Mastery

Secara etimologi, Mastery berasal dari bahasa inggris dan latin yang
berarti penguasaan atau keahlian dominasi terhadap sesuatu. Sedangkan dari
bahasa Perancis, berasal dari kata Maitre yang berarti seseorang mempunyai
keahlian khusus, cakap, dan ahli dalam sesuatu. (Hapsari, dkk)

Personal Mastery is the discipline of continually clarifying and deepening


our personal vision, of focusing our energics, of developing patience and of
seeing reality objectively (Peter Senge) “Penguasaan diri adalah sebuah disiplin
yang terus menerus, memperjelas dan memperdalam penglihatan personal kita,
memfokuskan energi kita, menyampaikan kesabaran dan melihat objek secara
realistis.” (Peter Senge)

Menurut Michael J. Marquardt, Penguasaan diri adalah suatu cara yang


berkesinambungan untuk menjernihkan dan memperdalam visi, energi, dan
kesabaran seseorang.

Mastery tidak berarti mengontrol orang lain, maupun diri sendiri. Seiring
berjalannya waktu yang dilakukan adalah menggabungkan berbagai variasi dan
kadang-kadang konflik kepribadian seseorang (Leonard)

Manfaat Personal Mastery

Manfaat dan keuntungan bagi seseorang yang mempunyai tingkat penguasaan diri
tinggi adalah :

1. Kemampuan mengambil tanggung jawab .


2. Kejelasan dan profesionalisme visi.
3. Kohesive dan Team Work yang berlaku.
4. Penurunan jumlah karyawan yang absen melalui peningkatan
kesejahteraan karyawan.
5. Mampu mengendalikan stress dan bersikap positif
6. Menciptakan pertumbuhan organisasi yang tetap dan berjangka panjang.
7. Pemenuhan tanggung jawab sosial
8. Kepemimpinan kreatif yang kuat.
9. Meningkatkan kecerdasan emosi.

Dengan demikian terlihat jelas bahwa Personal Mastery tidak saja baik bagi
diri sendiri namun juga mempengaruhi lingkungan kerja, lingkungan tempat
tinggal dengan cara yang positif.

A. Aspek Personal Mastery


Oleh Metavarsity Course, Personal Mastery disebutkan memiliki 4 aspek,
yaitu:
1.  Aspek Emosional, yang terdiri atas:
a. Memahami emosi diri sendiri dan akibatnya
b. Memahami orang lain dan emosi yang dialaminya
c. Berdaya secara emosional dan nyata
d. Menjadi vulnerable dan terbuka dengan suatu hubungan
2.  Aspek Spiritual, yang terdiri atas:
a. Terhubung dengan inner self
b. Mengapresiasi kehidupan, menyayangi orang lain
c. Bersatu dalam perbedaan dengan orang lain
d. Menciptakan dunia yang lebih baik untuk tempat hidup
3.  Aspek Fisik
a. Berada secara fisik dan dalam lingkungan
b. Memahami hubungan antara ‘mind-body’
c. Bertanggung jawab dan membuat keputusan positif
d. Memanage stress dan mencapai keseimbangan
4.  Aspek Mental
a. Memahami cara pikiran bekerja dan cara menciptakan realitas
b. Meningkatkan fokus mental dan konsentrasi
c. Menciptakan pikiran yang jernih dan inovatif
d. Menciptakan realitas yang diinginkan.
Dengan  menguasai 4 aspek yang telah dikemukakan, diharapkan seseorang
dapat menggunakannya untuk mengatasi kebutaan yang dialami. Setelah mampu
menguasai 4 aspek tersebut, dapat  dikatakan telah menguasai Personal Mastery.
Seseorang yang telah menguasai Personal Mastery memiliki komitmen yang
tinggi terhadap suatu hal, lebih sering mengambil insiatif, secara terus menerus
mengembangkan kemampuannya untuk menciptakan hasil terbaik dalam
kehidupan yang benar-benar diinginkan.

B. Dimensi Personal Mastery


Penerapan Personal Mastery dapat dilihat dari dua dimensi yang saling
berkaitan. Dimensi dimana seseorang tersebut sebagai individu dan dimensi
dimana personal tersebut menjadi bagian dari suatu kelompok (team). Sebagai
individu, upaya pengendalian diri (personal mastery) dengan segala unsurnya
akan dapat membentuk karakter personal, sedangkan perannya pada kelompok,
PM diperlukan untuk menjamin adanya pembelajaran organisasi (Learning
Organization). Paduan karakter personal yang dimiliki oleh anggota team dalam
suatu organisasi akan membuat dinamika dan menumbuhkan organisasi tersebut.
Dari interasksi ini munculnya benih-benih leadership yang diharapkan akan
melahirkan pemimpin-pemimpin yang tangguh.
Keuntungan menguasai Personal Mastery menurut Metavarsity Course adalah:
1. Kemampuan mengambil tanggung jawab pemilihan pribadi
2. Kejelasan dan profesionalisme visi
3. Kohesive, team work yang bersatu
4. Penurunan jumlah karyawan yang absen  melalui peningkatan
kesejahteraan karyawan, mengendalikan stress dan sikap positif
5.  Menciptakan pertumbuhan organisasi yang tetap dan berjangka panjang
6.  Pemenuhan tanggung jawab social dengan baik
Dengan demikian terlihat jelas bahwa Personal Mastery tidak saja baik bagi
diri sendiri namun juga mempengaruhi lingkungan kerja, lingkungan tempat
tinggal dengan cara yang positif.
Pengembangan Personal Mastery

Peter M. Senge (1990) mengemukakan beberapa prinsip dan praktik yang


dapat digunakan untuk mengembangkan PM. 
1. Perlu dikembangkan sebuah visi pribadi yang jelas dan menantang. Visi ini
perlu dikembangkan berdasarkan misi (purpose) yang luhur. Untuk
membedakan keduanya, Senge menjelaskan,
… Purpose is similar to a direc tion, a general heading. Vision is a
specific destination, a picture of a
desired future. Purpose is abstract. Vision is concrete. Purpose is
“advancing man’s capability to explore the heavens.” Vision is “a man on
the moon by the end of the 1960s.” Purpose is “being the best I can be,”
“excellence.” Vision is breaking four minutes in the mile.”(Senge,
1990:412).
2. Kemampuan untuk mengelola tegangan kreatif perlu ditingkatkan terus-
menerus. Ketika keadaan yang ada jauh lebih rendah dari visi yang
dicanangkan, orang dapat memilih untuk mengubah keadaan agar semakin
menuju kondisi yang ditargetkan pada visi atau sebaliknya menurunkan visi.
Pembelajaran berkembangan dengan baik pada pilihan yang pertama.
Dorongan untuk menekan kesenjangan terjadi karena manusia menginginkan
kondisi yang nyaman. Di sini dibutuhkan kemampuan untuk bertekun dan
menunggu sampai tindakan-tindakan yang diambil memberikan hasil positif.
3. Perlu dikembangkan kemampuan untuk menangani “konflik struktural” di
dalam diri sendiri. Konflik ini terjadi karena di satu sisi kita berkomitmen
tinggi terhadap sebuah visi yang ideal, luhur, dan mampu membawa kita
kepada jati diri yang sempurna. Namun di sisi yang lain, muncul bisikan dari
dalam batin kita sendiri yang menyebabkan  keragu-raguan  untuk
mewujudkan visi tersebut. Sistem pendidikan kita sejak kecil tidak jarang
menekankan ketidakberdayaan (powerlessness) kita untuk mencapai hal-hal
besar. Juga sering ditanamkan dalam diri kita tentang  ketidak-
layakan (unworthiness) kita untuk meraih visi yang besar.  Ibarat putri
duyung mendamba, kita boleh saja memiliki cita-cita luhur untuk memberi
dampak positif bagi lingkungan sekitar dan kehidupan tetapi suara batin kita
menahan laju kita dari dalam. Diperlukan suatu upaya resolusi konflik
struktural. Pemeriksaan yang cermat dapat menunjukkan mengapa kedua hal
ini terjadi. Selanjutnya diperlukan suatu penyeimbangan agar beban-beban
yang dialami dapat dilepaskan dan kita memasuki tingkatan baru dan merasa
layak dan mampu untuk mewujudkan visi dalam kesatuan yang harmonis
dengan lingkungan. Melalui latihan-latihan terus-menerus, keyakinan diri
akan semakin bertumbuh dan sebaliknya ketakutan semakin dapat ditekan.
sebagaimana diketahui umum, ketakutan adalah musuh utama bagi
perubahan.
4. Perlu dikembangkan komitmen terhadap kebenaran secara terus-menerus.
Upaya-upaya untuk memperbaiki pemahaman kita mengenai berbagai
peristiwa sangat diperlukan agar kita dapat menemukan solusi yang tepat atas
permasalahan-permasalahan. Teori-teori yang kita anut perlu dikritisi dengan
menilai daya tahannya di dalam menjelaskan situasi-situasi yang terjadi
berdasarkan fakta. Dinamika yang kompleks memerlukan fleksibilitas di
dalam penerapan teori-teori. Sulit ditemukan satu-satunya teori yang mampu
menjawab semua permasalahan secara tuntas. Kemampuan berpikir kritis-
konstruktif dapat membantu kita untuk memastikan kebenaran yang dapat
diterima dan dijadikan acuan di dalam menetapkan langkah untuk
mewujudkan visi pribadi yang telah disusun.
5. Alam bawah sadar penting untuk dikenali dan didayagunakan secara optimal.
Konon alam bawah sadar manusia itu seperti samudra raya dengan kekuatan
yang dahsyat. Berhubung alam bawah sadar tidak memiliki tujuan sendiri,
maka kekuatan ini hanya bisa dimanfaatkan jika tersambung dengan alam
sadar manusia. Kegiatan-kegiatan menyepi dan bersemedi yang berkembang
pada masa lalu mungkin memiliki relevansi dengan upaya peningkatan
kapasitas diri ini: Pemeriksaan yang cermat atas alam bawah sadar dan
pengintegrasiannya dengan alam sadar. Ketika kemampuan ini dimanfaatkan
untuk mencapai visi dan misi dapat disediakan energi yang cukup untuk
mencapai hasil yang optimal dengan mengatasi hambatan-hambatan yang
ditemui. Per ardua ad astra!
6. PM perlu diintegrasikan dengan kamampuan berpikir kesisteman (ST).
Kemampuan untuk melakukan pembelajaran terus-menerus dapat
dipertahankan melalui perpaduan antara akal dan intuisi, senantiasa melihat
keterkaitan diri kita dengan lingkungan yang lebih luas (dunia),
pengembangan kepedulian (compassion), dan perhatian yang besar terhadap
keseluruhan. Dengan cara ini, pencapaian visi pribadi memiliki makna karena
adanya dampak positif yang dapat diberikan kepada sesama dan lingkungan
yang lebih luas. Kesabaran, ketekunan, dan rasa syukur yang sehat juga dapat
diperoleh dengan memahami bahwa tindakan-tindakan individual dapat
memiliki rangkaian yang panjang agar tiba pada hasil yang nyata. Di sisi lain,
perkembangan ini memberikan harapan untuk bertindak karena keyakinan
bahwa setiap tindakan lokal yang positif dapat berdampak global. Oleh
karena itu, masing-masing individu akan semakin terdorong untuk
mengambil tanggung jawab penuh atas bagiannya masing-masing meskipun
kelihatannya sederhana karena pengetahuan akan dampak luas yang akan
dihasilkan pada seluruh sistem. So, think globabally, act locally!

Personal mastery adalah individu yang mampu mengelola tegangan kreatif


(creative tension) antara keinginan untuk mencapai visi pribadi terhadap hambatan
perasaan tidak berdaya. Individu dituntut untuk secara terus menerus belajar untuk
mengelola tegangan kreatif. Untuk itu, diperlukan anggota-anggota organisasi
yang terus belajar, mengembangkan keterampilan dan kompetensinya.
Pembelajaran secara terus-menerus akan terjadi apabila dipicu oleh semangat
keingintahuan setiap orang itu sendiri. Pembelajaran akan terjadi apabila
dimotivasi oleh semangat untuk meningkatkan kapasitas atau keahliannya. Untuk
itu, setidaknya ada dua langkah penting yang harus dilakukan. Pertama, setiap
orang didorong untuk memiliki visi. Kedua, mereka disadarkan tentang realitas
kekinian yang dimilikinya (currentreality).
Disiplin Penguasaan Pribadi meliputi sederetan praktek dan prinsip-
prinsip. Tiga elemen utamanya adalah: (a). visi pribadi, (b). tegangan kreatif, dan
(c). komitmen pada kebenaran.
a. Visi Pribadi. Umumnya setiap orang memiliki cita-cita dan tujuan,
namun tanpa pemahaman visi yang nyata. Mungkin anda mendambakan rumah
yang lebih bagus, pekerjaan yang lebih baik, atau segmen pasar yang lebih besar
untuk produk anda. Semua ini adalah contoh dari pencurahan perhatian pada alat
bukan pada hasil. Misalnya, mungkin anda mendambakan segmen pasar yang
lebih besar dan menguntungkan agar perusahaan anda tetap mandiri sesuai dengan
kebenaran tujuan yang anda tetapkan sebelumnya. Cita-cita akhir memiliki nilai
yang paling utama, sedangkan yang lain merupakan alat pencapaian tujuan akhir
yang bisa berubah-ubah seiring dengan perubahan waktu. Kemampuan
mencurahkan perhatian pada keingin-keinginan akhir adalah pondasi penguasaan
pribadi. Visi berbeda dengan tujuan. Visi adalah gambaran tetap dari masa depan
yang dicita-citakan, sedangkan tujuan bersifat lebih abstrak. Namun, visi tanpa
dibarengi dengan pemahaman tujuan, sama halnya dengan angan-angan belaka.
b. Tegangan Kreatif. Ada kesenjangan yang tak terhindarkan diantara visi
seseorang dengan kenyataan yang ada sekarang. Misalnya anda ingin membuka
perusahaan namun anda kekurangan modal. Kesenjangan mematahkan semangat
kita, namun kesenjangan itu sendiri sebenarnya sumber daya kreatif. Kesenjangan
ini memompa tegangan kreatif. Hanya ada dua cara untuk menyeimbangkan
tegangan diantara kenyataan dan visi. Entah visi akan menarik kenyataan
kedalamnya, atau kenyataan menggusur visi ke bawah. Sebagian orang dan
perusahaan seringkali memilih pilihan yang terakhir, karena mudah untuk
"menyatakan kemenangan" dan berpaling dari masalah. Cara itu melepaskan kita
dari ketegangan. Namun, cara-cara tersebut merupakan dinamika kompromi dan
kebiasaan lama. Sesungguhnya, orang-orang yang kreatif memanfaatkan
kesenjangan diantara apa yang mereka inginkan dan apa yang harus dilakukan
untuk menghasilkan daya perubahan. Mereka ini tetap teguh dengan kebenaran
visi mereka.
c. Komitmen pada Kebenaran. Kemauan pantang-mundur untuk membuka
diri dari cara-cara kita menutup dan membohongi diri sendiri, dan kemauan untuk
menantang cara-cara kerja sesuatu, merupakan ciri-ciri orang yang memiliki
tingkat Penguasaan Pribadi yang tinggi. Pencarian kebenaran tersebut membawa
mereka kepada pendalaman kesadaran bahwa ada struktur yang berpengaruh dan
menciptakan peristiwa. Kesadaran ini sangat berpengaruh pada kemampuan
mereka dalam mengubah struktur sehingga tercapai hasil yang mereka cari.
DAFTAR PUSTAKA

Mohammad,dkk.2011. Job Satisfaction and Organizational Citizenship


Behaviour: An Empirical Study at Higher Learning Instution.Asian
academy of Management Journal,July Vol.16, No.2, 149-165 [Online]
Available at web.usm.my. [accessed Mei,06, 2021]

Navaro J. Andres, dkk. The influence of CEO perceptions of personal mastery,


shared vision, environment and strategic proactivity on the level of
learning: Level I learning and Level II learning. Business Department
University of Granada, Spain

Azwar, Azrul., 1996, Menjaga Mutu Pelayanan Kesehatan, Pustaka Sinar


Harapan, Jakarta.

Juran, J.M., 1995, Merancang Mutu, PT. Pustaka Binaman Pressindo, Jakarta.

Mulyadi, 1998, Total Quality Management, Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.

Noer.M. 2009. Building Learning Culture. [online] available at


www.muhammadnoer.com [accessed Mei, 10 2021]

Nurjanah. 2008. Pengaruh Gaya Kepemimpinan Dan Budaya Organisasi


Terhadap Komitmen Organisasi Dalam Meningkatkan Kinerja Karyawan
(Studi Pada Biro Lingkup Departemen Pertanian). Tesis Halaman 8-1.

Sopianti, Wiwin. 2013. Pengaruh Pelaksanaan Kebijakan Tentang Pelayanan


Kesehatan Terhadap Kinerja Koordinasi Lintas Sektoral Untuk
Meningkatkan Pengembangan Kader Kesehatan Masyarakat Dan Efektifitas
Program Desa Siaga. insanakademika.com/index.php. Diakses pada tanggal
20 Mei 2021.

Maharani, Chatila. 2009. Sistem Manajemen Mutu Iso 9000 Sebagai Alat
Peningkatan Kualitas Organisasi Pelayanan Kesehatan.
http://journal.unnes.ac.id/index.php/kemas. Diakses pada tanggal 16 Mei
2021.

Aanparawangsyah, dkk. 2012. Jurnal Hubungan Gaya Kepemimpinan terhadap


Disiplin Kerja tenaga Kesehatan di Puskesmas Batua Kota Makassar. FKM
Unhas Makassar. [30 April 2021]

Nursya’bani Purnama. 2005. Jurnal Kepemimpinan Organisasi Masa Depan


Konsep dan Strategi Keefektifan. Fakultas Ekonomi Universitas Islam
Indonesia. [29 Mei 2021]

Anda mungkin juga menyukai