Anda di halaman 1dari 17

JURNAL 5 TAHUN TERAKHIR TENTANG MANAJEMEN MUTU ATAU

PENGENDALI KUALITAS

1. PERKEMBANGAN RUANG LINGKUP MUTU

Klausul standar ini diterapkan untuk organisasi (perusahaan) yang menghasilkan suatu
produk tertentu.Penerapan standar manajemen mutu ini berdasarkan aspek Quality
Control, Quality Assurance, dan Quality Management.

Penggunaan standar pada sistem jaminan mutu bertujuan untuk:

a) Mengurangi cacat produksi dan keragaman produk

b) Menghasilkan produk yang memiliki mutu tinggi

c) Meningkatkan nilai kepuasan pelanggan dengan memperhatikan aspek


kenyamanan dan keamanan produk

2. Istilah dan Definisi

Dalam klausul juga ditambahkan simbol angka yang bertujuan untuk pengelompokan
klausul menurut ranah 3Q.

Angka 1 menunjukkan quality control

Angka 2 menunjukkan quality assurance

Angka 3 menunjukkan quality management

2. PENGERTIAN MUTU DAN MUTU TERPADU

Manajemen Mutu Terpadu-MMT (Total Quality Management-TQM) merupakan suatu


sistem nilai yang mendasar dan komperhensip dalam mengelola organisai dengan tujuan
meningkatkan kinerja secara berkelanjutan dalam jangka panjang dengan memberikan
perhatian secara khusus pada tercapainya kepuasan pelanggan dengan tetap
memperhatikan secara memadai terhadap terpenuhinya kebutuhan seluruh stakeholders
organisasi yang bersangkutan. Masalah kualitas dalam MMT menuntut adanya
keterlibatan dan tanggung jawab semua pihak dalam organisasi.
Karena itu, pendekatan MMT tidak hanya bersifat parsial, tetapi komperhensip dengan
melibatkan semua pihak yang berkepentingan dengan produk yang dihasilkan. Masalah
kualitass juga tidak lagi dimaknai dan dipandang sebagai masalah teknis, tetapi lebih
berorientasi pada terwujudnya kepuasan konsumen atau pelanggan. MMT juga
melibatkan faktor fisik dan faktor non fisik, semisal budaya organisasi, gaya
kepemimpinan dan pengikut. Keterpaduan factor-faktor ini akan mengakibatkan kualitass
pelayanan menjadi lebiih meningkat dan bermakna.

Manajemen Mutu Terpadu-MMT (Total Quality Management-TQM) dapat diartikan


sebagai perpaduan semua fungsi dari organisasi ke dalam falsafah holistik yang dibangun
berdasarkan konsep kualitas, teamwork, produktivitass, dan pengertian serta kepuasan
pelanggan (Ishikawa dalam Pawitra, 1993: 135). Menurut Juran dan Ishikawa, MMT
adalah upaya organisasi menilai kembali cara-cara, kebiasaan, praktik, dan aktivitas yang
ada dan kemudian secara inovatif memfungsikan seluruh sumber dayanya kedalam proses
lintas fungsi yang mengabdi pada kepentingan klien, sehingga organisasi mampu
mencapai visi dan misinya. Pendapat lain dikemukakan oleh Sugeng Pinando (2001)
yang menyatakan bahwa MMT merupakan aktivitas yang berusaha untuk
mengoptimalkan daya saing organisasi melalui perbaikan yang terus menerus atas
produk, jasa, manusia, proses, dan llingkungannya. Disamping itu, Fandy Tjiptono dan
Anastasia Diana juga mengatakan bahwa MMT merupakan sistem manajemen yang
mengangkat kualitas sebagai strategi usaha dan berorientasi pada kepuasan pelanggan
dengan melibatkan seluruh anggota organisasi.

MMT juga diasumsikan sebagai suatu filosofi manajemen yang melembagakan sumber
daya yang ada, terencana, berkesinambungan dan mengasumsikan peningkatan kualitas
dari hasil semua aktivitas yang terjadi dalam organisasi: bahwa semua fungsi manajemen
yang ada dan semua tenaga untuk berpartisipasi dalam proses perbaikan.

Dengan peningkatan sistem kualitas dan budaya kualitas, proses MMT bermula dari
pelanggan dan berakhir pada pelanggan pula. Proses MMT memiliki input yang spesifik
(keinginan, kebutuhan dan harapan pelanggan), mentransformasi (memproses) input
dalam organisasi untuk memproduksi barang atau jasa yang pada gilirannya memberikan
kepuasan kepada pelanggan (output).

Manajemen Mutu Terpadu merupakan upaya untuk mengoptimalkan organisai dalam


rangka kepuasan pelanggan. Dengan demikian Manajemen Mutu Terpadu berkaitan
dengan:
 Fokus pada pelanggan, baik pelanggan internal maupun eksternal.
 Memiliki obsesi yang tinggi terhadap kualitas Menggunakan pendekatan ilmiah
dalam pengambilan keputusan dan pemecahan massalah
 Memiliki komitmen jangka penjang
 Membutuhkan kerjasama tim
 Memperbaiki proses secara berkesinambungan
 Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan
 Memberikan kebebasan yang terkendali
 Memiliki kesatuan tujuan
 Adanya keterlibatan dan pemberdayaan karyawan

Konsep MMT pada dasarnya adalah menekankan pada kepuasan pelanggan dan
pelayanan yang bermutu. Dalam dunia pendidikan, manfaat penerapan MMT adalah
perbaikan, pelayanan, penguragan biaya, dan kepuasan pelanggan.

Perbaikan progresif dalam system manajemen dan kualitas pelayanan menghasilkan


peningkatan kepuasan pelanggan. Sebagai tambahan, manfaat lain yang bisa dilihat
adalah peningkatan keahlian, semangat dan rasa percaya diri di kalangan staf pelayanan
public, perbaikan hubungan antara pemerintah dan masyarakatnya, peningkatan
akuntabilitas dan transparansi pemerintah serrta peningkatan produktivitas dan efisiensi
pelayanan publik.

3. EMPAT GURU MUTU

3.1 Mutu
Sebelum kita simpulkan pengertian mutu kita analisis mutu menurut tiga tokoh
mutu yaitu W Edwards Deming, Joseph Juran dan Philip Crosby, Menurut W Edward
Deming, Mutu ialah kesesuaian dengan kebutuhan pasar atau konsumen. Perusahaan
yang bermutu ialah perusahaan yang menguasai pangsa pasar karena hasil produksinya
sesuai dengan kebutuhan konsumen, sehingga menimbulkan kepuasan bagi konsumen.
Jika konsumen merasa puas, maka mereka akan setia dalam membeli produk perusahaan
baik berupa barang maupun jasa.

Menurut Jhosep Juran, Mutu ialah kecocokan penggunaan produk (fitness for use)
untuk memenuhi kebutuhan dan kepuasan pelanggan. Kecocokan pengguna produk
tersebut didasarkan atas lima ciri utama yaitu
(1) teknologi, yaitu kekuatan
(2) psikologis, yaitu rasa atau status
(3) waktu, yaitu kehandalan
(4) kontraktual, yaitu ada jaminan
(5) etika, yaitu sopan santun

Menurut Philip B Crosby, Mutu ialah conformance to requirement, yaitu sesuai


dengan yang disyaratkan atau distandarkan. Suatu produk memiliki mutu apabila sesuai
dengan standar atau kriteria mutu yang telah ditentukan, standar mutu tersebut meliputi
bahan baku, proses produksi, dan produk jadi.
Dari ketiga tokoh ini dapat kita ambil kesimpulan bahwasanya mutu itu suatu
kebutuhan konsumen terhadap kepuasan pelanggan sepenuhnya terhadap suatu barang
yang di butuhkan atau mutu merupakan suatu ukuran yang berhubungan dengan
kepuasan pelanggan terhadap sebuah produk.
Dalam kontek pendidikan, pengertian mutu, dalam hal ini mengacu pada peroses
pendidikan dan hasil pendidikan. Dalam peroses pendidikan yang bemrutu terlibat
berbagai input, seperti bahan ajar ( kognitif, afektif dan piskomotorik ) metodologi,
sarana prasarana dan sumber daya lainnya. Sedangkan Mutu dalam kontek hasil
pendidikan mengacu pada perestasi kebaikan yang dicapai oleh sekolah pada setiap kurun
tertentu.

3.2 Gagasan Serta Implementasi Konsep 4 Guru Mutu


Tiga tokoh penting tentang mutu adalah W. Edwards Deming, Joseph Juran dan
Philip B. Crosby. Ketiganya berkonsentrasi pada mutu dalam industri produksi, meskipun
demikian ide-ide mereka juga dapat diterapkan dalam industri jasa. Memang tidak
satupun dari mereka yang memberikan pertimbangan tentang isu-isu mutu dalam
pendidikan. Namun kontribusi mereka terhadap gerakan mutu begitu besar dan memang
harus diakui bahwa eksplorasi mutu akan mengalami kesulitan tanpa merujuk pada
pemikiran mereka.
Karya terpenting W. Edwards Deming, Out of the Crisis, dipublikasikan pada tahun
1982. Deming melihat bahwa masalah mutu terletak pada masalah manjemen. Sementara
Joseph Juran juga pelopor lain revolusi mutu Jepang. Dia juga lebih diperhatikan di
Jepang dari pada di tempat kelahirannya, Amerika. Pada tahun 1981, kaisar Jepang
memberikan anugerah bergengsi, Order of the Sacred Treasure. Juran terkenal karena
keberhasilannya menciptakan "kesesuaian dengan tujuan dan manfaat". Ia dikenal
sebagai "guru" manajemen pertama dalam menghadapi isu-isu manajemen mutu yang
lebih luas. Dia yakin (sebagaiman juga Deming) bahwa kebanyakan masalah mutu dapat
dikembalikan pada masalah keputusan manajemen.
Sedangkan Philip Crosby selalu diasosiasikan dengan dua ide yang sangat
menarik dan sangat kuat dalam mutu. Yang pertama adalah ide bahwa mutu itu gratis.
Menurutnya, terlalu banyak pemborosan dalam sistem saat mengupayakan peningkatan
mutu. Kedua adalah ide bahwa kesalahan, kegagalan, pemborosan, dan penundaan waktu
– serta semua hal yang "tidak bermutu" lainnya – bisa dihilangkan jika institusi memiliki
kemauan untuk itu. Ini adalah gagasan "tanpa cacat" (Zero Defects)-nya yang
kontroversial. Kedua ide tersebut sangat menarik jika diterapkan dalam dunia pendidikan.

3.2.1 W.Edward Deming

Dalam buku yang berjudul Out of the Crisis, W. Edwards Deming mengemukakan “Ini
bukanlah sebuah rekonstruksi struktur atau revisi kerja … Manajemen Amerika
memerlukan struktur baru secara keseluruhan, dari dasar hingga ke atas.” Deming
prihatin terhadap kegagalan manajemen Amerika dalam merencanakan masa depan dan
meramalkan persoalan yang belum muncul. Sehingga Deming menyimpulkan bahwa
masalah mutu terletak pada masalah manajemen.

Menurut Deming ada 14 prinsip yang harus dilakukan untuk mencapai suatu mutu dari
produk/jasa, yaitu:

1. Tumbuhkan terus menerus tekad yang kuat dan perlunya rencana jangka panjang
berdasarkan visi ke depan dan inovasi baru untuk meraih mutu.
2. Adopsi filosofi yang baru. Termasuk didalamnya adalah cara-cara atau metode
baru dalam bekerja.
3. Hentikan ketergantungan pada pengawasan jika ingin meraih mutu. Setiap orang
yang terlibat karena sudah bertekat menciptakan mutu hasil produk/jasanya, ada
atau tidak ada pengawasan haruslah selalu menjaga mutu kinerja masing-masing.
4. Hentikan hubungan kerja yang hanya atas dasar harga. Harga harus selalu terkait
dengan nilai kualitas produk atau jasa.
5. Selamanya harus dilakukan perbaikan-perbaikan terhadap kualitas dan
produktivitas dalam setiap kegiatan.
6. Lembagakan pelatihan sambil bekerja (on the job training), karena pelatihan
adalah alat yang dahsyat untuk pengembangan kualitas kerja untuk semua
tingkatan dalam unsure lembaga.
7. Lembagakan kepemimpinan yang membantu setiap orang untuk dapat melakukan
pekerjaannya dengan baik misalnya,; membina, memfasilitasi, membantu
mengatasi kendala, dll.

8. Hilangkan sumber-sumber penghalang komunikasi antar bagian dan antar


individu dalam lembaga.
9. Hilangkan sumber-sumber yang menyebabkan orang merasa takut dalam
organisasi agar mereka dapat bekerja secara efektif dan efisien.
10. Hilangkan slogan-slogan dan keharusan-keharusan kepada staf. Hal seperti itu
biasanya hanya akan menimbulkan hubungan yang tidak baik antara atasan dan
bawahan; atau lebih jauh akan menjadi penyebab rendahnya mutu dan
produktivitas pada sistem organisasi; bawahan hanya bekerja sekedar memenuhi
keharusan saja.Hilangkan kuota atau target-target kuantitatif belaka. Bekerja
dengan menekankan pada target kuantitatif sering melupakan kualitas.
11. Singkirkan penghalang yang merebut/merampas hak para pimpinan dan pelaksana
untuk bangga dengan hasil kerjanya masing-masing.
12. Lembagakan program pendidikan dan pelatihan untuk pengembangan diri bagi
semua orang dalam lembga. Setiap orang harus sadar bahwa sebagai professional
harus selalu meningkatkan kemampuan dirinya, dan
13. Libatkan semua orang dalam lembaga ikut dalam proses transformasi menuju
peningkatan mutu.
14. Ciptakan struktur yang memungkinkan semua orang bisa ikut serta dalam usaha
memperbaiki mutu produk/jasa yang diusahakan.

Poin diatas merupakan intisari dari teori manajemennya, sementara ‘tujuh penyakit
mematikan’, yang maksudnya adalah konsep tentang kendala bagi perbaikan mutu. Dari
konsep ‘tujuh penyakit mematikan’ atau kendala-kendala corak baru manajemen yang
sebagian besar didasarkan pada kultur industri Amerika, ada lima penyakit yang
signifikan dalam konteks pendidikan. Karena lima fakta tersebut dapat digunakan dalam
menganalisa hal-hal yang mencegah munculnya pemikiran baru. Penyakit pertama adalah
kurang konstannya tujuan. Penyakit kedua yaitu pola piker jangka pendek. Penyakit yang
ketiga yaitu berkaitan dengan evaluasi prestasi individu melalui proses penilaian atau
tinjauan kerja tahunan. Penyakit keempat adalah rotasi kerja yang terlalu tinggi. Dan
penyakit yang kelima menurut Deming adalah manajemen yang menggunakan prinsip
angka yang tampak.

3.2.2 Joseph Juran

Dalam merencanakan mutu pendidikan, Joseph Juran menggunakan pendekatan


Manajemen Mutu Management ( Strategic Quality Management ) yang banyak
dibicarakan dan di terapan ahir-ahir ini.

SQM ( Strategic Quality Management ), adalah sebuah proses tiga bagian yang
didasarkan pada staf pada tingkat yang berbeda yang memberi kontribusi unik terhadap
peningkatan mutu. Pimpinan lembaga memiliki pandangan strategis tentang organisasi
atau lembaga, wakil pimpinan memiliki pandangan operasional tentang mutu, dan para
guru memiliki tanggung jawab terhadap kontrol mutu.
SQM ( Strategic Quality Management ), cocok diterapkan dalam konteks pendidikan
sejalan dengan gagasan Consultant at Work oleh John Miller dalam upaya meningkatkan
mutu pendidikan. John Miller berpendapat bahwa manajemen senior ( Dewan Rektor)
perlu menggunakan manajemen mutu strategis dengan cara menyusun visi, rioritas dan
kebijakan universitas.

Joseph Juran memperkenalkan tiga peroses kualitas atau mutu diantaranya sebagi berikut:

1. Perencanaan mutu (quality planning) yang meliputi kualitas pelanggan,


menentukan kebutuhan pelanggan, menyusun sasaran mutu, dan meningkatkan
kemampuan peroses.
2. Pengendalian mutu (quality control), terdiri dari memilih dasar pengendalian,
memilih jenis pengukuran, menyusun standar kerja, dan mengukur kinerja yang
sesungguhnya,
3. Perbaikan dan peningkatan mutu (quality improvement), terdiri dari:
mengidentifikasi perbaikan khusus, mengorganisasi lembaga untuk mendiagonis
kesalahan, menemukan penyebab kesalahan peningkatan kebutuhan untuk
mengadakan perbaikan

Dalam dunia pendidikan metode tanpa cacat menginginkan agar seluruh pelajar dan
murid dapat memperoleh kesuksesan dan mengembangkan potensi mereka. Tugas
peningkatan mutu dalam pendidikan adalah membangun system dan struktur yang
menjamin terwujudnya metode tersebut, memang ada banyak pihak yang menentang
metode tanpa cacat, terutama sekali ujian normative yang memustahilkan tujuan
metode tersebut, dan di samping itu, muncul pandangan bahwa standard-standar
metode tanpa cacat hanya bisa diperoleh setelah melalui tingkat kegagalan yang
tinggi

Cara untuk mencapai mutu dari produk atau jasa, menurut Crosby ada 14 langkah,
meliputi:

1.Komitmen pada pimpinan. Inisiatif pencapaian mutu pada umumnya oleh


pimpinan dan dikomunikasikan sebagai kebijakan secara jelas dan
dimengerti oleh seluruh unsure pelaksana lembaga.
2.Bentuk tim perbaikan mutu yang bertugas merumuskan dan
mengendalikan program peningkatan mutu.
3.Buatlah pengukuran mutu, dengan cara tentukan baseline data saat
program peningkatan mutu dimulai, dan tentukan standar mutu yang
diinginkankan sebagai patokan. Dalam penentuan standard mutu
libatkanlah pelanggan agar dapat diketahui harapan dan kebutuhan
mereka.
4.Menghitung biaya mutu. Setiap mutu dari suatu produk/jasa dihitung
termasuk didalamnya antara lain: kalau terjadi pengulangan pekerjaan jika
terjadi kesalahan, inspeksi/supervise, dan test/percobaan.
5.Membangkitkan kedaran akan mutu bagi setiap orang yang terlibat dalam
proses produksi/jasa dalam lembaga.
6.Melakukan tindakan perbaikan. Untuk ini perlu metodologi yang
sistematis agar tindakan yang dilakukannya cocok dengan penyelesaian
masalag yang dihadapi, dan karenanya perlu dibuat suatu seri tugas-tugas
tim dalam agenda yang cermat. Selama pelaksanaan sebaiknya dilakukan
pertemuan regular agar didapat feed back dari mereka.
7.Lakukan perencanaan kerja tanpa cacat (zero defect planning) dari
pimpinan sampai pada seluruh staf pelaksana.
8.Adakan pelatihan pada tingkat pimpinan (supervisor training) untuk
mengetahui peranan mereka masing-masing dalam proses pencapaian
mutu, teristimewa bagi pimpinan tingkat menengah. Lebih lanjut juga bagi
pimpinan tingkat bawah dan pelaksananya.
9.Adakan hari tanpa cacat, untuk menciptakan komitmen dan kesadaran
tentang pentingnya pengembangan staf.

4. Indikator minimum dalam mutu terpadu

Indikator minimum terbagi menjadi 3 yaitu:

a. Indikator struktur : Tenaga kesehatan profesional (dokter, paramedis, dan


sebagainya), anggaran biaya yang tersedia untuk operasional dan lain-lain,
perlengkapan dan peralatan kedokteran termasuk obat-obatan, metode: adanya
standar operasional prosedur masing-masing unit, dan sebagainya.
b. Indikator proses : Memberikan petunjuk tentang pelaksanaan kegiatan
pelayanan kesehatan, prosedur asuhan yang ditempuh oleh tenaga kesehatan
dalam menjalankan tugasnya, Apakah telah sebagaiman mestinya sesuai
dengan prosedur, diagnosa, pengobatan, dan penanganan seperti yang
seharusnya sesuai standar.
c. Indikator outcomes : Merupakan indikator hasil daripada keadaan
sebelumnya, yaitu Input dan Proses seperti BOR, LOS, TOI, dan Indikator
klinis lain seperti : Angka Kesembuhan Penyakit, Angka Kematian 48 jam,
Angka Infeksi Nosokomial, Komplikasi Perawatan , dan sebagainya.

Indikator dispesifikasikan dalam berbagai kriteria. Sebagai contoh : Indikator


status gizi dapat lebih dispesifikasikan lagi menjadi kriteria : tinggi badan,
berat badan anak. Untuk pelayanan kesehatan, kriteria ini adalah fenomena
yang dapat dihitung. Selanjutnya setelah kriteria ditentukan dibuat standar-
standar yang eksak dan dapat dihitung kuantitatif, yang biasanya mencakup
hal-hal yang standar baik. Misalnya : Panjang badan bayi baru lahir yang
sehat rata-rata (standarnya) adalah 50 cm. Berat badan bayi baru lahir yang
sehat standar adalah 3 kg. Mutu asuhan kesehatan suatu organisasi pelayanan
kesehatan dapat diukur dengan memperhatikan atau memantau dan menilai
indikator, kriteria, dan standar yang diasumsikan relevan dan berlaku sesuai
dengan aspek-aspek struktur, proses.

5. Pengendali mutu statistik

Berbagi pengalaman saat bekerja di salah satu perusahaan manufaktur yang


menerapkan prinsip Six-Sigma yaitu salah satu strategi perbaikan bisnis untuk
menghilangkan pemborosan, mengurangi biaya karena menghasilkan kualitas
yang buruk dan memperbaiki efektivitas dan efisiensi semua kegiatan operasi.
Nantinya perusahaan akan mampu memenuhi kebutuhan dan harapan
konsumen. Dalam Six-Sigma, manajemennya sangat memperhatikan dan
menerapkan budaya statistik mulai dari karyawan hingga level manajemen
dengan memberikan pelatihan-pelatihan statistika yang menekankan kepada
data dan informasi yang akurat hingga mengolah dan menganalisa guna
pengambilan keputusan manajemen.

Dalam dunia bisnis dan industri, mutu atau kualitas barang dan jasa yang
dihasilkan adalah salah satu hal terpenting dalam memberikan pelayanan dan
memuaskan pelanggannya. Data dan informasi yang akurat sangat dibutuhkan
untuk menjaga, mengelola dan meningkatkan kualitasnya. Kualitas adalah
unsur yang mutlak dimiliki setiap produk dan jasa yang dihasilkan oleh
perusahaan. Kualitas merupakan ukuran tingkat kesesuaian barang/jasa
dengan standar dan spesifikasi yang telah ditentukan/diterapkan. Dalam hal ini
peran statistika banyak digunakan.

Konsep dasar penggunaan statistika dalam pengendalian mutu bermula dari


berbagai kajian dan eksperimen beberapa ahli statistika, Dr. Waiter Shewart
(ilmuan di Laboratorium Bell, 1924). Prinsipnya dikenal melalui diagram
kendali (Control Chart) menggunakan hukum probabilitas dan statistik untuk
menggambarkan bagaimana suatu variasi mempengaruhi ukuran-ukuran
sampel bagi produk-produk manufaktur. Dasarnya adalah untuk mengetahui
produk yang

dapat diterima atau produk yang ditolak karena rusak, sehingga produk yang
rusak tidak dijual kepada konsumen tetapi harus dimusnahkan.

Dalam hal ini tercermin bahwa produk yang sudah jadi (finished goods) yang
diperiksa kemudian diseleksi apakah memenuhi standar atau tidak untuk
dijual kepada konsumen. Jika secara statistik banyak data yang rusak maka
proses produksi dihentikan untuk dianalisis faktor penyebab rusaknya.
Namun, bila diketahui faktor penyebabnya maka faktor inilah yang diperbaiki
dan proses produksi berikutnya dapat dilanjutkan dan diawasi secara statistic

1. Ada beberapa hal yang terkait dalam manufaktur/industri, diantaranya :


2. Bila suatu barang dan jasa diproduksi maka outputnya akan serupa
(similar) tapi tidak sama (identical).
3. Adanya variasi dari barang dan jasa yang diproduksi merupakan hal yang
wajar dan normal.
4. Tidak ada dua produk dan jasa yang benar-benar sama.
5. Data tidak selalu memberikan kepastian mengenai pola yang normal. Dan
akan ada variasi pada proses yang terkendali dan variasi pada proses yang
tidak terkendali.

Dalam dunia industri pengendalian mutu merupakan suatu filosofi yang


pasti berbicara mengenai produk yang bebas cacat atau kesalahan (zero
defect) dalam arti bahwa perusahaan atau organisasi sebagai pihak
produsen benar-benar menginginkan kepuasan pelanggan. Alat bantu
statistik yaitu SPC dan SQC adalah teknik penyelesaian masalah yang
digunakan untuk memonitor, mengendalikan, menganalisis, mengelola
dan memperbaiki produk dan proses dengan menggunakan metode
statistik.

Istilah Statistical Quality Control (SQC) dan Statistical Process Control


(SPC) sangat penting pengendalian mutu. Perbedaannya adalah pada letak
proses berlangsungnya. Apabila SQC meninjau kualitas atau mutu dari
produk jadi, sedangkan SPC meninjau dari proses yang sedang
berlangsung dalam pembuatan produknya. SQC merupakan sistem yang
dikembangkan untuk menjaga standar yang seragam dari kualitas hasil
produksi, pada tingkat biaya yang minimum dan menerapkan bantuan
untuk mencapai efisiensi perusahaan. Sedangkan SPC digunakan untuk
mengawasi standar, membuat pengukuran dan mengambil tindakan
perbaikan selagi produk dan jasa sedang diproduksi.

5.1 manajemen mutu terpoadu

5.1.1 pengertian manajemen mutu

Manajemen Mutu Terpadu-MMT (Total Quality Management-TQM)


merupakan suatu sistem nilai yang mendasar dan komperhensip dalam
mengelola organisai dengan tujuan meningkatkan kinerja secara
berkelanjutan dalam jangka panjang dengan memberikan perhatian secara
khusus pada tercapainya kepuasan pelanggan dengan tetap memperhatikan
secara memadai terhadap terpenuhinya kebutuhan seluruh stakeholders
organisasi yang bersangkutan. Masalah kualitas dalam MMT menuntut
adanya keterlibatan dan tanggung jawab semua pihak dalam organisasi.

Karena itu, pendekatan MMT tidak hanya bersifat parsial, tetapi


komperhensip dengan melibatkan semua pihak yang berkepentingan
dengan produk yang dihasilkan. Masalah kualitass juga tidak lagi
dimaknai dan dipandang sebagai masalah teknis, tetapi lebih berorientasi
pada terwujudnya kepuasan konsumen atau pelanggan. MMT juga
melibatkan faktor fisik dan faktor non fisik, semisal budaya organisasi,
gaya kepemimpinan dan pengikut. Keterpaduan factor-faktor ini akan
mengakibatkan kualitass pelayanan menjadi lebiih meningkat dan
bermakna

Manajemen Mutu Terpadu-MMT (Total Quality Management-TQM)


dapat diartikan sebagai perpaduan semua fungsi dari organisasi ke dalam
falsafah holistik yang dibangun berdasarkan konsep kualitas, teamwork,
produktivitass, dan pengertian serta kepuasan pelanggan (Ishikawa dalam
Pawitra, 1993: 135). Menurut Juran dan Ishikawa, MMT adalah upaya
organisasi menilai kembali cara-cara, kebiasaan, praktik, dan aktivitas
yang ada dan kemudian secara inovatif memfungsikan seluruh sumber
dayanya kedalam proses lintas fungsi yang mengabdi pada kepentingan
klien, sehingga organisasi mampu mencapai visi dan misinya. Pendapat
lain dikemukakan oleh Sugeng Pinando (2001) yang menyatakan bahwa
MMT merupakan aktivitas yang berusaha untuk mengoptimalkan daya
saing organisasi melalui perbaikan yang terus menerus atas produk, jasa,
manusia, proses, dan llingkungannya. Disamping itu, Fandy Tjiptono dan
Anastasia Diana juga mengatakan bahwa MMT merupakan sistem
manajemen yang mengangkat kualitas sebagai strategi usaha dan
berorientasi pada kepuasan pelanggan dengan melibatkan seluruh anggota
organisasi.

5.1.2 sasaran MMT

meningkatkan mutu 9 pekerjaan, memperbaiki produktivitas dan efisiensi.


MMT menuntut adanya perubahan sifat hubungan antara yang
mengelola (pimpinan) dan yang melaksanakan pekerjaan (dosen,
karyawan, laboran, teknisi, dsb.) Perintah dari atas diubah menjadi inisiatif
dari bawah. Tugas pimpinan tidak hanya memberi perintah, tetapi
mendorong dan memfasilitasi perbaikan mutu pekerjaan yang dilakukan
oleh anggota/bawahannya.

5.1.3 prinsip dasar MMT

a. Organisai yang memfokuskan pada ketercapaian kepuasan


pelanggan (Customer Focus Organization)

Organisai dalam hal ini manajemen harus dapat mengoptimalkan


seluruh potensi dan sumber daya organisai dan sistem yang ada
untuk menciptakan aktivitas terhadap tercapainya kepuasan
pelanggan. Tercapainya kepuasan pelanggan meliputi seluruh
stakeholders, baik yang berada didalam organisasi maupun di luar
organisasi.

Ekspektansi stakeholders harus diletakkan pada posisi dan


perspektif yang dinamis dan berjangka panjang. Oleh karenanya
harapan tersebut menjadi kewajiban organisasi untuk
memenuhinya dalam rangka kepuasan pelanggan, yang
berkelanjutan dan ke massa depan

b. Kepemimpinan (Leadership)

Kepemimpinan merupakan proses untuk mempengaruhi pihak lain


untuk mencapai tujuan organisasi. Oleh karenanya pemimpin harus
memiliki visi dan misi yang jelas, sehingga keduanya dapat dituangkan
dalam kebijakan yang akan diambil

c. Keterlibatan seluruh partisipan organisasi (People Organization)

Seluruh komponen di dalam suatu organisasi harus dilibatkan.


Artinya seluruh sitivitas organisasi harus selalu berusaha untuk
melakukan perbaikan secara terus menerus. Perbaikan bukan hanya
dari pihak kepala sekolah, guru, tenaga administrasi, tetapi semua
sivitas sekolah harus memiliki komitmen untuk melakukan
perbaikan. Dengan kata lain semua sivitas sekolah harus dilibatkan
dalam upaya memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya kepada
para pelanggan.

d. Pendekatan yang menekankan pada perbaikan proses (Process


Approach)

Kurangnya dukungan sistem informasi dan alat ukur keberhasilan


MMT berasumsi bahwa output akhir suatu organisasi tidak semata-
mata dilihat secara parsial, tetapi suatu proses yang panjang.
Proses tersebut dilakukan secara sadar oleh setiap individu.
Kegiatan tersebut juga dilakukan saling terkait satu dengan lainnya
sehingga menghasilkan output organisasi. Jelassnya tamatan atau
lulusan bukan semata-mata produk tenaga akademik, atau
karyawan saja., tetapi menyangkut proses yang melibatkan tenaga
akademik, karyawan, kepala sekolah, murid, orang tua,
pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat luas, yang tentu saja
proporsinya berbeda satu sama lainnya.

5.1.4 8 dimensi menganalisis karakteristik mutu

a. Performance (Kinerja)

Performance atau Kinerja merupakan Dimensi Kualitas yang


berkaitan dengan karakteristik utama suatu produk. Contohnya
sebuah Televisi, Kinerja Utama yang kita kehendaki adalah
kualitas gambar yang dapat kita tonton dan kualitas suara yang
dapat didengar dengan jelas dan baik.

b. Features (Fitur)
Features atau Fitur merupakan karakteristik pendukung atau pelengkap
dari Karakteristik Utama suatu produk. Misalnya pada produk
Kendaraan beroda empat (mobil), Fitur-fitur pendukung yang
diharapkan oleh konsumen adalah seperti DVD/CD Player, Sensor atau
Kamera Mundur serta Remote Control Mobil.

c. Reliability (Kehandalan)

Reliability atau Kehandalan adalah Dimensi Kualitas yang


berhubungan dengan kemungkinan sebuah produk dapat bekerja
secara memuaskan pada waktu dan kondisi tertentu.

d. Conformance (Kesesuaian)

Conformance adalah kesesuaian kinerja dan kualitas produk


dengan standar yang diinginkan. Pada dasarnya, setiap produk
memiliki standar ataupun spesifikasi yang telah ditentukan.

e. Durability (Ketahanan)

Durability ini berkaitan dengan ketahanan suatu produk hingga


harus diganti. Durability ini biasanya diukur dengan umur atau
waktu daya tahan suatu produk.

f. Serviceability

Serviceability adalah kemudahan layanan atau perbaikan jika


dibutuhkan. Hal ini sering dikaitkan dengan layanan purna jual
yang disediakan oleh produsen seperti ketersediaan suku cadang
dan kemudahan perbaikan jika terjadi kerusakan serta adanya
pusat pelayanan perbaikan (Service Center) yang mudah dicapai
oleh konsumen.

g. Aesthetics (Estetika/keindahan)

Aesthetics adalah Dimensi kualitas yang berkaitan dengan


tampilan, bunyi, rasa maupun bau suatu produk. Contohnya bentuk
tampilan sebuah Ponsel yang ingin dibeli serta suara merdu musik
yang dihasilkan oleh Ponsel tersebut.

h. Perceived Quality (Kesan Kualitas)


Perceived Quality adalah Kesan Kualitas suatu produk yang
dirasakan oleh konsumen. Dimensi Kualitas ini berkaitan dengan
persepsi Konsumen terhadap kualitas sebuah produk ataupun
merek. Seperti Ponsel iPhone, Mobil Toyota, Kamera Canon,
Printer Epson dan Jam Tangan Rolex yang menurut Kebanyakan
konsumen merupakan produk yang berkualitas
KESIMPULAN

Mutu adalah suatu kebutuhan konsumen dan kepuasan pelanggan sepenuhnya terhadap suatu
barang yang di butuhkan atau mutu merupakan suatu ukuran yang berhubungan dengan kepuasan
pelanggan terhadap sebuah produk.

Menurut W Edward Deming masalah mutu terletak pada masalah manajemen dalam hal ini mutu
dihadapkan pada lembaga pendidikan harus mengukur dari hal-hal yang berkaitan dengan
manajemen. Ada 14 poin W Edward Deming yang termasyhur dan merupakan kombinasi baru
tentang manajemen mutu dan seruan terhadap manajemen untuk merubah pendekatannya.14
poin diungkapkan Philip Crosby dan 3 poin oleh Joseph Juran mengenai kontribusi mereka
dalam manajemen mutu.

Berdasarkan teori yang diungkapkan oleh W Edward Deming, Joseph Juran, dan Phlip B Crosby
tentang kontribusi strategi manajemen mutu pendidikan, pendapat mereka sangat unik dan
menarik untuk diterapkan di dunia pendidikan sekarang ini. Mereka berpendapat cukup logis.

W Edwors Deming cukup rinci dan sangat jelas, senada dengan teori yang diungkapkan oleh
Joseph Juran, yakni tiga aspek sebagai Quality Planing, Quality Qontrol dan Quality
Improvement, lebih kuat lagi teori yang di ungkapkan oleh Philip B Crosby Bahwa bekerja tanpa
salah adalah hal yang sangat mungkin, ungkapan ini mendorong untuk selalu berusaha agar
berhati-hati dalam setiap langkah yang meliputi input, seperti bahan ajar ( kognitif, afektif dan
piskomotorik ) metodologi, sarana prasarana dan sumber daya lainnya. Sedangkan Mutu dalam
kontek hasil pendidikan mengacu pada perestasi yang dicapai oleh sekolah pada setiap kurun
tertentu.
DAFTAR PUSTAKA

Rusliana.Ade. 2007.Manajemen Mutu Pendidikan..SmkwiratamaBlogspot

Serero.Syamsudin.2014.Mutu Menurut W Edward Deming,Joseph Juran Dan Philip Crosby..


Syamsudin Serero Mutu Menurut W Edwards Deming, Joseph Juran Dan Philip Crosby.Html.

Solehudin.Deni. 2010Total Quality Manajemen Dan Implementasinya Dalam Pendidikan.. Total


Quality Management (Tqm) Dan Implementasinya Dalam Pendidikan ~ Islamic And Education
Articles.Html

Zharkasis,Kamim,Dkk. 2008.Pendekatan Total Qualiti Manajemen Dalam


Pendidikan..Wordpress.Com

Delapan Dimensi Kualitas Produk- June 20, 2016-Budi Kho

Anda mungkin juga menyukai