Anda di halaman 1dari 3

1. Apa yang dimaksud dengan kedewasaan secara umum dan khusus?

(25 poin)
Kedewasaan secara umum dapat diartikan sebagai akil balig (pubertas), kematangan kelamin, ataupun
kematangan cara berpikir.

Ada seorang yang mengatakan bahwa bertambah tua itu pasti, tetapi menjadi dewasa itu pilihan.
Maksudnya disini adalah umur kita selalu bertambah seiring dengan berjalannya waktu. Namun, dalam
pertambahan usia itu, belum tentu perilaku kita/pola pikir kita turut serta berkembang. Hal ini terbukti
pada aktivitas pelajaran Christianity, ada dua cerita yaitu cerita seorang atlet ice skating perempuan dan
seorang gadis kecil. Sang ice skater yang sudah dewasa secara umur menyurangi dan menyabotase
permainan lawannya dengan sifatnya yang kekanak-kanakan. Sedangkan Si Gadis Kecil yang masih
duduk di bangku SD justru menunjukkan bahwa Ia bersikap dewasa melalui tindakannya. Ia dapat
merespon suatu kondisi/masalah dengan baik (jika tidak salah, Ia mengatakan kepada orang tua nya
bahwa Ia tidak perlu dibelikan ponsel baru, dan justru memberikan kesempatan mendapat ponsel baru
kepada kakaknya.

Si gadis kecil yang belum dewasa/matang secara umur menunjukkan sikap yang dewasa. Sebaliknya, ice
skater berumur 20an pada cerita di atas menunjukkan sikap yang kekanak-kanakan—mau menang
sendiri (dengan cara yang curang).

Sedangkan secara khusus, pada agama Kristen, kedewasaan (dalam Kristus) berarti meninggalkan cara
hidup lama yang dikendalikan oleh daging, dimana kita merendahkan diri untuk melakukan setiap
perintah Tuhan yang telah disampaikan melalui firmanNya, dan juga hidup dalam kasih. Ciri-ciri orang
yang sudah dewasa secara rohani yaitu: 1. Berdamai dengan sesama, 2. Mementingkan kepentingan
Bersama, 3. Mempusatkan perhatian pada kehendak Tuhan, dll. Tuhan memberikan “makanan keras”
bagi mereka yang termasuk pada kategori ini. Makanan keras berarti pengajaran yang lebih mendalam
dan keras (teguran) yang merujuk pada persoalan hidup.

Senaliknya, kanak-kanak secara rohani berarti hidup dengan “sarkikos” (sark => materialis, tubuh
jasmaniah) yang secara singkat dapat diartikan sebagai hidup yang dikendalikan oleh daging. Ciri-ciri dari
seorang yang masih kanak-kanak adalah : 1. Perasaan iri hati, 2. Mementingkan diri sendiri (egois), dan
3. Adanya perselisihan. Jika orang yang sudah dewasa rohani diberikan makanan keras, orang yang
masih kanak-kanak diberikan “susu”. Maksud dari susu adalah pengajaran dasar Kristen yang mudah
“dicerna” dan “dipahami”, karena Tuhan tahu bahwa mereka belum dapat menerima pengajaran yang
lebih mendalam.

2. Apa saja yang menjadi penghalang atau hambatan dalam proses kedewasaanmmu selama ini? (25
poin)

Menurut saya, penghalang terbesar selama proses kedewasaan saya adalah diri saya sendiri, terutama
dalam segi emosi. Saya dapat dikatakan sebagai orang yang kurang sabar dan mudah marah. Saat saya
sadar, saya akan menahan diri (untuk tidak marah). Namun, saya seringkali lupa dan kebablasan.
Contohnya, saat adik saya mengacaukan meja belajar saya atau merusak barang saya, saya (biasanya)
langsung kesal dan marah. Walaupun pada akhirnya saya akan memaafkannya dan melupakan masalah
tersebut, saya biasanya “marah duluan”.
Selain itu, saya adalah seseorang yang “perfeksionis”. Saya ingin segalanya teratur dan berjalan dengan
baik. Namun, pastinya saya tidak bisa mengontrol segala hal. Saat muncul suatu hal yang tidak terduga
secara tiba-tiba, saya mudah panik, cemas, dan khawatir. Padahal sejatinya, selalu ada Tuhan
Mahakuasa yang sudah menyediakan dan mempersiapkan segala sesuatunya untuk saya.

Yang kedua, ponsel. Pada zaman sekarang, aktivitas sehari-hari kita dibantu oleh ponsel dan internet.
Kita bekerja menggunakan ponsel, bersekolah menggunakan ponsel, dan refreshing menggunakan
ponsel. Memang benar bahwa ponsel itu sangat berguna bagi manusia. Tetapi, kecanggihan dan
kegunaan dari ponsel itu terkadang mengalihkan fokus saya dari Tuhan. Ponsel yang seharusnya menjadi
alat bantu justru “memperbudak” saya. Jujur saja, waktu screentime saya lebih panjang daripada waktu
yang saya gunakan untuk berdoa dan membaca Alkitab.

Yang ketiga adalah Internet. Derasnya arus informasi tak hanya membawa pengaruh baik dan
pengetahuan baru bagi kita. Kecanggihan teknologi yang satu ini seringkali membawa kita kepada
konten-konten yang negatif. Banyaknya postingan yang mengandung kata-kata kasar terkadang terbawa
dalam pikiran saya. Terkadang, saya kedapatan mengeluarkan kata-kata tersebut secara tidak sengaja.
3. Mengapa hambatan itu mempengaruhi proses kedewasaanmumu? (25 poin)

Pertama, ketidakstabilan emosi saya mengakibatkan saya untuk meluapkan amarah dengan meledak-
ledak, terkadang hanya untuk alasan sepele. Hal itu pastinya menghambat pertumbuhan emosional
saya. Saya belum dapat dikatakan dewasa rohani saat saya tidak bisa mengontrol emosi saya sendiri.
Selain itu, amarah juga tak jarang merusak hubungan, sehingga hal tersebut juga berpengaruh pada
aspek pertumbuhan sosial.

Kedua, sifat saya yang perfeksionis seringkali membuat saya kurang bersyukur atas hal-hal yang Tuhan
berikan kepada saya (saya sering merasa “kurang”). Saya juga terkadang terlalu khawatir akan hal yang
sepele dan lupa pada kuasa Tuhan (yang selalu membantu kita dalam menghadapi situasi apapun),
sehingga perfeksionisme menghambat aspek pertumbuhan spiritual saya.

Ketiga. penyalahgunaan ponsel yang justru “memperbudak” saya. Screentime saya yang melebihi waktu
doa dan membaca Alkitab berarti bahwa saya lebih fokus kepada dunia ketimbang Tuhan. Hal ini
merupakan salah satu hambatan terbesar dalam aspek pertumbuhan spiritual saya.

Dan yang terakhir, internet. Konten-konten negatif (terutama yang mengandung kata-kata kasar) tak
jarang masuk ke dalam alam bawah sadar saya, sehingga kadang saya berkata kasar secara sengaja
maupun tidak disengaja. Hal ini merupakan hambatan kepada pertumbuhan moral saya.

4. Temukanlah cara mengatasi dan apa yang hendak kamu lakukan atas hambatan tersebut? (25 poin)

Untuk hambatan pertama (diri saya sendiri), saya akan mencoba untuk lebih bersabar dan mengontrol
emosi lebih baik lagi. Saat merasa jengkel/kesal, saya akan berusaha untuk menenagkan diri dengan cara
refleksi diri ataupun menulis emosi saya dalam sebuah jurnal.

Untuk sifat perfeksionisme, saya akan lebih “legowo” atas apapun yang terjadi dalam hidup saya. Akhir-
akhir ini, saya sudah mulai menyadari bahwa saya tidak bisa mengontrol semuanya. Saat menghadapi
suatu masalah, saya akan berdoa dan meminta jalan keluar kepada Tuhan, bukan malah panik dan
khawatir. Selain itu, saya akan lebih membuka mata saya akan berkat Tuhan yang selalu menyertai saya
sampai hari ini.

Untuk hambatan ponsel, saya ingin membatasi screen time saya. Saat ini, saya sudah berusaha
meminimalisir screentime HP saya, dan saya juga memulai suatu kebiasaan baru yaitu bangun pagi
untuk membaca Alkitab. Hal ini saya lakukan supaya saya memprioritaskan Tuhan, dan bukan ponsel.
(hal pertama yang saya lakukan di pagi hari adalah membaca Alkitab)

Untuk hambatan internet, saya akan mencoba untuk lebih bijak dalam menggunakan internet dan
menyaring konten-konten negatif yang ada. Saya juga akan menguragi berkata kasar.

Anda mungkin juga menyukai