Anda di halaman 1dari 9

RESUME KELAS GADGET#3 PERTEMUAN KE-1

“POLA KOMUNIKASI REMAJA DAN PRA REMAJA”

Irma Gustiana, M.Psi.

Ahad, 20 Agustus 2023

Host : Dika Resi Sekar

Resumer : Adelia Berliani Harnanto Putri

MATERI
Jika seorang navigator di sebelah driver memberi tau driver dengan marah-marah, maka driver
juga akan marah. Orang tua dengan anak remaja, kita menavigasi mereka, berjalan parallel
sampai mencapai tujuan yang dituju Bersama. Kalau dikasih tau dengan emosi, anak remaja
yang menjalankan hidupnya bisa saja mogok, ngamuk, itu sangat mungkin.
Ajari anak-anakmu sesuai dengan zamannya, karena mereka hidup di zaman mereka bukan
pada zamanmu. Sesungguhnya mereka diciptakan untuk zamannya, sedangkan kalian
diciptakan untuk zaman kalian.
Berurusan dengan seorang remaja tidaklah mudah. Tidak peduli seberapa baik kita menjadi
orang tua dan betapa hebatnya hubungan yang kita rasakan dengan anak-anak, kita cenderung
menghadapi hambatan dalam mengasuh anak ketika menghadapi anak remaja
Masa remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju ke masa dewasa, dengan
ditandai individu telah mengalami perkembangan-perkembangan atau pertumbuhan-
pertumbuhan yang sangat pesat di segala bidang; perubahan fisik, kognitif (kemampuan
berpikir), dan sosial emosional. Sosial emosional ini yang mempengaruhi dinamika anak
remaja dan pra remaja sehari-hari.
• Remaja Awal (12—15 tahun)
Di masa pra remaja, tanda pubertasnya sudah mulai muncul. Di usia 12 masuk masa
pubertas.
• Remaja Menengah (16—18 tahun)
• Remaja Akhir (19—21 tahun)
Sampai mereka tamat sarjana, masih dikategorikan remaja, tetapi remaja akhir.
Karakteristik
A. PUBERTAS
1. Fisik
• Perubahan fisik yang pesat, ditandai dengan kematangan organ reproduksi
seksual, perubahan sekunder tubuh
• Berjerawat, berminyak
• Aroma tubuh berubah
• Suara berubah
• Lekuk tubuh berubah
• Lebih memperhatikan body image dan penampilan diri
2. Kognitif
• Menurut Piaget, masa remaja sudah mencapai tahap operasional formal
(operasi kegiatan mental tentang berbagai gagasan)
• Remaja secara mental telah dapat berpikir logis tentang ebrbagai gagasan
yang abstrak
• Dengan kata lain, berpikir operasi formal lebih bersifat hipotesis dan
abstrak, serta sistematis, dan ilmiah dalam memecahkan masalah daripada
berpikir konkret
3. Sosial emosional
• Masa remaja merupakan puncak emosionalitas, yaitu perkembangan emosi
yang tinggi
• Perkembangan emosinya menunjukkan sifat yang sensitive dan reaktif yang
sangat kuat terhadap berbagai peristiwa atau situasi social
• Emosinya bersifat negative dan temperamental (mudah tersinggung,
kecewa, marah, sedih, murung)

Di usia remaja dan pra remaja, sebenarnya mereka mempunya inisiatif untuk mengerjakan ini
dan itu, mencari identitas dirinya, termasuk peran jenis seksual. Oleh karena itu, orang tua
perlu mendampingi anaknya. Kalau tidak menemukan identitas diri yang jelas, apa yang aku
lakukan, bagaimana sifatku, kalau tidak menemukan tentang dirinya, maka dia tidak bisa
memberikan banyak untuk orang lain dan cenderung tumbuh menjadi bermasalah dalam
dinamika sosialnya.
Periode remaja dipandang sebagai masa badai dan stress (storm and stress), frustasi dan
penderitaan, konflik dan krisis penyesuaian. Banyak anak remaja yang tidak pede, bingung
menempatkan diri di suatu situasi.
REMAJA DAN PERKEMBANGAN DIGITAL
Kehidupan zaman sekarang dipenuhi aktivitas internet, mau di manapun, akses digitalisasi ini
ada. Remaja berpotensi bermasalah. Adanya pandemik selama dua setengah tahun, membuat
kita terlalu cepat mengenalkan internet dan smartphone kepada anak, padahal kita belum siap
karena belum tau batasannya, caranya, teknisnya.
Anak zaman sekarang ini gadget on hands, kalua tidak memegang gadget, mereka gelisah.
Komunikasi verbal terutama dengan orang tuanya jadi berkurang. Anak zaman sekarang no-
mo-phobia, ketakutan jika tidak berinteraksi dengan sosial media. Gelisah jika tidak mempunya
paket data, Wi-Fi, ketinggalan berita terkini. Hal ini tidak diimbangi dengan perkembangan
otak. Otak remaja memiliki kecenderungan lebih mendekati cara kerja anak-anak,
dibandingkan orang dewasa. Otak matang dari bagian belakang ke depan (pre frontal cortex)—
matang di usia 25 tahun. Di usia remaja, pre frontal bekerja cenderung pasif, sementara
amigdala yang mengatur emosi bekerja sangat aktif (hyper drive). Remaja cenderung kesulitan
untuk mengorganisasikan tugas dan membuat prioritas. Agar otak matang lebih cepat, bisa
distimulasi dengan pengasuhan yang positif, dalam arti bisa memikirkan risiko.

Gambar kematangan otak di atas, ada yang berwarna kuning, biru keunguan. Bagian biru
adalah bagian nalar anak. Manusia punya nalar berpikir yang membedakan dari hewan. Saat
umur 5 tahun, spot kuning masih banyak, kemampuan nalar/berpikirnya masih kurang. Di usia
20, bagian nalar juga belum penuh.
REMAJA BELUM BISA MENGUKUR RISIKO
Kemampuan membuat perencanaan. Kemmapuan untuk membayangkan, apa akibat dari aksi
dan reaksi yang dilakukan. Kemampuan untuk menempatkan diri pada situasi. Kemampuan
mengingat yang telah terjadi, sekalipun hal tersebut penting. Ingatan mereka hanya sebatas
yang menurut mereka penting saja. Pengambilan keputusan, didasarkan pada reward dan emosi
sesaat, karena belum optimalnya fungsi penilaian berpikir (pre frontal cortex). Reward bisa
berupa hadiah, pujian, kalau diberi apresiasi, mereka cenderung lebih suka melakukan sesuatu.
DALAM PIKIRAN ANAK REMAJA
Anak remaja dikumpulkan lalu diwawancara dan hasilwawancara ditemukan bahwa usia
remaja dan pra remaja, bagian terbesar di pikiran mereka adalah area cinta. Bagian
komunikasinya masih kecil, sehingga ngobrol dengan remaja itu susah. Bagian melawan juga
cukup besar. Ada juga bagian benci dan rindu dengan orang tua. PR kita adalah bagian
komunikasi. Bagaimana caranya? Sebelum bicara dengan anak remaja, kita harus masuk dulu
ke area cintanya, harus saying dulu, penuh perhatian, agar mereka lebih mudah menerima.
PERASAAN
Produksi dopamine yang menghubungan Tindakan dengan sensasi kesenangan, redistribusi
dapat meningkatkan ambang batas yang diperlukan untuk stimulasi yang mengarah pada
perasaan senang. Hal ini menyebabkan remaja menjadi mengalami lebih banyak perubahan
suasana hati dan perilaku impulsive, spontan, tidak dipikir daripada orang dewasa. Seperti saat
ia main gadget. Ketika bermain gadget, dopamine-nya meluber, sehingga saat ia tidak
mendapatkan itu, dia menjadi gelisah. Mulai dari situlah, muncul rasa candu, adiktif.
Jika di dalam keluarga tidak ada komunikasi efektif, maka anak tidak tau mana yang boleh dan
mana yang tidak untuk dilakukan, padahal remaja itu kebanyakan hanya ikut-ikutan saja.
Nakalnya orang zaman dulu dan sekarang, kualitas kejahatan anak remaja itu berat, banyak
tindakan kriminalitas. Salah pergaulan juga berasal dari orang tua yang tidak memberikan apa
yang anak butuhkan
Remaja berisiko mengalami masalah:
• Gangguan belajar
• Gangguan social emosional
• Masalah pergaulan bebas. Kalau orang tua tidak memberikan cintanya, anak akan
mencari cintanya di luar rumah
• Kecanduan internet/social media
• Kenakalan dan kriminalitas
• Putus sekolah
• Bohong
• Frustasi
• Napza
• Depresi dan gangguan mental lain
• Suicidal ideas (keinginan menghilang dari bumi/bunuh diri)
Dengan segala konflik dalam diri anak, maka orang tua adalah sumber harapan remaja untuk
bisa mendukung dan mendampinginya agar kelak jadi remaja dan dewasa yang sehat.
Mentalnya sehat dan ketika berkeluarga bisa jadi orang tua yang sehat.
KELUARGA ADALAH TENTANG KOMUNIKASI
Tidak ada keluarga yang tanggung tanpa komunikasi. Mau komunikasi verbal, dari tingkah
laku, melalui media teknologi. Bagaimana kita tau anak kita btuuh apa, tanpa komunikasi. Buka
hanya sekadar bicara, tapi komunikasi yaitu ada sesuatu yang dibicarakan. Sebelum
komunikasi, ada koneksi. Kalau tidak konek, informasi apapun tidak akan anak terima dengan
baik. Di dalam ilmu komunikasi ada sender yaitu orang tuanya, medianya mau apa? Lalu ada
receiver. Kalau medianya lisan, berarti ditangkap dengan melihat dan mendengar. Bisa jadi
tone suara orang tua lebih tinggi dari anak sehingga ia tidak bisa terima, atau kebalikannya.
Penerima dan pemberi harus seimbang.
KOMUNIKASI TERBUKA DAN EFEKTIF
Komunikasi terbuka membuat anak bisa menerima nasihat. Dia tidak takut mau ceita dengan
orang tua. Kalau ada anak tidak terbuka, mungkin anak ada pengalaman buruk saat dia cerita
semisal over critic. Kalau tidak dikoreksi, komunikasi menjadi tidak efektif, sehingga kalau
diajak ngobrol, anak akan menghindar. Ada istilah selective hearing yaitu dia menyeleksi apa
yang anak ingin dengar dari orang tuanya. Ada juga istilah mutism, yaitu tidak mau bicara
sama sekali karena anak sudah telanjur stress berat dengan orang tuanya sehingga memilih
untuk tidak berbicara.
KENALI CARA KOMUNIKASI “NORMAL” REMAJA
Anak remaja itu kebanyakan berbicara terburu-buru. Anak remaja ngomong kalau perlu saja,
tapi kebanyakan laki-laki. Agak moody dan terbiasa menghindar kalau diajak ngobrol. Lebih
intens ngobrol dengan teman. Maka dari itu kita perlu berperan juga menjadi temannya.
Dalam komunikasi, anak harus percaya dulu sama orang tua karena terkadang sebagai orang
tua tidak percaya dengan omongan anak karena anak butuh dipercaya. Anak juga butuh aman,
pastikan anak ketika bicara dengan orang tuanya dalam keadaan aman, bukan dalam keadaan
tertekan atau terancam. Kalau dalam keadaan terancam, kita bisa jadi musuhnya, dan membuat
anak bertolak belakang. Sesalah apapun dia, orang tua harus membuat aman dahulu agar bisa
membuka keran komunikasi anak agar dia mau jujur. Kalau sudah aman, anak akan merasa
nyaman ngobrol dengan orang tua.
Kita juga harus koreksi ucapan kita ketika komunikasi dengan anak remaja. Kalau ucapan kita
melukai anak, akan mereka ingat terus sampai dewasa.
KESALAHAN DALAM KOMUNIKASI DENGAN ANAK REMAJA
• Cenderung lebih banyak bicara daripada mendengarkan. Omongan orang tua yang
banyak, hanya akan diserap oleh anak sebesar 20%, itu pun juga selektif yang ingin
anak dengar saja atau yang ada benefitnya untuk dia. Kalau bisa, biarkan anak bercerita
terlebih dahulu dan kita dengarkan.
• Merasa tau lebih banyak daripada remaja
• Cenderung memberi ceramah dan mengarahkan (memaksa). Menavigasi beda dengan
memaksa. Nagivasi itu kita mengarahkan dengan tepat tanpa paksaan.
• Tidak berusaha mendengarkan dulu apa yang sebenarnya terjadi dan yang dialami
remaja
• Tidak memeberikan kesempatan agar remaja mengemukakan pendapat
• Tidak mencoba menerima dahulu kenyataan yang dialami remaja dan memahaminya
• Over kritik dan menghakimi
Jangan diri untuk tidak kritik atau menilai anak . Anak kita bukan musuh, mereka hanya belum
matang pemikirannya. Tuntaskan semua percakapan, sampai anak benar-benar selesai, baru
kita kasih umpan balik. Hormati juga saat dia berbicara.
TEMUKAN AKTIVITAS PENGANTAR KOMUNIKASI

Sebelum tidur, bisa kita ambil waktu. Ngobrol sehari-hari tentang kegiatannya, jangan
langsung menanyakan tugas dan PR. Walaupun anak nantinya menjawab ogah-ogahan, kita
tetap harus bertanya, paling tidak kita tau apa aktivitas anak hari itu. Bisa juga saat mengantar
ke sekolah. Pada saat makan, menonton film, kita juga bisa cerita masa remaja kita ke anak.
Agar anak bisa belajar pengalaman kita .
Saat mendengar anak bercerita, kita benar-benar fokus dengan ceritanya, wajahnya, gesture-
nya. Terkadang kalau kita tidak peka, kita akan kehilangan bahwa sesungguhnya anak kita
kadang mengalami sesuatu yang berat.
Anak remaja juga terkadang mengalami tantrum.Tetap jaga emosi dan belajar tenang
mengahadapi “tantrum” remaja agar transfer energi bisa anak rasakan sehingga membantu
proses komunikasi.
Kalau anak tidak mau diajak ngobrol bagaimana?
• Beri ruang dan waktu
• Hindari memaksa
• Menahan keingintahuan
• Tawarkan dengan kalimat, “Abang/Kakak bisa kapan saja ngobrol sama Ibu/Ayah
kalau kamu sudah siap.”
• Cari waktu spesifik dan mood yang baik. Mood harus seragam, tidak hanya anak, tetapi
juga orang tuanya. Sehingga ketika ngobrol, satu frekuensi dan nyambung.
Gunakan I-Message yaitu pesan ayah dan ibu. Untuk menyatakan perasaan, menyatakan
harapan, tunjukan cara untuk memperbaikinya, berikan pilihan.
Tetap terkoneksi saat berjauhan. Penting untuk kalimat refleksi. Misal, “Bu, aku tidak mood.”
Jangan pakai, “Kenapa nggak mood?” tapi pakai, “Oh, kamu lagi nggak mood?” Cek kualitas
rasa, memberi contoh dan teladan berkomunikasi yang efektif dengan semua anggota keluarga.
Seperti mendengarkan dahulu, tidak memotong.
Mengasuh anak remaja itu berat, kita yang harus berbaik hati kepada mereka.
SESI TANYA JAWAB

1. PERTANYAAN (Kak Amri Zainal Via Rise Hand)


Apakah cara mendidik remaja putra dan putri itu memang beda treatment dari sisi
seorang ayah. Bagaimana kiat seorang ayah untuk mendidik remaja putri dan putranya?
Karena komunikasinya sangat kecil dan kecanduan gadget sangat luar biasa. Lalu
bagaimana orang tua menghadapi anak yang pandai skenario? Di depan orang kalem,
sopan, tetapi di rumah sering diam, melawan, dan menghabiskan waktu dengan gadget.

JAWABAN
Indonesia termasuk negara fatherless (ayahnya ada, tetapi kurang memberi peran).
Anak-anak fatherless potensial mengalami gangguan sosial emosional, psikis. Kalau
anak Perempuan, ketika diajak bicara, lebih baik one on one, senang diajak bicara
empat mata. Kalau laki-laki tidak bisa atau susah ketika diminta menatap mata. Kalau
laki-laki lebih baik berdampingan atau letter L. Ayah disarankan lebih banyak diskusi
dengan anak perempuan terkait pergaulan. Ketika anak perempuan tau bahwa dia
diperhatikan, dia tidak perlu menerima validasi cinta dari orang lain sehingga terjebak
hubungan tidak sehat. Dia tau ebnar ada ayah yang emlindungi dan perhatian. Pastikan
ada komunikasi perasaan dan emosional. Akan tetapi tetap menjaga privasi anak. Kalau
anak laki-laki, akan masuk ke sisi maskulin, tanyakan tentang aktivitas fisik, masa
depan, cara menajdi kepala keluarga. Tetap harus punya waktu kualitas setiap anak di
waktu yang berbeda sehingga tetap merasa istimewa walaupun punya kakak atau adik.
Kalau cara menghadapi anak yang drama, mungkin di tempat lain, dia diapresiasi.
Namun, saat di rumah terlihat menjadi orang yang berbeda. Bukan kepribadian ganda,
tapi dilihat dari kenyamanan. Mungkin di luar dia diterima, tapi kalau di rumah ada
pengalaman kurang menyenangkan atau tidak ada disiplin yang teratur. Setiap orang
punya persona (topeng-topeng), sehingga sebisa mungkin kita tau bahwa anak kita
sudah memakai topeng-topeng itu sesuai tempatnya, tidak manipulatif.

2. PERTANYAAN (Kak Kris dari kolom chat)


Bagaimana jika anak sudah telanjur membangun barrier, saya cenderung curiga dan
malah menjadikan anak sembunyi-sembunyi
JAWABAN
Wajar jika orang tua itu over thinking, sangat waspada, prasangka terhadap anak
sehingga potensial sekali men-judge anak kita. Lalu abagimana jika anak sudah punya
Batasan? Jangan menyerah untuk bisa memenangkan hati anak. Mereka pasti tetap
sayang, tapi mereka ngambek, dan kita tetap berusaha mendekatinya. Jangan malu
untuk meminta maaf akrena orang tua juga bisa slaah, tetapi punya keinginan untuk
berubah. Komitmen sama-sama, perbanyak aktivitas bersama yang menyenangkan.
Kalau sudah menyenangkan, anak akan senang bicara kepada anak.
3. PERTANYAAN (Bunda Widya via Risehand)
Bagaimana tips membangun mindful listening dengan anak-anak yang sekolah di
pesantren? Jika ayahnya termasuk otoriter, jarang mau tau perasaan anak, bagaimana
cara ibu mengimbangi seperti itu?
JAWABAN
Mindful listening yang penting adalah saat kegiatan anak bercerita, apapun bentuknya,
mau telepon, tatap muka, maksimalkan mindful listening kita. Perhatikan wajahnya,
gerak tubuhya, suaranya, kalau sudah dicek bisa dipastikan anak baik-baik saja. Kalau
mulai ada getaran, baru di situ kita fungsikan pengasuhan kita untuk cek bahwa anak
kita oke atau tidak.
Inkonsistensi dalam pola pengasuhan (missal ayah otoriter, ibu demokratif) akan
mengakibatkan masalah perilaku dan gangguan sosial emosional. Jadi anak berpotensi
menerima dua perintah yang berbeda. Kalau tidak bisa, ibu yang harus memaksimalkan
perannya dalam mencukupi kebutuhan emosional. Ayah dan ibu harus seragam dalam
pola pengasuhan.
4. PERTANYAAN (Kak Yunita via kolom chat)
Saya ibu single parent dari anak remaja putri. Bagaimana pola asuh yang baik sehingga
anak tidak kurang kasih sayang? Terutama karena tidak ada sosok ayah dalam
pertumbuhannya
JAWABAN
Banyak label bahwa single mom tidak bisa membesarkan anak, padahal tetap bisa
mengasuh anak. Tetap harus punya kesibukkan, tapi jangan terlalu sibuk sampai anak
tidak terurus. Kalau anaknya sudah besar, anak bisa diajak ngobrol untuk Kerjasama
membentuk sebuah tim. Kita perlu peran ayah, tapi anak juga bisa melihat bahwa ada
figure maskulin lagi seperti kakeknya, omnya, keluarga dari ibu, itu bisa dihadirkan
untuk menghadirkan sosok maskulinitas ayah itu seperti apa.
5. PERTANYAAN (Kak Sarwendah via Komentar YouTube)
Bagaimana menghadapi anakyang suka menjawab? Bagaimana solusinya?
JAWABAN

Anak yang suka menjawab itu sebenarnya indikasi anak pintar karena kritis. Sebelum
diskusi dengan anak, coba memberi rules saat diskusi seperti siapa dulu yang berbicara,
tidak boleh memotong pembicaraan, siapa yang mendengarkan. Agar terbentuk
kesadaran dalam diri anak. Jangan sampai over critic dengan anak. Pastikan kita tenang
karena kalau kita kritik terus, anak juga akan terus-terusan menjawab.

6. PERTANYAAN (Kak Ivan via Risehand)


Beberapa narasumber pernah mengatakan cara mengatasi gadget itu dengan metode
1921. Para anak harus belajar tanpa gadget. Apakah hal itu efektif? Anak ada yang
berinteraksi dengan orang tua itu susah, bagaimana pengasuhan anak walaupun terjadi
perceraian orang tua agar lebih tenang menjalani kehidupan sehari-hari?
JAWABAN
Jadi 1921 itu sebenarnya jam, jadi jam 7 sampai jam 9 malam tidak ada gadget, tapi
kita kembali lagi pada screentimes (waktu tatap layar). Anak 0—2 tahun sama sekali
tidak boleh terpapar gadget, tapia nak MPASI biasnaya diberikan gadget. Padahal usia
0—2 tahun adalah usia tumbuh kembang dengan sangat pesat, aktivitasnya dengan
gerakan-gerakan. Kalau mau dikenalkan, lebih ke komunikasi missal untuk video call
ayahnya. Usia 2—3 boleh diberikan 30 menit. Usia di 3—5 diberikan 1 jam dan kita
potong waktunya. Kalau lebih dari 5 tahun bisa diberikan 2 jam. Kalau 1921 itu
digunakan untuk anak yang sudah cukup besar, tetapi durasi penggunaan gadgetnya
belum konsisten. Satu jam sebelum tidur, tidak boleh ada aktivitas gadget, terutama di
bawah 13 tahun. Nanti akan mengakibatkan residu, terputar-putar apa yang habis ia
tonton.
Perceraian pasti berdampak, bisa langsung atau nanti. Ketika pasangan berpisah, anak
akan jadi korban, tapi bagaimana anak tetap bisa tumbuh optimal, ayah ibu tetap
kepentingannya memenuhi hak-hak anak. Kalau pisah tidak baik-baik, orang tuanya
satu sama lain menjelekkan mantan pasangannya dan itu akan memberikan dampak
traumatis. Orang tua tidak boleh menceritakan keburukan masing-masing.

Anda mungkin juga menyukai